BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Problem Posing - BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Problem Posing Sesuai dengan kedudukan pendekatan problem posing merupakan

  langkah awal dari problem solving, maka pembelajaran problem posing juga merupakan pengembangan dari pembelajaran problem solving.Pendekatan

  Problem posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai

  beberapa padanan dalam bahasa Indonesia. Suryanto (1998:1) dan As’ari (2000:4) memadankan istilah problem posing dengan pembentukan soal.

  Sedangkan Sutiarso (1999:16) menggunakan istilah membuat soal, Siswono (1999:7) menggunakan istilah pengajuan soal, dan Suharta (2000:4) menggunakan istilah pengkonstruksian masalah.

  Pendekatan Problem posing memiliki beberapa pengertian. Pertama,

  problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal

  yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka memecahkan soal yang rumit. Kedua, problem

  posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal

  yang telah diselesaikan dalam rangka mencari alternatif pemecahan lain (Silver & Cai, 1996:294). Ketiga, problem posing ialah perumusan soal dari informasi atau situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau setelah penyelesaian suatu soal (Silver & Cai, 1996:523).

  Pada penelitian ini, problem posing yang digunakan adalah perumusan soal yang sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar menjadi lebih sederhana dan dapat dipahami dalam rangka menyelesaikan soal limit fungsi. Penelitian ini menggunakan informasi

  

problem posing yang terstruktur, yaitu informasi berupa soal yang perlu

  diselesaikan oleh siswa. Berdasarkan soal yang diberikan, siswa menyusun informasi dan kemudian membuat soal berdasarkan informasi yang telah disusun. Selanjutnya, soal-soal tersebut diselesaikan dalam rangka mencari penyelesaian sebenarnya dari pertanyaan soal yang diberikan.

  Respon siswa yang diharapkan dari situasi atau informasi problem

  

posing adalah respon berupa soal buatan siswa. Namun demikian, tidak

  tertutup kemungkinan siswa membuat yang lain, misalnya siswa hanya membuat pernyataan. Silver dan Cai mengklasifikasikan respon tersebut menurut jenisnya menjadi tiga kelompok, yaitu pertanyaan matematika, pertanyaan non matematika dan pernyataan.

  Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan pengertian problem posing adalah perumusan atau pembuatan masalah/soal sendiri oleh siswa berdasarkan stimulus yang diberikan.

  Pendekatan problem posing memiliki kelebihan dan kelemahan, adapun kelebihan-kelebihannya antara lain :

  1. Siswa dapat berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pembelajaran yaitu siswa membuat soal dan menyelesaikannya .

  2. Mendidik siswa berpikir secara sistematis,

  3. Mendidik siswa tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan,

  4. Siswa mampu mencari berbagai jalan dari suatu kesulitan yang dihadapi, akan mendatangkan kepuasan tersendiri bagi siswa jika soal yang dibuat tidak mampu diselesaikan oleh kelompok lain,

  5. Siswa akan terampil menyelesaikan soal tentang materi yang diajarkan, dan

  6. Siswa berkesempatan menunjukkan kemampuannya pada kelompok lain.

  Sedangkan kelemahan-kelemahannya antara lain :

  1. Pembelajaran pendekatan problem posing membutuhkan waktu yang lama, dan 2. pelaksanaan kegiatan dalam membuat soal dapat dilakukan dengan baik perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan pemahaman dalam kegiatan belajar terutama membuat soal.

B. Pendekatan Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika

  Mengenai peranan problem posing dalam pembelajaran matematika, Sutiarso (dalam Firdaus, 2010) menjelaskan bahwa problem posing adalah suatu bentuk pendekatan dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada perumusan soal, yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir matematis atau menggunakan pola pikir matematis. Hal ini sejalan dengan English (dalam Firdaus, 2010) yang menjelaskan bahwa problem posing adalah penting dalam kurikulum matematika karena di dalamnya terdapat inti dari aktivitas matematika, termasuk aktivitas di mana siswa membangun masalahnya sendiri. Silver dan Simon (dalam Firdaus, 2010) mengemukakan bahwa beberapa aktivitas problem posing mempunyai tambahan manfaat pada perkembangan pengetahuan dan pemahaman anak terhadap konsep penting matematika (English dalam Firdaus, 2010).

  Brown dan Walter (dalam Firdaus, 2010) menyatakan bahwa pengajuan masalah matematika terdiri dari dua aspek penting, yaitu

  

accepting dan challenging. Accepting berkaitan dengan kemampuan siswa

  memahami situasi yang diberikan oleh guru atau situasi yang sulit ditentukan. Sementara challenging, berkaitan dengan sejauh mana siswa merasa tertantang dari situasi yang diberikan sehingga melahirkan kemampuan untuk mengajukan masalah matematika.

  Silver (dalam Firdaus, 2010) menemukan bahwa pendekatan problem

  

posing merupakan suatu aktivitas dengan dua pengertian yang berbeda

  yaitu:

  1. Proses pengembangan matematika yang baru oleh siswa berdasarkan situasi yang ada.

  2. Proses memformulasikan kembali masalah matematika dengan kata- kata sendiri berdasarkan situasi yang diberikan.

  Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa pendekatan problem posing adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika dimana siswa diminta untuk merumuskan, membentuk dan mengajukan pertanyaan atau soal dari situsi yang disediakan. Situasi dapat berupa gambar, cerita, atau informasi lain yang berkaitan dengan materi pelajaran. Dengan demikian, masalah matematika yang diajukan oleh siswa mengacu pada situasi yang telah disiapkan oleh guru.

C. Pendekatan Problem Posing Terhadap berpikir Kreatif

  Dalam pembelajaran matematika, Problem posing menempati posisi yang strategis. Problem posing dapat menjadikan siswa disiplin dalam matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran matematika. English (1997:172) menjelaskan pendekatan Problem posing dapat membantu siswa dalam mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan kreativitas dalam pemecahan masalah.

  Pendapat di atas melihat bahwa kreativitas sebagai produk berpikir kreatif berkaitan dengan problem posing dan merupakan sarana untuk menilai (mengukur) sekaligus mendorong kemampuan kreatif siswa.

  Dalam pembelajaran dengan menggunakan problem posing aspek yang dinilai adalah pada performance yaitu tingkah laku yang dapat diamati untuk melihat kreativitas belajar siswa. Pendekatan problem posing tidak dapat dilakukan sendiri tanpa metode-metode lain untuk meningkatkan cara berpikir kreatif siswa. Metode yang cocok dengan pendekatan problem posing ini adalah metode penugasan dan metode diskusi kelompok.

  Sebelum memasuki pelajaran berikutnya siswa disuruh untuk membuat resume yang dikerjakan secara individu atau kelompok diluar jam pelajaran, setelah itu membuat pertanyaan yang akan dipresentasikan peserta didik didepan kelas, kemudian digulirkan dalam forum diskusi untuk dikomentari.

D. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Problem Posing

  Pembelajaran dengan pengajuan soal ( Problem Posing ) menurut Menon (dalam Siswono, 2000) dapat dilakukan dengan cara berikut :

  1. Guru mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan membagi siswa menjadi beberapa kelompok

  2. Guru memberikan penjelasan tentang materi yang akan disampaikan dan membimbing siswa untuk membuat sebuah soal tentang materi yang telah disampaikan

  3. Guru memeriksa kevalidan soal yang dibuat oleh siswa dan memberikan soal tersebut kepada kelompok lain untuk diselesaikan secara berkelompok

  4. Mengembangkan dan menyajikan hasil pemecahan masalah dengan masing-masing perwakilan kelompok mempresentasikan jawaban di depan kelas yang akan ditanggapi oleh kelompok lain

  5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Langkah-langkah itu dapat dimodifikasi seperti siswa dibuat berpasangan. Dalam satu pasang siswa membuat soal dengan penyelesaiannya. Soal tanpa penyelesaian saling dipertukarkan antar pasangan lain atau dalam satu pasang. Siswa diminta mengerjakan soal temannya dan saling koreksi berdasar penyelesaian yang dibuatnya.

E. Kemampuan Berpikir Kreatif

  Setiap manusia pada hakikatnya pasti selalu berpikir, namun tingkat keluasan berpikir akan selalu berbeda. Berpikir kreatif dalam menghadapi permasalahan dan situasi tidak akan dimiliki tanpa adanya pengetahuan yang luas. Hal ini merupakan salah satu tuntutan terhadap siswa untuk mampu berpikir lebih kreatif. Berpikir kreatif tidak akan lahir secara tiba- tiba tanpa adanya kemampuan. Keingintahuan yang tinggi dan diikuti dengan keterampilan dalam membaca seperti yang diungkapkan oleh Porter dan Hernacki (Uno:2011:163) bahwa seseorang yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coba bertualang serta intuitif.

  Dalam pendidikan upaya untuk mengembangkan kemampuan berpikir terdiri dari tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Suryobroto (2009:205) Aspek kepribadian peserta didik yang menjadi sasaran utama adalah sisi kognitif dan afektif. Hal-hal yang termasuk dalam sisi afektif adalah kemampuan peserta didik dalam menerima, merespon, menghargai, mengorganisasikan, sampai dengan tingkah laku. Sedangkan, dari sisi kognitif menghendaki peserta didik untuk megajukan pertanyaan- pertanyaan dan mampu memecahkan permasalahan dengan cara yang berbeda.

   Dalam mendefenisikan kreativitas beberapa rumusan telah

  dikemukakan oleh para ahli. Namun tidak ada defenisi yang seragam yang dapat diterima oleh berbagai pihak. Kreativitas diartikan menurut meraka masing-masing.

  Kreatif menurut Uno (2011:154) dapat diidentifikasi menjadi beberapa, yaitu : a. Kreatif sering digambarkan dengan kemampuan berpikir kritis dan banyak ide, serta banyak gagasan.

  b. Orang kreatif melihat yang sama, tetapi melaui cara berpikir yang beda.

  c. Kemampuan menggabungkan sesuatu yang belum pernah tergabung sebelumnya.

  d. Kemampuan untuk menemukan atau mendapatkan ide dan pemecahan baru.

  Menurut Rogers (Utami Munandar:18) menekankan bahwa kreatif adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan untuk mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan. Clark Moustakis (1967) seorang psikologis humanistik menyatakan bahwa kreatif adalah pengalaman mengekspresikan dan mengaktualisasikan identitas individu dalam bentuk terpadu dalam hubungan dengan diri sendiri, dengan alam, dan dengan orang lain.

  Munandar (2009) mengajukan beberapa defenisi yang merupakan kesimpulan dari beberapa defenisi-defenisi yang dirumuskan oleh para ahli : Pertama : kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi atau unsur yang ada. Dalam hal ini kreativitas ditekankan pada produk kreatif yaitu hasil daya cipta yang merupakan kombinasi (gabungan) dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya yang diperoleh dari pengalaman dibangku sekolah maupun yang dipelajari dalam keluarga dan masyarakat.

  Kedua : kreativitas ( berpikir kreatif) adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban.

  Ketiga : secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran. Keluwesan dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, dan memperinci) suatu gagasan.

  Amin (1987) menyimpulkan bahwa komponen kemampuan berpikir kreatif yang paling besar berhubungan cara seseorang dalam memecahkan masalah adalah influency (kemampuan berpikir lancar). Dimana seseorang mampu mencetuskan banyak jawaban, gagasan, penyelesaian masalah dan pertanyaan. 1) Kemampuan berpikir lancar (influency)

  Kemampuan berpikir lancar berarti kemampuan untuk memunculkan ide-ide secara cepat dan ditekankan pada kuantitas dengan kata lain kemampuan untuk menghasilkan banyak gagasan, jawaban dan pertanyaan, bukan berarti segi kualitas di abaikan. Menurut Amin (1987) kemampuan berpikir lancar merupakan kemampuan mengemukakan ide-ide yang serupa untuk memecahkan suatu masalah. Sementara itu Munandar (2009) mendefinisikan kemampuan berpikir lancar sebagai berikut : a) Mencetuskan banyak jawaban, gagasan, penyelesaian masalah dan pertanyaan.

  b) Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.

  c) Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban. Siswa yang mempunyai kemampuan berpikir lancar berperilaku sering mengajukan banyak pertanyaan atau menjawab suatu pertanyaan dengan sejumlah jawaban. Dalam bekerja siswa ini lebih banyak menyelesaikan pekerjaan jika dibandingkan dengan siswa lain, misalnya melakukan praktikum, kemudian jika terjadi suatu kesalahan dan kekurangan pada suatu objek atau situasi siswa ini cepat mengetahuinya.

  2) Kemampuan berpikir luwes (flexibelity) Kemampuan berpikir luwes adalah kemampuan untuk memberikan sejumlah jawaban yang bervariasi atas suatu pertanyaan dan dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang Munandar (2009). Lebih lanjut lagi Munandar mendefenisikan kemampuan berpikir luwes sebagai berikut : a) Menghasilkan gagasan, jawaban dan pertanyaan yang bervariasi.

  b) Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda- beda.

  c) Mampu mengubah cara pendekatan atau pemikiran.

  Supriadi (1996) menjelaskan bahwa untuk tujuan riset mengenai berpikir kreatif, kreativitas (sebagai produk berpikir kreatif) sering dianggap terdiri dari dua unsur, yaitu kefasihan dan keluwesan (fleksibilitas). Kefasihan ditunjukkan dengan kemampuan menghasilkan sejumlah besar gagasan pemecahan masalah secara lancar dan cepat. Keluwesan mengacu pada kemampuan untuk menemukan gagasan yang berbeda-beda dan luar biasa untuk memecahkan suatu masalah.

  Siswa yang memiliki kemampuan berpikir luwes dapat memberikan bermacam-macam penafsiran terhadap suatu gambar atau masalah.

  Menerapkan suatu konsep atau azas dengan cara yang berbeda-beda untuk menyelesaikan suatu masalah.

  3) Kemampuan berpikir orisinal (originalitas) Kemampuan berpikir orisinal adalah kemampuan memberikan respon- respon yang unik atau luar biasa (Amin, 1985). Lebih lanjut Munandar

  (2009) memberikan beberapa definisi untuk kemampuan berpikir orisinal sebagai berikut: a) Mampu melahirkan ungkapan yang baru.

  b) Mampu melahirkan ungkapan yang unik.

  c) Mampu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim pada bagian-bagian atau unsur-unsur.

  Munandar mengatakan bahwa berpikir orisinal berkaitan dengan hasil belajar. Pengertian berpikir orisinal ini lebih menfokuskan pada proses individu untuk memunculkan ide baru yang merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum diwujudkan atau masih dalam pemikiran.

  Siswa yang mempunyai kemampuan berpikir orisinil memiliki perilaku diantaranya memikirkan masalah-masalah yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru. Dalam hal ini siswa juga lebih mengembangkan kemampuan berpikir orisinilnya kedalam kehidupan sehari-hari dan memikirkan kemungkinan penggunaannya. 4) Kemampuan berpikir memperinci (elaborate)

  Kemampuan berpikir memperinci adalah kemampuan untuk membumbui atau menghiasi cerita, sehingga nampak lebih kaya (Munandar, 2009). Lebih lanjut lagi Munandar memberikan beberapa defenisi tentang berpikir memperinci yaitu :

  (a) Mengembangkan suatu gagasan. (b)

  Menambah dan memperkaya gagasan (c)

  Memperinci detail-detail atau memperinci suatu objek atau gagasan sehingga menjadi menarik.

  Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan aspek afektif yaitu aktivitas/respon siswa melalui program operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi aspek afektif pada satuan pendidikan yang untuk selanjutnya diperkuat dengan 8 aspek hasil kajian empirik pusat kurikulum. Berdasarkan aspek afektif berikut indikator aktivitas/respon siswa dan deskriptornya :

  1) Kerja keras

  Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. Deskriptor:

  a. Tidak putus asa menghadapi kesulitan dalam mempelajari matematika b. Teliti, cermat dan hati

  • – hati dalam mengerjakan tugas yang diberikan

  2) Kreatif

  Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Deskriptor:

  a. Memberikan tanggapan lain untuk mempermudah menyelesaikan suatu permasalahan b. Menunjukkan kekuatan dan kelemahan suatu pemecahan atau penyelesaian masalah. 3)

  Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

  Deskriptor:

  a. Menyelesaikan tugas individu yang diberikan dengan ide sendiri

  b. Tidak bergantung pada orang lain atau guru dalam menyelesaikan tugas kelompok 4)

  Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

  Deskriptor:

  a. Menyampaikan pendapat mengenai suatu materi b.Memberikan kesempatan kepada kelompok lain untuk menyampaikan pendapat

  5) Rasa Ingin Tahu

  Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar. Deskriptor : a.

  Berupaya mencari sumber belajar lain tentang konsep atau masalah yang dipelajari.

  b.

  Menanyakan pembuktian dari teorema atau rumus yang sedang di pelajari 6)

  Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. Deskriptor :

  a. Menghargai hasil pekerjaan teman

  b. Memperhatikankan dengan tertib presentasi dari kelompok lain 7)

  Semangat Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. Deskriptor :

  a. Tidak memilih

  • – milih teman dalam membentuk kelompok belajar
  • – b. Membantu teman yang kesulitan belajar dengan tidak membeda bedakan suku, agama dan jenis kelamin

  8) Bersahabat/Komunikatif

  Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. Deskriptor :

  a. Mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas

  b. Menyampaikan pendapat dalam diskusi kelompok atau diskusi kelas

F. Kajian Materi Limit Fungsi 1. Pengertian Limit Fungsi di Satu Titik a.

  Pengertian Limit Secara Intuisi Misalnya fungsi f (x ) terdefinisi di sekitar x  , tetapi boleh tidak c terdefinisi pada x  . c Secara intuisi dikatakan bahwa lim f ( x )  L untuk x dekat tetapi xc berlainan dari c maka f (x ) dekat ke L (atau f ( x )  L , bila x  ) c b.

  Pengertian Limit Secara Eksak Jika lim f ( x )  L (atau f ( x )  L , bila x  ), maka untuk setiap c xc

    yang diberikan (betapapun kecilnya) terdapat   sedemikian

  sehingga f ( x )  L   dengan syarat  xc   , yaitu

   xc   f ( x )  L   

2. Sifat-sifat Limit Fungsi di Satu Titik

  lim k k

  a.  xc

  lim x c

  b.  xc

  lim ( ) lim ( )

  c. k f xk f x xc xc

  d. lim f ( x )  g ( x )  lim f ( x )  lim g ( x )

    x c x c x c    e. lim f ( x ) g ( x ) lim f ( x ) lim g ( x )

     xc xc xc  

  f. lim f ( x ) g ( x ) lim f ( x ) lim g ( x )

     xc xc xc  

  lim f ( x )

  f ( x ) xc

  g. lim  , dengan lim g ( x )  xc xc

  g ( x ) lim g ( x ) x c nn

  lim f ( x )  lim f ( x )

  h.   x c x c  

    3.

   Pengertian Limit Fungsi di Tak Berhingga

  (i) Misalkan f adalah suatu fungsi yang terdefinisi pada setiap nilai pada selang ( c ,  ) . Limit dari f (x ) bilamana x membesar tanpa batas adalah L , ditulis lim f ( x ) L , artinya nilai fungsi (x ) dapat dibuat x  f sedekat mungkin ke L asalkan nilai x cukup besar.

  (ii) f adalah suatu fungsi yang terdefinisi pada setiap nilai Misalkan pada selang (   , c ) . Limit dari f (x ) bilamana x mengecil tanpa batas

  f x L

  adalah L , ditulis lim ( )  , artinya nilai fungsi f (x ) dapat dibuat x    sedekat mungkin ke L asalkan nilai x cukup kecil.

4. Teorema Limit di Tak Berhingga

  1

  a. lim  x   n

  x

  , n

   n genap

  b. lim x   , x  

   

  ,   n ganjil

    c. lim k k x    d. lim k f ( x ) k lim f ( x ) x   x    e. lim f ( x ) g ( x ) lim f ( x ) lim g ( x )

     x   x   x    

  f. lim f ( x ) g ( x ) lim f ( x ) lim g ( x )

     x   x   x    

  g. lim f ( x ) g ( x ) lim f ( x ) lim g ( x )

     x   x   x    

  lim f ( x )

  f ( x ) x  

  h. lim  , dengan lim g ( x )  x   x  

  g ( x ) lim g ( x ) x n  

n

  lim f ( x )  lim f ( x ) i.   x x  

      n f x dengan f xbilamana n genap atau

lim ( ) , lim ( ) , ,

x   x   j. f x bilamana n ganjil lim ( )  , x

 

  1

  k. jika f xmaka   x   x   lim ( ) , lim

  f x ( )

  1

  l. jika f x   makax   x   lim ( ) , lim

  f x ( )

G. Kajian Penelitian Terdahulu yang Relevan

  Ada beberapa penelitian yang terdahulu yang dijadikan referensi bagi peneliti, diantaranya yaitu:

  1. Berdasarkan penelitian oleh Tanti Diyah Rahmawati (2010) yang berjudul Kompetensi Berpikir Kritis dan Kreatif Dalam Pemecahan Masalah Matematika di SMP Negeri 2 Malang bahwa kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan kreatif di SMP Negeri 2

  Malang khususnya kelas VII-E tergolong cukup baik dengan rata-rata persentase berpikir kritis 56% dan berpikir kreatif 54% dan kemampuan pemecahan masalah matematika di SMP Negeri 2 Malang tergolong kategori cukup baik dengan persentase 64%, tetapi peserta didik banyak mengalami kesulitan dalam tahap penyelesaian masalah dan memeriksa kembali jawaban dilihat dari rata-rata persentase peserta didik dalam menyelesaikan masalah 46% dan memeriksa kembali jawaban 40%.

  2. Berdasarkan penelitian oleh Francisca (2006) yang berjudul Pengaruh

  Problem Posing Terhadap Kemampuan Matematika Siswa Kelas VIII

  SMP Frater Xaverius I Palembang bahwa hasil analisis data tes terjadi peningkatan hasil belajar yaitu 36,6 % dari hasil analisa data Problem

  Posing yang dibuat siswa di kategorikan baik. Berdasarkan daftar

  kontigensi antara Problem Posing yang di buat siswa dengan kemampuan matematika terdapat pengaruh yang signifikan antara kedua variabel tersebut. Saran kepada para guru matematika dapat menerapkan pendekatan Problem Posing dalam pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan matematika siswa.

  3. Berdasarkan penelitian oleh Tafsillatul Mufida Asriningsih (2012) yang berjudul Pembelajaran problem posing untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VII H SMPN 11 Malang bahwa peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa pada materi garis dan sudut ditunjukkan dengan persentase kemampuan berpikir kreatif siswa secara klasikal pada akhir siklus I adalah 73% sedangkan pada akhir siklus II persentase kemampuan berpikir kreatif siswa secara klasikal meningkat menjadi 83%. Berarti bahwa pembelajaran

  problem posing dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa.

  4. Berdasarkan penelitian oleh Jamaliatul Badriyah (2010) yang berjudul Penerapan problem posing pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas VIII-C SMPN

  4 Malang bahwa pada akhir siklus II presentase kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat dan mencapai 60% serta sudah tidak ada lagi siswa dengan kemampuan berpikir kreatif pada tingkat 1 (tidak kreatif). Ini berarti terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa. Dari hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa langkah- langkah pembelajaran problem posing yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa meliputi siswa secara individu membuat soal berdasarkan situasi yang diberikan guru dan menjawab soal yang telah mereka buat sendiri, kemudian mereka berkelompok mendiskusikan pertanyaan dan jawaban yang telah dibuat oleh masing-masing anggota, kemudian mereka menukarkan soal yang telah mereka buat kepada kelompok lain dan mendiskusikannya.

  5. Berdasarkan penelitian oleh Tri Yanda Ramayanti (2010) yang berjudul Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Kooperatif dengan

  Problem Posing di kelas VIII SMP 10 Palembang bahwa hasil analisis data hasil belajar yang menunjukan nilai rata-rata hasil belajar siswa adalah 76,76 yang termasuk dalam kategori tuntas dengan persentase ketuntasan 86,49 % siswa tuntas. Sehingga dapat dikatakan pembelajaran matematika setelah penerapan Problem Posing dapat membuat hasil belajar siswa lebih baik. Dari beberapa hasil penelitian di atas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa pendekatan Problem Posing mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam pembelajaran matematika.

H. Hipotesis

  H = ada pengaruh signifikan antara pendekatan Problem Posing terhadap

  a

  kemampuan berpikir kreatif siswa di kelas XI Madrasah Aliyah Negeri 2 Palembang

  H = tidak ada pengaruh signifikan antara pendekatan Problem Posing terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa di kelas XI Madrasah Aliyah Negeri 2 Palembang

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN TEORITIS - Perbandingan Pendekatan Lingkungan Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan DI Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Tumbuhan Paku Di SMA Muhammadiyah Tumbang Samba Tahun Ajaran 2013/2014. - Digital Library IAIN Palan

0 0 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian - Perbandingan Pendekatan Lingkungan Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan DI Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Tumbuhan Paku Di SMA Muhammadiyah Tumbang Samba Tahun Ajaran 2013/2014. - Dig

0 0 18

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian - Perbandingan Pendekatan Lingkungan Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan DI Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Tumbuhan Paku Di SMA Muhammadiyah Tumbang Samba Tahun Ajaran 201

0 0 12

A. Research Type - The Implementation Of Using Flash Card In Teaching Writing Recount Text At The Eighth Grade Students Of MTs An Nur Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 10

A. Writing a. The Nature of Writing - The Implementation Of Using Flash Card In Teaching Writing Recount Text At The Eighth Grade Students Of MTs An Nur Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 27

Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan “Teh Poci” Berdasarkan Nilai MPN Coliform diKecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan “Teh Poci” Berdasarkan Nilai MPN Coliform diKecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 1 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik 1. Air minum olahan - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan “Teh Poci” Berdasarkan Nilai MPN Coliform diKecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 19

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan “Teh Poci” Berdasarkan Nilai MPN Coliform diKecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 16

BAB V PEMBAHASAN A. Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan “Teh Poci” Dikecamatan Jekan Raya Palangka Raya - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan “Teh Poci” Berdasarkan Nilai MPN Coliform diKecamatan Jekan Raya Kota Palangka Raya - Digital Library IAIN

0 0 13