Makalah Tugas Akhir Kultur Jaringan

Makalah Pengantar Bioteknologi
Semester Ganjil Tahun Akademik 2013/2014

KULTUR JARINGAN
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas
Pengantar Bioteknologi

Oleh :
KELOMPOK III
AGUS SARA

11081040100

DESY AFRIANI L.

1108104010030

HANNY HERZEGOVINA

11081040100


HILMINA ITAWARNEMI

11081040100

IRMA SURYANI

0908104010002

LIZA FADHILLAH

1108104010044

MAISARATY

1108104010008

OVI JULIANA

1108104010043


SANTI MAILIA A.

1108104010025

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH
OKTOBER, 2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Pengantar Bioteknologi yang
berjudul “Kultur Jaringan”. Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW yang telah merubah paradigma berpikir umat manusia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Rosnizar, M.Si atas bimbingan
sehingga penulis dapat melaksanakan makalah ini dengan baik dan benar. Semoga segala
bantuan dan doa yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak dijumpai kekurangan dan kesilapan,

untuk itu penulis sangat mengharapkan saran serta kritikan yang bersifat membangun,
sehingga kekurangan tersebut tidak terulang lagi pada hari-hari yang akan datang. Harapan
penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
masyarakat luas.

Banda Aceh, Oktober 2013

(Penulis)

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .....................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................

i
ii

BAB I


PENDAHULUAN ..........................................................................
1.1. Latar Belakang
1.2. Rumusan Masalah......................................................................
1.3. Tujuan Makalah..........................................................................

1

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................
2.1. Pengertian dan Prinsip Dasar Kultur Jaringan............................
2.2. Tipe-Tipe Kultur Jaringan...........................................................
2.3. Keterkaitan antara Totipotensi dan Kultur Jaringan, serta .........
Perbedaan Perbanyakaan Alami dalam Kultur Jaringan.............
2.4. Peralatan dan Fasilitas dalam Kultur Jaringan............................
2.5. Metode-Metode Pelaksanaan dan Tahapan dalam Kultur
Jaringan.......................................................................................
2.6. Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi pada Kultur
Jaringan dan Kendala serta Masalah yang Terjadi dalam
Kultur Jaringan...........................................................................
2.7. Kelebihan dan Kekurangan Kultur Jaringan


3
3
4

BAB III KESIMPULAN.................................................................................
3.1. Kesimpulan.................................................................................

15
15

DAFTAR KEPUSTAKAAN ..........................................................................

16

BAB I
PENDAHULUAN

1
2


4
7
8
9

1.1. Latar Belakang
Perbanyakan tanaman dalam jumlah besar dan dalam waktu yang singkat dan
tempat terbatas sangat dibutuhkan dalam upaya peningkatan kualitas pertanian. Kultur
jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Dengan metode
kultur jaringan dapat dihasilkan tanaman baru secara in vitro dengan jumlah yang tidak
terbatas, yang menjadi dasar dari teknik kultur jaringan ini adalah kemampuan sel suatu
tanaman yang dapat tumbuh menjadi tanaman sempurna apabila ditempatkan di lingkungan
yang tepat. Kemampuan sel tanaman yang seperti ini disebut dengan totipotensi sel, yaitu
kemampuan sel untuk beregenerasi menjadi tanaman lengkap kembali.
Bagian dari tanaman yang dapat dikulturkan (diperbanyak) adalah daun muda, mata
tunas, ujung akar, keping biji dan bagian lainnya yang bersifat meristematik, yaitu mudah
tumbuh dan berkembang. Bagian-bagian tubuh tanaman tersebut dikulturkan dan
ditumbuhkan kembali dalam kondisi aseptik (steril) yang kaya nutrisi dan zat pengatur
tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat
memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Beberapa jenis tanaman

yang belakangan ini dilakukan perbanyakan secara kultur jaringan adalah anggrek, daun
dewa, krisan dan manggis.
Perkembangan teknologi yang semakin maju, maka dengan demikian melalui teknik
kultur jaringan dapat dilakukan perbanyakan tanaman. Metode pembuatan kultur jaringan
ada faktor penentunya yaitu media. Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan
dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis
tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam
mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar,
gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik
jenisnya maupun jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan
karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari varietas unggul yang jumlahnya
sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan. Pada tanaman
perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih menguntungkan karena

sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan dalam waktu yang singkat bibit dapat
diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit. Kultur jaringan adalah metode
perbanyakan vegetatif dengan menumbuhkan sel, organ atau bagian tanaman dalam media
buatan secara steril dengan lingkungan yang terkendali.
Oleh karena itu, penulisan makalah ini sangatlah diperlukan guna untuk

memberikan informasi kepada masyarakat tentang aspek-aspek mengenai kultur jaringan.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1.
Bagaimana pengertian dan prinsip dasar dalam kultur jaringan ?
2.
Bagaimana tipe-tipe dari kultur jaringan?
3.
Bagaimana keterkaitan antara totipotensi dan kultur jaringan, serta perbedaan
4.
5.
6.

perbanyakaan alami dalam kultur jaringan?
Apa saja peralatan dan fasilitas dalam kultur jaringan?
Bagaimana metode-metode pelaksanaan dan tahapan dalam kultur jaringan?
Apa saja yang mempengaruhi regenerasi pada kultur jaringan,, serta apa saja

7.


kendala dan masalah yang terjadi didalam kultur jaringan?
Apa saja kelebihan dan kekurangan didalam kultur jaringan?

1.3. Tujuan Makalah
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah:
1.
Mengetahui pengertian dan prinsip dasar dalam kultur jaringan ?
2.
Mengetahui tipe-tipe dari kultur jaringan?
3.
Mengetahui keterkaitan antara totipotensi dan kultur jaringan, serta perbedaan
4.
5.
6.

perbanyakaan alami dalam kultur jaringan?
Mengetahui peralatan dan fasilitas dalam kultur jaringan?
Mengetahui metode-metode pelaksanaan dan tahapan dalam kultur jaringan?
Mengetahui apa saja yang mempengaruhi regenerasi pada kultur jaringan dan apa


7.

saja kendala dan masalah yang terjadi didalam kultur jaringan?
Mengetahui kelebihan dan kekurangan didalam kultur jaringan?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Pengertian dan Prinsip Kultur Jaringan
Kultur jaringan bila diartikan ke dalam bahasa Jerman disebut Gewebe kultur atau

tissue culture (Inggris) atau weefsel kweek atau weefsel cultuur (Belanda). Kultur jaringan
adalah metode yang sangat diperlukan dalam perbaikan tanaman non-konvensional.
Kelebihan lain dari teknik ini yaitu jumlah perolehan tanaman baru hasil kultur jaringan ini
banyak, serta lebih aman dari serangan virus dan dalam waktu yang relatif singkat.

Kultur jaringan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuat bagian
tanaman (akar, tunas, jaringan tumbuh tanaman) tumbuh menjadi tanaman utuh (sempurna)
dikondisi invitro (di dalam gelas). Keuntungan dari kultur jaringan lebih hemat tempat,

hemat waktu, dan tanaman yang diperbanyak dengan kultur jaringan mempunyai sifat sama
atau seragam dengan induknya. Contoh tanaman yang sudah lazim diperbanyak secara
kultur jaringan adalah tanaman anggrek.
Perbanyakan tanaman dengan kultur in vitro telah banyak diusahakan secara
komersial di negara maju seperti Amerika, Jepang, dan Eropa. Pemanfaatan teknologi
tersebut untuk pengadaan bibit pada awalnya berdasarkan hasil percobaan Morel tahun
1960 pada anggrek Cymbidium. Dalam waktu yang singkat dari bahan tanaman yang
sangat terbatas dapat dihasilkan bibit dalam jumlah yang banyak. Keberhasilan tersebut
mendorong dimanfaatkannya in vitro sebagai teknologi perbanyakan yang banyak
memberikan keunggulan daripada teknologi konvensional.
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif.
Menurut George dan Sherrington (1984) dan Yusnita (2003), kultur jaringan tanaman
merupakan teknik menumbuh kembangkan bagian tanaman baik berupa sel, jaringan atau
organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan
tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta
menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi
dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian
tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Meskipun
pada prinsipnya semua sel dapat ditumbuhkan, sebaiknya dipilih bagian tanaman yang
masih muda dan mudah tumbuh seperti anakan atau mata tunas.
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan
menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di
tempat steril. Penggunaan kultur jaringan untuk pembiakan klonal didasarkan pada
anggapan bahwa jaringan secara genetik tetap stabil jika dipisahkan dari tumbuhan induk
dan ditempatkan dalam kultur. Pendapat ini sebahagian besar berlaku jika tumbuhan
dibiakkan dengan kuncup ketiak atau tunas liar yang secara langsung dipisahkan dari
tanaman. Walaupun demikian, apabila tunas terbentuk dari jaringan kalus, sering terjadi

penyimpangan (Chaleff, 1984).
Pada prinsipnya kultur jaringan merupakan dua kegiatan utama: yang pertama yaitu
mengisolasi atau memisahkan bagian tanaman dari tanaman induk dan yang ke dua yaitu
menumbuhkan dan mengembangkan bagian tanaman tersebut di dalam media yang
kondisinya steril dan mampu mendorong pertumbuhan bagian tanaman menjadi tanaman
yang sempurna. Dasar dari metode tersebut adalah teori Schwan dan Schleiden yang
mempunyai konsep “totipotency” (total genetic potential), yang artinya: setiap sel
mempunyai potensi genetik yang menurunkan tanaman baru yang sama seperti induknya,
atau setiap sel tanaman akan menjadi tanaman lengkap jika ditumbuhkan pada media yang
sesuai. Perbanyakan tanaman melalui metode atau teknik kultur jaringan dapat
menghasilkan tanaman yang serupa dengan induknya atau tanaman yang mempunyai sifat
baru dari tanman induknya. Hal ini tergantung dari tujuan dan teknik yang dilakukan.
Bagian yang diisolasi dan ditumbuhkan jika berasal dari bagian vegetatif maka akan
menghasilkan tanaman yang serupa dengan induknya, sedangkan jika berasal dari bagian
generatif maka akan menghasilkan tanaman yang mempunyai sifat berbeda dengan
tanaman induknya.
Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak tanaman,
khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang
dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai
sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga
tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah
besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan
tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Pierik (1987) menyatakan bahwa dalam upaya perbanyakan melalui kultur jaringan
untuk tujuan komersial maka jumlah bibit yang dihasilkan harus dalam jumlah banyak.
Produksi bibit dalam jumlah terbatas menyebabkan biaya produksi tinggi karena teknik
kultur jaringan memerlukan suatu laboratorium dengan segala perlengkapannya yang
membutuhkan biaya tinggi. Dengan demikian, metode perbanyakan yang digunakan
merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan baik ditinjau dari segi
biaya, kestabilan genetik, dan faktor multiplikasi yang tinggi.

2.2.

Tipe-Tipe Kultur Jaringan

A. Kultur Biji (seed culture)
Kultur biji merupakan kultur yang bahan tanamannya menggunakan biji atau
seedling.
B. Kultur Organ (organ culture)
Kultur organ merupakan budidaya yang bahan tanamnya menggunakan organ
seperti: ujung akar, pucuk aksilar, pucuk daun, helaian daun, buah muda, buku batang, akar,
dan lain-lain.
C. Kultur Kalus (callus culture)
Kultur kalus merupakan kultur yang menggunakan jaringan (sekumpulan sel),
biasanya beberapa jaringan parenkim sebagai bahan eksplannya. Dalam perbanyakan
mikro, produksi kalus biasanya dihindari karena dapat menimbulkan variasi dan, terutama
pada zona perakaran, mengakibatkan diskontinyuitas dengan sitem berkas pengangkut
utama. Kadang – kadang eksplan menghasilkan kalus, bukan tunas baru, khususnya jika
diberikan hormon dengan konsentrasi tinggi pada media. Dalam hal lain, kalus sengaja
diinduksi karena potensinya untuk produksi massal plantlet baru. Faktor pembatasnya
adalah sulitnya menginduksi inisiasi tunas baru, terutama pada tanaman berkayu dan
tingginya kejadian mutasi somatik.
Potensi terbesar penggunaan kultur kalus adalah dimana sel-sel kalus dapat
dipisahkan dan diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatic. Secara
morphologi, embryo ini mirip dengan yang ada pada biji, tapi tidak seperti embrio biji,
mereka secara genetik bersifat identik dengan tanaman tetua, jadi, segregasi seksual materi
genetik tidak terjadi. Karena 1 milimeter kalus berisi ribuan sel, masing-masing memiliki
kemampuan untuk membentuk embrio, sehingga kecepatan multiplikasi sangat tinggi.
Kultur kalus dapat dilakukan pada media cair dan embrio berkembang sebagai individu
terpisah, sehingga penanganan kultur relatif mudah.
Berikut secara umum aplikasi kultur kalus :


Dalam beberapa hal, perlu fase pertumbuhan kalus sebelum regenerasi via somatic
embryogenesis atau organogenesis



Untuk menghasilkan varian somaklonal (genetic atau epigenetic)



Sebagai bahan awal kultur protoplast dan kultur suspensi and suspension cultures



Untuk produksi metabolit sekunder



Digunakan untuk seleksi in vitro

D. Kultur Suspensi Sel (suspension culture)
Kultur suspense sel merupakan kultur yang menggu-nakan media cair dengan
pengocokan yang terus menerusmenggunakan shaker dan menggunakan sel atau agregat sel
sebagai bahan eksplannya, biasanya eksplan yang digunakan berupa kalus atau jaringan
meristem.
E. Kultur protoplasma (protoplasm culture)
Kultur protoplasma menggunakan eksplan sel yang telah dilepas bagian dinding
selnya mengguanakan batuan enzim. Protoplas diletakkan pada media padat dibiarkan agar
membelah diri dan membentuk dinding selnya kembali. Kultur protoplas biasanya untuk
keperluan hibridisasi somatik atau fusi sel soma (fusi 2 protoplas baikintraspesifik maupun
interspesifik).
F. Kultur haploid
Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian reproduktif tanaman, yakni
kepala sari/anther (kultur anther/kultur mikospora), tepung sari/pollen (kultur ovule),
sehingga dapat dihasilkan tanaman haploid.
G. Kultur Meristem
Istilah meristem seringkali digunakan untuk menyebutkan ujung tunas dari tunas
apikal atau lateral. Meristem sebenarnya adalah apikal dome dengan primordia daun
terkecil, biasanya berdiameter kurang dari 2 mm. Keuntungan penggunaan meristem adalah
kemungkinan besar bebas dari pathogen internal (misalnya untuk eradikasi virus) dan
meminimalisasi terjadinya variasi kimera pada kultur. Kerugian utamana adalah sangat
rentan terhadap kerusakan dan memerlukan pengerjaan yang sangat detil/teliti di bawah
mikroskop.

Prasyarat

kultur

sama

dengan

eksplan

yang

lebih

besar,

hanya

ketidakberhasilan kultur awal mungkin cukup tinggi.
Berikut aplikasi kultur meristem secara umum:


Produksi tanaman bebas virus



Produksi massal genotype dengan karakteristik yang diinginkan



Memfasilitasi pertukaran eksplan antar lokasi (produksi bahan tanaman yang bersih)



Cryopreservation (penyimpanan pada suhu -198oC) atau konservasi plasma nutfah
secara in vitro.

2.3.

Keterkaitan antara Totipotensi dan Kultur Jaringan, Serta Perbedaan
Perbanyakaan Alami dalam Kultur Jaringan
Kultur jaringan sebenarnya memanfaatkan sifat totipotensi yang dimiliki oleh sel

tumbuhan. Totipotensi yaitu kemampuan setiap sel tumbuhan untuk menjadi individu yang
sempurna.
Landasan kultur jaringan didasarkan atas tiga kemampuan dasar dari tanaman,
yaitu:
A.

Totipotensi adalah potensi atau kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman secara utuh jika distimulasi dengar benar dan
sesuai. Implikasi dari totipotensi adalah bahwa semua informasi tentang
pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme terdapat di dalam sel.
Walaupun secara teoritis seluruh sel bersifat totipotensi, tetapi yang
mengekspresikan keberhasilan terbaik adalah sel yang meristematik.

B.

Rediferensiasi adalah kemampuan sel-sel masak (mature) kembali menjadi ke
kondisi meristematik dan dan berkembang dari satu titik pertumbuhan baru yang
diikuti oleh rediferensiasi yang mampu melakukan reorganisasi manjadi organ
baru.

C.

Kompetensi menggambarkan potensi endogen dari sel atau jaringan untuk
tumbuh dan berkembang dalam satu jalur tertentu. Cantohnya embrioagenikali
kompeten cel adalah kemampuan untuk berkembang menjadi embrio funsional
penuh. Sebaliknya adalah non-kompeten atau morfogenetikali tidak mempunyai
kemampuan.
Pada teknik ini hanya dibutuhkan bagian tubuh dari tanaman. Misalnya batang

hanya seluas beberapa millimeter persegi saja. Jaringan yang kamu ambil untuk dikultur
disebut eksplan. Biasanya, yang dijadikan eksplan adalah jaringan muda yang masih

mampu membelah diri. Misalnya ujung batang, ujung daun, dan ujung akar. Kultur jaringan
adalah suatu cara memperbanyak tanaman dari sel atau jaringan tanaman dewasa sehingga
diperoleh individu baru yang sempurna. Dasar dari kultur jaringan adalah suatu sifat yang
dimiliki tumbuhan yang disebut totipotensi.
Sifat totipotensi adalah kemampuan sel yang apabila diletakkan dalam lingkungan
yang sesuai dapat tumbuh menjadi individu baru yang sempurna. Untuk itu diperlukan
medium yang tepat untuk pertumbuhan sel, yaitu medium yang mengandung nutrisi dan
hormon tumbuh. Selain kondisi steril, kedua hal tersebut adalah kunci pokok bagi
keberhasilan kultur jaringan. Totipotensi pertama kali dikemukakan oleh G. Haberlandt,
seorang ahli fisiologi Jerman, kemudian oleh F.C. Steward berhasil dibuktikan totipotensi
dari satu sel wortel yang dikultur pada medium tertentu dan menghasilkan tanaman wortel
yang utuh dan lengkap.
Perbedaan perbanyakan alami dengan kultur jaringan Alami :
 Perbanyakan alami :
 Nutrisi diperoleh secara alami dari dalam tanah
 Tanaman dapat membuat makanannya sendiri (autotrof)
 Sumber tanaman harus cukup umur
 Fotosintesis dengan bantuan matahari
 Ada musim hujan dan kemarau yang tidak terkendali
 Kultur Jaringan:
 Media terbuat dari nutrisi kimia
 Tanaman tidak membuat makanannya sendiri
 Sumber tanaman sedikit
 Fotosintesis dengan cahaya lampu
 Tidak dipengaruhi musim
2.4.

Peralatan dan Fasilitas dalam Kultur Jaringan
Alat-alat yang dipakai dalam penanaman kultur jaringan harus dalam keadaan steril.

Alat-alat logam dan gelas dapat disterilkan dalam autoklaf. Alat tanam seperti: pinset dan
gunting dapat juga disterilkan dengan pembakaran atau dengan pemanasan dalam
bacticinerator khusus untuk scapel, gagangnya dapat disterilkan dengan pemanasan namun
pisaunya dapat menjadi tumpul bila dipanaskan dalam temperatur tinggi. Oleh karena itu
untuk bladenya dianjurkan cara sterilisasi dengan pencelupan dalam alkohol atau larutan

kaporit, kemudian kertas saring, petridish, botol-botol kosong, jarum, pipet, dan
sebagainya.
Peralatan kultur jaringan juga terdiri atas Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), alat
ini letaknya di ruang penabur, yaitu ruang yang selalu harus dalam keadaan steril, alat ini
digunakan sebagai tahap perlakuan penanaman. Entkas, merupakan bentuk lama dari alat
penabur (LAFC), maka fungsinya pun sama seperti (LAFC) Shaker (pengaduk), merupakan
alat pengaduk yang putarannya dapat diatur menurut kemauan. Pengaduk ini dapat
digunakan untuk keperluan menumbuhkan kalus pada eksplan suatu tanaman atau untuk
membentuk protokormusatau sering disebut plb (protocorm like bodies) dari kalus
bermacam jaringan tanaman.
- Autoklaf, merupakan alat sterilisasi untuk alat dan medium kultur jaringan tanaman.
-Timbangan Analitik, jenis alat ini bermacam-macam, tetapi yang penting adalah
timbangan yang dapat dipergunakan untuk menimbang sampai satuan yang sangat kecil.
Alat ini berfungsi sebagai alat untuk menimbang bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
kultur jaringan.
-Stirer, alat ini berfungsi untuk mengaduk dengan pemanas, dengan menggunakan listrik,
alat ini berfungsi sebagai kompor disamping sebagai pengaduk.
-Erlenmeyer, alat ini digunakan dalama kultur jaringan tanaman sebagai sarana
menuangkan air suling maupun untuk tempat media dan penanaman eksplan.
-Gelas Ukur, digunakan untuk menakar air suling dan bahan kimia yang akan digunakan.
-Gelas Piala, digunakan untuk menuangkan atau mempersiapkan bahan kimia dan air
suling dalam pembuatan medium.
-Petridish, merupakan semacam jenis gelas piala yang mutlak dibutuhkan dalam kultur
jaringan.
-Pinset, digunakan untuk memegang atau mengambil irisan eksplan atau untuk menanam
eksplan
-Lampu Spiritus, digunakan untuk sterilisasi dissecting kit (skalpel dan pinset) di dalam
laminar air flow cabinet atau di dalam enkas pada kita mengerjakan penanaman atau subculture.
-Tabung Reaksi, digunakan pada saat mengerjakan isolasi protoplas dan isiolasi
khloroplas.
Fasilitas dalam kultur jaringan di Laboratorium, di bagi dalam beberapa bagian
yang fungsinya satu sama lainnya berbeda-beda dan persyaratannya pun berbeda-beda pula.

Laboratorium kultur jaringan harus dirancang secara khusus, karena ada bagian-bagian atau
ruangan-ruangan yang harus dalam suasana steril atau bebas mikroba. Ruang-ruang dalam
kultur jaringan di kelompokkan menurut macam kegiatan yang ada di dalamnya, yaitu
sebagai berikut:
A. Ruang Tidak Steril
Ruang Tamu
Dalam laborsatorium kultur jaringan sebaiknya di lengkapi dengan ruang tamu,
karena biasanya laboratorium kultur jaringan selalu di datangi tamu baik tamu yang ingin
melihat sarana dan suasana laboratorium maupun tamu ingin membeli hasil biakan kultur
jaringan.
Ruang Administrasi
Segala surat-menyurat tentang pembelian alat-alat laboratorium, pembelian media
kultur jringan, penjualan bibit-bibit hasil biakan kultur jaringan, dan transaksi-transaksi
ataupun perjanjian-perjanjian kerja sama tentang penelitian dilaksanakan di dalam ruangan
administrasi.
Ruang Staf
Laboratorium kultur jaringan membutuhkan staf peneliti dalam jumlah banyak,
tujuannya adalah agar dapat di adakan pembagian kerja sesuai dengan spesialisasinya
masing-masing. Di dalam ruang staf ini dapat pula di lakasanakan diskusi antar staf pada
waktu berkumpul bersama.
Kamar Mandi dan WC
Ruang kultur jaringan harus dalam suasana bersih untuk menghindari kontaminasi
oleh mikroba. Bila pekerja akan memasuki ruangan penabur atau ruang inkubator, tubuh
dan

pakaiannya

harus

bersih,

tidak

berkeringat

dan

tidak

berdebu.

Ruang Ganti Pakaian untuk menghindari timbulnya kontaminasi oleh mikroba, maka para
karyawan di dalam laboratorium kultur jaringan perlu memakai pakaian yang bersih, dalam
arti baru di cuci. Oleh karena itu dalam ruangan kultur jaringan perlu di adakan ruang ganti
pakaian.
Ruang Tempat Penyimpanan Bahan Kimia dan Alat-alat dari Gelas Komponen
bahan kimia penyusun media kultur jaringan sangat banyak macamna. Oleh karena itu,

penyimpanannya memerlukan pengaturn yang khusus supaya mudah mecarinya.
Penyimpanan yang tidak teratur akan mempelambat dalam pekerjaan, misalnya dalam
mencari salah sau komponen media saja membutuhkan waktu yang lama. Bahan kimia
yang mahal harganya seperti hormon tumbuh dan enzim untuk isolasi protoplas harus
disimpan dala ruangan yang sejuk. Alat-alat dari gelas seperti erlenmeyer, gelas ukur dan
alat gelas lainnya perlu disimpan dalam almari tersendiri.
Ruang Preparasi
Di dalam ruangan ini disediakan peralatan dan tempat untuk mencuci alat-alat
laboratorium yang akan digunakan. Peralatan yang ada antara lain keranjang-keranjang
plastik untuk tempat peralatan yang baru dicuci.
Ruang Penimbangan dan Sterilisasi
Bermacam-macam media kultur jaringan dijual dalam bentuk kemasan dengan
harga yang relatif mahal. Oleh karena itu, staf labolatorium lebih senang meramu sendiri
medum tanam yang dibutuhkannya.dengan demikian dibutuhkan lat untuk menimbang
semua komponen bahan kimia tersebut. Misalnya menimbang bahan kimia makro dan
mikro. Rumah Kaca (Green House) Rumah kaca adalah suatu bangunan yang atap dan
sekeliling dinding bagian atasnya terbuat dari kaca. Tujuan penyediaan rumah kaca adalah
untuk tempat meletakkan pot-pot bibit tanaman.
B. Ruang Tidak Mutlak Steril
Ruang Planlet
Ruangan ini menggunakan alat pendingi (AC), maka temperatur ruangan dapat
mencapai sekitar 25OC sehingga ideal bagi pertumbuhan planlet. Botol-botol yang berisi
planlet jumlahnya dapat mencapai ratusan. Oleh sebab itu, dalam ruangan ini perlu
disediakan rak-rak alumuniaum yang dasrnya berlobang-lobang untuk meletakkan botolbotol tersebut secara teratur dan rapi.
Ruang Inkubator
Eksplan yang sudah ditanam dalam media kultur jringan perlu dipantau
pertumbuhannya setiap hari. Untuk pemantauan ini perlu ruangan khusus yang keadaannya
lebih steril dari ruang planlet, yaitu ruang inkubator. Ruang inkubator harus memiliki suhu
kurang lebih 25OC dan harus dilengkapi dengan lampu-lampu neon, karena eksplan yang

ditumbuhkan dalam ruangan inkubasi membutuhkan temperatru dan cahaya yang dapat
diatur dan disesuaikan dengan jenis eksplannya.
Ruang Shaker dan Enkas.
Eksplan yang baru ditanam dan diinkubasikan dalam ruang inkubator akan
menghasilkan kalus. Bila kalus ini cukup umur, maka dapat diperlukan suspensi sel, yaitu
menumbuhkan suatu eksplan atau kalus dengan menggunakan media cair (media yang tidak
menggunakan zat pemadat atau agar), kemudian digojok di atas shaker. Hasil pertumbuhan
kalus ini adalah berupa protokormus atau dalam istilah asing disebut plb (protocorm like
bodies). Bentuk protocormus adalah bulat-bulat padat dan berwarna hijau. Bila keadaan
protocormus sudah keadaan demikian maka sudah siap dipindahkan kedalam media padat
untuk di tumbuhkan menjadi planlet. Enkas juga sering di letakkan dalam satu ruang
dengan shaker, kegunaan enkas ini sama dengan Laminar Air Flow Cabinet, yaitu untuk
menabur eksplan.
C. Ruang Mutlak Steril
Ruang Penabur
Ruang penabur biasanya di buat dengan ukuran yang tidak terlalu besar, yaitu 2×3
m2. tujuannya adalah agar pelaksanaan sterilisasi ruangannya tidak membutuhkan waktu
yang lama dan tidak mengalami kesulitan. Dinding ruang penabur dilengkapi dengan
porselin, sehingga sterilisasi mudah dilakukan. Sterilisasi ruangan dilakukan dengan cara
menyemprotkan alkohol 96% dengan hand-sprayer. Sedangkan sterilisasi lantai dengan
menggunakan kain pel yang dibasahi alkohol 96%. Sterilisasi ini mutlak harus dilakukan
menjelang ruang penabur akan digunakan. Bila saat calon penabur akan memasuki ruangan,
lampu ultra violet harus dimatkan terlebih dahulu kemudian menyalakan lampu neon biasa
dan calon penabur diperbolehkan memasuki ruangan tersebut. Sebaiknya, pada saat akan
keluar lampu neon di matikan dan setelah keluar menutup daun pintu kembali lampu ultra
violet dinyalakan. Dengan demikian steril ruangan dapat dijamin.
2.5.

Metode-Metode Pelaksanaan dan Tahapan dalam Kultur Jaringan

A. Metode Pelaksanaan Kultur Jaringan
I. Dilihat dari Macam Media Tanam

Teknik kultur jaringan dapat dilaksanakan dengan dua metode yaitu:
a. Metode Padat (solid method)
Metode ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan medium diferensiasi
yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas, sehingga kalus dapat tumbuh menjadi
planlet. Media yang mengandung semua komponen kimia yang dibutuhkan oleh tanaman
dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat merupakan media padat.
Biasanya menggunakan zat pemadat yang berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk,
atau agar-agar kemasan kaleng yang khusus digunakan untuk media padat dalam kultur
jaringan.
Akar sukar tumbuh jika media terlalau padat, hakar l ini terjadi karena akar akan
sulit menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan
menyebabkan kegagalan dalam pekerjaan. Kegagalan ini dapat berupa tenggelamnya
eksplan yang ditanam. Eksplan yang tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus,
karena area kalus yaitu pada irisan (jaringan yang luka) akan tertutup oleh medium.
Metode kloning dapat menggunakan metode padat. Hal ini dilakukan untuk
menumbuhkan protoplas yang telah diisolasi untuk menumbuhkan planlet dari
protokormus. Penumbuhan ini dilakukan setelah dipindahkan dari suspensi sel, dan untuk
menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan).
b. Metode Cair(Liquid Metho)
Metode cair jika dibandingkan dengan metode padat dapat dikatakan tidak praktis,
karena sulit untuk menumbuhkan kalus secara langsung dari ekspaln sehingga sangat
kecil tingkat keberhasilannya, pada metode ini hanya tanaman-tanaman tertentu yang
dapat tumbuh. Oleh karena itu, penggunaan media cair lebih ditekankan untuk suspensi
sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (prtocorm like bodies).
Protokormus nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan kedalam
media padat yang sesuai. Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat,
karena tidak ada pemanasan untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak
memerlukan zat pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.

2. Dilihat dari Bahan atau Eksplan yang Dipakai
Bila dilihat dari macam bahan yang digunakan, maka metode kultur jaringan yang
maka metode kultur jaringan yang telah dikenal sekarang antara lain adalah:
1) Kultur Meristem
2) Kultur antera
3) Kultur endosperma
4) Kultur suspensi sel
5) Kultur protoplas
6) Kultur embrio
7) Kultur spora
8) Dan lain-lain
3. Dilihat dari Cara Pemeliharaan
Agar dapat tumbuh, eksplan yang telah ditanam menjadi kalus dan kemudian
menjadi planlet, maka dibutuhkan pemeliharaan yang rutin dan tepat. Artinya, eksplan atau
kalus yang sudah waktunya untuk dipindahkan ke dalam media tanam yang baru harus
segera dilaksanakan, tidak boleh sampai terlambat. Pemindahan yang terlambat dapat
menyebabkan pertumbuahn eksplan atau kalus dapat terhenti atau dapat mengalami
brownig atau terkontaminasi oleh jamur atau bakteri.


Tahapan Kultur Jaringan

Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat pendukung kehidupan
jaringan yang dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.
Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung
kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan
untuk hidup dan memperbanyak dirinya.
Ada dua golongan media tumbuh yaitu: media padat dan media cair. Media padat
pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair
adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau selalu bergerak,

tergantung kebutuhan. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap
tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan
tersendiri.
Tahapan tersebut, yaitu:
a. Inisiasi Kultur
Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari
eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). Hal
ini untuk mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari
mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan
menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan
bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur
tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencokelatan
atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan oleh senyawa fenol yang
timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan
dari tanaman induk. Senyawa fenol tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau
bahkan mampu mematikan jaringan eksplan.
b. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses pembebasan dari mikroorganisme. Tujuan sterilisasi yaitu
untuk menciptakan kondisi kultur yang steril. Beberapa tahapan sterilisasi yaitu:
1. Sterilisasi peralatan gelas dan stainless dalam suhu 121ºC di dalam autoklaf.
2. Sterilisasi bahan tanaman.

Tanaman induk – sterilisasi bahan tanam/eksplan menggunakan detergen, alcohol,
kloroks 0,5 % dll – direndam dalam bahan sterilant – sterilisasi dalam laminar – tanaman
dipro-kondisi
c. Pembuatan media kultur
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan cara kultur jaringan.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin, dan
hormon. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat
pengatur tumbuh (hormon) yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun
jumlahnya, tergantung dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media
yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoclave.
Pembuatan media kultur :
o Persiapan bahan
o Formulasi
o Pengukuran pH (5,7-5,8)
o Pemberian agara-agar dan pemanasan media
o penuangan dan penutupan media  sterilisasi
Kandungan nutrisi dalam agar-agar :
1. Mineral
Makro nutrient (N, P, K, Ca, Mg)
Mikro nutrient (Mn, Zn, Mo, Cu, Co)

2. karbohidrat (gula)
3. vitamin (B dan C)
4. protein
5. Hormon
Komposisi media Murashige dan Skoog (MS)
Bahan Kimia Konsentrasi Kimia (mg/l)
1. NH4NO3 1650
2. KNO3 1900
3. CaCL2+2H20 440
4. MgSO4+7H20 370
5. KH2PO4 170
6. FeSO4+7H20 27
7. Na 37,3
8. MnSO4+4H20 22,3
9. ZnSO4.7H2O 8,6
10. H3BO3 6,2
11. KI 0,83
12. Na2MoO4+2H20 0,25
13. CuSO4+5H20 0,025
14. CoCl2+6H20 0.025
15. Myoinositol 100
16. Niasin 0,5
17. Piridoksin-HCL 0,5
18. Tiamin-HCL 0,1
19. Glisin 2
20. Sukrosa 3000
d. Penanaman eksplan

Melalui sub kultur atau transfer, tanaman ditanam pada media tanam di laminar air
flow menggunakan alat-alat yang steril.
Syarat eksplan yang baik :
 Berasal dari induk yang sehat dan subur
 Berasal dari induk yang diketahui jenisnya
 Tempat tumbuh pada lingkungan yang baik
 Ukuran tunas optimal sekitar 5 cm tingginya
 Tunas langsung diproses sesegera mungkin
Tahapan sub kultur
 Induksi tunas
Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari
hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan
dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan
dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu
dikulturkan secara in-vitro.
 Multiplikasi tunas
Multiplikasi adalah kegiatan memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada
media. Ini dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan gagalnya
pertumbuhan eksplan. Tabung yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak dan
ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu kamar.

 Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang
menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Untuk
pengakaran digunakan media MS + NAA. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk melihat
pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi oleh bakteri
ataupun jamur. Proses perakaran pada umumnya berlangsung selama 1 bulan. Eksplan yang
terkontaminasi akan menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan
jamur) atau busuk (disebabkan bakteri).
 Inkubasi
Pada tahap inkubasi, eksplan ditempatkan di ruang/lingkungan yang terkendali (untuk
duji keberhasilannya). Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kultur adalah antara 24–28oC.
Untuk mengkondisikan ruang inkubasi pada suhu yang diinginkan, maka di dalam ruangan
tersebut dipasang Air Conditioner (AC).
 Aklitimasi
Aklitimasi merupakan proses adaptasi/ pemindahan tanaman dari lingkungan dalam ke
lingkungan luar (dari lingkungan yang terkendali ke lingkungan yang tidak terkendali).
Pemindahan dilakukan secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup.
Sungkup digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit
karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama penyakit dan udara
luar.
Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka secara bertahap
sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara yang sama dengan
pemeliharaan bibit generatif. Pada saat aklimatisasi ini umumnya 2 minggu dengan
sungkup dan 4 minggu tanpa sungkup. Dan pada saat itu planlet sudah mencapai tinggi 20
– 25 cm. Selanjutnya bibit siap ditumbuhkan dalam polibag. Setelah itu tanaman perlu

ditumbuhkan di nursery sampai mencapai tinggi 50 – 60 cm kemudian dipindahkan ke
lapangan.

2.6.

Regenerasi pada Kultur Jaringan, Serta Kendala dan Masalah yang Terjadi
dalam Kultur Jaringan

A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Regenerasi
1. Bentuk Regenerasi dalam Kultur In Vitro : pucuk aksilar, pucuk adventif, embrio
somatik, pembentukan protocorm like bodies, dll
2. Eksplan ,adalah bagian tanaman yang dipergunakan sebagai bahan awal untuk
perbanyakan tanaman. Faktor eksplan yang penting adalah genotipe/varietas, umur eksplan,
letak pada cabang, dan seks (jantan/betina). Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagi
eksplan adalah pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil, endosperm,
ovari muda, anther, embrio, dll.
3. Media Tumbuh, Di dalam media tumbuh mengandung komposisi garam anorganik, zat
pengatur tumbuh, dan bentuk fisik media. Terdapat 13 komposisi media dalam kultur
jaringan, antara lain: Murashige dan Skoog (MS), Woody Plant Medium (WPM), Knop,
Knudson-C, Anderson dll. Media yang sering digunakan secara luas adalah MS.
4. Zat pengatur tumbuhan tanaman faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan ZPT
adalah konsentrasi, urutan penggunaan dan periode masa induksi dalam kultur tertentu.
Jenis yang sering digunakan adalah golongan Auksin seperti Indole Aceti Acid(IAA),
Napthalene Acetic Acid (NAA), 2,4-D, CPA dan Indole Acetic Acid (IBA). Golongan
Sitokinin seperti Kinetin, Benziladenin (BA), 2I-P, Zeatin, Thidiazuron, dan PBA.
Golongan Gibberelin seperti GA3. Golongan zat penghambat tumbuh seperti Ancymidol,
Paclobutrazol, TIBA, dan CCC.

5. Lingkungan tumbuhyang dapat mempengruhi regenerasi tanaman meliputi temperatur,
panjang penyinaran, intensitas penyinaran, kualitas sinar, dan ukuran wadah kultur.

B. Kendala dan Masalah yang Terjadi dalam Kultur Jaringan

Teknik kultur jaringan sampai saat ini memang belum biasa dilaksanakan oleh para
petani, baru beberapa kalangan pengusaha swasta saja yang sudah mencoba
melaksanakannya, karena pelaksanaan teknik kultur jaringan tanaman memerlukan
keterampilan khusus dan harus dilatar belakangi dengan ilmu pengetahuan dasar tentang
fisiologi tumbuhan, anatomi tumbuhan, biologi, kimia dan pertanian. Dengan demikian
jelas akan amat sulit untuk diterima oleh kalangan petani biasa. Di samping itu,
pelaksanaan teknik kultur jaringan mutlak memerlukan laboratorium khusus, walaupun
dapat di usahakan secara sederhana (dalam ruang yang terbatas), namun tetap memerlukan
peralatan yang memadai. Kemungkinan lain petani akan merasa enggan bekerja secara
aseptik.
Pekerjaan kultur jaringan meliputi: persiapan media, isolasi bahan tanam (eksplan),
sterilisasi eksplan, inokulasi eksplan, aklimatisasi dan usaha pemindahan tanaman hasil
kultur jaringan ke lapang. Pelaksana harus bekerja dengan teliti dan serius, karena setiap
tahapan pekerjaan tersebut memerlukan penanganan tersendiri dengan dasar pengetahuan
tersendiri. Karena semua pekerjaan harus dilaksanakan secara hati-hati dan cermat serta
memerlukan kesabaran yang tinggi. Biaya untuk mewujudkan perbanyakan tanaman secara
in vitro ini juga sangat mahal, kecuali kita meramu medium sendiri. Bila kita terpaksa harus
membeli medium yang sudah jadi (dalam kemasan) jelas akan sangat mahal, sebab medium
yang sudah jadi masih harus di impor dari luar negeri. Apalagi kita harus membeli saran
untuk perlakuan isolasi dan fusi protoplas, tentu biayanya akan bertambah besar.

Enzim-enzim yang digunakan dalam kultur jaringan juga masih dibeli dari luar
negeri seperti Jepang. Lepas semua dari kendala-kendala tersebut diatas, kita harus
mengakui bahwa teknik kultur jaringan sangat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan,
terutama untuk pengembangan bioteknologi.

Masalah-masalah Dalam Kultur Jaringan:

Dalam kegiatan kultur jaringan, tidak sedikit masalah-masalah yang muncul sebagai
pengganggu dan bahkan menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan kegiatan kultur yang
dilakukan. Gangguan kultur secara umum dapat muncul dari bahan yang ditanam, dari
lingkungan kultur, maupun dari manusianya.
Permasalahan dalam kultur ada yang dapat diprediksi sebelumnya dan ada pula
yang sulit diprediksi kejadiannya. Untuk yang tidak dapat diprediksi, cara mengatasinya
tidak dapat secara preventif tetapi diselesaikan setelah kasus itu muncul.
Adapun masalah-masalah yang terjadi dalam kultur jaringan yaitu:
1. Kontaminasi
Kontaminasi adalah gangguan yang sangat umum terjadi dalam kegiatan kultur
jaringan. Munculnya gangguan ini bila dipahami secara mendasar adalah merupakan
sesuatu yang sangat wajar sebagai konsekuensi penggunaan yang diperkaya.Fenomena
kontaminasi

sangat

beragam,

keragaman

tersebut

dapat

dilihat

dari

jenis

kontaminasinya (bakteri, jamur, virus).
Upaya mencegah terjadinya kontaminsi:


Biasakan membersihkan berbagai sarana yang diperlukan dalam kultur jaringan.



Yakinkan bahwa proses sterilisasi media secara baik dan benar.



Lakukan proses penanaman bahan pada keadaan anda nyaman dan cari waktu yang
longgar.

2. Pencoklatan/browning
Pencoklatan adalah suatu karakter munculnya warna coklat atau hitam yang sering
membuat tidak terjadinya pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Peristiwa
pencoklatan sesunggguhnya merupakan peristiwa alamiah yang biasa sering terjadi.
Pencoklatan umumnya merupakan suatu tanda-tanda kemunduran fisiologi eksplan dan
tidak jarang berakhir pada kematian eksplan.

3. Vitrifikasi
Vitrifikasi adalah suatu istilah problem pada kultur yang ditandai dengan:


Munculnya pertumbuhan yang tidak normal



Tanaman yang dihasilkan kerdil



Pertumbuhan batang cenderung ke arah penambhan diameter



Tanaman utuhnya menjadi sangat turgescent



Pada daunnya tidak memiliki jaringan pallisade.

4. Variabilitas Genetik
Bila kultur jaringan digunakan untuk upaya perbanyakan tanaman yang seragam dalam
jumlah yang banyak, dan bukan sebagai upaya pemuliaan tanaman maka variasi
genetik adalah kendala. Variasi genetik dapat terjadi pada kultur in vitro karena, laju

multifikasi yang tinggi, variasi terjadi karena terjadinya sub kultur berulang yang tidak
terkontrol. Penggunaan teknik yang tidak sesuai. Variasi genetik yang paling umum
terjadi pada kultur kalus dan kultur suspensi sel, hal tersebut terjadi karena munculnya
sifat instabilitas kromosom mungkin akibat teknis kultur, media atau hormon.
Cara

mengatasi

masalah

variasi

genetik

tentunya

tidak

sederhana,

harus

memperhatikan aspek yang dikulturkan.

5. Pertumbuhan dan Perkembangan
Masalah utama berkaitan dengan proses pertumbuhan adalah bila eksplan yang
ditanam mengalami stagnasi, dari mulai tanam hingga kurun waktu tertentu tidak mati
tetapi tidak tumbuh.
Untuk menghindari hal itu dapat dilakukan dengan preventif menghindari bahan tanam
yang tidak juvenil atau tidak meristematik. Karena awal pertumbuhan eksplan akan
dimulai dari sel-sel yang muda yang aktif membelah, atau dari sel-sel tua yang muda
kembali. Media juga dapat menjadi sebab terjadinya stagnasi pertumbuhan, karena dari
kondisi medialah suatu sel dapat atau tidak terdorong melakukan proses pembelahan
dan pembesaran dirinya.
Pada proses klutur jaringan yang bersifa inderict embriogenesis, tahapan pembentukan
kalus harus dilanjutkan dengan mendorong induksi embriosomatik dari sel-sel kalus.
Terjadinya embrio somatik dapat secara endogen atau eksogen.

6. Praperlakuan

Masalah pada kegiatan in vitro bukan hanya dari penanaman eksplan saja,
pertumbuahn dan perkembangannya dlama botol saja tetapi juga sangat bisa
dipengaruhi oleh persyaratan kegiatan prapelakuan. Pada kasus ini masalah akan
muncul bila kegiatan prapelakuaan tidak dilakukan. Prapelakuan dilakukan umumnya
untuk tujuan-tujuan tertentu, secara umum adalah dalam rangka menghilangkan
hambatan. Hambatan apat berupa hambatan kemikalis, fisik, biologis. Hambatan
berupa bahan kimia penanganannya harus dimulai dari pengenalan senyawa aktif,
potensi gangguan, proses reaksi dan alternatif pengelolaannya.

7. Lingkungan Mikro
Masalah lingkungan inkubator juga tidak bisa diabaiakan karena ini juga sering
menjadi

masalah.

Suhu

ruangan

inkubator

sangat

menentukan

optimasi

pertumbuhan eksplan, suhu yang terlalu rendah aatau tinggi dapat mempengaruhi
pertumbuhan

dan

perkembangan

pada

eksplan.

Kebutuhan antara satu tananaman dengan tanaman yang lain berbeda, namun
demikian solusinya sulit dilakukan mengingat umumnya ruangan inkubator suatu
ruangan laboratorium kultur jaringan tidak bisa dibuat variasi antara satu ruangan
dengan bagian ruangan yang lainnya. Sehingga optimasi pertumbuhan tidak bisa
diharapkan sama antara kultur yang satu dengan kultur yang lain.
2.7.

Kelebihan dan Kekurangan didalam Kultur Jaringan
Dalam pelaksanaannya, teknik kultur jaringan memiliki beberapa kelemahan dan

kelebihan. Berikut ini merupakan beberapa kelemahan dan kelebihan teknik kultur
jaringan:
1. Kelebihan kultur jaringan:
a) Mendapatkan tumbuhan baru dalam jumlah banyak dalam waktu relatif singkat
dengan sifat sama dengan induknya.
b) Mendapatkan tumbuhan baru yang bersifat unggul dalam waktu relatif singkat.

c) Efisien tempat dan waktu.
d) Tidak tergantung musim, dapat diperbanyak secara kontinu.
e) Biaya lebih murah untuk skala besar.
f) Cocok untuk tanaman yang sulit bergenerasi.
g) Merupakan sarana meningkatkan kualitas tanaman.
h) Dalam proses pembibitan akan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan
lingkungan lainnya.
i) Menciptakan tanaman baru yang toleran terhadap stress garam.
j) Melestarikan tumbuh-tumbuhan yang hampir punah.
k) Mendapatkan metabolit sekunder yang terdapat pada sel tumbuhan secara tepat,
yang digunakan untuk pembuatan obat-obatan.
l) Memberikan masukan atau informasi yang sangat bermanfaat dalam bidang
fisiologi tumbuhan.
m) Meningkatkan perekonomian sehingga berpengaruh terhadap devisa negara.
2. Kelemahan kultur jaringan:
Selain beberapa manfaat yang dimiliki dalam teknik kultur jaringan. Teknik ini juga
memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
a) Diperlukan biaya awal yang relatif tinggi untuk melakukan tehnik kultur jaringan.
b) Membutuhkan modal investasi awal yang tinggi untuk bangunan (laboratorium
khusus), peralatan dan perlengkapan.
c) Diperlukan persiapan SDM yang handal untuk mengerjakan perbanyakan kultur
jaringan agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan.
Produk kultur jaringan pada akarnya kurang kokoh.

BAB III
KESIMPULAN
3.1.

Kesimpulan
Dari hasil pembahasan makalah ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

DAFTAR KEPUSTAKAAN