t ling 1007274 chapter5

82

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada Bab IV telah dibahas mengenai jenis dan fungsi tindak tutur yang
digunakan Dalihan na tolu beserta tindak tutur yang dominan diujarkan. Temuan
dan pembahasan penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya
menciptakan kesimpulan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah
penelitian ini. Dari kesimpulan tersebut menghasilkan implikasi dan saran yang
relevan untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Dari tuturan Dalihan na tolu yang terdiri dari Suhut dan Kahanggi serta
Anakboru dapat diketahui bahwa tindak tutur yang dituturkan ketiga kelompok

tersebut sangat berbeda sesuai dengan status sosialnya dalam upacara perkawinan
Angkola-Mandailing. Status sosial ditentukan oleh kedudukan seseorang dalam
adat perkawinan. Antara Suhut dan Kahangginya terhadap Anakboru maupun
terhadap Mora harus bersikap sesuai dengan kedudukannya.
Suhut terhadap Kahangginya harus bijaksana terhadap Anakborunya harus

pandai mengambil hatinya terhadap Mora harus hormat. Walaupun di antara

ketiganya berbeda-beda. Namun satu sama lain tidak ada yang lebih rendah atau
lebih tinggi. Mereka harus saling menghormati, saling menghargai kedudukan
masing-masing sesuai dengan situasi, kondisi, dan kedudukannya yang dapat
berganti.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh temuan bahwa jenis-jenis tindak
tutur yang digunakan Dalihan na tolu pada prosesi makkobar dalam upacara
perkawinan adat Angkola-Mandailing sebagai berikut.
Dian Syafitri, 2012
Tindak Tutur Dalihan na Tolu pada Prosesi Makkobar dalam uapacara Perkawinan
Adat Angkola-Mandailing
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

83

1. Semua jenis tindak tutur yang dikemukakan Searle muncul dalam prosesi
tersebut, yaitu direktif dengan bentuk tutur memperingatkan, memerintah,
dan memberikan nasihat, komisif dengan bentuk tutur doa dan harapan,
ekspresif dengan bentuk tutur mengucapkan selamat dan pengungkapan
kesedihan,


representatif

dengan

bentuk

tutur

menegaskan

dan

menjelaskan, deklaratif dengan bentuk tutur menyatakan status baru.
2. Tindak tutur yang dominan digunakan yaitu direktif sejumlah 27 tuturan
(55,12%). Tindak tutur tersebut ditujukan kepada kedua mempelai supaya
bertindak benar dan tidak membuat kesalahan dalam hidup, yaitu
menggunakan kebenaran dan mematuhi adat istiadat yang berlaku dalam
masyarakat Angkola-Mandailing. Mematuhi adat merupakan hal yang
penting karena adat merupakan warisan nenek moyang yang bernilai
tinggi dan sangat bermanfaat pada kehidupan sehari-hari. Mematuhi adat

bukan hanya melakukan adat Mandailing saja, tetapi juga adat yang
berlaku dimana tempat kaki berpijak. Fungsi tindak tutur direktif untuk
menyampaikan pesan sebagai tanda kasih sayang pihak Dalihan na tolu
kepada kedua mempelai. Tuturan dalam bentuk ini digunakan untuk
menasihati dan memperingatkan kedua mempelai agar menjalani hidup.
3. Pada prosesi makkobar dalam Upacara Perkawinan Adat AngkolaMandailing ragam bahasa yang digunakan berbeda dengan bahasa seharihari karena pada prosesi makkobar digunakan kata, frase, dan ungkapan
yang khusus disebut hata andung, yaitu ragam bahasa sastra yang dipakai
dalam tradisi mangandung (meratap) pada upacara perkawinan adat.

Dian Syafitri, 2012
Tindak Tutur Dalihan na Tolu pada Prosesi Makkobar dalam uapacara Perkawinan
Adat Angkola-Mandailing
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

84

Dari temuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur yang dominan
digunakan Dalihan na tolu dalam perkawinan adat Angkola-Mandailing adalah
direktif


yang

berfungsi

untuk

memberikan

nasihat,

memerintah,

dan

memperingatkan kedua mempelai agar melaksanakan apa yang diujarkan. Hal
tersebut merupakan ungkapan kasih sayang dari Dalihan na tolu.
5.2 Implikasi
Mandailing adalah sebuah daerah di Sumatera Utara yang memiliki dan
masih mempertahankan adat istiadat setempat. Salah satu aspek budaya
tradisional


Mandailing

dapat

ditemukan

pada

perkawinan.

Pelaksanaan

perkawinan tradisional Mandailing menempuh sederet upacara adat. Salah
satunya yaitu prosesi makkobar yang bertujuan untuk memberikan nasihat dan
pandangan tentang kehidupan yang akan dijalani kedua mempelai. Makkobar
merupakan prosesi yang wajib dilaksanakan karena merupakan bagian pokok
yang tidak dapat dipisahkan dalam sederet prosesi pernikahan adat.
Adat istiadat adalah kearifan leluhur yang diwariskan, maka sebagai
generasi muda Mandailing harus menumbuhkan minatnya untuk mempelajari adat

istiadat tersebut. Untuk itu adat harus dikembangkan sehingga benar-benar
mengakar di sendi-sendi kehidupan masyarakat. Adat tidak boleh sekadar dimiliki
atau dikuasai oleh sekelompok orang, misalnya kalangan bangsawan saja, tetapi
seluruh masyarakat. Dengan demikian, tanggung jawab untuk menjaga dan
mmelihara adat istiadat merupakan kewajiban bersama.
Adat istiadat Mandailing haruslah diaktualisasikan sebagai alat pemersatu,
sebagai sumber rujukan pemecahan masalah serta motivasi dalam menjalani

Dian Syafitri, 2012
Tindak Tutur Dalihan na Tolu pada Prosesi Makkobar dalam uapacara Perkawinan
Adat Angkola-Mandailing
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

85

hidup. Perkembangan pemikiran, gagasan, dan inovasi tidak boleh dihambat oleh
adat istiadat yang kaku, melainkan harus didorong oleh fungsi adat istiadat
sebagai suatu kebutuhan untuk merevitalisasi diri.
Atas dasar itulah, maka perlu diadakan model pelestarian upacara adat,
salah satunya melalui pelatihan pendidikan adat. Metode yang ditawarkan berupa

pemaparan awal tentang upacara adat yang terdapat di masyarakat AngkolaMandailing, kemudian diskusi dan simulasi. Materi pelatihan disesuaikan dengan
kebutuhan per bidang keahlian pemateri. Misalnya materi pernikahan adat, sistem
kekerabatan sosial masyarakat Mandailing.
Sasaran pelatihan pendidikan adat yaitu 1) masyarakat yang memenuhi
persyaratan adat yang ditentukan oleh dewan adat, 2) pengurus dewan adat,
3) masyarakat yang akan melaksanakan upacara adat khususnya upacara
perkawinan Mandailing.
Hasil yang diinginkan setelah pelaksanaan pelatihan ini agar menjadi
benteng yang menjaga generasi muda dan masyarakat adat dari ancaman niai-nilai
negatif yang turut terbawa atau sengaja dibawa oleh kultur modernisasi budaya
barat. Pelatihan pendidikan adat ini juga bertujuan agar generasi muda mencintai
adat istiadat, maka taruhannya adalah adat harus sungguh-sungguh dikembalikan
maknanya sebagai jati diri serta menjadi penanda yang membedakan etnik
Mandailing dengan etnik lainnya.
5.3 Saran
Penelitian ini hanya terfokus pada jenis, fungsi, dan frekuensi tindak tutur
Dalihan na tolu pada prosesi makkobar . Adapun variabel lainnya seperti perlokusi
Dian Syafitri, 2012
Tindak Tutur Dalihan na Tolu pada Prosesi Makkobar dalam uapacara Perkawinan
Adat Angkola-Mandailing

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

86

tidak dikaji dalam penelitian ini. Maka penulis menyarankan agar penelitian
selanjutnya dapat dilakukan secara longitudinal tidak hanya Dalihan na tolu dari
pihak pengantin perempuan, tetapi juga dari pihak pengantin laki-laki sehingga
ditemukan hasil penelitian yang lebih signifikan.
Beberapa saran yang direkomendasikan berdasarkan hasil penelitian ini di
antaranya penelitian tentang jenis dan fungsi tindak tutur dalam perkawinan adat
Angkola-Mandailing masih perlu dikaji secara mendalam karena banyak
instrumen yang bisa digunakan. Temuan hasil penelitian jenis dan fungsi tindak
tutur pada prosesi makkobar perlu ditindaklanjuti dengan penelitian yang sama
ataupun berbeda pada perkawinan adat di Indonesia yang beraneka ragam budaya,
misalnya tindak tutur pada upacara kematian (siluluton) dan kelahiran (siriaon).

Dian Syafitri, 2012
Tindak Tutur Dalihan na Tolu pada Prosesi Makkobar dalam uapacara Perkawinan
Adat Angkola-Mandailing
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu