Analisis Fungsi, Tekstual, Dan Musikal Senandung Jolo Pada Masyarakat Jambi Di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah
Kebudayaan Melayu telah menghasilkan berbagai jenis kesenian yang menyebar di seluruh Nusantara, salah

satunya adalah kesenian berbalas pantun.

Tulisan ini akan membahas

kesenian

senandung jolo, yaitu sebuah genre musik vokal yang menggunakan pantun sebagai teks. Kesenian ini tumbuh dan
berkembang pada masyarakat Melayu yang berdomisili di Kelurahan Tanjung, Kabupaten Muaro Jambi.
Menurut Azhar (2000) dalam penelitiannya (Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan Seni Sastra
Tradisional) mengemukakan bahwa senandung memiliki arti nyanyian dan jolo berarti berasal dari kata jolor. Hal ini
dikaitkan dengan cara orang memainkan gambang kayu pada posisi kaki yang menjulur ke depan sambil
menyenandungkan pantun. Dimana kaki difungsikan sebagai stand atau tempat gambang kayu diletakkan untuk
dipukul. Tetapi M. Zuhdi sebagai salah satu informan (wawancara pada tanggal 26 Desember 2016) menyatakan

bahwa senandung berarti nyanyian sedangkan jolo berarti pantun sindiran atau masyarakat Jambi biasa menyebutnya
sebagai “tutur”. Menurutnya, kata jolo bukan berasal dari kata jolor. Dua pendapat tersebut memiliki kesamaan arti
dari segi materi musikal yang digunakan seperti musik vokal dan syair yang digunakan dalam bentuk pantun.
Senandung jolo berisi tentang perasaan si penyenandung baik itu perasaan sedih, gundah, maupun gembira. Selain
itu, senandung jolo juga berisi tentang percintaan muda-mudi, pujian, nasihat dalam kehidupan bahkan tentang
politik yang terjadi pada masa sekarang.
Senandung jolo biasanya dilakukan oleh masyarakat saat menunggu di sawah dan di perahu sehabis
memasang alat tangkap ikan di sungai dinyanyikan saat sedang sendiri ataupun berbalasan pantun dengan yang lain.
Kesenian ini pada awalnya hanya menggunakan beberapa bilah kayu marelang (nama lokal setempat). Kayu ini
disusun di antara kedua belah kaki pada posisi menjulurkan kaki ke arah depan dan memukulnya dengan
mengunakan dua buah kayu kecil. Alat musik ini mereka sebut sebagai gambang kayu. Namun pada saat di sungai,
karena keterbatasan tempat untuk memainkan gambang kayu. Nyanyian ini tidak menggunakan alat musik, hanya
musik vokal.
Senandung jolo bagi masyarakat Kelurahan Tanjung juga digunakan untuk mengisi berbagai macam kegiatan
antara lain acara pernikahan, penyambutan tamu, dan pesta panen. Senandung jolo dalam acara pernikahan
dimainkan pada sore hingga malam hari untuk menghibur ibu-ibu yang sedang memasak untuk acara pernikahan
keesokan harinya. Senandung jolo dipertunjukkan tidak melebihi jam 12 (dua belas) malam agar tidak mengganggu
masyarakat setempat (wawancara pada tanggal 13 Mei 2017). Dalam konteks pertunjukkan, selain gambang kayu
senandung jolo menggunakan beberapa alat musik tambahan seperti gong, gendang kayu. Penambahan alat musik ini
menurut informan karena konteks yang dilakukan untuk pertunjukan sehingga lebih memeriahkan suasana dan lebih

menghibur masyarakat yang menyaksikannya.
Menurut M. Zuhdi selaku informan, tidak diketahui secara detail sejak kapan kesenian ini muncul. Beliau
hanya mempelajari kesenian ini secara turun temurun dari orang tuanya. Kesenian ini tidak diwariskan di dalam
bentuk notasi seperti halnya pada musik Barat, tetapi diwariskan secara informal atau yang disebut sebagai tradisi

Universitas Sumatera Utara

lisan ( Dalam bahasa inggris oral tradition). Pada tahun 2014, senandung jolo telah ditetapkan oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda Indonesia. 1
Penulis ingin meneliti kesenian ini karena dari uraian yang disampaikan diatas dapat kita ketahui bahwa
senandung jolo tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakatnya. Hal ini dapat dilihat dari peran senandung
jolo baik dalam upacara perkawinan maupun kegiatan sehari-hari masyarakatnya. Berikut yang menjadi ketertarikan
penulis yaitu teks yang disampaikan tidak dengan cara dituliskan. Namun, syair yang diperlukan telah dikonsep
dalam pikiran si penyenandung kemudian pada saat bernyanyi dia merangkaikan kata-kata yang ada dipikirannya ke
dalam syair lagu. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa senandung jolo dinyanyikan secara spontanitas. Selain itu,
orang-orang yang bersenandung tidak harus dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Tapi siapapun boleh
bersenandung jika mereka mempunyai kemampuan bersenandung jolo. Sehingga tidak ada batasan umur di dalam
kesenian ini, jenis kelamin, ras, maupun golongan.
Melihat perkembangan senandung jolo di atas, penulis akan meneliti dan mengkajinya berdasarkan
perspektif etnomusikologi yang menjadi bagaian dari kehidupan penulis selama beberapa tahun belakangan.

Seperti diketahui etnomusikologi sebagai sebuah disiplin ilmu pengetahuan, dengan terang-terangan
dinobatkan oleh para ilmuwannya berada dalam dua kelompok disiplin, yaitu ilmu humaniora dan ilmu sosial
sekaligus. Etnomusikologi memberikan kontribusi keunikannya dalam hubungannya bersama aspek-aspek ilmu
pengetahuan sosial dan aspek-aspek ilmu humaniora, dalam caranya untuk melengkapi satu dengan lainnya, mengisi
penuh kedua pengetahuan itu. Keduanya akan dianggap sebagai hasil akhir darinya sendiri; keduanya dipertemukan
menjadi pengetahuan yang lebih luas (Merriam, 1964).
Etnomusikologi menurut Merriam (1964: 3-4), menekankan perhatian pada dua aspek. Yang pertama adalah
fungsi musik dalam kebudayaan manusia yang mendukungnya. Ini berkaitan dengan konteks musik tersebut
digunakan dalam masyarakat, dan bagaimana kontribusi tersebut dalam masyarakat pendukungnya. Yang kedua
adalah struktur musik itu sendiri, yang memiliki hukum-hukum internalnya, yang bisa saja berbeda antara satu
musik dengan musik lain, antara budaya musik etnik yang satu dengan yang lainnya.
Sesuai dengan penjelasan Etnomusikologi menurut Merriam di atas, dalam tulisan ini penulis akan
menganalisis teks dan aspek musikal senandung jolo. Teks memberikan akomodasi pada garapan struktur musiknya
sehingga teks patut dianalisis sebagai bagian dari struktur musiknya. Berbicara mengenai tekstual maka akan
berbicara mengenai bahasa. Dan bahasa merupakan salah satu sistem yang masuk ke dalam unsur-unsur kebudayaan
(Koentjaraningrat 1981:203). Senandung jolo merupakan alat komunikasi yang menggambarkan suatu ciri atau
kebudayaan masyarakat Melayu Jambi lewat teks/syair dan menyampaikan makna yang terkadung dalam teks/ syair
tersebut. Begitu juga aspek musikal, dengan melihat hubungan teks dengan melodi, tangga nada, wilayah nada, nada
dasar, jumlah interval, jumlah nada, pola kadensa, kontur, dan formula melodi penulis bisa mengetahui apa yang
membedakan kesenian pantun di Kelurahan Tanjung ini dengan kesenian berbalas pantun yang ada di daerah Melayu

lain, hal ini juga dapat dilihat dari syairnya. Selain aspek tekstual dan musikal, penulis juga akan mendeskripsikan
fungsi senandung jolo bagi masyarakat Jambi di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi.
Berdasarkan latar belakang yang penulis uraikan diatas, penulis tertarik untuk meneliti, mengkaji, dan
menuliskannya dalam sebuah karya ilmiah yang berjudul : “ Analisis Fungsi, Tekstual, dan Musikal Senandung
Jolo pada Masyarakat Jambi di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi”.

1.2

Pokok Permasalahan
1

Lampiran 1 : Daftar Warisan Budata Tak Benda Indonesia Tahun 2014

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka pokok permasalahan yang menjadi kajian
tulisan ini adalah :
1. Bagaimanakah fungsi Senandung jolo pada masyarakat Jambi di Kelurahan Tanjung Kecamatan Kumpeh
Kabupaten Muaro Jambi?


2. Bagaimanakah struktur dan makna teks Senandung Jolo pada masyarakat Jambi di Kelurahan Tanjung
Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi?
3. Bagaimanakah struktur musikal Senandung Jolo pada masyarakat Jambi di Kelurahan Tanjung
Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi?

1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui fungsi Senandung jolo pada masyarakat Jambi di Kelurahan Tanjung Kecamatan
Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi?
2. Untuk mengetahui dan menganalisis struktur dan makna teks Senandung Jolo pada masyarakat Jambi di
Kelurahan Tanjung Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi?
3. Untuk mengetahui dan menganalisis struktur melodi Senandung Jolo pada masyarakat Jambi di
Kelurahan Tanjung Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi?

1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai sumber bacaan yang dapat memberikan informasi tentang kebudayaan masyarakat Jambi di Desa
Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi.
2. Sebagai informasi dan catatan kebudayaan bagi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jambi.
3. Sebagai dokumentasi kebudayaan tradisi lisan di Provinsi Jambi.
4. Sebagai suatu perwujudan tentang ilmu yang telah diperoleh penulis selama menjalani perkuliahan di
Departemen Etnomusikologi.

1.4

Konsep dan Kerangka Teori

1.4.1 Konsep
Menurut R. Merton dalam Koentjaraningrat, konsep merupakan defenisi dari apa yang perlu diamati. Konsep
juga merupakan unsur pokok dari suatu penelitian (Koentjaraningrat,1987:36). Konsep diperlukan untuk
memberikan pemahaman yang sama sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda antara penulis dan
pembaca. Maka dari itu, penulis akan menguraikan konsep yang berhubungan dalam tulisan ini.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka tahun 1991, analisis adalah penguraian suatu
pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh
pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dengan demikian, kata analisis dalam tulisan ini berarti
hasil analisa dari objek penelitian. Adapun yang menjadi objek dalam tulisan ini adalah struktur teks dan melodi

senandung jolo pada masyarakat Jambi.

Universitas Sumatera Utara

Teks dapat dipahami sebagai suatu rangkaian pernyataan bahasa secara terstruktur. Adapun yang dimaksud
dengan tekstual adalah hal-hal yang berkaitan dengan teks atau tulisan dari suatu nyanyian. Melalui teks atau syair
dari nyanyian tersebut akan mengandung makna yang terbagi menjadi dua bagian yaitu makna konotatif dan makna
denotatif. Makna konotatif adalah makna kata yang terkandung arti tambahan sedangkan makna denotatif adalah
kata yang tidak mengandung arti tambahan atau disebut dengan makna sebenarnya (Keraf, 1991:25).
Musikal yaitu yang berkenaan dengan musik. Dalam hal ini adalah yang memiliki unsur-unsur musik
seperti tangga nada, interval, melodi, pola ritem, dinamika, modus serta frasa.
Senandung Jolo dimaknai secara harafiah dari kata Senandung dan Jolo. Senandung berarti nyanyian dan
Jolo yang berarti pantun. Senandung Jolo adalah nyanyian berisi pantun yang dinyanyikan secara spontanitas sesuai
dengan isi hati sang penutur. Nyanyian ini diiringi oleh alat musik yaitu gambang kayu, gong, dan gendang.
Senandung Jolo merupakan seni tradisi lisan yang tumbuh dan berkembang di Kelurahan Tanjung (Rassuh, 1995:
34-35).
Menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan. Dimana masyarakat mencakup beberapa unsur, yaitu : manusia yang hidup bersama, bercampur untuk
waktu yang cukup lama, memiliki kesadaran bahwa mereka merupakan suatu kesatuan, dan mereka merupakan
suatu sistem hidup besama yang menimbulkan kebudayaan oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya

terikat satu dengan lainnya (Soekanto, 1990 : 224-225).
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang memiliki satu
kesatuan yang hidup bersama dan memiliki keterikatan serta menghasilkan kebudayaan. Dalam tulisan ini yang
menjadi objek penulis adalah masyarakat Jambi yang berada di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten
Muaro Jambi.

1.4.2 Kerangka Teori
Pengertian teori dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan
sesuatu. Penulis menggunakan beberapa teori untuk menganalisis lebih dalam dan menjawab setiap rumusan
masalah yang ada tulisan ini.
Nyanyian dalam suatu kebudayaan mempunyai struktur tertentu dan menjadi bagian yang integral dengan
struktur musiknya. Seperti yang dikemukakan oleh Lomax (1968 :3) bahwa :
A song style, like other human things, is a pattern of learned behavior, common to the
people of a culture. Singing is specialized act of communication, akin to speech, but far
more formally organized and redundant. Because of its heightened redundancy, singing
attracts and holds the attention of group; indeed, as in most primitive societies, it invites
group perticipation. Wheter chorally performed or not, however, the chief function of song
is to express the shared feelings and hold the joint activities of some human community. It
is to be expected, therefore, that the content of the sung communication should be social
rather than individual, normative ratherthan perticular.

Yang berarti bahwa suatu gaya nyanyian, sama dengan tingkah laku manusia itu, yang menjadi sifat umum
masyarakatnya dalam suatu kebudayaan. Nyanyian adalah aksi khusus daripada komunikasi, yang berhubungan
dengan ujaran bahasa, tetapi lebih jauh daripada itu nyanyian ini diorganisasikan dan diwujudkan lebih formal
daripada bahasa. Nyanyian menarik dan memegang perhatian sekelompok manusia, kerana penekanannya pada
perwujudan (yang dilebih-lebihkan). Sungguhpun demikian, sebagaimana nyanyian di sebagian besar masyarakat
primitif, nyanyian mengundang perhatian kelompoknya. Apakah disajikan dalam paduan suara atau tidak. Dengan
demikian, fungsi utama nyanyian adalah untuk mengekspresikan rasa, dan sekaligus sebagai suatu aktivitas berbagai

Universitas Sumatera Utara

jenis komunikasi manusia. Nyanyian sangat diinginkan oleh masyarakatnya. Selanjutnya isi nyanyian tersebut lebih
bersifat komunikasi sosial dibandingkan komunikasi individual lebih bersifat normatif dibandingkan menjelaskan
fakta.
Teks nyanyian senandung jolo ini juga penting untuk dikaji karena menurut Lomax (1968: 5) bahwa teks
nyanyian rakyat, jika dianalisis dengan cara yang sistematis, memberikan ekspresi yang jelas tentang tingkat
kompleksitas kebudayaannya, dan memberikan seperangkat norma yang membedakan dan memperjelas
karakteristrik berbagai kebudayaan. Oleh karena itu, dengan menganalisis teks dapat memperlihatkan bagaimana
kompleksitas kebudayaan dan karakteristik kebudayaannya.
Untuk menemukan jawaban dari fungsi senandung jolo, Allan P. Merriam dalam bukunya The Anthropology
of Music (1964:223-226) menyebutkan ada sepuluh fungsi musik yaitu : 1) fungsi pengungkapan emosional, 2)

fungsi pengungkapan estetika, 3) fungsi hiburan, 4) fungsi komunikasi, 5) fungsi perlambangan, 6) fungsi reaksi
jasmani, 7) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, 8) fungsi pengesahan lembaga sosial, 9) fungsi
kesinambungan kebudayaan, 10) fungsi pengintegrasian masyarakat.
Dalam menganalisis struktur musik senandung jolo, penulis mengacu pada teori weighted scale yang
dikemukakan oleh William P. Malm. Menurut teori ini, ada hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsikan
melodi, yaitu : (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) jumlah interval, (5) jumlah nada, (6) pola
kadensa, (7) kontur, dan (8) formula melodi.
Selain struktur musikal, penulis menganalisis struktur teks dan makna dari senandung jolo. Menurut Merriam
dalam bukunya ‘The Antrophology of Music (1964: 187) :
“One of the most obvious sources for the understanding of human behaviour in connection
with music is the song text. Texts, of course, are language behaviour rather than music
sound, but they are an integral part of music and there is clear-cut evidence that the
language used in connection eith music differs from that of ordinary discourse.
Dari kutipan diatas, Alan P. Merriam menjelaskan bahwa satu dari sumber yang jelas dalam memahami
tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan musik adalah teks nyanyian. Teks lagu merupakan bahasa
tingkah laku daripada suara musik, tetapi keduanya adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari musik dan
terdapat bukti yang jelas bahwa bahasa digunakan dalam kaitannya dengan musik berbeda dari wacana biasa.
Untuk menganalisis struktur teks, mengacu pada kutipan William P. Malm dalam bukunya yang berjudul
’Music Cultures Of The Pasific, The Near, and Asia’ (1977: 9) mengatakan bahwa:
“in vocal music, another important characteristik is the relation of music to text, the style

is’Syllabic’, if one Syllable is used with many notes, the style is’Melismatic’”.
Dalam musik vokal, hal terpenting lainnya adalah hubungan musik dengan teks nyanyian. Gaya silabis
adalah salah satu gaya dalam teks dimana setiap nada dipakai untuk setiap silabel atau suku kata. Sedangkan gaya
melismatik adalah gaya untuk menjelaskan suku kata yang dinyanyikan dengan beberapa nada.
Berikutnya dalam menganalisis makna-makna teks, penulis menggunakan teori semiotika. Dua tokoh perintis
dalam teori ini adalah pakar linguistik dari Swiss Ferdinand de Sausurre dan Charles Sanders Peirce, seorang filosof
dari Amerika Serikat. Menurut Preminger (1974:980), semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini
menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu
mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konveksi-konveksi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai
arti.

Universitas Sumatera Utara

Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni
tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca
indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda
menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon (tanda yang muncul dari perwakilan
fisik) dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek
atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda.
Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya
ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal
yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu
digunakan orang saat berkomunikasi.

1.5

Metode Penelitian
Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai

tujuan yang ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 1991). Sedangkan penelitian menurut
Soerjono Soekanto adalah kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan konstruksi yang dilakukan secara
metodologis, sistematis, dan konsisten (Rasady Ruslan, 2008: 24).
Dalam studi etnomusikologi, dikenal istilah teknik lapangan dan metode lapangan. Dimana kedua hal ini
tidak dapat dipisahkan guna menentukan masalah lapangan. Teknik berarti cara-cara khusus untuk mengumpulkan
data dilapangan berupa pertanyaan-pertanyaan untuk informan, menjalin hubungan yang baik dengan informan, dan
sebagainya. Sedangkan metode lapangan memiliki arti lebih luas meliputi dasar-dasar teoritis umum yang
merupakan landasan bagi teknik lapangan (Supanggah, 1995: 92-93).
Metode penilitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor
(1975) yang dikutip oleh Moleong (2007:4) mengemukakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati. Dalam analisis data kualitatif, tidak menutup kemungkinan bahwa menulis menggunakan data kuantitaif
untuk memenuhi data yang diperlukan dalam tulisan ini berupa jumlah penduduk, mata pecaharian penduduk, dan
lain sebagainya. 2Data tidak berbentuk angka yang diperoleh dari rekaman, pengamatan, wawancara, atau bahan
tertulis.
Untuk mempermudah penulis dalam menganalisis musik, penulis menggunakan metode transkripsi. Ada dua
pendekatan utama untuk mendeskripsikan musik, yaitu : (1) kita menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa
yang kita dengar, dan (2) kita menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita lihat. Bruno nettl dalam
bukunya berjudul ‘Theory and Method in Ethnomusicology’ (1964: 98) mengatakan bahwa: “In ethnomusicology ,
the process of notating sound, of reducing sound to visual symbol, is called transcription”.
Yang artinya adalah, dalam etnomusikologi, proses penotasian bunyi, mereduksi bunyi ke dalam simbol
visual disebut dengan transkripsi. Proses transkripsi dapat penulis lakukan dengan mendengarkan rekaman informan
menyanyikan senandung jolo ini dan diputar secara berulang-ulang.

1.5.1 Studi Kepustakaan

2

Data kuantitatif adalah data informasi yang berupa simbol angka atau bilangan. (Diambil dari internet)

Universitas Sumatera Utara

Studi kepustakaan dibutuhkan penulis dalam melengkapi data-data yang diperlukan. Penulis melakukan studi
kepustakaan dengan mempelajari literatur untuk menentukan konsep, teori, dan metode yang tepat dalam penelitian
ini. Dimulai dari membaca skripsi-skripsi terdahulu di Etnomusikologi USU, artikel, dan buku-buku seperti Theory
and Method in Ethnomusicology yang dialihbahasakan oleh Nathalian H.P.D. Putra, Etnomusikologi, The
Anthropology of Music, dan lain sebagainya.
Selain mempelajari buku, artikel, dan skripsi yang ada, penulis juga melakukan pencarian data melalui situssitus internet. Penulis terlebih dahulu mencari informasi mengenai kesenian yang ada di Provinsi Jambi di situs
www.tamanbudayajambi.com dan menemukan senandung jolo sebagai salah satu seni tradisi lisan yang ada di
Provinsi Jambi. Melalui Mesin pencari web (dalam bahasa inggris web search engine) google, penulis juga
diperlengkapi mengenai informasi yang berkenaan dengan tulisan ini.

1.5.2 Studi Lapangan
Curt Sachs (1962:16) membagi penelitian etnomusikologis menjadi dua macam pekerjaan, yaitu kerja
lapangan (field work) dan kerja meja (desk work). Kerja lapangan mengacu pada kegiatan mengumpulkan rekamanrekaman dan memperoleh pengalaman tentang kehidupan musikal dari tangan pertama dalam kebudayaan tertentu.

Penelitian lapangan tidak hanya mengumpulkan data berupa rekaman-rekaman dan catatan. Namun,
penelitian lapangan juga merupakan pembentukan hubungan personal antara peneliti dan masyarakat yang musiknya
akan direkam.
Penulis mulai melakukan penelitian pada bulan Desember tahun 2016 di Kelurahaan Tanjung, Kecamatan
Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi. Studi lapangan yang digunakan oleh penulis meliputi observasi, wawancara, dan
perekaman.

1.5.2.1

Observasi
Observasi atau pengamatan adalah studi lapangan menggunakan kerja pancaindera mata sebagai alat bantu

utamanya selain pancaindera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit (Burhan Bungin 2007: 115).
Penulis melakukan pengamatan sistematis secara langsung di lapangan dan kemudian dicatat dalam suatu catatan
observasi. Observasi langsung ke lapangan dilakukan penulis untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai
senandung joli yang lokasi nya telah penulis ketahui sebelumnya.

1.5.2.2

Wawancara
Kartono (dalam Basuki, 2006) interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada

suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan
secara fisik. Dalam hal ini, penulis melakukan wawancara terstruktur dimana pertanyaan yang diajukan sesuai
dengan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Namun, setelah di lapangan penulis juga mengajukan
pertanyaan yang fleksibel selain dari pertanyaan yang dipersiapkan tetapi tidak menyimpang dari tujuan wawancara
yang telah ditetapkan.

1.5.2.3

Perekaman

Universitas Sumatera Utara

Merriam (1954: 6) menekankan pentingnya menggunakan perekaman yang mudah dioperasikan dan
dipasang untuk kerja lapangan. Perekaman dapat memudahkan penulis dalam proses transkripsi dan analisis. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan kamera digital dengan spesifikasi Canon EOS 500D dan Xiaomi Yi Camera.

1.5.3 Kerja Laboratorium
Etnomusikologi bukan hanya sebuah disiplin lapangan, tetapi juga merupakan disiplin laboratorium. Dalam
kerja laboratorium, semua data yang dikumpulkan oleh penulis akhirnya akan dianalisis dalam laboratorium. Data
hasil wawancara dengan penulis dicatat kembali dan menguraikannya sesuai kebutuhan tulisan ini.
Selanjutnya, data audio-visual yang direkam dalam kerja lapangan diputar secara berulang-ulang dan
ditranskripsikan kemudian dianalisis oleh penulis yang dibagi berdasarkan kajian dalam tulisan ini yaitu analisis
tekstual dan musikal. Pada dasarnya, kerja laboratorium merupakan proses transkripsi, analisis, dan penarikan
kesimpulan.

1.6

Lokasi Penelitian
Untuk memperoleh informasi yang akurat mengenai senandung jolo. Penulis melakukan observasi langsung

ke lapangan ke Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi. Jarak dari Kota Jambi ke
Kelurahan Tanjung dapat ditempuh sekitar 2 jam dengan menggunakan transportasi darat. Alasan penulis memilih
lokasi ini dikarenakan kesenian senandung jolo ini tumbuh dan berkembang di Kelurahan ini dan di lokasi ini
penulis dapat mewawancarai informan yang mengetahui tentang senandung jolo dan menjadi pelaku seni senandung
jolo ini.

BAB II
TINJAUAN UMUM MASYARAKAT JAMBI DI KELURAHAN TANJUNG

2.1 Identifikasi Masyarakat Melayu Jambi
Penduduk asli daerah Jambi terdiri dari tujuh kelompok suku bangsa yang tersebar di Provinsi Jambi, yaitu
Melayu Jambi, Suku Kubu, Orang Batin, Orang Penghulu, Suku Bajau, Suku Kerinci, dan Suku pindah. Masyarakat

Universitas Sumatera Utara