PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI "BADAN URUSAN TEMBAKAU"
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1955
TENTANG
PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI
"BADAN URUSAN TEMBAKAU"
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang
: bahwa dianggap perlu untuk mengadakan pemungutan sumbangan
dari pabrikan rokok bagi Badan Urusan Tembakau (Krosok Centrale)
termaksud dalam pasal 2 "Krosok Ordonnantie 1937" (Lembaran
Negara tahun 1937 No. 604) untuk membiayai usaha-usaha Badan
Urusan Tembakau sebagaimana ditetapkan dalam Ordonansi
tersebut;
bahwa panen tembakau sigaret sudah sibuk dilakukan sejak
pertengahan bulan Mei 1955 dan karena itu pemungutan sumbangan
termaksud harus dilaksanakan terhitung mulai tanggal 1 Juni 1955;
bahwa berhubung dengan keadaan-keadaan yang mendesak
pemungutan itu perlu ditetapkan dalam suatu Undang-undang
Darurat;
Mengingat
: akan pasal 96 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik
Indonesia dan "Krosok Ordonnantie 1937" (Lembaran Negara tahun
1937 No. 604);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN
DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI "BADAN URUSAN TEMBAKAU"
(KROSOK CENTRALE).
Pasal 1.
Dalam Undang-undang Darurat ini dimaksud dengan:
a. pabrikan-pabrikan rokok ialah orang atau badan hukum yang untuk keuntungan
atau kerugiannya sendiri menyelenggarakan suatu perusahaan pembikinan rokok
dengan mempergunakan mesin atau mesin-mesin yang dapat membikin sekurangkurangnya 5.000.000 batang rokok sebulan.
b. rokok: ialah semua rokok, termasuk sigaret dan kretek, yang dibikin dari tembakau
dengan mempergunakan kertas sebagai bahan pembalut tembakau.
c. Menteri: ialah Menteri Pertanian bersama-sama dengan Menteri Perekonomian.
Pasal 2.
(1)
(2)
Pabrikan-pabrikan rokok diwajibkan membayar sumbangan kepada Badan Urusan
Tembakau (Krosok Centrale) termasuk dalam pasal 2 "Krosok-Ordonnantie 1937"
(Lembaran Negara tahun 1937 No. 604) untuk pembiayaan usaha-usaha Badan
Urusan Tembakau itu, sebagaimana ditetapkan dalam Ordonansi tersebut.
Besarnya sumbangan termaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Menteri untuk tiaptiap tahun takwim dan untuk tiap-tiap kilogram tembakau kering, yang dihasilkan
di Indonesia yang dipergunakan oleh pabrikan dalam perusahaannya.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
(3)
(4)
Cara pembayaran sumbangan termaksud dalam ayat 1 pasal 2 dan cara
pemberian keterangan termaksud dalam ayat 1 pasal 3 ditetapkan lebih lanjut
oleh Menteri.
Dengan menyimpang dari ketentuan dalam ayat 2 maka untuk tahun 1955
sumbangan termaksud ditetapkan sebesar Rp. 0,10 (sepuluh sen) untuk tiap-tiap
kilogram tembakau kering, dan dihasilkan di Indonesia yang dipergunakan oleh
pabrikan dalam perusahaannya.
Pasal 3.
Pabrikan rokok diwajibkan memberi kepada Menteri dalam waktu yang ditetapkan oleh
Menteri semua keterangan yang dianggap perlu untuk pemungutan sumbangan
termaksud dalam pasal 2 ayat 1 secara yang sebaik-baiknya.
Pasal 4.
(1)
(2)
(3)
Pelanggaran ketentuan dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 ayat 1 dihukum dengan
hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 100.000,-(seratus ribu rupiah).
Pabrikan yang dengan sengaja memberikan keterangan termaksud dalam ayat 1
pasal 3 yang tidak benar, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya
tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,-(lima puluh ribu rupiah).
Tidak-tindak pidana termaksud dalam ayat 1 dan 2 dianggap sebagai
pelanggaran.
Pasal 5.
Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada tanggal hari pengundangannya dan
berlaku surut sampai tanggal 1 Juni 1955.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juni 1955.
Presiden Republik Indonesia,
ttd.
SOEKARNO.
Menteri Pertanian,
ttd.
SADJARWO.
Menteri Perekonomian,
ttd.
ROOSSENO.
Diundangkan
pada tanggal 9 Juni 1955.
Menteri Kehakiman,
ttd.
DJODY GONDOKUSUMO.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
PENJELASAN
(1)
Dengan Ordonansi-Krosok 1937 (Lembaran-Negara tahun 1937 No. 604) telah
dibentuk suatu "Badan Urusan Tembakau" (Krosok-Centrale) yang bertugas
mengambil tindakan-tindakan, yang perlu untuk memperbaiki mutu dan produksi
tembakau Indonesia, cara pengolahan, perdagangan dan pasaran. tembakau
Indonesia. Usaha-usaha Badan Urusan Tembakau itu dibiayai dari ganti kerugian
yang dipungut dari para eksportir tembakau Indonesia, (vide pasal 11 Ordonansi
Krosok 1937).
(2)
Setelah pada akhir tahun 1954 Badan Urusan Tembakau itu dihidupkan kembali
dengan pengangkatan anggota-anggota baru, maka kini telah dimulai usaha-usaha
ke arah perbaikan pertembakauan di Indonesia. Pendaftaran para eksportir
tembakau menurut Ordonansi Krosok 1937 dilakukan kembali, pengujian
tembakau yang diekspor ke luar negeri dimulai pula dengan mengangkat ahli-ahli
penguji tembakau.
(3)
Di samping itu maka perlu segera dijalankan penyelidikan-penyelidikan yang
bersifat ilmu pengetahuan dengan mendirikan Balai Penyelidikan Tembakau serta
kebun-kebun percobaan untuk dapat menyempurnakan pertembakauan di
Indonesia sebaik-baiknya.
(4)
Yang merupakan soal yang utama dewasa ini ialah kekurangan tembakau jenis
Virginia untuk keperluan pabrikan-pabrikan rokok di Indonesia sehingga tiap
tahun perlu diadakansimpor tembakau dengan mempergunakan alat-alat
pembayaran luar negeri. Dengan beberapa angka disajikan di bawah ini
banyaknya tembakau jenis Virginia untuk menutup keperluan dalam negeri dan
banyaknya tembakau Virginia yang dalam tahun-tahun terakhir harus didatangkan
dari Luar Negeri.
I.
a. Kebutuhan tembakau dari perusahaan-perusahaan rokok sigaret yang
besar setahunnya 12 x 1.035.000.000 x 1,05 gram = 13.041.000 Kg atau
tembakau daun kering:
1.05 x 13.041.000 Kg =
13.693.050 Kg
b. Lain-lain pabrik rokok sigaret
memerlukan
Kebutuhan seluruhnya
atau dibulatkan
3.000.000 Kg
16.693.050 Kg
17.000 ton
II. Produksi:
a. Virginia FC dalam
tahun.1954 untuk dipakai dalam tahun 1955
b. Krosok VO (Vooroogst
Jumlah
Kekurangan
:
6.000 ton
:
5.000 ton
11.000 ton
6.000 ton
III. Kekurangan 6.000 ton ini harus diimpor yang memerlukan devisen paling
sedikit Rp. 75.000.000,- satu dan lain untuk menjamin agar perusahaanperusahaan rokok sigaret itu dapat terus bekerja (mencegah pengangguran).
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
(5)
Sudah dengan sendirinya Badan Urusan Tembakau mencurahkan pula
perhatiannya kepada soal kekurangan tembakau Virginia dan berusaha untuk
mempertinggi produksi dan mutu-tembakau Virginia dalam negeri dengan tujuan
dalam waktu yang singkat mentiadakan impor tembakau Virginia. Untuk itu oleh
Badan Urusan Tembakau telah dibiayai penyelenggaraan kebun-kebun untuk
menghasilkan benih-benih tembakau Virginia yang-terpilih, yang dapat
disebarkan kepada seluruh tani tembakau Indonesia. Kini atas biaya Badan Urusan
Tembakau oleh Jawatan Pertanian Rakyat sedang diusahakan 15 HA - kebun
pembelian tembakau Virginia yang terpilih dan bermutu tinggi. Dengan
penyebaran benih terpilih itu akan diharapkan meningkatnya produksi tembakau
Virginia yang berkwalitet baik. Sebagaimana diketahui, maka Krosok Ordonansi
1937 terutama mempunyai tujuan memajukan pertembakauan Indonesia untuk
kepentingan ekspor tembakausdan dengan demikian maka dalam Ordonansi itu
hanya para eksportir tembakau yang diwajibkan untuk turut membiayai usahausaha yang diselenggarakansoleh "Badan Urusan Tembakau" (Krosok Centrale).
Dengan meningkatnya konsumsi rokok sigaret di seluruh dunia, juga di Indonesia,
maka penanaman tembakau untuk sigaret (tembakau jenis Virginia) di Indonesia
makin lama makin meluas, dan pabrik-pabrik sigaret secara besar-besaran yang
mempergunakan mesin-mesin yang berkapasitas tinggi didirikan di Indonesia,
sehingga pertembakauan untuk pembikinan sigaret kini tidak kurang pentingnya
dibandingkan dengan pertembakauan untuk keperluan ekspor (tembakau untuk
pembikinan serutu).
(6)
Seperti telahsdinyatakan di atas maka dewasa ini Badan Urusan Tembakau telah
menjalankan usaha-usaha yang ditujukan untuk memenuhi keperluan industri
sigaret dalam negeri. Sudah pada tempatnya kiranya jika pabrik-pabrik rokok
sigaret turut serta memberikan sumbangannya untuk turut membiayai pekerjaanpekerjaan yang dilakukan bagi kepentingannya itu.
(7)
Karena usaha-usaha bagi kepentingan penanaman tembakau sigaret telah dimulai
dan mengingat pula bahwa dari para eksportir tembakau telah diadakan
pemungutanssejak 1 Januari 1955, maka pembebanan para pabrikan dengan
pembayaran sumbangan kepada Badan Urusan Tembakau harus segera mungkin
ditetapkan. Berhubung dengan itu maka ditetapkan Undang-undang Darurat ini
dan dengan demikian kepincangan dalam Krosok Ordonansi dahulu, yang
memberatkan segala usaha untuk memperbaiki pertembakauan Indonesia hanya
kepada para eksportir tembakau ditiadakan.
(8)
Sumbangan sebesar Rp. 0,10 (sepuluh sen) tiap kilogram tembakau kering yang
dipergunakan dalam pembikin rokok, tidak akan mengakibatkan kenaikan-harga
rokok sigaret, karena sumbangan sebesar sepuluh sen itu hanya akansberarti
penambahan, biaya pembikinan sigaret dengan 1/100 (seperseratus) sen untuk
tiapsbatang rokok.
(9)
Pembebanan pabrikan rokok dengan pembayaran sumbangan sekecil itu tidak
berarti jika dibandingkan dengan keuntungan yang dapat diharapkannya dari
meningkatnya produksi tembakau dalam negeri yang diperlukannya, sehingga
persediaan tembakaunya tidak akan terlalu tergantung dari impor, yakni dari
tersedianya alat-alat pembayaran Luar Negeri bagi pabrikan-pabrikan itu.
(10) Demikian penjelasan Undang-undang Darurat ini. Penjelasan pasal demi pasal
tidaklah diperlukan kiranya.
LN 1955/34; TLN NO. 813
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1955
TENTANG
PEMUNGUTAN SUMBANGAN DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI
"BADAN URUSAN TEMBAKAU"
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang
: bahwa dianggap perlu untuk mengadakan pemungutan sumbangan
dari pabrikan rokok bagi Badan Urusan Tembakau (Krosok Centrale)
termaksud dalam pasal 2 "Krosok Ordonnantie 1937" (Lembaran
Negara tahun 1937 No. 604) untuk membiayai usaha-usaha Badan
Urusan Tembakau sebagaimana ditetapkan dalam Ordonansi
tersebut;
bahwa panen tembakau sigaret sudah sibuk dilakukan sejak
pertengahan bulan Mei 1955 dan karena itu pemungutan sumbangan
termaksud harus dilaksanakan terhitung mulai tanggal 1 Juni 1955;
bahwa berhubung dengan keadaan-keadaan yang mendesak
pemungutan itu perlu ditetapkan dalam suatu Undang-undang
Darurat;
Mengingat
: akan pasal 96 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik
Indonesia dan "Krosok Ordonnantie 1937" (Lembaran Negara tahun
1937 No. 604);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PEMUNGUTAN SUMBANGAN
DARI PABRIKAN-PABRIKAN ROKOK BAGI "BADAN URUSAN TEMBAKAU"
(KROSOK CENTRALE).
Pasal 1.
Dalam Undang-undang Darurat ini dimaksud dengan:
a. pabrikan-pabrikan rokok ialah orang atau badan hukum yang untuk keuntungan
atau kerugiannya sendiri menyelenggarakan suatu perusahaan pembikinan rokok
dengan mempergunakan mesin atau mesin-mesin yang dapat membikin sekurangkurangnya 5.000.000 batang rokok sebulan.
b. rokok: ialah semua rokok, termasuk sigaret dan kretek, yang dibikin dari tembakau
dengan mempergunakan kertas sebagai bahan pembalut tembakau.
c. Menteri: ialah Menteri Pertanian bersama-sama dengan Menteri Perekonomian.
Pasal 2.
(1)
(2)
Pabrikan-pabrikan rokok diwajibkan membayar sumbangan kepada Badan Urusan
Tembakau (Krosok Centrale) termasuk dalam pasal 2 "Krosok-Ordonnantie 1937"
(Lembaran Negara tahun 1937 No. 604) untuk pembiayaan usaha-usaha Badan
Urusan Tembakau itu, sebagaimana ditetapkan dalam Ordonansi tersebut.
Besarnya sumbangan termaksud dalam ayat 1 ditetapkan oleh Menteri untuk tiaptiap tahun takwim dan untuk tiap-tiap kilogram tembakau kering, yang dihasilkan
di Indonesia yang dipergunakan oleh pabrikan dalam perusahaannya.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
(3)
(4)
Cara pembayaran sumbangan termaksud dalam ayat 1 pasal 2 dan cara
pemberian keterangan termaksud dalam ayat 1 pasal 3 ditetapkan lebih lanjut
oleh Menteri.
Dengan menyimpang dari ketentuan dalam ayat 2 maka untuk tahun 1955
sumbangan termaksud ditetapkan sebesar Rp. 0,10 (sepuluh sen) untuk tiap-tiap
kilogram tembakau kering, dan dihasilkan di Indonesia yang dipergunakan oleh
pabrikan dalam perusahaannya.
Pasal 3.
Pabrikan rokok diwajibkan memberi kepada Menteri dalam waktu yang ditetapkan oleh
Menteri semua keterangan yang dianggap perlu untuk pemungutan sumbangan
termaksud dalam pasal 2 ayat 1 secara yang sebaik-baiknya.
Pasal 4.
(1)
(2)
(3)
Pelanggaran ketentuan dalam pasal 2 ayat 1 dan pasal 3 ayat 1 dihukum dengan
hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya
Rp. 100.000,-(seratus ribu rupiah).
Pabrikan yang dengan sengaja memberikan keterangan termaksud dalam ayat 1
pasal 3 yang tidak benar, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya
tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000,-(lima puluh ribu rupiah).
Tidak-tindak pidana termaksud dalam ayat 1 dan 2 dianggap sebagai
pelanggaran.
Pasal 5.
Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada tanggal hari pengundangannya dan
berlaku surut sampai tanggal 1 Juni 1955.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juni 1955.
Presiden Republik Indonesia,
ttd.
SOEKARNO.
Menteri Pertanian,
ttd.
SADJARWO.
Menteri Perekonomian,
ttd.
ROOSSENO.
Diundangkan
pada tanggal 9 Juni 1955.
Menteri Kehakiman,
ttd.
DJODY GONDOKUSUMO.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-
PENJELASAN
(1)
Dengan Ordonansi-Krosok 1937 (Lembaran-Negara tahun 1937 No. 604) telah
dibentuk suatu "Badan Urusan Tembakau" (Krosok-Centrale) yang bertugas
mengambil tindakan-tindakan, yang perlu untuk memperbaiki mutu dan produksi
tembakau Indonesia, cara pengolahan, perdagangan dan pasaran. tembakau
Indonesia. Usaha-usaha Badan Urusan Tembakau itu dibiayai dari ganti kerugian
yang dipungut dari para eksportir tembakau Indonesia, (vide pasal 11 Ordonansi
Krosok 1937).
(2)
Setelah pada akhir tahun 1954 Badan Urusan Tembakau itu dihidupkan kembali
dengan pengangkatan anggota-anggota baru, maka kini telah dimulai usaha-usaha
ke arah perbaikan pertembakauan di Indonesia. Pendaftaran para eksportir
tembakau menurut Ordonansi Krosok 1937 dilakukan kembali, pengujian
tembakau yang diekspor ke luar negeri dimulai pula dengan mengangkat ahli-ahli
penguji tembakau.
(3)
Di samping itu maka perlu segera dijalankan penyelidikan-penyelidikan yang
bersifat ilmu pengetahuan dengan mendirikan Balai Penyelidikan Tembakau serta
kebun-kebun percobaan untuk dapat menyempurnakan pertembakauan di
Indonesia sebaik-baiknya.
(4)
Yang merupakan soal yang utama dewasa ini ialah kekurangan tembakau jenis
Virginia untuk keperluan pabrikan-pabrikan rokok di Indonesia sehingga tiap
tahun perlu diadakansimpor tembakau dengan mempergunakan alat-alat
pembayaran luar negeri. Dengan beberapa angka disajikan di bawah ini
banyaknya tembakau jenis Virginia untuk menutup keperluan dalam negeri dan
banyaknya tembakau Virginia yang dalam tahun-tahun terakhir harus didatangkan
dari Luar Negeri.
I.
a. Kebutuhan tembakau dari perusahaan-perusahaan rokok sigaret yang
besar setahunnya 12 x 1.035.000.000 x 1,05 gram = 13.041.000 Kg atau
tembakau daun kering:
1.05 x 13.041.000 Kg =
13.693.050 Kg
b. Lain-lain pabrik rokok sigaret
memerlukan
Kebutuhan seluruhnya
atau dibulatkan
3.000.000 Kg
16.693.050 Kg
17.000 ton
II. Produksi:
a. Virginia FC dalam
tahun.1954 untuk dipakai dalam tahun 1955
b. Krosok VO (Vooroogst
Jumlah
Kekurangan
:
6.000 ton
:
5.000 ton
11.000 ton
6.000 ton
III. Kekurangan 6.000 ton ini harus diimpor yang memerlukan devisen paling
sedikit Rp. 75.000.000,- satu dan lain untuk menjamin agar perusahaanperusahaan rokok sigaret itu dapat terus bekerja (mencegah pengangguran).
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
(5)
Sudah dengan sendirinya Badan Urusan Tembakau mencurahkan pula
perhatiannya kepada soal kekurangan tembakau Virginia dan berusaha untuk
mempertinggi produksi dan mutu-tembakau Virginia dalam negeri dengan tujuan
dalam waktu yang singkat mentiadakan impor tembakau Virginia. Untuk itu oleh
Badan Urusan Tembakau telah dibiayai penyelenggaraan kebun-kebun untuk
menghasilkan benih-benih tembakau Virginia yang-terpilih, yang dapat
disebarkan kepada seluruh tani tembakau Indonesia. Kini atas biaya Badan Urusan
Tembakau oleh Jawatan Pertanian Rakyat sedang diusahakan 15 HA - kebun
pembelian tembakau Virginia yang terpilih dan bermutu tinggi. Dengan
penyebaran benih terpilih itu akan diharapkan meningkatnya produksi tembakau
Virginia yang berkwalitet baik. Sebagaimana diketahui, maka Krosok Ordonansi
1937 terutama mempunyai tujuan memajukan pertembakauan Indonesia untuk
kepentingan ekspor tembakausdan dengan demikian maka dalam Ordonansi itu
hanya para eksportir tembakau yang diwajibkan untuk turut membiayai usahausaha yang diselenggarakansoleh "Badan Urusan Tembakau" (Krosok Centrale).
Dengan meningkatnya konsumsi rokok sigaret di seluruh dunia, juga di Indonesia,
maka penanaman tembakau untuk sigaret (tembakau jenis Virginia) di Indonesia
makin lama makin meluas, dan pabrik-pabrik sigaret secara besar-besaran yang
mempergunakan mesin-mesin yang berkapasitas tinggi didirikan di Indonesia,
sehingga pertembakauan untuk pembikinan sigaret kini tidak kurang pentingnya
dibandingkan dengan pertembakauan untuk keperluan ekspor (tembakau untuk
pembikinan serutu).
(6)
Seperti telahsdinyatakan di atas maka dewasa ini Badan Urusan Tembakau telah
menjalankan usaha-usaha yang ditujukan untuk memenuhi keperluan industri
sigaret dalam negeri. Sudah pada tempatnya kiranya jika pabrik-pabrik rokok
sigaret turut serta memberikan sumbangannya untuk turut membiayai pekerjaanpekerjaan yang dilakukan bagi kepentingannya itu.
(7)
Karena usaha-usaha bagi kepentingan penanaman tembakau sigaret telah dimulai
dan mengingat pula bahwa dari para eksportir tembakau telah diadakan
pemungutanssejak 1 Januari 1955, maka pembebanan para pabrikan dengan
pembayaran sumbangan kepada Badan Urusan Tembakau harus segera mungkin
ditetapkan. Berhubung dengan itu maka ditetapkan Undang-undang Darurat ini
dan dengan demikian kepincangan dalam Krosok Ordonansi dahulu, yang
memberatkan segala usaha untuk memperbaiki pertembakauan Indonesia hanya
kepada para eksportir tembakau ditiadakan.
(8)
Sumbangan sebesar Rp. 0,10 (sepuluh sen) tiap kilogram tembakau kering yang
dipergunakan dalam pembikin rokok, tidak akan mengakibatkan kenaikan-harga
rokok sigaret, karena sumbangan sebesar sepuluh sen itu hanya akansberarti
penambahan, biaya pembikinan sigaret dengan 1/100 (seperseratus) sen untuk
tiapsbatang rokok.
(9)
Pembebanan pabrikan rokok dengan pembayaran sumbangan sekecil itu tidak
berarti jika dibandingkan dengan keuntungan yang dapat diharapkannya dari
meningkatnya produksi tembakau dalam negeri yang diperlukannya, sehingga
persediaan tembakaunya tidak akan terlalu tergantung dari impor, yakni dari
tersedianya alat-alat pembayaran Luar Negeri bagi pabrikan-pabrikan itu.
(10) Demikian penjelasan Undang-undang Darurat ini. Penjelasan pasal demi pasal
tidaklah diperlukan kiranya.
LN 1955/34; TLN NO. 813