T1 232009013 Full text

PENDAHULUAN
Setiap perusahaan memiliki laporan keuangan yang menghasilkan
informasi dan digunakan oleh pihak manajemen dalam mengambil keputusan.
Salah satu informasi dari laporan keuangan adalah laba. Laba termasuk salah satu
komponen yang menunjukkan perusahaan memiliki prospek yang baik, jika laba
perusahaan tinggi maka perusahaan memiliki prospek yang baik pada periode
selanjutnya begitu juga sebaliknya jika laba perusahaan rendah maka perusahaan
memiliki prospek yang kurang baik pada periode selanjutnya.
Sering kali pengguna laporan keuangan hanya melihat laba yang
dihasilkan saja sehingga membuat manajemen perusahaan melakukan tindakan
manajemen laba (earning management), salah satu manajemen laba yaitu perataan
laba (income smoothing). Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan
dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat
mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan harga saham perusahaan (Assih dan Gudono, 2000). Hal ini selaras
dengan Foster (1986) dalam Suwito dan Herawaty (2005) mengungkapkan bahwa
tujuan perataan laba adalah untuk memperbaiki citra perusahaan di mata pihak
eksternal dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang
rendah.
Suatu perusahaan dapat dikatakan memiliki nilai yang baik apabila kinerja
perusahaannya baik. Nilai perusahaan dapat dilihat dari harga sahamnya, jika

harga saham perusahaan tinggi maka nilai perusahaan tersebut baik begitu juga

1

sebaliknya jika harga saham perussahaaan rendah maka nilai perusahaan tersebut
kurang baik. Nilai perusahaan ditingkatkan dengan meningkatkan kinerja
perusahaan, salah satu cara untuk meningkatkan kinerja perusahaan dengan
menerapkan corporate governance. Isu tentang corporate governance mulai
hangat dibicarakan sejak terjadinya berbagai skandal yang mengindikasikan
lemahnya corporate governance seperti skandal Enron, Tycon, Worldcom, dan
global Crossing yang telah membangun masyarakat Amerika dan dunia bahwa
Good Corporate Governance (GCG) amat diperlukan sebagai barometer
akuntabilitas suatu perusahaan (Sukamulja, 2004).
Pada penelitian perataan laba sebelumnya penelitian yang dilakukan
adalah “Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Tindakan Perataan
Laba yang Dilakukan Oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”
(Suwito dan Herawaty, 2005), “Pengaruh Profitabilitas, Risiko Keuangan, Nilai
Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktek Perataan Laba : Studi
Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI” (Aji dan Mita, 2010),
“Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas Pengumuman

Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta” (Assih dan
Gudono, 2000), untuk penelitian Negara asal perusahaan sejauh yang ketahui
penulis belum pernah dilakukan maka penelitian ini akan dilihat apakah terdapat
perbedaan praktek perataan laba berdasarkan negara asal perusahaan yang ada di
Indonesia. Pernyataan ini dikuat oleh kutipan dari Purwandari dan Purwanto
(2012) perusahaan yang berstatus penanaman modal asing cenderung akan

2

melaporkan laporan keuangan yang luas dibandingkan perusahaan yang berstatus
penanaman modal dalam negeri.
Berdasarkan uraian diatas bahwa income smoothing berhubungan dengan
negara asal perusahaan dan good corporate governance, penelitian ini ingin
meneliti apakah terdapat perbedaaan praktek perataan laba berdasarkan penerapan
good corporate governance dan berdasarkan negara asal perusahaan yang berada
di Indonesia. Obyek penelitian meliputi semua perusahaan manufaktur yang
sahamnya terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2007 - 2011.
LANDASAN TEORI
Teori Keagenan
Salah satu penyebab yang dapat mendorong manajer untuk melakukan

income smoothing melalui tiga dimensi yaitu real, artificial dan classificatory
smoothing adalah adanya perhatian investor yang selama ini cenderung terpusat
pada informasi laba tanpa memperhatikan proses yang digunakan untuk mencapai
tingkat laba tersebut (Mursalim, 2005). Oleh karena itu income smoothing
bertujuan untuk menstabilkan laba sesuai kepentingannya, hal ini dilakukan untuk
menarik perhatian investor.
Menurut Jensen dan Meckling (1976), dalam teori keagenan (agency
theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal)
mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang dalam pengambilan keputusan kepada agent tersebut.
Pada teori keagenan yang disebut principal adalah pemegang saham yang hanya

3

tertarik pada hasil keuangan atau investasi mereka pada perusahaan dan agent
adalah manajemen yang mengelola perusahaan yang menerima kompensasi
dengan syarat-syarat yang berlaku pada hubungan tersebut. Perbedaan masingmasing pihak akan membuat mereka memperbesar keuntungan bagi diri sendiri.
Principal menginginkan pengembalian yang besar dan secepat-cepatnya atas
investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan deviden dari tiap
saham yang dimiliki. Sedangkan agent menginginkan kepentingannya diakomodir

dengan pemberian kompensasi / bonus yang memadai atas kinerjanya.
Principal menilai prestasi agent dari hasil kinerja keuangan perusahaan
apabila kinerja agent baik dapat dilihat dari laba yang akan dialokasikan pada
pembagian deviden sehingga layak mendapat intensif yang tinggi. Sebaliknya
agent memenuhi tuntutan principal agar mendapat kompensasi yang tinggi. Hal
ini membuat agent memainkan beberapa kondisi perusahaan agar seolah-olah
target terpenuhi. Salah satunya dengan melakukan income smoothing (membagi
keuntungan periode lain) agar setiap tahun kelihatan meraih keuntungan padahal
merugi atau turun laba. Sedangkan para investor hanya melihat bahwa perusahaan
yang memiliki kinerja yang baik dilihat dari laba perusahaan tersebut besar
ataupun setabil.
Perataan Laba
Koch (1981) Perataan laba dapat didefinisikan sebagai cara yang
digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar
sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial melalui metode

4

akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi. Menurut Bieldman dalam
Belkaouli (2000) menyatakan bahwa perataan laba didefinisikan sebagai upaya

yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang
dianggap normal bagi perusahaan.
Praktek perataan laba dilakukan oleh manajemen perusahaan yang dapat
menyebabkan pengungkapan laba di laporan keuangan menjadi tidak memadai,
bahkan terkesan menyesatkan (Aji dan Mita, 2010). Hal tersebut mengakibatkan
informasi yang disajikan tidak memiliki informasi yang tepat dan investor gagal
memperediksi resiko investasi mereka.
Good Corporate Governance
Good Corporate Governance menurut definisi komite Cadbury pada tahun
1992 adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar
mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam
memberikan pertanggung jawabannya kepada para shareholders khususnya
dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini mengatur kewenangan
direktur, manajer, pemegang saham dan pihak lainnya. Good Corporate
Gorvernance dimasukkan untuk mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah
terjadinya kesalahan-kesalahan yang signifikan dalam strategi perusahaan dan
untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat di perbaiki
dengan segera. Secara umum prinsip dasar good corporate governance yaitu
(Kaihatu, 2006) :


5



Transparancy

(keterbukaan

informasi),

yaitu

keterbukaan

dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.



Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan
pertanggung jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif.



Responsibility (pertanggung jawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta
peraturan perundangan yang berlaku.



Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola

secara

profesional

tanpa


benturan

kepentingan

dan

pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.


Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara
di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Menurut Sulistiyowati et. al (2010) pencapaian keuntungan merupakan
wujud dari pemenuhan pemegang saham (shareholder) dan tidak dapat dilepaskan
dari upaya pencapaian sustainability yang merupakan wujud pemenuhan
kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholders). Perusahaan yang

memperoleh pendapatan yang lambat atau profitabilitas yang sedikit maka

6

cenderung akan mengumumkan lebih banyak tentang pelaksanaan Good
Corporate Governance guna melepaskan tekanan dari pasar (Kusumawati, 2007).
Corporate governance index secara keseluruhan merupakan hal penting
dan menjadi salah satu faktor penyebab yang dapat menjelaskan nilai pasar bagi
perusahaan-perusahaan independen di Korea (Black, Jang, dan Kim, 2003).
Menurut Johnson et. al (2000) rendahnya kualitas corporate governance dalam

suatu Negara berdampak negatif pada pasar saham dan nilai tukar mata uang
Negara bersangkutan pada masa krisis di Asia.
Menurut Herawaty (2008) teori keagenan memberikan pandangan bahwa
masalah earnings management dapat diminimumkan dengan pengawasan sendiri
melalui good corporate governance. Praktek perataan laba oleh manajemen dapat
diminimalisir

dengan


cara

monitoring

untuk

menyelaraskan

perbedaan

kepentingan agent dan principal antara lain :
1. Memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen
(Jensen dan Meckling, 1976). Sehingga kepentingan pemegang
saham dapat disejajarkan dengan kepentingan manajerial. Semakin
tinggi

kepemilikan

manajerial


maka

semakin

rendah

kecenderungan melakukan praktek perataan laba.
2. Kepemilikan saham oleh institusional karena mereka dianggap
sebagai sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang
cukup signifikan dapat memonitor manajemen yang dapat
mengurangi

motivasi

manajer

untuk

melakukan

earning

management (Pratana dan Mas’ud, 2003).

7

3. Peran monitoring yang dilakukan dewan komisaris independen
(Bamhart dan Rosenstein, 1998).

Negara Asal Perusahaan
Menurut pendapat dari Prof. Mr. Kranenburg : “ Negara adalah suatu
organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut
bangsa” (ruhcitra.wordpress.com). Perusahaan adalah suatu organisasi dimana
sumber daya (input) dasar seperti bahan dan tenaga kerja dikelola serta diproses
untuk menghasilkan barang atau jasa (output) kepada pelanggan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa Negara asal perusahaan adalah suatu organisasi yang berasal
dari suatu Negara berdasarkan jumlah penanaman modal pada perusahaan tersebut
yang memiliki input dan output.
Negara asal perusahaan dibagi menjadi dua yaitu, negara maju dan negara
berkembang. Negara berkembang dapat disebut juga emerging market economy
sedangkan Negara maju disebut dengan developed market economy. Emerging
market economy (EME) didefinisikan negara yang potensi pertumbuhan
ekonominya tinggi, tetapi beresiko politik, ekonomi, dan lain-lain. Negara-negara
tersebut merupakan sekitar 80% dari populasi global, dan mewakili sekitar 20%
dari ekonomi dunia, istilah ini dikemukakan oleh Antoine W. Van Agtmael dari
International

Finance

Corporation

dari Bank

Dunia pada

tahun

1981.

Sedangkan developed market economy adalah negara dengan ekonomi yang
sangat maju, biasanya dengan sektor jasa yang besar (http://www.learnbonds.com).

8

Emerging markets dan developed markets memberikan pengaturan yang
sangat kaya di mana untuk membedakan karakteristik perusahaan yang digunakan
dalam pemilihan mitra (Hitt et. al, 2000). Misalnya, perbedaan peraturan dalam
institusi formal dan informal yang sangat ambigu. Stabilitas ekonomi dan sosial di
negara maju relatif mempromosikan pengembangan dan penerimaan aturan
pertukaran sedangkan, ketidakstabilan ekonomi dan kadang sosial di pasar negara
berkembang menghasilkan ambiguitas dan ketidakpastian mengenai aturan
pertukaran , dalam konteks ini , aturan sebagian besar muncul (Pedersen &
Thomsen, 1997) .
Beberapa karakteristik risiko dan return yang ada di emerging market
antara lain (Endri, 2010):



volatilitas yang tinggi
menawarkan expected return yang tinggi, karena emerging market
mengalami per-tumbuhan yang cukup menakjubkan



korelasi yang rendah antara emerging market dengan pasar saham
yang maju.

Karakteristik developed markets :




tingkat konsistensi di pasar yang tinggi
lebih cepat melakukan recovery
paling mudah diakses dan sangat mendukung investor asing

9

Tabel 1
Negara-negara yang termasuk dalam developed markets dan emerging
markets (http://www.djindexes.com/) yang berlaku September 2011 :
Developed Markets
Kanada

Australia
Hong kong
Jepang

Austria
Belgia
Denmark
Finlandia
Prancis
Jerman
Islandia
Irlandia
Inggris

Emerging Markets
Amerika
Amerika
Brazil
Mexico
Chile
Peru
Kolombia
Asia/Pasifik
Selandia Baru
China
Filipina
Singapura
Indonesia
Taiwan
India
Thailand
Malaysia
Korea Selatan
Eropa
Italia
Ceko
Rusia
Luxembourg
Hungaria
Turki
Belanda
Polandia
Norwegia
Portugal
Spanyol
Swedia
Swiss
Yunani
Timur Tengah

Israel
Afrika
Mesir
Maroko

Afrika Selatan

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa negara-negara yang dikelompokkan
dalam developed markets di dominasi oleh negara-negara Eropa, sedangkan untuk
emerging markets di dominasi oleh negara-negara Amerika Latin dan

10

Asia/Pasifik. Salah satu indikator mengapa emerging market sangat bagus
dibandingkan dengan Negara yang sudah maju adalah pertumbuhan PDB-nya
lebih cepat.
Perumusan Hipotesis
Hubungan Perataan Laba dan Kepemilikan Manajerial
Semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan, maka
manajemen cenderung berusaha lebih giat untuk kepentingan pemegang saham
yang tidak lain adalah dirinya sendiri (Ross et al., 2002). Manajer akan lebih
produktif dalam meningkatkan laba perusahaan karena mereka merasa memiliki
dan bertanggung jawab terhadap perusahaan. Sehingga perusahaan dengan tingkat
kepemilikan manajerial yang tinggi akan berupaya meningkatkan laba perusahaan
dalam rangka meningkatkan image perusahaan. Sedangkan perusahaan dengan
tingkat kepemilikan manajerial rendah kurang berupaya meningkatkan laba
peruahaan karena mereka merasa tidak memiliki perusahaan. Berdasarkan asumsi
tersebut dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :
H1 : terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan
manajerial yang tinggi dan yang rendah
Hubungan Perataan Laba dan Kepemilikan Institusional
Kepemilikan

institusional

memiliki

peran

yang

penting

dalam

meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dan
manajer ( Jensen and Meckling 1976 ). Tingkat kepemilikan institusional yang

11

tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih dari pihak investor
institusional dalam memonitor keputusan yang diambil pihak manajemen.
Semakin besar kepemilikan oleh pihak institusi maka semakin besar pula
kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan
(Permanasari, 2010).

Jadi, semakin tinggi kepemilikan institusional akan

berupaya memaksimalkan laba perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka
hipotesis dapat disimpulkan :
H2 : terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan
institusional yang tinggi dan yang rendah
Hubungan Perataan Laba dan Komposisi Dewan Komisaris Independen
Keberadaan dewan komisaris dalam suatu perusahaan pasti berhubungan
dengan pengawasan atau monitoring. Komposisi dewan komisaris terdiri dari
komisaris dalam perusahaan, maupun luar perusahaan (independen). Keberadaan
komisaris independen cukup penting karena fungsinya sebagai pihak yang netral
dalam perusahaan diharapkan mampu menjembatani adanya asimetri informasi
yang terjadi antara pihak pemilik dengan pihak manajer, sekaligus sebagai
pengawas pemegang saham, sehubungan dengan aktivitas perusahaan, serta
mengendalikan perilaku para manajer perusahaan (Istanti, 2009). Semakin tinggi
pihak independen dalam perusahaa, diharapkan dapat mengurangi tindakan
perataan laba dalam perusahaan tersebut. Sebaliknya perusahaan yang memiliki
komposisi dewan komisaris independen yang rendah atau sama sekali tidak
memiliki dewan komisaris independen, dapat dikatakan kurang adanya

12

pengawasan dalam tindakan perataan laba di perusahaan tersebut. Dari uraian
diatas, maka hipotesis dapat disimpulkan :
H3

: terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan komposisi dewan
komisaris independen yang tinggi dan yang rendah

Hubungan Perataan Laba dan Negara Asal Perusahaan
Negara

asal

perusahaan

masuk

sebagai

variabel

karena

dapat

mempengaruhi laporan keuangan hal ini sesuai dengan Yusuf dan Soraya (2004)
semua

perusahaan

yang

terdaftar

di

Bursa

Efek

Indonesia

memiliki

kecenderungan untuk melakukan praktek perataan laba, baik itu perusahaan asing
maupun non asing.
Negara asal perusahaan dapat dibagi menjadi dua yaitu, negara maju dan
negara berkembang. Perusahaan negara maju (developed market) memiliki aturan
yang lebih ketat dan dalam melaporkan laporan keuangannya diindikasikan lebih
baik karena perusahaan negara maju harus mempertahankan citra perusahaan
dibandingkan perusahaan negara berkembang (emerging market) oleh sebab itu
negara berkembang memiliki indikasi untuk melakukan praktek perataan laba agar
laba perusahaan tidak berfluktuasi dan terlihat stabil. Hal ini dilakukan agar
laporan keuangannya terlihat lebih baik. Berinvestasi di negara-negara emerging
market sering

dianggap

berisiko

tinggi,

meski return-nya

lebih

besar

(http://beritaretail.wordpress.com). Divecha et. al (1992) menginvetigasi sepuluh

pasar saham berkembang Asia dan menemukan bahwa mereka adalah homogen

13

dengan dominasi kekuatan pasar yang kuat dan kurang terkorelasi antara satu
dengan yang lainnya dan dengan pasar yang lebih maju.
H4 : terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan negara asal perusahaan
yang berada di Indonesia
METODE PENELITIAN
Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan asing dan non
asing yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta memiliki tahun fiskal dari
1 Januari sampai 31 Desember. Perusahaan-perusahaan yang dijadikan sampel
adalah perusahaan manufaktur yang telah menyerahkan laporan keuangan
secara lengkap sampai 31 Desember 2011. Periode pengamatan yang akan
dilakukan adalah untuk jangka waktu 5 tahun, yaitu dari Januari 2007 sampai
Desember 2011. Dari 159 perusahaan manufaktur yang terdaftar, terdapat 50
perusahaan yang memenuhi kriteria dan dijadikan sebagai sampel dalam
penelitian ini. Dengan memilih terlebih dahulu perusahaan yang tergolong dalam
developed markets dan jumlah perusahaan yang tergolong dalam developed
markets adalah 25 perusahaan, setelah itu baru memilih perusahaan yang
tergolong dalam emerging markets dengan cara membandingkan jumlah aset
perusahaan developed dan emerging markets yang memiliki jumlah aset yang
hampir sepadan.

14

Tabel 2
Sampel Penelitian
Keterangan

Jumlah

Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2007-2011
Perusahaan manufaktur yang tidak mempublikasikan laporan
tahunannya tahun 2007-2011
Perusahaan manufaktur yang asetnya tidak sama antara perusahaan
developed markets dan emerging markets
Total sampel penelitian

159

Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014

(25)
(84)
50

Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari laporan
keuangan tahunan yang diperoleh website perusahaan atau website BEI
(www.idx.co.id). Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur di Bursa
Efek Indonesia.
Perataan Laba
perataan laba yang akan diukur menggunakan Indeks Eckel (1981) yang akan
membedakan perusahaan yang melakukan praktek perataan laba atau tidak. Untuk
menghitung Indeks Eckel maka digunakan rumus :
Indeks Perataan Laba =

………………………………………………...(3.1)

Dimana :
ΔI

= Perubahan laba dalam satu periode

ΔS

= Perubahan penjualan dalam satu periode

CV = Koefisien variasi dari variabel, yaitu standar deviasi dibagi nilai yang diharapkan

15

Apabila CV ΔI > CV ΔS

Maka perusahaan tidak digolongkan sebagai perusahaan yang melakukan tindakan
perataan laba.
CV ΔI = koefisien variasi untuk perubahan laba

CV ΔS = koefisien variasi untuk perubahan penjualan

……………………………………………(3.2)

CV ΔI dan CV ΔS =

Atau

CV ΔI dan CV ΔS =

∑(∆

∆ )

∶∆

………………………………………..(3.3)

Dimana :
Δx = perubahan penghasilan bersih / laba (I) atau penjualan (S) antara tahun n-1

ΔX = rata-rata perubahan penghasialan bersih / laba (I) atau penjualan (S) antara tahun n1

n

= banyaknya tahun yang diamati

Negara Asal Perusahaan
Untuk variabel Negara asal perusahaan ini digunakan variabel dummy
untuk menentukan Negara asal perusahaan. Cara menentukan Negara asal
perusahaan dengan melihat company status perusahaan pada Indonesian Capital
Market Directory (ICMD) tersebut tergolong dalam perusahaan penanaman modal
asing (PMA) atau perusahaan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Untuk
perusahaan PMA masih dapat dipilah lagi yang tergolong dalam developed dan
emerging markets seperti yang disebutkan dalam tabel 1. Jika negara asal

16

perusahaan tersebut tergolong dalam developed markets maka diberi nilai 1
sedangkan, negara asal perusahaan tergolong dalam emerging markets diberi nilai
0.
Good Corporate Governance
Variabel good corporate governance dapat dihitung dengan :
1. Kepemilikan manajerial adalah jumlah kepemilikan saham oleh pihak
manajemen dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola (Gideon,
2005). Indikator yang digunakan untuk mengukur kepemilikan manajerial
adalah persentase jumlah saham yang dimiliki pihak manajemen dari
seluruh modal saham perusahaan yang beredar. Variabel kepemilikan
manajerial dibedakan menjadi proporsi tinggi dan rendah. Perusahaan
dengan proporsi tinggi (di atas rata-rata industri sebesar 3%) dengan
menggunakan variabel dummy diberi score 1, dan perusahaan dengan
proporsi kepemilikan manajerial rendah diberi score 0.
2. Kepemilikan institusional yang diukur dengan prosentase kepemilikan
saham oleh perbankan, perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, dan
institusi lain dibagi dengan total jumlah saham beredar. Variabel
kepemilikan institusional dibedakan menjadi proporsi tinggi dan rendah.
Perusahaan dengan proporsi tinggi (di atas rata-rata industri sebesar 6%)
dengan menggunakan variabel dummy diberi score 1, dan perusahaan
dengan proporsi kepemilikan institusional rendah diberi score 0.

17

3. Komposisi dewan komisaris independen yang dimaksudkan dalam
penelitian ini adalah seberapa besar jumlah komisaris independen
perusahaan jika dibandingkan dengan jumlah seluruh dewan komisaris
yang dimiliki perusahaan.
Board of Independence =

× 100%

Variabel komposisi dewan komisaris independen dibedakan menjadi
proporsi tinggi dan rendah. Perusahaan dengan proporsi dewan komisaris
independen tinggi (di atas rata-rata industri sebesar 35%) dengan
menggunakan variabel dummy diberi score 1, dan perusahaan dengan
proporsi dewan komisaris independen rendah diberi score 0.

Teknik Analisis Data
1. Mengelompokan hasil data menjadi dua kelompok, yaitu Negara asal
perusahaan dikelompokan ke dalam kelompok Negara maju (developed
markets) dan Negara berkembang (emerging markets).
2. Membandingkan jumlah aset antara perusahaan yang tergolong dalam
developed dan emerging markets yang kira-kira sebanding.
3. Menghitung indek eckel dari masing-masing perusahaan manufaktur,
kepemilikan

manajerial

dan

kepemilikan

institusional,

serta

mengidentifikasi jumlah dewan komisaris independen yang terdapat pada
setiap perusahaan.

18

4. Melakukan uji normalitas data dengan One Sample Kolmogorov-Smirnov
Test. Uji Kolmogorov-Smirnov ini untuk menentukan apakah data dari
masing-masing variabel telah terdistribusi dengan normal. Normalitas
terjadi apabila hasil dari uji Kolmogrov-Smirnov lebih dari 0,05. Apabila
ternyata diketahui data berdistribusi normal, maka selanjutnya digunakan
uji beda T-Test dengan sample independen (Independent Sample T-Test).
Namun, jika ternyata diketahui data berdistribusi tidak normal, maka uji
yang digunakan adalah uji non-parametrik berupa Uji Mann-Whitney U.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Statistika Deskriptif
Statistika deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk mencari nilai
minimum, nilai maksimum, dan nilai mean dari praktek perataan laba yang dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Statistika Deskriptif
Minimum
Perataan Laba
- 45
Kep. Manajerial (%)
0
Kep. Institusional (%)
0
Komposisi Dewan
0
Komisaris Independen (%)
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014

Maximum
28,90
4
98,2
50

Mean
0,81
2,63
6,05
35

19

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa mean dari indek eckel
perusahaan yang dijadikan sampel, yaitu 0,81. Terdapat 24 perusahaan yang
melakukan perataan laba hal ini menandakan masih banyak perusahaan
manufaktur yang melakukan perataan laba. Hal ini dikarenakan semakin
mendekati angka 1 (satu) semakin baik. Dengan tingkat perataan laba tertinggi
28,90 dimiliki oleh PT. Sepatu Bata Tbk. dan yang terendah - 45 PT. Goodyear
Indonesia Tbk.
Kepemilikan manajerial memiliki rata-rata sebesar 2,63%. Nilai tersebut
menunjukkan adanya pihak agent yang merangkap menjadi prinsipal. 7
perusahaan yang memiliki kepemilikan manajerial tertinggi dan sisanya 43
perusahaan memiliki tingkat kepemilikan manajerial terendah. Perusahaan dengan
tingkat kepemilikan manajerial tertinggi adalah PT. Lautan Luas Tbk., yaitu 4%.
Rata-rata kepemilikan intitusional adalah 6,05%. Dari perusahaan yang dijadikan
sampel, terdapat 9 perusahaan yang memiliki kepemilikan institusional tertinggi
dan 41 perusahaan memiliki kepemilikan institusional terendah. PT. Hanjaya
Mandala Sampoerna Tbk. memiliki tingkat kepemilikan intitusional tertinggi,
yaitu sebesar 98,2%.
Sedangkan untuk komposisi dewan komisaris independen memiliki ratarata 35%. Proporsi tertinggi dimiliki oleh 9 perusahaan yaitu PT. Siantar Top Tbk,
PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, PT. Panasia Filament Inti Tbk, PT. Toba
Pulp Lestari Tbk, PT. Titan Kimia Nusantara Tbk, PT. Jakarta Kyoei Steel Works
Tbk, PT. Jaya Pari Steel Tbk, PT. Indofarma Tbk, PT. Taisho Pharmaceutical
Indonesia Tbk sebesar 50% yang menandakan efektivitas pengawasan manajemen
20

perusahaan tersebut cukup baik, untuk proporsi terendah adalah 0% dimiliki oleh
3 perusahaan yaitu PT Fast Food Indonesia Tbk, PT Bentoel Internasional
Investama Tbk, PT Arwana Citramulia Tbk.
Tabel 4
Statistika Deskriptif (Negara Asal Perusahaan)

Perataan Laba
Kep. Manajerial (%)
Kep. Institusional (%)
Komposisi Dewan
Komisaris Independen
(%)

Developed Markets
Min
Max
Mean
-45,07
28,94
-0,05
0
26
2
0
56
4
0
50
33

Emerging Markets
Min
Max
Mean
-6,60
17,80
1,61
0
36
3
0
98
8
0
50
37

Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa mean dari indek eckel
(0,05) yang menandakan bahwa masih banyak perushaan yang termasuk dalam
developed markets melakukan perataan laba, hal ini berbeda dengan perusahaan
yang termasuk dalam emerging markets yang meannya 1,61 dapat diartikan
bahwa perusahaan tidak melakukan perataan laba atau hanya sedikit yang
melakukan perataan laba. Kepemilikan manajerial untuk perusahaan yang
termasuk dalam developed markets memiliki rata-rata 2% menunjukkan bahwa
agent yang merangkap sebagai prinsipal tidak banyak dan kurang mempengaruhi
dalam laporan keuangan, sedangkan untuk perusahaan yang termasuk dalam
emerging markets memiliki rata-rata 3% ini menandakan bahwa ada pihak agent
yang merangkap sebagai prinsipal yang dapat mempengaruhi laporan keuangan.

21

Kepemilikan institusional memiliki rata-rata 4% untuk perusahaan yang
termasuk dalam developed markets, ini menunjukkan bahwa kepemilikan
institusional kurang mempengaruhi dalam laporan keuangan, sedangkan yang
termasuk emerging markets memiliki rata-rata 8%. Ini menandakan kepemilikan
institusional didalam perusahaan cukup tinggi dan dapat mempengaruhi laporan
keuangan. Sedangkan untuk komposisi dewan komisaris independen memiliki
rata-rata 33% untuk perusahaan yang termasuk developed markets dan untuk
perusahaan yang termasuk emerging markets memiliki rata-rata 37% yang
menandakan dalam penelitian ini perusahaan yang termasuk dalam emerging
markets memiliki komposisi dewan komisaris yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan perusahaan yang termasuk dalam developed markets.

Pengujian Data
Uji normalitas
Langkah pertama yang dilakukan dalam pengujian data penelitian ini
adalah melakukan uji normalitas, dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov,
untuk mengetahui normal atau tidaknya data yang digunakan. Dari pengujian
normalitas pada lampiran 2, dapat diketahui bahwa nilai signifikansi dari uji
Kolmogorov-Smirnov menunjukkan kelima variabel berada di bawah nilai alpha
(0,05), yang menunjukkan bahwa data tidak berdistribusi normal. Setelah data
dicoba untuk dinormalkan menggunakan log, ln, sqrt, dan kuadrat tetap masih

22

tidak berdistribusi normal, maka uji yang digunakan adalah uji non-parametrik
berupa uji Mann-Whitney U.
Pengujian Hipotesis
Uji Non-Parametrik 2-Independent Sample Test
Dalam penelitian ini, semua variabel-variabel yang digunakan tidak
berdistribusi normal. Maka untuk menguji perbedaan praktek perataan laba yang
dilihat dari good corporate governance dan negara asal perusahaan menggunakan
uji non-parametrik berupa uji Mann-Whitney U.
Tabel 5
Hasil Pengujian Hipotesis

Variabel
GCG

Asymp. Sig. (2tailed) (MannWhitney U Test)

Kep. Manajerial
0,33
Kep. Institusional
0,11
Komposisi Dewan
0,04
Komisaris independen
Negara Asal Perusahaan yang berada di
Indonesia
Negara Asal
0,75
Perusahaan
Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney Test yang dapat dilihat pada tabel 4
dapat diketahui bahwa signifikansi (sig. (2-Tailed)) untuk variabel kepemilikan
manajerial sebesar 0,33 lebih tinggi dari tingkat alpha sebesar 0,05. Dari hasil

23

tersebut dapat diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba
berdasarkan kepemilikan manajerial, dengan demikian H1 ditolak. Hasil pengujian
Mann-Whitney untuk variabel kepemilikan institusional didapatkan hasil
signifikansi (sig. (2-Tailed)) untuk variabel kepemilikan institusional sebesar 0,11
lebih tinggi dari tingkat alpha. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa secara statistik
bahwa tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan
institusional maka H2 ditolak.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diketahui bahwa (sig. (2-Tailed))
untuk komposisi dewan komisaris independen sebesar 0,04 lebih rendah dari
tingkat alpha sebesar 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
praktek perataan laba berdasarkan komposisi dewan komisaris independen atau H3
diterima. Hasil pengujian Mann-Whitney untuk Negara asal perusahaan dapat
dilihat bahwa signifikansi (sig. (2-Tailed)) untuk Negara asal perusahaaan sebesar
0,75 lebih tinggi dari tingkat alpha yang berarti tidak terdapat perbedaan praktek
perataan laba berdasarkan Negara asal perusahaan atau H4 ditolak.
Pembahasan
Berdasarkan analisis

statistik yang dilakukan pada hipotesis untuk

perataan laba dan kepemilikan manajerial, tidak terdapat perbedaan praktek
perataan laba berdasarkan kepemilikan manajerial. Penelitian ini mengindikasikan
bahwa tinggi rendahnya kepemilikan manajerial tidak terhadap tindakan perataan
laba. Hal ini menandakan bahwa dengan adanya kepemilikan manajerial tidak
serta merta menunjukkan insentif manajemen untuk melakukan praktek perataan

24

laba karena hal tersebut mungkin dapat membahayakan perusahaan dalam jangka
panjang (Aji dan Mita, 2010). Hal ini dikarenakan pemengang saham luar akan
memberikan tekanan kepada pihak manajemen untuk melaporkan laporan
keuangan yang memiliki laba walaupun perusahaan tidak memiliki laba.
Untuk variabel kepemilikan institusional menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan kepemilikan intitusional.
Hal ini dikarenakan bahwa kepemilikan institusional akan membuat manajer
merasa terikat untuk memenuhi target laba dari para investor, sehingga mereka
akan tetap cenderung terlibat dalam tindakan manipulasi laba (Cornett et. al,
2006). Mengakibatkan manajer terpaksa melakukan tindakan manipulasi laporan
keuangan dengan melakukan tindakan earnings management, salah satunya
adalah perataan laba (income smoothing).
Sedangkan untuk variabel komposisi dewan komisaris independen
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan dewan
komisaris. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tinggi rendahnya komposisi dewan
komisaris independen menjadi faktor penentu utama dari efektivitas pengawasan
dan efektivitas mekanisme pengendalian terhadap manajemen perusahaan dalam
mengurangi tindakan manipulasi laporan keuangan salah satunya perataan laba.
Karena perusahaan yang memiliki komposisi dewan komisaris independen yang
tinggi akan lebih efektif dalam hal pengawasan dan pengendalian dalam
perusahaan tersebut. Hasil penelitian Klein (2002), Pratana dan Mas’ud (2003),
dan Xie, Biao, Wallace dan Peter (2003) memberikan simpulan bahwa perusahaan

25

yang memiliki proporsi anggota dewan komisaris yang berasal dari luar
perusahaan atau outside director dapat mempengaruhi tindakan manajemen laba.

Dari hasil uji statistik untuk variabel Negara asal perusahan menunjukan
bahwa tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba berdasarkan negara asal
perusahaan. Dalam hal ini Negara asal perusahaan tidak dapat dijadikan acuan
bahwa perusahaan yang termasuk dalam emerging markets selalu melakukan
perataan laba. Perataan laba digunakan untuk menstabilkan laba perusahaan dalam
laporan keuangan agar laba tidak terlalu fluktuatif. Penelitian ini tidak selaras
dengan yang di kemukakan Yusuf dan Soraya (2004) Negara asal perusahaan
masuk sebagai variabel karena dapat mempengaruhi laporan keuangan.

PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian ini menunjukkan untuk variabel
GCG yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak terdapat
perbedaan praktek perataan laba, hanya komposisi dewan komisaris independen
yang terdapat perbedaan praktek perataan laba, sedangkan untuk variabel negara
asal perusahaan tidak terdapat perbedaan praktek perataan laba.

26

Saran
Berdasarkan hasil analisis, pembahasan dan kesimpulan yang telah dibahas
sebelumnya, saran yang dapat disampaikan adalah jika investor dalam
berinvestasi ingin menghindari perataan laba sebaiknya memilih perusahaan yang
memiliki komposisi dewan komisaris independen yang tinggi, karena komposisi
dewan komisaris independen yang tinggi cenderung tidak melakukan perataan
laba.
Keterbatasan Penelitian dan Saran Penelitian Mendatang
Dalam penelitian ini hanya meneliti tentang good corporate governance
(GCG) dan negara asal perusahaan. Padahal dalam pratek perataan laba sering
dilakukan oleh pihak manajerial hal ini bertujuan untuk menstabilkan laba bila
manajerial berhasil menstabilkan laba pada laporan keuangan maka manajerial
mendapatkan reward (penghargaan) dari perusahaan hal ini yang mendorong
manajerial melakukan praktek perataan laba. Untuk penelitian yang mendatang
sebaiknya menambahkan sistem reward sebagai salah satu variabel perataan laba.

27

DAFTAR PUSTAKA
Aji, Dhamar Yudho dan Mita, Aria Farah., 2010, ”Pengaruh Profitabilitas, Risiko
Keuangan, Nilai Perusahaan, dan Struktur Kepemilikan Terhadap Praktek
Perataan Laba : Studi Empiris Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
BEI”, SNA XIII, Purwokerto.
Assih, Prihat dan M. Gudono., 2000, ”Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan
Reaksi Pasar atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di
Bursa Efek Jakarta”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 3(1), Januari.
Barnhart dan Rosenstein., 1998, “Board Composition Managerial Owmership and
Firm Performance An Emperical Analysis”, Journal of Accounting Research
Fall.
Beiner. S., W. Drobetz, F. Schmid dan H. Zimmermann (2003). Is Board zise An
Independent
Corporate
Governance
Mechanism?.
http://www.wwz.unibaz.ch/cofi/publications/papers/2003/06.03.pdf.
Belkaouli, Ahmed Riahi, 2000, Accounting Theory, Edisi Kelima, Jakarta :
Salemba Empat.
Black, Bernard S, H. Jang, dan W. Kim., 2003, ”Does Corporate Governance
affect Firm Value? Evidence from Korea”, http://papers. ssrn.com.
Cornett M. M, J. Marcuss, Saunders dan Tehranian H., (2006). Earnings
Management, Corporate Governance, and True Financial Performance.
http://papers.ssrn.com.
Divecha, A.B., Drach, I., dan Stefec, D. 1992. “Emerging markets:a quantitative
perspective”. Journal of Portfolio Management. 19, 41–45.
Eckel, N., “The Income Smoothing Hypothesis Revisited”, Juni, 1981.
Endri., 2010, “Keterkaitan Pasar Saham Berkembang dan Maju : Implikasi
Diversifikasi Portofolio Internasional”, Jurnal Ekonomi Bisnis No.2 Vol. 15.
Gideon SB Boediono. (2005). “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme
Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan
Analisis Jalur”. Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005.

28

Herawaty, Vinola., 2008, “Peran Praktek Corporate Governance Sebagai
Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap Nilai
Perusahaan”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan.
Hitt, Michael A; M Tina Dacin; Edward Levitas; Jean-Luc Arregle dan Anca
Borza., 2000, “Patner Selection in Emerging and Developed Market
Contexts : Resource-Based and Organizational Learning Perspectives”,
Academy of Management Journal.
Istanti, Sri Layla Wahyu. 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Pengungkapan Sukarela Modal Intelektual (Studi Empiris Pada Perusahaan
Non Keuangan Yang Listing di BEI). Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro.
Jensen, Michael C, & W, H Meckling., 1976, “Theory of The Firm : Managerial
Behavior, Agency Cost and Ownership Structure”, Journal of Financial
Economics, 3, 305-360.
Johnson, Simon; P. Boons; A. Breach; dan E. Friedman., 2000, “Corporate
Governance in Asian Financial Crisis”, Journal of Financial Economics, 58,
141-186.
Kaihatu, Thomas. S., 2006, “Good Corporate Governance dan Penerapannya di
Indonesia”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 8.
Kawakatsu, H. dan Morey, M.R. 1999, “Financial liberalization and stock market
efficiency: an empirical examination of nine emerging market countries”.
Journal of Multinational Financial Management. 9: 353-371.
Klein, April. 2002, “Audit Committee, Board Of Director Characteristics and
Earnings Management”. Journal of Accounting and Economics, Vol.33. No.3.
August.
Koch, Bruce S., “Income Smoothing An Experiment, The Accounting Review”,
Vol. LVI, No. 3, Juli 1981, hal. 574-586.
Komite Nasional Kebijakan Governance, (2004). Pedoman Tentang Komisaris
Independen. http://www.governance-indonesia.or.id/main.htm.
Kusumawati, Dwi Novi., 2007, “Profitability and Corporate Governance
Disclosure : an Indonesian Study”, Jurnal Riset Akuntansi, Vol. 10, No. 2,
hal. 131-146.
29

Mursalim., 2005, “Income Smoothing dan Motivasi Investor : Studi Empiris pada
Investor di BEJ”, SNA VIII, Solo, September, hal. 195-206.
Pedersen, T., & Thomsen, S, 1997, “European patterns of corporate ownership: A
12-country study”. Journal of International Business Studies, 28: 759-778.
Permanasari, Wien Ika. 2010. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan
Institusional, dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan.
Skripsi. Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Pratana, Puspa Midiastuty dan Mas’ud, Mahfoedz. 2003, “Analisis Hubungan
Mekanisme Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba”.
Simposium Nasional Akuntansi VI.
Purwandari, Arum dan Purwanto, Agus., 2012, “Pengaruh Profitabilitas,
Leverage, Kepemilikan Publik dan Status Terhadap Pengungkapan Laporan
Keuangan Pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia”, Diponegoro Journal
of Accounting, Vol. 1, No. 2, hal. 1-10.
Roos, Johan., Roos, Goran., Edvinsson, Leif., dan Dragonetti, Nicola. C. 2002.
Intellectual Capital: Navigating the new business landscape. Macmillan
Press Ltd.
Sukamulja, Sukmawati., 2004, “Good Corporate Governance di Sektor keuangan :
Dampak GCG terhadap Kinerja Perusahaan (Kasus di Bursa Efek Jakarta)”,
BENEFIT, Vol.8, No.1. Juni : 1-25.
Suwito, Edy dan Herawaty, Arleen., 2005, “Analisis Pengaruh Karakteristik
Perusahaan terhadap Tindakan Perataan Laba yang dilakukan oleh
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, SNA VIII, Solo,
September, hal. 136-146.
Tangkilisan, Hessel Nogi S, 2003, “Mengelola Kredit Berbasis Good Corporate
Governance”, Penerbit Balairung & Co, Yogyakarta.
Xie, Biao., Wallace N. Davidson and Peter J. Dadalt, 2003. “Earning Management
and Corporate Governance: The Roles Of The Board and The Audit
Committee”. Journal of Corporate Finance, Vol.9.
Yusuf, Muhammad dan Soraya., 2004, “ Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Praktik Perataan Laba pada Perusahaan Asing dan Non Asing di Indonesia”,
JAAI, Vol. 8, No. 1, Juni, hal. 99-125.

30

http://www.djindexes.com 29 Oktober 2013

http://www.learnbonds.com 28 September 2013

http://ruhcitra.wordpress.com 11 Maret 2013

31

LAMPIRAN-LAMPIRAN

32

LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Daftar Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2011
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

Kode
Saham
ADES
CEKA
FAST
MLBI
PTSP
PSDN
SKLT
STTP
RMBA
HMSP
CNTX
ERTX
PAFI
SSTM
RICY
BATA
SAIP
INRU
POLY
LTLS
AKPI
AMFG
FPNI
TRST
SMCB
SMGR
ALMI
INAI
JKSW
JPRS
LION
TBMS
ARNA
KIAS

Nama Perusahaan
PT Akasha Wira Internasional Tbk.
PT Cahaya Kalbar Tbk.
PT Fast Food Indonesia Tbk.
PT Multi Bintang Indonesia Tbk.
PT Pioneerindo Gourmet Internasional Tbk.
PT Prasidha Aneka Niaga Tbk.
PT Sekar Laut Tbk.
PT Siantar Top Tbk.
PT Bentoel Internasional Investama Tbk.
PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk.
PT Century Textile Industry (CENTEX) Tbk.
PT Eratex Djaja Tbk.
PT Panasia Filament Inti Tbk.
PT Suson Textile Manufacturer Tbk.
PT Ricky Putra Globalindo Tbk.
PT Sepatu Bata Tbk.
PT Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas
Tbk.
PT Toba Pulp Lestari Tbk.
PT Asia Pacific Fiber Tbk.
PT Lautan Luas Tbk.
PT Argha Karya Prima Industry Tbk.
PT Asahimas Flat Glass Tbk.
PT Titan Kimia Nusantara Tbk.
PT Trias Sentosa Tbk.
PT Holcim Indonesia Tbk.
PT Semen Gresik Tbk.
PT Alumindo Light Metal Industry Tbk.
PT Indal Alumunium Industry Tbk.
PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk.
PT Jaya Pari Steel Tbk.
PT Lion Metal Works Tbk.
PT Tembaga Mulia Semanan Tbk.
PT Arwana Citramulia Tbk.
PT Keramik Indonesia Assosiasi Tbk.

Negara asal
perusahaan
Developed
Developed
Emerging
Developed
Developed
Emerging
Emerging
Emerging
Dveloped
Emerging
Developed
Emerging
Developed
Emerging
Emerging
Developed
Emerging
Developed
Developed
Emerging
Emerging
Developed
Developed
Emerging
Developed
Emerging
Emerging
Emerging
Emerging
Developed
Developed
Developed
Developed
Emerging
33

35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50

MLIA
TOTO
KBLI
VOKS
GJTL
GDYR
IMAS
INDS
DVLA
INAF
MERK
PYFA
SCPI
SQBI
TCID
MRAT

PT Mulia Industrindo Tbk.
PT Surya Toto Indonesia Tbk.
PT KMI Wire and Cable Tbk.
PT Voksel Electric Tbk.
PT Gajah Tunggal Tbk.
PT Goodyear Indonesia Tbk.
PT Indo Mobil Sukses Internasional Tbk.
PT Indospring Tbk.
PT Darya-Varia Laboratoria Tbk.
PT Indofarma Tbk.
PT Merck Tbk.
PT Pyridam Farma Tbk.
PT Schering Plough Indonesia Tbk.
PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk.
PT Mandom Indonesia Tbk.
PT Mustika Ratu Tbk.

Emerging
Developed
Emerging
Developed
Developed
Developed
Emerging
Emerging
Developed
Emerging
Developed
Emerging
Emerging
Developed
Developed
Emerging

Sumber : Bursa Efek Indonesia dan Indonesian Capital Market Directory 20072011
LAMPIRAN 2
Uji Normalitas One Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014

34

LAMPIRAN 3
Uji Non-Parametrik Mann-Whitney U Test
Variabel Kepemilikan Manajerial Perusahaan

Variabel Kepemilikan Intitusional Perusahaan

35

Variabel Komposisi Dewan Komisaris Independen Perusahaan

Variabel Negara Asal Perusahaan

Sumber : Data Sekunder Diolah, 2014

36

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama

: Arya Perdhana Putra

Tempat, tanggal lahir

: Salatiga, 28 Agustus 1990

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Golongan Darah

:B

Tinggi / Berat Badan

: 177 cm / 85 kg

Agama

: Katholik

Kota Asal

: Salatiga

Alamat

: Perum Griya Gawe Mukti Jln. G. Slamet 28-30
RT

01/06 Kec. Getasan Kab. Semarang

Email

: aryaperdhanaputra@yahoo.co.id

Pendidikan

: TK Marsudirini Xaverius Salatiga

Pengalaman

(1995-1996)

SD Negeri Salatiga 03

(1996-2003)

SMP Stella MatutinaSalatiga

(2003-2006)

SMA Kristen 1 Salatiga

(2006-2009)

Universitas Kristen Satya Wacana

(2009-2014)

: Sie. Perlengkapan Donor Darah “Dies Emas Fakultas
Ekonomika dan Bisnis” 2009
Satgas Live In The Village “Be The Light Of The
World” 2010
Koordinator Sie. Perlengkapan ATTEX 2011
Sie. Perkaptrans-Kam National Seminar onAccounting
2012

37