BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Tindak Tutur Direktif Pada Anak Usia 4-5 - Inasa Khairina Ghassani BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian dengan judul Analisis Tindak Tutur Direktif Pada Anak Usia 4-5 Tahun di Desa Babadan, Pagentan Banjarnegara 2016 Penelitian tersebut dilakukan oleh Syukur Sri Miyati mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tahun 2016. Jenis penelitian yang digunakan

  dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini berupa data tuturan anak usia 4-5 tahun yang mengandung tindak tutur ilokusi direktif. Sumber data dalam penelitian ini berjumlah 38 anak, dari jumlah tersebut tuturan anak yang mengandung tindak tutur direktif hanya terdapat pada 28 anak saja, sedangkan 10 anak lainnya tidak mengandung tindak tutur ilokusi direktif. Data dikumpulkan melalui metode simak dengan teknik bebas libat cakap. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa tuturan anak usia 4-5 tahun di Desa Babadan, Pagentan Banjarnegara 2016 mengandung tindak tutur ilokusi direktif. Tindak tutur tersebut, yaitu (1) tuturan requistives (mengajak) dan (meminta), (2) tuturan questions (bertanya), (3) tuturan requirements (memerintah), (4) tuturan prohibitives (melarang) dan (membatasi), (5) tuturan permissives (membolehkan), (6) tuturan advisories (menyarankan). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tindak tutur ilokusi direktif yang digunakan oleh anak usia 4-5 tahun di Desa Babadan, Pagentan, Banjarnegara 2016 yang paling dominan adalah tuturan requistives.

  Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Syukur Sri Miyati dengan peneliti adalah terletak pada data, sumber data. Skripsi sebelumnya menggunakan data

  9 menggunakan data tuturan anak usia 4-5 tahun sedangkan peneliti menggunakan data dari tuturan ustad, ustadzah, dan santri. Sedangkan sumber data yang digunakan oleh Sri Miyati adalah anak usia 4-5 tahun, sumber data yang digunakan oleh peneliti adalah ustad, ustadzah, dan santri sehingga penelitian yang dilakukan oleh peneliti maupun penliti sebelumnya memiliki perbedaan selain persamaan yang dimiliki.

2. Penelitian dengan judul Nilai-Nilai Karakter dalam Kalimat Imperatif pada

  Lagu Anak-Anak Tahun 1990-an

  Penelitian tersebut dilakukan oleh Asri Fiana mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto Tahun 2016. Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Asri Fiana dan peneliti adalah kedua penelitian tersebut merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan kedua penelitian di atas yaitu metode simak melalui tiga tahap diantaranya tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data.

  Perbedaan penelitian yang berjudul Nilai- Nilai Karakter dalam Kalimat Imperatif pada Lagu Anak Tahun 1990-an yaitu bertujuan untuk mendeskripsikan, memaparkan dan menganalisis nilai-nilai karakter dalam kalimat imperatif pada lagu anak tahun 1990-an sedangkan penelitian ini mendeskripsikan tindak tutur ilokusi yang mengandung nilai karakter pada pembelajaran di TPQ Perumahan Purwosari Indah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas Periode Oktober 2017. Data yang digunakan oleh Saudari Asri Fiana berupa kalimat imperatif yang mengandung nilai- nilai karakter sedangkan data pada peneliti didapatkan dari tuturan ustad, ustadzah, dan santri. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah lagu anak tahun

  1990-an. Sedangkan sumber data yang diambil oleh peneliti berasal dari ustad, ustadzah, dan santri pada pembelajaran di TPQ Perumahan Purwosari Indah Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas Periode Oktober 2017.

B. Pragmatik

  Menurut Kridalaksana (2001:159) pragmatik merupakan bagian ilmu bahasa yang mempelajari isyarat-isyarat bahasa yang mengakibatkan keserasian pemakaian bahasa dalam komunikasi aspek-aspek luar bahasa yang berpengaruh terhadap makna ujaran. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Leech (2011:5) mengatakan bahwa

  

pragmatic studies meaning in relation to speech situation. Menurutnya, pragmatik itu

  mempelajari bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi, dan bagaimana pragmatik menyelidiki makna sebagai konteks, bukan sebagai sesuatu yang abstrak dalam berkomunikasi. Sementara Rohmadi (2004:65) menyatakan pragmatik adalah studi kebahasaan yang terkait konteks. Karena konteks memiliki peranan kuat dalam menentukan maksud penutur dalam berinteraksi dengan lawan tutur. Sependapat dengan pernyataan di atas, Yule (2006:3) mengemukakan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur dan ditafsirkan oleh pendengar.

  Kesimpulan dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari pemakaian bahasa untuk berkomunikasi, yang didalamnya terdapat makna dan ungkapan dari suatu tuturan antara penutur kepada lawan tutur dan disesuaikan dengan konteks. Sesuatu yang disampaikan tergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks tindak tutur.

C. Tindak Tutur 1. Pengertian Tindak Tutur

  Yule (2006:82) bahwa tindak tutur sebagai tindakan yang dilakukan melalui ujaran. Lain halnya pendapat yang disampaikan oleh Kridalaksana (1992:154) bahwa tindak tutur adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara diketahui oleh pendengar. Hal serupa juga diungkapkan oleh Tarigan (2009:36) bahwa tindak tutur atau tuturan yang dihasilkan oleh manusia dapat berupa ucapan. Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa pendapat para ahli di atas yaitu tindak tutur adalah suatu tindakan yang dilakukan melalui ujaran yang disampaikan antara penutur kepada lawan tutur mengenai suatu hal yang bisa diketahui dan dipahami maknanya oleh lawan tutur.

2. Bentuk – Bentuk Tindak Tutur

  Menurut Austin dalam (Chaer, 2010: 27-29) menjelaskan bahwa tindak tutur yang dilakukan dalam kalimat performatif dirumuskan menjadi tiga tindakan yang berbeda diantaranya tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Ketiga tindakan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

a. Tindak Tutur Lokusi

  Menurut Wijana (1996: 17) bahwa tindak lokusi adalah suatu tuturan untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai The Act Of Saying Something.

  Makna tuturan yang disampaikan biasanya adalah sebuah fakta atau keadaan yang sebenarnya. Dalam tindak tutur lokusi, informasi yang disampaikan adalah yang sebenarnya. Tindak tutur ini tidak mengandung makna tersembunyi dibalik tuturanya dan tidak menghendaki adanya suatu tindakan atau efek tertentu dari lawan tuturnya.

  Contoh: (1) Ikan paus adalah binatang menyusui (2) Jari tangan jumlahnya lima Tuturan (1) dan tuturan (2) diujarkan semata-mata untuk mengatakan sesuatu

  (lokusi), tanpa maksud untuk melakukan sesuatu (ilokusi), apalagi mempengaruhi lawan tuturnya (perlokusi). Informasi yang dituturkan pada contoh (1) berupa penyampaian sebuah fakta, bahwa Ikan Paus tergolong dalam jenis binatang mamalia. Sedangkan pada kalimat (2) sudah sangat menjelaskan bahwa penutur menyatakan sesuatu tanpa maksud untuk melakukan sesuatu. Karena pada dasarnya jari tangan manusia ada lima. Lima dari tangan sebelah kanan, dan lima dari tangan sebelah kiri.

b. Tindak Tutur Ilokusi

  Menurut Wijana (1996:18) bahwa tindak ilokusi adalah suatu tuturan yang disampaikan penutur untuk mengatakan dan menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Bila hal ini terjadi tindak tutur yang terbentuk adalah tindak tutur ilokusi. Tindak tutur ilokusi disebut sebagai The Act of Doing

  Something

  (3) Saya tidak dapat datang (4) Ujian sudah dekat

  Tuturan (3) bila diutarakan oleh seseorang kepada temannya yang baru saja merayakan ulang tahun, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi untuk melakukan sesuatu, yakni meminta maaf. Sedangkan tuturan (4) bila diucapkan oleh orang tua kepada anaknya, kalimat ini dimaksudkan untuk menasihati agar lawan tutur tidak hanya bepergian menghabiskwan waktu sia-sia namun juga menggunakan waktu untuk belajar karena ujian semakin dekat. Yule (2006: 92-94) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertutur ke dalam lima macam bentuk tuturan ilokusi yaitu (1) representatif, (2) direktif, (3) komisif, (4) ekspresif, (5) deklarati.f Kelima tindak tutur akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Representatif

  Representatif adalah suatu tuturan yang mengikat penuturnya terhadap

  kebenaran mengenai suatu hal yang dikatakan oleh penutur. Hal itu menegaskan bahwa representatif berfungsi untuk menjelaskan sesuatu apa adanya sesuai kenyataan. Menurut Searle (dalam Rohmadi 2004:32) terdapat ciri-ciri dari tuturan

representatif misalnya menyatakan, melaporkan, menunjukkan, dan menyebutkan.

  Ciri-ciri selanjutnya yang biasanya muncul dalam tuturan representatif yaitu tuturan

  

representatif disampaikan karena penutur bermaksud ingin memberi tahu informasi,

dan lawan tutur merasa ingin tahu mengenai informasi yang disampaikan penutur.

  Tuturan yang disampaikan biasanya mengenai kejelasan suatu hal yang belum diketahui misalnya informasi dari peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan manusia, kejelasan mengenai benda, (contoh: warna benda, contoh: warna benda, manfaat benda, mengenai kenaikan harga dari kebutuhan pokok manusia). Intonasi yang disampaikan biasa saja dan cenderung menunjukkan ekspresi pengucapan yang meyakinkan sehingga lawan tutur percaya dengan tuturan yang disampaikan oleh penutur. Berikut hasil analisis tuturan representatif:

  (5) Sepatu Sinta berwarna hitam (6) Harga beras semakin naik dan membebani perekonomian masyarakat

  Miskin Tuturan (5) tersebut termasuk tindak tutur representatif sebab mengandung maksud untuk menyampaikan informasi yang penuturnya terikat oleh isi tuturan tersebut. Pada tuturan (5) penutur bertanggungjawab atas tuturan yang diucapkan karena tuturan tersebut memang benar adanya dan dapat dibuktikan di lapangan. Jadi, dari informasi yang disampaikan oleh penutur mengandung makna bahwa sepatu Sinta berwarna hitam dan memang benar adanya. Sedangkan pada tuturan (6), penutur memberikan informasi pengeluhan tentang harga beras yang semakin hari semakin naik dan dirasa cukup membebani masyarakat miskin.

2) Direktif

  Direktif adalah suatu tuturan yang disampaikan oleh penutur untuk menyuruh

  lawan tutur melakukan tindakan sesuai yang disebutkan dalam tuturan tersebut. Lebih jelasnya lagi Searle (dalam Rohmadi 2004:32) mengungkapkan bahwa tindak tutur ilokusi direktif bertujuan untuk menghasilkan suatu efek. Efek tersebut dapat berupa tindakan yang dilakukan oleh lawan tutur. Ciri-ciri tindak dari tindak tutur direktif misalnya: memesan, memerintah, memohon, meminta, menyarankan, menganjurkan dan menasihati. Selanjutnya, ciri-ciri yang sering muncul dalam tindak tutur direktif adalah penutur menyampaikan tuturan dengan maksud menyuruh dengan cara meyakinkan lawan tutur untuk mau melakukan tindakan yang diinginkan oleh penutur. Intonasi dalam menyampaikan suatu tuturan biasanya disampaikan dengan nada tegas (memerintah), jika tuturan tersebut bermaksud memohon biasanya disampaikan dengan intonasi rendah, jika tuturan tersebut bermaksud mengajak biasanya disampaikan dengan ekspresi merayu yang disampaikan oleh penutur, dan jika tuturan tersebut bermaksud bertanya biasanya disampaikan dengan maksud untuk mendapatkan suatu jawaban dari lawan tutur. Contoh analisis tuturan direktif diantaranya sebagai berikut:

  (7) Tututp mulutmu! Contoh (7) termasuk ke dalam jenis tindak tutur direktif sebab tuturan tersebut berfungsi memerintah. Kalimat tersebut termasuk ke dalam tuturan direktif memerintah yang ditandai dengan penggunaan tanda seru di akhir kalimat. Intonasi yang disampaikan dengan nada tinggi dan berujung seperti meluapkan kemarahan kepada lawan tutur. Jika tuturan (7) disampaikan antara penculik dengan korban, maka penculik menyuruh korban untuk menutup mulutnya rapat-rapat. Tuturan tersebut disampaikan agar lawan tutur tidak mencari bantuan dengan cara berteriak dan buka mulut. Diharapkan lawan tutur menuruti perintahnya dengan tidak mengatakan apapun kepada orang lain.

  Dari pengertian tindak tutur direktif diatas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur direktif merupakan suatu tuturan yang mempengaruhi lawan tutur untuk melakukan sesuatu seperti yang dianjurkan oleh penutur. Selain itu, direktif dapat diartikan sebagai kalimat yang diujarkan tidak hanya menyatakan sesuatu, akan tetapi dapat menindakkan seseorang untuk melakukan sesuatu. Misalnya tuturan melarang, ajakan, memerintah, dan permintaan. Menurut Ibrahim (1993: 28-33) membagi tindak tutur direktif menjadi enam yaitu:

a) Requestives

  Menurut Ibrahim (1993:28) tuturan requistives adalah tuturan yang mengekspresikan keinginan penutur, sehingga lawan tutur melakukan sesuatu sesuai keinginan penutur. Tuturan yang termasuk dalam bentuk tindak tutur direktif

  

requestives yaitu tuturan meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang,

  mendoa, mengajak, mendorong. Tuturan requistives memiliki ciri-ciri yang biasanya ditandai dengan kata tolong dan mohon. Kata tolong biasanya diucapkan dengan merayu lawan tutur agar melakukan tindakan yang diinginkan oleh penutur dan biasanya kata tolong disampaikan karena keadaan terdesak sehingga lawan tutur harus melakukan saat itu juga. Berikutnya pada kata mohon disampaikan penutur dengan maksud mengharapkan atau menghimbau lawan tutur untuk melakukan sesuatu dari tuturan yang telah disampaikan penutur. Oleh karena itu, penutur menyampaikan tuturan dengan kata mohon, didukung dengan penyampaian yang tegas dan bermakna untuk kebaikan bersama agar penutur dan lawan tutur saling menguntungkan sama lain. Berikut contoh tindak tutur requistives:

  (8) Tolong ambilkan tas di lemari (9) Mohon untuk tidak berisik di ruang perpustakaan

  Tuturan (8) di atas merupakan bentuk tuturan requestives. Pada contoh tutran (8) merupakan contoh tuturan meminta. Tuturan meminta tersebut ditandai dengan penggunaan kata tolong yang menyatakan tanda permintaan. Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh kakak kepada adiknya, maka penutur bermaksud meminta lawan tutur untuk mengambilkan tas di lemari. Pada tuturan (9) diidentifikasi sebagai tuturan memohon yang secara langsung disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur.

  Tuturan tersebut ditandai dengan penggunaan kata mohon. Jika tuturan tersebut disampaikan oleh petugas perpustakaan kepada pembaca maka penutur memohon lawan tutur untuk tidak berisik ketika berada di perpustakaan agar tidak mengganggu orang lain yang sedang membaca di perpustakaan.

  Selain itu tuturan requistives bisa berupa ajakan biasanya ditandai dengan penanda kata mari atau ayo. Tuturan disampaikan dengan maksud agar lawan tutur mengabulkan permintaan penutur dengan cara melaksanakan sesuatu yang diinginkan penutur. Ekspresi yang disampaikan penutur dengan cara merayu agar lawan tutur mau mengikuti ajakan dari penutur. Berikut contoh tindak tutur requistives:

  (10) Mari kita berdoa bersama-sama sebelum pulang sekolah. (11) Ayo ikut aku ke ruang guru ambil daftar absen.

  Tuturan (10) merupakan bentuk tuturan direktif requistives mengajak. Tuturan tersebut diperkuat dengan kata mari yang memiliki makna mengajak lawan tutur untuk melakukan tindakan sesuai dengan keinginan penutur dan dilakukan secara bersama-sama. Biasanya kata mari ditujukkan untuk orang banyak tidak hanya untuk pelaku tunggal. Tuturan (10) jika disampaikan antara guru kepada murid muridnya maka tuturan tersebut bermakna untuk mengajak murid melakukan doa bersama sebelum pulang sekolah. Guru mengajak seluruh murid yang sedang diajarnya dan ajakan tersebut termasuk ke dalam kegiatan positif. Tindakan yang diharapkan agar murid bersama guru melakukan kegiatan berdoa bersama-sama dengan perasaan khusyuk dan menghargai perbedaan agama satu sama lain.

  Pada tuturan (11) termasuk ke dalam tutran direktif requistives mengajak. Tuturan tersebut diperkuat dengan kata ayo. Kata ayo digunakan untuk mengajak lawan tutur untuk melakukan kegiatan bersama-sama dengan penutur. Kata ayo pada tuturan (11) ditujukkan pada satu orang dan jika disampaikan antara teman kepada teman sekelasnya, maka tuturan tersebut bermaksud untuk mengajak lawan tutur mengambil daftar absen di ruang guru. Ajakan tersebut dilakukan penutur dengan maksud untuk menemani penutur agar tidak sendirian mengambil daftar absen di ruang guru.

b) Question

  Tindak tutur direktif question (pertanyaan) merupakan suatu tuturan yang berupa request (permohonan) dalam khasus yang khusus, khusus dalam pengertian bahwa apa yang dimohon adalah lawan tutur memberikan kepada penutur informasi misalnya tuturan bertanya (Ibrahim, 1993: 28-33). Ciri-ciri dari tuturan question diantaranya ada bertanya, berinkuiri, mengintrogasi Selanjutnya biasanya tuturan

  

question ditandai dengan tanda tanya di akhir kalimat, membutuhkan jawaban dari

  pihak yang ditanya berupa pernyataan ya atau tidak maupun sebuah informasi yang disampaikan lawan tutur terhadap penutur. Menurut Rahardi (2002:78) tuturan

  

question biasanya menanyakan manusia, benda, hewan, dan tumbuhan. Untuk

  menanyakan hal tersebut dapat menggunakan salah satu dari kata tanya yaitu apa, dari

  

apa, untuk apa, dengan apa, sedangkan untuk menanyakan sebab dapat menggunakan

  kata tanya kenapa. Berikut analisis tuturan question: (12) Apa kamu mengenal perempuan berambut ikal itu? (13) Kenapa wajahmu pucat? Contoh di atas termasuk bentuk tuturan direktif question bertanya. Tuturan

  (12) tersebut disampaikan oleh teman yang menanyakan kepada teman sebayanya dengan pertanyaan apa kamu mengenal perempuan berambut ikal itu?. Tuturan di atas diawali dengan kata apa dan diakhiri dengan tanda tanya. Penutur menanyakan sesuatu yang harus dijawab oleh lawan tutur karena tuturan tersebut berupa pertanyaan. Jawaban dari pertanyaan tersebut bisa dijawab ya atau tidak. Pada tuturan (13) merupakan bentuk direktif question bertanya yang ditandai dengan kata tanya

  

kenapa . Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh seorang ibu kepada anaknya maka

  penutur bermaksud menanyakan pada lawan tutur kenapa wajahnya pucat. Lawan tutur bisa menjawabnya dengan penyebab mengapa wajahnya bisa pucat. Pertanyaan tersebut disampaikan oleh seorang ibu kepda anakanya sebagai tanda perhatian orang tua kepada anaknya.

c) Requirements

  Requirements yaitu suatu tuturan yang disampaikan penutur dengan

  mengekspresikan maksudnya sehingga lawan tutur menyikapi keinginan yang diekspresikan oleh penutur sebagai alasan untuk bertindak (Ibrahim, 1993: 28).

  Tuturan yang termasuk requirements adalah memerintah, menghendaki, mengkomando, mendikte, mengarahkan, menginstruksikan, mengatur, menyaratkan.

  Ciri-ciri tuturan requirements diantaranya terdapat tanda seru (!) di akhir kalimat, dalam menyampaikan tuturan biasanya disampaikan dengan intonasi tinggi dan disampaikan dengan nada tegas. Tuturan tersebut bermakna untuk menyuruh lawan tutur melakukan sesuatu yang membuat lawan tutur menuruti apa yang dikatakan dan diinginkan oleh penutur.

  (14) Jagalah kebersihan! (15) Syarat lowongan di Bank BRI salah satunya adalah IPK 3,00 Tuturan (14) diidentifikasi sebagai tuturan memerintah yang ditandai dengan kata jagalah yang bermakna perintah. Jika kalimat tersebut disampaikan oleh penjaga kantin kepada pengunjung maka penutur bermaksud memerintah lawan tutur untuk menjaga lawan tutur. Makna pada tuturan (14) disampaikan dengan maksud agar lawan tutur menjaga kebersihan dengan cara tidak membuang sampah sembarangan.

  Hal tersebut disampaikan untuk kebaikan bersama antara penutur dan lawan tutur. Sedangkan pada tuturan (15) diidentifikasi sebagai tuturan mensyaratkan. Jika tuturan tersebut disampaikan oleh bos kepada pelamar kerja yang sedang mendaftar kerja di Bank BRI sehingga IPK 3,00 merupakan salah satu syarat diterimanya pegawai. Namun masih ada syarat-syarat lain yang mendukung. Jika salah satu syarat tersebut terpenuhi maka akan mudah pelamar kerja untuk diterima di Bank BRI. Makna yang terdapat dalam tuturan tersebut agar lawan tutur segera memenuhi syarat-syarat jika hendak mendaftar kerja di Bank BRI agar mempermudah dalam melamar pekerjaan.

d) Prohibitives

  Prohibitives yaitu (larangan). Tindak tutur prohibitives adalah suatu tuturan

  yang disampaikan penutur untuk melarang lawan tutur melakukan sesuatu misalnya tuturan melarang atau membatasi (Ibrahim, 1993:28). Tuturan melarang disampaikan supaya orang lain tidak mengerjakan sesuatu sesuai yang dituturkan oleh penutur. Tuturan prohibitives ini biasanya ditandai dengan ciri-ciri penggunaan kata atau ungkapan yang bermakna larangan. Dalam hal ini kata yang sering digunakan adalah kata dilarang yang digunakan yang menyatakan tindakan melarang (Rahardi, 2005:109). Larangan biasanya disampaikan dengan intonasi tinggi dan cenderung untuk menegaskan lawan tutur untuk tidak melakukan sesuatu yang tidak diharapkan dan dari larangan tersebut biasanya penutur memiliki alasan tertentu mengapa lawan tutur dilarang melaksanakan hal tersebut. Makna yang terdapat dalam tuturan

  

prohibitives biasanya disebabkan karena penutur tidak menyukai suatu hal dan

menciptakan tata tertib yang berupa larangan dan harus dipatuhi oleh lawan tutur.

  Contoh tindakan direktif melarang yaitu: (16) Dilarang merokok di ruang rapat!

  Tuturan (16) merupakan contoh kalimat prohibitives melarang. Tuturan tersebut disampaikan penutur kepada lawan tutur untuk tidak melakukan sesuatu sesuai anjuran dari penutur. Tuturan melarang pada kalimat (16) ditandai dengan kata

  Apabila tuturan disampaikan oleh penutur kepada lawan tutur untuk dilarang. melarang merokok di ruang tersebut. Karena tindakan merokok di ruang rapat merupakan tindakan yang tidak baik apalagi dengan ruangan yang ber AC. Makna dari tuturan yang disampaikan dengan maksud agar lawan tutur menuruti larangan yang disampaikan oleh penutur dengan tidak merokok di ruang rapat, larangan tersebut bermaksud untuk kebaikan antara penutur dan lawan tutur.

e) Permissives

  Permissives, yaitu suatu tuturan yang mengekspresikan kepercayaan penutur

  kepada lawan tutur sehingga lawan tutur percaya bahwa ujaran penutur mengandung alasan yang cukup bagi lawan tutur untuk merasa bebas melakukan sesuatu (Ibrahim, 1993:29). Ciri-ciri tuturan permissives yaitu menyetujui, membolehkan, memberi wewenang, menganugerahi, mengabulkan, membiarkan, mengizinkan, melepaskan, memaafkan, dan memperkenankan. Selanjutnya ciri-ciri yang sering muncul yaitu penutur menyampaikan ujaran kepada lawan tutur untuk melakukan sesuatu, ekspresi dalam penyampaian juga disampaikan dengan raut wajah yang ikhlas dan intonasi yang meyakinkan lawan tutur bahwa tindakan yang akan dilakukan sudah diperbolehkan oleh penutur, makna tuturan yang disampaikan untuk kebaikan lawan tutur dalam melakukan sesuatu agar tidak mengalami kesalahan, berani melakukan tindakan dari tuturan yang telah diijinkan sebelumnya. Contoh tuturan direktif

  permissives (mengizinkan) sebagai berikut:

  (17) Silakan masuk (18) Saya perbolehkan anda untuk menjenguk ibu di rumah sakit

  Pada contoh tuturan (17) merupakan tuturan memberikan izin yang ditandai dengan kata silakan yang berarti mengizinkan. Kalimat tersebut jika disampaikan oleh seseorang kepada tamu yang datang ke rumahnya, maka penutur bermaksud memberikan izin kepada lawan tutur untuk masuk ke dalam rumahnya. Sedangkan pada tuturan (18) adalah contoh bentuk tuturan membolehkan yang ditandai dengan kata perbolehkan. Kalimat tersebut jika disampaikan antara bos dengan pegawai yang masih memiliki ibu, maka makna tuturan tersebut adalah bahwa bos membolehkan pegawainya untuk menjenguknya ibunya di rumah sakit.

f) Advisor

  Advisor adalah suatu tuturan berupa kepercayaan lawan tutur bahwa apa yang

  diekspresikan penutur bukanlah keinginan lawan tutur melakukan tindakan tertentu tetapi kepercayaan bahwa melakukan sesuatu merupakan hal baik, bahwa tindakan itu merupakan kepentingan lawan tutur (Ibrahim, 1993: 28-33). Tuturan yang termasuk dalam tindak tutur advisor misalnya tuturan menasihati atau menyarakan, memperingati. Ciri-ciri yang biasanya muncul dalam tuturan advisor diantaranya adalah penutur menyampaikan tuturan dengan maksud untuk menasihati lawan tutur agar tidak melakukan hal yang tidak diinginkan, makna yang disampaikan demi kebaikan lawan tutur dalam melakukan sesuatu, penyampaian mudah diterima dan dipahami oleh lawan tutur. Contoh tuturan direktif advisor: (19) Ujian sudah dekat, manfaatkan waktu untuk belajar.

  (20) Hari Senin akan diadakan upacara untuk memeperingati Hari Kemerdekaan Indonesia. Tuturan (19) merupakan contoh bentuk tuturan advisor menasihati. Kalimat tersebut jika dituturkan oleh seorang ayah kepada anaknya ketika menjelang UN, kalimat tersebut bermaksud untuk menasihati anaknya supaya belajar sungguh- sungguh agar mendapat nilai bagus. Tuturan tersebut disampaikan ayah kepada anaknya sebagi wujud perhatian, agar anaknya semakin rajin belajar dan bisa mendapatkan nilai yang bagus. Sedangkan pada tuturan (20) merupakan contoh bentuk tuturan advisor memperingati. Kalimat tersebut jika dituturkan oleh guru kepada siswa maka kalimat tersebut bermaksud untuk memperingati kepada siswanya jika hari Senin akan diadakan upacara sebagai wujud memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus. Kalimat tersebut disampaikan agar siswa tidak lupa dengan para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

3) Komisif

  Komisif adalah suatu tuturan yang dipahami oleh penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Menurut Yule (2006:94) komisif ialah suatu tuturan yang dipahami oleh penutur untuk mengikat dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan datang. Ciri-ciri yang termasuk dalam tuturan komisif yaitu ditandai dengan kata janji dan perhatian. Kata janji disampaikan agar lawan tutur yakin terhadap perkataan yang disampaikan penutur.

  Makna yang disampaikan mengenai kesalahan yang tidak akan dilakukan kembali dan disampaikan dengan cara berjanji. Selanjutnya pada kata perhatian disampaikan penutur dengan intonasi yang tegas dan meninggi, ciri-ciri yang tertera adalah ekspresi penutur yang mengancam lawan tutur untuk tidak melakukan aktivitas yang tidak diinginkan oleh penutur, dan jika tetap dilakukan maka akan mendapatkan resiko. Tuturan tersebut didukung dengan ekspresi penutur yang meyakinkan dan tuturan tersebut bermakna ketegasan untuk dipatuhi oleh lawan tutur. Contoh tindak tutur komisif:

  (21) Saya janji akan datang tepat waktu! (22) Perhatian! Jika ada yang ketahuan membawa hp saat ujian, maka hp akan kami sita. Tuturan (21) tersebut termasuk tindak tutur komisif yang berupa janji. Penutur berjanji kepada lawan tutur akan melakukan hal yang telah diucapkannya. Tuturan (21) merupakan tuturan komisif berjanji yang ditandai dengan kata janji. Dalam hal ini penutur berjanji akan datang tepat waktu, apabila dilanggar akan ada akibat yang ditanggungnya. Sedangkan pada tuturan (22) merupakan tuturan komisif mengancam yang ditandai dengan kata perhatian. Dalam hal tersebut penutur memberikan ancaman agar tidak membawa hp saat ujian berlangsung, jika hal tersebut dilanggar maka hp akan disita. Oleh karena itu, sebaiknya ketika ujian sedang berlangsung, sebaiknya jangan ada yang bertindak curang apalagi sampai membuka hp akan berakibat fatal yaitu akan hp akan disita.

4) Ekspresif

  Ekspresif adalah suatu tuturan yang menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh

  penutur. Tindak tutur itu menyatakan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Tindak tutur ekspresif ini mempunyai fungsi untuk mengekspresikan, mengungkapkan atau memberitahukan sikap psikologis sang pembicara menuju suatu pernyataan keadaan yang diperkirakan oleh ilokusi. Searle (dalam Rohmadi 2004:32) juga tentang ciri-ciri dan ilokusi ekspresif. Biasanya tuturan ekspresif memiliki ciri-ciri dari segi penyampaian, penutur menyampaikan dengan ekspresi total yang menggambarkan suatu keadaan yang dirasakan oleh penutur sehingga lawan tutur memahami ekspresi dari tuturan yang disampaikan oleh penutur. Ciri-ciri selanjutnya yaitu penutur mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memaafkan, mengampuni, menyalahkan, memuji, menyatakan, belasungkawa, mengkritik, dan mengeluh. Contoh tindak tutur ekspresif:

  (23) Saya masih minta maaf tidak bisa datang ke ulang tahunmu, sebab tidak ada kendaraan di rumah (24) Wah selamat ya kamu telah mendapatkan gelar sarjana. Tuturan (23) tersebut merupakan contoh tuturan ekspresif. Tuturan di atas digunakan sebagai bentuk ekspresi dari penutur. Tuturan (23) diperkuat dengan kata

  

minta maaf karena penutur tidak bisa melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh

  penutur. Apabila tuturan tersebut disampaikan oleh seseorang keapda temannya, maka tuturan tersebut merupakan bentuk rasa bersalah sebab tidak dapat hadir dalam acar ulang tahun dan dijelaskan penyebabnya tidak dapat hadir. Penutur tidak bisa datang dikarenakan tidak ada kendaraan di rumah. Jadi, tuturan tersebut termasuk ke dalam tuturan ekspresif ucapan mengeluh. Berikitnya pada tuturan (24) disampaikan oleh seseorang kepada temannya, tuturan tersebut diartikan sebagai bentuk simpati sebagai wujud rasa senang terhadap hal yang telah terjadi yaitu bahwa temannya telah menyelesaikan kuliahnya dan mendapatkan gelar sarjana.

5) Deklaratif

  Menurut Searle (dalam Rohmadi 2004:32) suatu tuturan yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru. Ciri-ciri pada tuturan deklaratif yaitu memtuskan, membatalkan, melarang, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan memberikan maaf. Ciri-ciri lainnya dalam tuturan deklaratif biasanya disampaikan sebelum tindakan dilakukan sehingga penutur sudah bisa memperkirakan keadaan yang terjadi sebelum tindakan dilakukan.Tuturan tersebut disampaikan dengan maksud demi kebaikan lawan tutur agar tidak menagalami kesalahpahaman. Lawan tutur memiliki alasan dan penyebab tersendiri untuk bertutur demikian kepada penutur. Contoh dari tuturan deklaratif sebagai berikut:

  (25) Maaf saya tidak bisa datang ke pesta nanti malam Tuturan (25) tersebut apabila disampaikan oleh seseorang kepada temannya, maka tuturan termasuk jenis tindak tutur deklaratif. Tuturan tersebut menggambarkan suatu keadaan yang berupa permohonan maaf dari penutur kepada lawan tutur karena tidak dapat hadir. Jika tuturan tersebut disampaikan antara sesorang kepada sahabatnya, maka tuturan tersebut bermaksud agar temannya mau memaafkan kesalahan yang dilakukan karena tidak dapat hadir di acara pesta tadi malam, dan berharap sahabatnya itu tidak marah adan berpikiran negatif. Sementara, sebelum tuturan tersebut diucapkan, temannya mengira para tamu undangan akan hadir semuanya. Adanya perubahan keadaan merupakan ciri dan tindak tutur deklarasi. Jadi, tuturan tersebut termasuk tindak tutur deklarasi minta maaf.

c. Tindak Tutur Perlokusi

  Tindak perlokusi adalah sebuah tindak tutur yang diutarakan oleh sesorang dan seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan tindak perlokusi. Tindak tutur ini disebut dengan the act of affecting

  someone.

  Contoh: (26) Rumah saya sangat jauh (27) Kemarin saya sangat sibuk

  Tuturan (26) bila diutarakan oleh sesorang kepada ketua perkumpulan, maka ilokusinya secara tidak langsung menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu aktif di dalam organisasinya karena rumahnya jauh. Efek perlokusi yang mungkin diharapkan agar ketua tidak teralu banyak memberikan tugas kepadanya. Bila tuturan (27) diutarakan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengudangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf, dan perlokusi (efek) yang diharapkan adalah orang yang mengundang dapat memaklumi.

D. Aspek-Aspek Situasi Tutur 1. Penutur dan Lawan Tutur

   Menurut Leech (2011:9) penutur adalah orang yang bertutur, yaitu orang yang

  menyatakan fungsi pragmatis tertentu dalam peristiwa komunikasi, sementara lawan tutur adalah orang yang menjadi sasaran sekaligus kawan penutur di dalam pentuturan. Selain penutur dan lawan tutur, konsep ini juga melibatkan penulis dan pembaca. Konsep ini terjadi jika tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan melalui media tulisan. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur adalah usia, latar belakang sosial, latar belakang ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban (Leech dalam Rohmadi, 2004:23). Dengan demikian proses tuturan terjadi karena adanya penutur dan lawan tutur yang selalu berkaitan dengan aspek-aspek pendukung terjadinya suatu tuturan seperti usia, latar belakang social, latar belakang ,ekonomi, jenis kelamin, dan tingkat keakraban.

2. Konteks Tuturan

  Leech (2011:20) mengungkapkan bahwa konteks semua penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan yang bersangkutan. Mey (dalam Nadar, 2009:3) mendefinisikan konteks sebagai situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta petuturan untuk dapat berinteraksi dan membuat ujaran mereka dapat dipahami. Konteks dapat pula diartikan sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang dimiliki oleh setiap penutur dan lawan tutur dalam memahami dan menafsirkan makna dari suatu tuturan yang disampaikan oleh penutur. Pada pragmatik, konteks berperan membantu lawan tuturnya. Keberhasilan dalam berkomunikasi ditentukan dengan adanya persamaan pengetahuan mengenai konteks selama komunikasi sedang berlangsung.

  3. Tujuan Tuturan

  Leech (2011:20) mengemukakan bahwa tujuan ujaran adalah apa yang ingin dicapai penutur dengan melakukan tindak tutur. Menurut Tarigan (2009:33) menyatakan bahwa setiap situasi ujaran atau ucapan tertentu mengandung maksud dan tujuan tertentu. Kedua belah pihak yaitu penulis dan pembaca terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Karena pada dasarnya setiap tuturan yang disampaikan antara penutur dan lawan tutur bermaksud untuk mencapai suatu hal yang berhubungan dengan ujaran yang sedang berlangsung antara penutur dan lawan tutur. Misalnya pada contoh bentuk tuturan kue buatanku enak? dapat digunakan untuk menanyakan rasa suatu masakan kepada seseorang. Namun akan berbeda dengan pertanyaan kue buatanku enak? pada situasi dan dengan nada yang berbeda pula.

  4. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Kegiatan

  Menurut Tarigan (2009:33) mengungkapkan bahwa tindak tutur sebagai bentuk tindakan atau aktivitas berarti tindak tutur juga merupakan suatu tindakan, yakni tindak berujar. Hal serupa diucapkan dengan oleh Rohmadi (2004:51) mengatakan bahwa tindak tutur sebagai bentuk tindakan adalah tindak tutur yang merupakan kekuatan ujar dari penyapa. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tindak tutur sebagai suatu tindakan yang dilakukan dengan menggunakan alat ucap (bibir) dan menggunakan gerakan tangan sebagai aspek pendukung dalam bertutur. Seperti halnya dengan memukul, hanya saja anggota tubuh memiliki peran yang berbeda.

  Pada tindakan memukul yang berperan adalah tangan, sedangkan pada tindakan bertutur adalah alat ucap yang berperan.

5. Tuturan sebagai Produk Tindak Tutur

  Tuturan merupakan hasil suatu tindakan yang dilakukan manusia yang dibedakan menjadi dua yaitu tindakan verbal dan tindakan non verbal. Leech (2011: 21-22) mengungkapkan bahwa berbicara atau bertutur merupakan suatu tindakan verbal karena dihasilkan melalaui tindakan verbal. Berbeda dengan Tarigan (2009: 33), ia mengungkapkan bahwa tuturan mengacu kepada produk sautu tindak verbal, bukan hanya pada tindak verbal itu sendiri sehingga yang dikaji dalam pragmatik bukan hanya tindak ilokusi tetatpi makna atau kekuatan dari ilokusinya. Dari pendapat ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tuturan sebagai produk tindak tutur verbal yaitu dapat terlihat dalam setiap perbincangan lisan maupun tulisan yang dilakukan antara penutur dan lawan tutur, karena pada dasarnya tindak verbal merupakan tindakan mengekspresikan kata-kata atau bahasa.

E. Karakter 1. Pengertian Karakter

  Parwez (dalam Yaumi, 2014:7) mengatakan bahwa karakter adalah sikap manusia terhadap lingkungannya yang diekspresikan dalam tindakan. Menurut Koesoema A. (2007:160) memahami karakter sebagai kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas diri dari sesorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan sejak lahir. Samani dan Hariyanto (2012:41) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Lain halnya dengan Lickona (2013:72) menegaskan bahwa karakter terbentuk dari tiga macam bagian yang berkaitan yaitu pengarahan moral, perasaan moral, dan perilaku moral.

  Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat seseorang dalam hidup bermasyarakat yang dapat dilihat dari segi berucap, bertindak, bersikap, dan cara berfikir dalam kehidupan sehari hari. Karakter dapat bisa mendapat pengaruh dari lingungan sekitar misalkan keluarga maupun lingkungan bermain. Karakter yang ada dalam diri manusia dapat dikembangkan dan diterapkan melalui pendidikan. Karena dari pendidikan, setiap manusia dilatih untuk memiliki karakter yang berguna untuk diri sendiri maupun orang lain.

2. Nilai-Nilai Karakter

  Indonesia dalam hal memajukan pendidikan diperlukan adannya pendidikan karakter, agar karakter bisa dibentuk sedini mungkin dengan sikap, perilaku, dan cara pandang yang baik. Setiap manusia perlu menanamkan karaketer pada diri masing- masing dan menerapkan ke dalam kehidupan bermasyarakat. Pada hal tersebut, karakter diterapkan melalui pendidikan. Menurut Yaumi (2014:83) nilai pendidikan karakter berdasarkan Kementrian Pendidikan Nasional (KEMENDIKBUD) terdapat

  18. Nilai-nilai pembentuk karakter meliputi 18 nilai yaitu : (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokrasi, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat/komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, (18) tanggung jawab. Penjelasan dari 18 nilai pendidikan karakter sebagai berikut a.

   Religius

  Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, termasuk dalam hal ini adalah ketaqwaaan dan ketaatan manusia dalam melaksanakan kewajibannya kepada Allah SWT seperti kewajiban manusia dalam melaksanakan ibadah. Retno Listyarti (2012:5) menjelaskan religius adalah proses mengikat kembali atau bias dikatakan dengan tradisi, sistem yang mengatur keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya. Setiap manusia penganut agama pasti berkeyakinan bahwa ajaran agamanya yang paling benar, Yaumi (2014:85). Oleh karena itu pedoman yang sudah dipelajari, harus diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari dalam hidup di masyarakat terutama di lingkungan pendidikan. Karena dari pendidikan, mampu membentuk karakter manusia menjadi lebih baik terutama dari sisi religius yang ada di Indonesia.

  Nadhif, Ahmad (2012) , tentang “Religius Values In Indonesia’s Character

  Education

  ” menunjukkan hasil fungsi dari pendidikan adalah untuk membantu orang menjadi apa yang mereka mampu. Namun banyak yang menganggap bahwa Pendidikan karakter di Indonesia telah gagal dalam melakukan pekerjaan ini, mengingat fakta bahwa korupsi dan banyak kesalahan lain. Dengan ini maka setiap sekolah itu harus menerapkan nilai-nilai religi untuk membentuk akhlak anak yang baik karena akhlak atau kebiasaan yang baik itu harus ditanamkan sejak dini.

  Ciri-ciri manusia berkarakter religius sebagai berikut: 1) Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah SWT. Batin yang dimaksud adalah hati manusia diisi dengan keyakinan kepada Allah bahwa urusan di dunia sudah ada yang mengatur yaitu Allah SWT

  2) Taqwa, yaitu sikap menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Allah memiliki larangan yang harus dijauhi dan tidak boleh dilakukan oleh manusia, dan perintah yang harus dijalankan oleh manusia. Jika larangan tetap dilakukan maka akan mendapatkan dosa dan masuk neraka, jika perintah dilaksanakan maka mendapatkan pahala dan masuk surge ketika di akhirat. 3) Selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan sesuatu. Karena pada dasarnya sebelum melakukan kegiatan sebaiknya berdoa agar disetiap kegiatan diberi kelancaran dan kemudahan.

b. Jujur

  Menurut Yaumi (2014:83) jujur adalah sikap dan perilaku yang menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya dari perkataan dan tindaknnya. Menurut Samani dan Hariyanto (2011: 51) jujur merupakan suatu sikap yang menyatakan apa adanya, terbuka, konsisten antara apa yang dikatakan dan dilakukan (berintegritas), berani karena benar, dapat dipercaya (amanah, trustworthiness), dan tidak curang (no

  

cheating). Dengan demikian jujur dapat diartikan sebagai suatu sikap dan perbuatan

  yang sesuai antara isi hati dan perkataan yang dilakukan serta diucapkan kepada orang lain dalam kondisi apapun dan dimanapun sehingga orang lain dapat percaya dengan pernyataan yang kita sampaikan. Jujur sangat perlu ditanamkan dan diterapkan sejak dini. Memiliki sifat jujur dapat diterapkan diantaranya dengan cara mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya. Berikut ciri-ciri orang yang memiliki karakter jujur: 1) Menyampaikan sesuatu dengan keadaan sebenarnya. Menyampaikan sesuatu yang benar adanya maksudnya adalah menyampaikan informasi sesuai keadaan sebenarnya dan berani menyampaikan sesuatu yang salah dengan tidak memutar balikkan fakta.

  2) Tidak suka mencontek. Dalam hal ini, siswa dididik untuk tidak terbiasa dengan mencontek. Karena mencontek adalah kegiatan yang tidak terpuji dan bisa membuat anak menjadi bodoh, malas belajar karena tidak terbiasa dengan kemampuannya sendiri.

  3) Dapat dipercaya oleh orang terdekat maupun orang lain. Karena mendapatkan kepercayaan dari orang lain sangat susah, maka dari itu dalam berucap dan mengerjakan sesuatu, sebisa mungkin harus jujur sesuai dengan isi hati dan kenyataan yang ada.

c. Toleran