BAB II ASPEK HISTORIS DAN YURIDIS HAK ASASI MANUSIA A. Definisi dan Sejarah Hak Asasi Manusia - Perubahan Pengurus Pada Anggaran Dasar Perseroan Berkenaan Dengan Pengelolaan Perusahaan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

BAB II ASPEK HISTORIS DAN YURIDIS HAK ASASI MANUSIA A. Definisi dan Sejarah Hak Asasi Manusia Secara etimologis, Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan terjemahan dari

  “droits de l’home” dalam bahasa Perancis, dan menselijke rechten dalam bahasa Belanda. Hak Asasi Manusia (HAM) di dalam bahasa inggris dikenal dengan empat istilah yaitu (a) human rights; (b) fundamental rights; (c) citizens’ rights; dan (d) collective rights. Human rights dianggap sebagai terminologi yang paling memadai dan paling komprehensif dan terminologi ini dapat menampung aspek internasional dan aspek nasional dari Hak Asasi Manusia.

  Awalnya istilah Hak Asasi Manusia (HAM) berasal dari kata “natural

  

rights” (hak alamiah) yang biasa digunakan pada masa pencerahan

(enlightenment). Istilah ini kemudian mendapat penolakan karena konsepsinya

  yang menyatakan bahwa hak ini tidak perlu mendapat pengakuan dari pemerintah atau hukum. Istilah “natural rights” lantas digantikan dengan istilah “the rights

  

of man”. Istilah ini juga dinilai tidak tepat karena bisa menimbulkan persepsi

  diskriminasi gender terkait dengan arti dari kata “man” (manusia / pria). Istilah “human rights” (Hak Asasi Manusia / HAM) digunakan oleh Eleanor Roosevelt 24 Eko Riyadi, at.al., 2012, Vulnerable Groups: Kajian dan Mekanisme Perlindungannya,

  (anggota Komisi HAM PBB) ketika ia membantu pembuatan rancangan Deklarasi

   Hak Asasi Manusia PBB. Istilah terakhir ini dipergunakan hingga kini.

  Human rights sendiri diturunkan dari konsep natural rights, yaitu hak yang

  ditempatkan Tuhan dalam diri setiap manusia. Merujuk padanatural rights berlaku prinsip “setiap manusia sama di hadapan Tuhan”. Wataknya yang religius ini berubah menjadi sekuler dalam human rights yang mengenal prinsip “setiap

  

  manusia sama di hadapan hukum.” Sedangkan terminologi fundamental rights disebut demikian karena dia menjadi dasar dari semua hukum yang lebih rendah.

   Fundamental rights hanya lebih mengacu pada aspek nasional. Istilah citizens’

rights diketemukan di dalam Declaration des droits de l’Homme et du Citoyen

  tahun 1789 di Prancis. Penyebutan citizens’ rights masih dianggap memungkinkan sepanjang hak yang dimaksud adalah seperti kebebasan berbicara, berorganisasi dan berkumpul, termasuk kebebasan untuk bergerak melewati batas negara. Hari ini, hanya tinggal sedikit dari hak-hak politik yang bisa disebut sebagai citizens’

  

rights seperti hak untuk memilih dan dipilih. Terminologi yang keempat adalah

collective rights yang diketemukan dalam African Charter on Human and

Peoples’ Rights tahun 1981. Piagam ini memberikan pembedaan yang cukup

  tegas antara individual rights dan collective rights. Di antara empat terminologi tersebut, human rights yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi

  25 Jelly Leviza, 2014, Bahan Kuliah Hukum dan HAM, Universitas Sumatera Utara, Medan, hlm. 16 26 Marianus Kleden, 2008, Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Komunal, Lamalera, Yogyakarta, hlm. 69. 27

  ‘Hak Asasi Manusia’ dianggap sebagai terminologi yang paling komprehensif dan

   memadai serta dalam praktik paling banyak digunakan.

  Tidaklah mudah untuk menemukan definisi yang mendetail mengenai Hak Asasi Manusia di dalam instrumen internasional dan buku-buku internasional.

  Instrumen dan buku tersebut biasanya hanya memberikan karakter, prinsip dan bagaimana memahami Hak Asasi Manusia. Rhona K.M. Smith mengutip Vienna

  

Declaration and Programme of Action 1993 untuk mengkerangka Hak Asasi

  Manusia, yaitu “Human rights and fundamental freedoms are the birthright of all

  

human being; their protection and promotion is the first responsibility of

  

government” . Sedangkan R. Kirk memberi definisi “human rights as signifying

all privileges and immunities prossessed by human beings in a civil social

   order.”

  Instrumen internasional Hak Asasi Manusia juga tidak memberikan definisi detail tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia misalnya secara langsung menyebutkan dalam Pasal 1 yaitu “All human being are

  

born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and

conscience and should act toward one another in a spirit of brotherhood” (Semua

  orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain

   dalam semangat persaudaraan). 28 29 Ibid.

  Rhona K. M. Smith, 2014, Textbook on International Human Rights, sixth edition, oxford university press, Oxford, New York, hlm. 1. 30 A. Masyhur Effendi, 1980, Tempat Hak-Hak Asasi Manusia dalam Hukum Internasional / Nasional, Alumni, Bandung, hlm. 20. 31 Adapun pengertian Hak Asasi Manusia menurut Darji Darmodiharjo adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai

  

  anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi ini menjadi dasar dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain. A. Masyhur Effendi menyatakan Hak Asasi Manusia adalah hak milik bersama umat manusia yang diberikan oleh Tuhan

  

  untuk selama hidup. Hak Asasi Manusia adalah hak yang diberikan Tuhan atau manifestasi hak istimewa manusia, sehingga harus berada pada manusia. Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Dalam arti ini, maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Inilah sifat universal dari hak-hak tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami oleh seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada dirinya sebagai makhluk insani. Dari pengertian di atas kemudan lahirlah paham persamaan kedudukan dan hak antara umat manusia berdasarkan prinsip keadilan, persamaan, yang memberikan pengakuan bahwa

  32 33 A. Masyhur Effendi, op.cit.

  manusia mempunyai hak dan kewajiban yang sama tanpa membedakan jenis

   kelamin, ketidaksempurnaan fisik, ras suku, agama dan status sosial.

  Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) disebutkan mengenai pengertian Hak Asasi Manusia, bahwa :

  “Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Berdasarkan bunyi undang-undang tersebut ditegaskan bahwa adanya kewajiban dari setiap individu untuk menghormati hak asasi orang lain.

  Kewajiban tersebut dengan tegas dituangkan dalam undang-undang sebagai seperangkat kewajiban sehingga apabila tidak dilaksanakan maka tidak mungkin akan terlaksana dan tegaknya perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia. Undang- undang ini memandang kewajiban dasar manusia merupakan sisi lain dari Hak Asasi Manusia. Tanpa menjalankan kewajiban dasar manusia, adalah tidak mungkin terlaksana dan tegaknya Hak Asasi Manusia, sehingga dalam pelaksanaannya, hak asasi seseorang harus dibatasi oleh kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain.

34 Udiyo Basuki, “Perlindungan HAM dalam Negara Hukum Indonesia:Studi Ratifikasi

  

Konvensi Hak-hak Disabilitas (Convention on The Rights of Persons with Disabilities)”,

didownload dari

  Persoalan yang kemudian timbul ialah manusia sebagai makhluk sosial dan politik (zoon politicon / man is a social and political being) hidup dalam satu masyarakat dan negara, membawa konsekuensi lebih lanjut tentang adanya satu golongan manusia yang disebut pemimpin / penguasa, dan golongan lain yang disebut rakyat. Kemudian timbul persoalan tentang Hak Asasi Manusia, lebih- lebih bagi penguasa dengan legalitas hukum yang dimiliki, menafsirkan Hak

35 Asasi Manusia secara subyektif. Hal ini menimbulkan reaksi masyarakat yang

  kemudian berkembang, dan menjadi awal pemikiran mengenai Hak Asasi Manusia.

  Sejarah pemikiran Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana disebut terdahulu bersumber dari teori hak alamiah (natural rights theory). Teori alamiah mengenai hak itu bermula dari teori hukum alamiah (natural law theory). Dalam perkembangannya melawan kekuasaan muncul Gerakan pembaharuan (Renaissance) yang mengharapkan kembali kebudayaan Yunani dan Romawi yang menghormati orang perorang. Gerakan pembaharuan diteruskan oleh aliran hukum alam yang dipelopori oleh Thomas Aquinas.Dalam teori hukum alamiahnya, Thomas Aquinas berpijak pada pandangan thomistik yang mempotulasi hukum alamiah sebagai bagian dari hukum Tuhan yang sempurna

  

  dan dapat diketahui melalui penggunaan nalar manusia. Artinya, bukan hanya kekuasaan Raja saja yang dibatasi oleh aturan-aturan ilahi, tetapi semua manusia dianugerahi identitas indvidual yang unik; yang terpisah dari negara di mana ia 35 36 A. Masyhur Effendi, op.cit., hlm. 21 Diakses darpukul memiliki hak alamiah yang menyatakan bahwa setiap individu adalah makhluk

   otonom.

  Hugo de Groot, yang merupakan seorang ahli hukum Belanda yang dinobatkan sebagai “Bapak Hukum Internasional”, atau yang lebih dikenal dengan nama Latinnya, Grotius, mengembangkan lebih lanjut teori hukum alam Aquinas dengan memutus asal-usulnya yang teistik dan membuatnya menjadi produk pemikiran sekuler yang rasional. Perkembangan selanjutnya, salah seorang kaum terpelajar pasca-Renaisans, John Locke, mengajukan pemikiran mengenai teori hak-hak alamiah. Gagasan Locke mengenai hak-hak alamiah inilah yang melandasi munculnya revolusi hak dalam revolusi yang terjadi di Inggris,

   Amerika Serikat dan Perancis pada abad ke-17 dan ke-18.

  Hak Asasi Manusia (HAM) di Inggris dapat dilihat dari adanya berbagai dokumen kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan, yaitu: a.

  Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215. Magna Charta yang memiliki 63 pasal, lahir sebagai bentuk protes keras dari kalangan bangsawan kepada Raja Jhon Lackland (1199-1216), yang memberikan jaminan perlindungan hak-hak bagi kaum bangsawan dan kalangan

  

  gereja. Isi dari Magna Charta adalah sebagai berikut :

  37 Retno Kusniati, “Sejarah Perlindungan Hak Hak Asasi Manusia dalam Kaitannya dengan

Konsepsi Negara Hukum”, didownload dari

da 05 Maret 2015 pukul

15.30, hlm. 5 38 39 Op.cit.

  • Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja Inggris.
  • Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagai berik
  • Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
  • Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
  • Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
  • Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi kesalahannya.

  

b. Petition of Rights, berisi petisi yang diajukan oleh para bangsawan kepada

  raja di depan parlemen pada tahun 1628. Petisi Hak tersebut mengatur bahwa penetapan pajak dan hak-hak istimewa harus seizin parlemen, tidak ada orang yang boleh ditangkap tanpa tuduhan yang sah.

  

  

d. Glorius Revolution menghasilkan Bill of Rights yang ditandatangani oleh

  Raja Willem III pada tahun 1689. Saat itu kekuasaan kerajaan beralih ke parlemen. Bill of rights memuat tentang penetapan pajak, pembuatan

  40 undang-undang dan tentara harus seizin parlemen; parlemen berhak

   mengubah keputusan raja dan pemilihan parlemen berlaku bebas.

  Perkembangan usaha perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Amerika Serikat dimulai dengan adanya United States’ Declaration of

  

Independence pada 1776 yang disusun Thomas Jefferson, yang menandai

  kemerdekaan Amerika Serikat. Deklarasi kemerdekaan ini diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian, yang secara garis besar berisi asas pengakuan persamaan manusia, dengan alasan Tuhan telah menciptakan manusia dengan hak-hak tertentu yang tidak dapat dirampas, antara lain: hak untuk hidup(rights of

  

life) , hak kebebasan(liberty), dan hak untuk mengejar kebahagiaan (the pursuit of

42 Happiness ). Berikut adalah kutipan dari United States’ Declaration of

  Independence : “We hold these truths to be self-evident, that all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable

   Rights, that among these are Life, Liberty and the pursuit of Happiness.” Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika

  sebagai negara yang memberi perlindungan dan jaminan Hak-Hak Asasi Manusia dalam konstitusinya. Thomas Paine mengatakan bahwa Revolusi Amerika ini bukanlah semata untuk bangsa Amerika Serikat sendiri, melainkan senantiasa 41 42 Ibid.

  Woro Winandi, Modul Hukum HAM dan Demokrasi, didownload dari http://worowinandi.dosen.narotama.ac.id/bahan-ajar/ , pada 03 Maret 2015 pukul 21.00, hlm. 12. 43 Wikipedia, United States Declaration of Independence, diakses dari

ada 5 Maret 2015

  

  untuk seluruh umat manusia . Hak-hak tersebut lebih lanjut dikodifikasi dalam

  Sepuluh Amandemen Konstitusi) pada tahun 1791, yang selanjutnya

  diperluas dari masa ke masa untuk dapat diterapkan secara menyeluruh melalui putusan yudisial dan undang-undang, serta mencerminkan norma-norma masyarakat yang terus berkembang, dimana Bill of Rights mengartikulasikan berbagai hak untuk dinikmati oleh semua warga negara termasuk kebebasan dan kesetaraan. Bill of Rights memuat tentang kebebasan beragama (Amandemen I), berbagai persyaratan yang berkaitan dengan proses hukum dan hak atas pengadilan yang adil (Amandemen V, VI, VII, VIII), dan kebebasan pribadi dan

  

  harta benda (Amandemen IV). Hal ini juga disampaikan oleh Presiden Amerika, Presiden Flanklin D. Roosevelt, dalam amanat yang diucapkannya di depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941, yang dikenal sebagai Four

  Freedom, yaitu :

  Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech - and expression).

  Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan - kepercayaannya (freedom of religion).

  Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear). - - Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).

  Pada tahun 1789 di Perancis, dikeluarkan pernyataan tentang hak-hak manusia dan warga negara (Declaration des droits de L’homme et du citoyen) 44 45 H.J. Morgenthau, 2010, “Politik Antar Bangsa”, hlm.296.

  Rhona K. M. Smith, Textbook on International Human Rights, sixth edition, oxford atau. Deklarasi Perancis ini terinspirasi dari United States’ Declaration of

46 Independence. Deklarasi yang dicetuskan pada awal Revolusi Prancis ini,

  merupakan bentuk perlawanan terhadap kekuasaan lama yang sewenang-wenang di bawah kepemimpinan Jenderal Lafayette yang terkenal dengan simbol Liberte (Kemerdekaan), Egalite (persamaan) dan Fraternite (persaudaraan), yang berkuasa secara absolut. Naskah The French Declaration of The Rights of Manini dimulai dengan pernyataan bahwa “Manusia yang lahir adalah merdeka dan setara dalam

  

  hak asasinya”. Deklarasi ini bertujuan untuk menjamin Hak Asasi Manusia yang tercantum dalam konstitusi. Sejarah perjuangan Hak Asasi Manusia terus berlanjut hingga abad ke 20 dengan lahirnya The Universal Declarations of Human Rights.

  

B. Hak Asasi Manusia dalam The Universal Declarations of Human Rights

1948 (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia-DUHAM 1948)

  Dalam Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), komitmen untuk memenuhi, melindungi HAM serta menghormati kebebasan pokok manusia secara universal ditegaskan secara berulang-ulang, diantaranya dalam Pasal 1 (3):

  ”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan masalah- masalah internasional dibidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, dan menggalakan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis 46 kelamin, bahasa atau agama …” 47 Ibid.

  Komitmen ini kemudian ditindaklanjuti oleh PBB melalui pembentukan instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional, yaitu: Universal Declaration

  

of Human Rights (Resolution 217 A (III), 1948), International Convenant on

Economic, Social, and Cultural Rights 1966 (Resolution 2200 A (XXI), 1966),

International Covenant on Civil and Political Rights 1966 (Resolution 2200 A

  (XXI), 1966), The Convention on The Elemination of All Forms of Discrimination

  

Against Women (Resolution 34/180, 1981), dan The Convention on The Rights of

The Child (Resolution 44/25, 1989).

  Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (MU PBB) mengumumkan The

  

Universal Declarations of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi

  Manusia / DUHAM) pada 10 Desember 1948 yang terdiri dari 30 (tiga puluh) pasal dan ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Javier Perez de Cuellar.

  Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) ini diumumkan sebagai suatu standar pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara.

  Hak-hak yang disuarakannya disebarkan lewat pengajaran dan pendidikan, serta lewat langkah-langkah progresif, secara nasional dan internasional, guna menjamin pengakuan dan kepatuhan yang bersifat universal dan efektif

   terhadapnya.

  DUHAM 1948, sebagai instrumen induk,dijabarkan dalam dua instrumen pokok, yakni, masing-masing,Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, danBudaya/KIHESB (International Convenant on Economic, Social, and 48 Ian Brownlie, ed., 1971 Basic Documents on Human Rights, Clarendon Press, Oxford,

  Cultural Rights / ICESCR) tahun1966 danKovenan Internasional tentang Hak Sipil

  dan Politik/KIHSP(International Covenant on Civil and Political

  Rights /ICCPR)pada 1966. Kedua kovenan ini dirancang oleh Komisi Hak

  AsasiManusia, badan bawahan Dewan Ekonomi dan Sosial namunpengukuhan

   dan penerimaannya dilakukan oleh MajelisUmum PBB.

  Awalnya, DUHAM ditetapkan sebagai norma yang tidak mengikat, atau hanya sebagai common standard of achievement, tetapi lambat laun berkembang

  

  menjadi “hukum adat” internasional. Kedudukan DUHAM sebagai common

  standard of achievement ditegaskan dalam considerans deklarasi, di antaranya

  menyebutkan bahwa “deklarasi diproklamirkan sebagai suatu dasar pelaksanaan umum bagi semua bangsa dan semua negara dengan tujuan agar setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat dengan senantiasa .. berusaha .. mempertinggi penghargaan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan...”

  J. G Starke menyatakan bahwa deklarasi ini sesungguhnya merupakan tahap pertama dari tiga tahap program yang dirancang untuk menjadi sebuah

  

International Bill of Rights yang didasarkan atas kewajiban-kewajiban yang

  mengikat negara-negara secara universal dan diperkuat dengan perangkat kerja

  

  dewan dan administrasi yang efektif . Tiga tahapan tersebut adalah:

  a. Sebuah deklarasi yang menetapkan bermacam-macam hak manusia yang seharusnya dihormati.

  49 50 Eko Riyadi, at.al., op.cit., hlm. 47.

  A.Gunawan Setiardja, 1993, Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 85. 51 b. Serangkaian ketentuan covenant yang mengikat negara-negara untuk menghormati hak-hak yang telah ditetapkan tersebut, dan c. Langkah-langkah dan perangkat kerja untuk pelaksanaannya. Dua puluh satu pasal pertama dalam deklarasi ini menampilkan hak-hak yang sama dengan yang terdapat dalam Bill of Rights yang termakhtub di dalam

  Konstitusi Amerika Serikat sebagaimana yang telah diperbarui saat ini. Hak-hak sipil dan politik ini meliputi hak asasi atas perlindungan yang sama dan tidak pandang bulu, perlindungan hukum dalam proses peradilan, privasi dan integritas pribadi, serta partisipasi politik. Namun pasal 22 sampai dengan pasal 27 menciptakan kebiasaan baru, dimana pasal-pasal ini mengemukakan hak atas tunjangan ekonomi dan sosial seperti jaminan sosial, suatu standar bagi ke hidupan yang layak, dan pendidikan. Hak-hak ini menegaskan bahwa sesungguhnya semua orang mempunyai hak atas pelayanan-pelayanan kesejahteraan dari negara.

  Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) ini mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-bangsa) maupun ke dalam (intra negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negaranya masing-masing. Makna keluar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antarnegara, agar tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai- nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa DUHAM harus senantiasa menjadi kriteria objektif oleh rakyat dari masing- masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh

   pemerintahnya.

  Bagi anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), saat ini DUHAM bersifat mengikat, sebab sudah menjadi ius cogens. Dengan demikian, setiap pelanggaran atau penyimpangan dari DUHAM di suatu negara anggota PBB, bukan semata-mata menjadi masala intern rakyat dari negara yang bersangkutan, melainkan juga merupakan masalah bagi rakyat dan pemerintahan negara-negara anggota PBB lainnya. Mereka absah mempersoalkan dan mengadukan pemerintah pelanggar HAM di suatu negara ke Komisi Tinggi HAM PBB atau lembaga- lembaga HAM internasional lainnya untuk mengutuk, bahkan menjatuhkan sanksi

   internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.

C. Prinsip-Prinsip Hak Asasi Manusia (HAM)

  Manfred Nowak menyebut bahwa prinsip Hak Asasi Manusia ada empat, yaitu universal (universality), tak terbagi (indivisibility), saling bergantung

  

(interdependent), dan saling terkait (interrelated). Rhona K. M. Smith

  menambahkan prinsip lainnya, yaitu kesetaraan (equality) dan non-diskriminasi

  

(non-discrimination) . Beberapa kalangan menyebutkan bahwa prinsip tak terbagi

(indivisibility), saling bergantung (interdependent), dan saling terkait

(interrelated) merupakan prinsip turunan dari prinsip universal (universality).

  52 M. Afif Hasbullah, 2005, Politik Hukum Ratifikasi Konvensi HAM di Indonesia, UNISDA Lamongan dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 36 53 54 Ibid., hlm. 37

  Prinsip tak terbagi (indivisibility) dimaknai dengan “semua Hak Asasi Manusia adalah sama-sama penting dan oleh karenanya tidak diperbolehkan mengeluarkan hak-hak tertentu atau kategori hak tertentu dari bagiannya.” Prinsip universal (universality) dan prinsip tak terbagi (indivisibility) dianggap sebagai “dua prinsip kudus / suci paling penting” (the most important sacred principle).

  Dua-duanya menjadi slogan utama dalam ulang tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang kelima puluh, yaitu semua Hak Asasi Manusia untuk semua manusia (all human rights for all). Juga ditegaskan dalam pasal 5 Deklarasi Wina tentang Program Aksi yang berbunyi “semua Hak Asasi Manusia adalah universal, tak terbagi, saling bergantung, saling terkait (all human rights

  are universal, indivisibile, interdependent and interrelated).

  Kesetaraan (equality) dianggap sebagai prinsip Hak Asasi Manusia yang sangat fundamental. Kesetaraan dimaknai sebagai perlakuan yang setara, dimana pada situasi yang sama harus diperlakukan sama, dan dimana pada situasi berbeda

  • dengan sedikit perdebatan—diperlakukan secara berbeda. Kesetaraan juga dianggap sebagai prasyarat mutlak dalam negara demokrasi. Kesetaraan di depan hukum, kesetaraan kesempatan, kesetaraan akses dalam pendidikan, kesetaraan dalam mengakses peradilan yang fair dan lain-lain, merupakan hal penting dalam Hak Asasi Manusia. Diskriminasi terjadi ketika setiap orang diperlakukan atau memiliki kesempatan yang tidak setara seperti inequality before the law,

    inequality of treatment, inequality or education opportunity dan lain-lain.

    Diskriminasi kemudian dimaknai sebagai a situation is discriminatory of inequal

  

if like situations are treated differently or different situation are treated similarly

  (sebuah situasi dikatakan diskriminatif atau tidak setara jika situasi sama diperlakukan secara berbeda dan/atau situasi berbeda diperlakukan sama).

  Prinsip non-diskriminasi kemudian menjadi sangat penting dalam Hak Asasi Manusia. Diskriminasi memiliki dua bentuk, yaitu: a.

  Diskriminasi langsung, yaitu ketika seseorang, baik langsung maupun tidak langsung diperlakukan secara berbeda daripada lainnya b.

  Diskriminasi tidak langsung, yaitu ketika dampak praktis dari hukum dan/.atau kebijakan merupakan bentuk diskriminasi walaupun hal itu tidak ditujukan untuk tujuan diskriminasi. Pemahaman diskriminasi kemudian meluas dengan dimunculkannya indikator diskriminasi yaitu berbasis pada ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau opini lainnya, nasionalitas atau kebangsaan, kepemilikan atas suatu benda, status kelahiran atau status lainnya. Namun demikian, perkembangan gagasan Hak Asasi Manusia memunculkan terminologi baru, yaitu diskriminasi positif (affirmative action). Diskriminasi positif dimaknai sebagai memperlakukan orang secara sama padahal situasinya berbeda dengan alasan positif. Hal ini diperlukan agar perbedaan yang mereka alami tidak terus menerus terjadi. Tindakan afirmatif ini membolehkan negara memperlakukan secara lebih kepada kelompok tertentu yang tidak terwakili, seperti adanya kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen sebagaimana diatur di dalam undang-undang pemilihan umum atau penerimaan perempuan di dunia kerja dibanding laki-laki. Jika seorang laki-laki dan seorang perempuan memiliki kualifikasi dan pengalaman yang sama kemudian melamar pekerjaan yang sama, maka perusahaan atau negara diizinkan untuk menerima si perempuan hanya dengan alasan karena lebih banyak laki-laki yang melamar pekerjaan tersebut dan

   secara umum laki-laki telah banyak bekerja dibanding perempuan.

  

D. Pengaturan HAM Secara Universal dalam Deklarasi Universal HAM

(DUHAM) Tahun 1948 dan Relevansinya dengan CRPD

  Pada tanggal 10 Desember 1948, Sidang Umum PBB mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM). DUHAM 1948 ini memang bukan instrumen yuridis. Namun, DUHAM 1948 itu sendiri atau ketentuan-ketentuan tertentunya, menjadi landasan dibuatnya instrumeninternasional Hak Asasi Manusia lain, baik yang tidak mengikat secara hukum maupun yang mengikat secara hukum yang menyangkut tema Hak Asasi Manusia atau kelompok pemangku Hak Asasi Manusia tertentu serta dirujuk oleh instrumen-instrumen regional Hak Asasi Manusia, peraturan perundang-undangan nasional negara mengenai atau yang berkenaan dengan Hak Asasi Manusia. Karena penerimaan universal ini maka memang layaklah pendapat yang menyatakan bahwa DUHAM 1948 sudah menjadi hukum kebiasaan internasional (customary international

   law) .

  Instrumen-instrumen international Hak AsasiManusia lain yang mengikat secara hukum yang menjabarkansecara langsung ketentuan tertentu yang termuat dalamDUHAM 1948 dan menjadikannya norma-norma hukuminternasional 55 56 Ibid., hlm. 17.

  adalah Konvensi mengenai Status Pengungsi,1951; Konvensi tentang Hak Politik Perempuan, 1952;Konvensi tentang Status Orang Tanpa Kewarganegaraan, 1954(pembuatannya diprakarsai oleh Dewan Ekonomi dan Sosial);Konvensi tentang Pengurangan Nirkewarganegaraan, 1954;dan Konvensi tentang Kewarganegaraan Perempuan Kawin,1957.

  Terdapat kritik akan pernyataan Dagener dan Quinn bahwa DUHAM tidak memberi perhatian kepada penyandang disabilitas; bahwa penyandang disabilitas tidak dimasukkan ke dalam kelompok tersendiri yang rentan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia.Akan tetapi, Sidang Umum PBB ini sejak awal telah memproklamirkan bahwa Deklarasi “sebagai standar bersama untuk pencapaian bagi semua umat manusia...” Selain itu, terdapat instrumen-instrumen international Hak AsasiManusia yang mengikat secara hukum yang menjabarkansecara langsung ketentuan tertentu yang termuat dalamDUHAM 1948dan menjadikannya norma-norma hukum internasional. Contohnya adalah Konvensi mengenai Status Pengungsi,1951; Konvensi tentang Hak Politik Perempuan, 1952;Konvensi tentang Status Orang Tanpa Kewarganegaraan, 1954(pembuatannya diprakarsai oleh Dewan Ekonomi dan Sosial);Konvensi tentang Pengurangan Nirkewarganegaraan, 1954;dan Konvensi tentang Kewarganegaraan Perempuan Kawin,1957.

  Terdapat juga instrumen-instrumen internasional Hak Asasi Manusiayang mengikat secara hukum yang merupakan penjabaran,pengembangan, dan pengukuhan secara hukum deklarasiyang dikeluarkan sebelumnya (deklarasi- deklarasi ini sendiridikeluarkan untuk menjabarkan dan mengembangkan DUHAM 1948), antara lain : Konvensi tentang Hak Anak, 1989 (berasal dariDeklarasi tentang Hak Anak, 1959); Konvensi Internasionaltentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965(berasal dari Deklarasi tentang Penghapusan Segala BentukDiskriminasi Rasial, 1963); Konvensi tentang PenghapusanSegala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 1979 (berasaldari Deklarasi tentang Penghapusan Diskriminasi terhadapPerempuan, 1967); dan Konvensi tentang Hak PenyandangDisabilitas, 2006 (berasal dari Deklarasi

   tentang Hak OrangCacat, 1975).

  Pasal 1 DUHAM 1948 menyatakan bahwa “Semua manusia terlahir dalam keadaan bebas dan setara dalam martabat dan hak-hak...”Pasal 2 menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas semua hak-hak dan kebebasan yang dinyatakan didalam Deklarasi, tanpa adanya pembedaan dalam bentuk apapun seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,agama, pendapat politik dan lainnya, kewarganegaraan atau asal usul sosial, properti, kelahiran atau status lainnya”.

  Tidak perlu diragukan bahwa penyandang disabilitas telah tercakup di dalam Deklarasi ini,walau tidak disebutkan secara khusus.

  Hak-hak yang terkandung dalam DUHAM yang diadopsi di dalam pasal-

  

  pasal yang terdapat dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas , yaitu : 1.

  Hak untuk hidup Hak untuk hidup merupakan hak mutlak setiap orang dan termasuk dalam kategori non-derogable rights yaitu hak yang tidak dapat dikurangi. Dalam 57

  pasal 3 DUHAM disebutkan bahwa : 58 Ibid., hlm. 47-48.

  Center for Reproductive Rights, 2009, “Reproductive Rights are Human Rights”, New

  “Everyone has the right to life...”

  (Setiap orang memiliki hak untuk hidup) Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas juga menyebutkan mengenai hak untuk hidup, yang dapat dilihat dalam pasal 10:

  

“States Parties reaffirm that every human being has the

inherent right to lifeand shall take all necessary measures to ensureits effective enjoyment by persons with disabilities on an equal basiswith others.”

  (Negara-Negara pihak menegaskan kembali bahwa setiap manusia memiliki hak yang melekat untuk hidup dan wajib mengambil seluruh langkah yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan secara efektif oleh penyandang disabilitas atas dasar kesamaan dengan manusia lain).

  Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, maka jelaslah bahwa hak untuk hidup yang merupakan hak mutlak yang dimiliki oleh setiap orang, diakui dan dilindungi baik dalam DUHAM juga dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

2. Hak atas Kebebasan dan Keamanan

  Pasal 3 DUHAM menyatakan bahwa :

  “Everyone has the right to . . . liberty and security of person.”

  (Setiap orang memiliki hak untuk.. kebebasan dan keamanan pribadi) Pasal 14 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan :

  “States Parties shall ensure that persons with disabilities, onan equal basis with others: 1) Enjoy the right to liberty and security of person; 2) Are not deprived of their liberty unlawfully or

  arbitrarily, and that any deprivation of liberty is in conformity with the law, and that the existence of a disability shall in no case justify a deprivation of liberty.”

  (Negara-Negara Pihak wajib menjamin penyandang disabilitas, atas dasar kesamaan dengan yang lain : 1) Menikmati hak atas kebebasan dan keamanan; 2) Tidak dicabut kebebasannya tanpa alasan hukum atau secara sepihak, dan bahwa setiap pencabutan kebebasan adalah selaras dengan hukum, dan bahwa adanya disabilitas tidak menjadi alasan pembenaran bagi pencabutan kebebasan)

  Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, maka jelaslah bahwa hak atas kebebasan dan keamanan pribadi diakui dan dilindungi baik dalam DUHAM juga dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

3. Hak Atas KesehatanTermasuk dalam Bidang Kesehatan Seksual dan

  Reproduksi

  Pasal 25 DUHAM menyatakan :

  “Everyone has the right to a standard of living adequate forthe health and well-being of himself and of his family.”

  (Setiap orang memiliki hak atas tingkat kehidupan yang memadai bagi kesehatan dan kesejahteraannya sendiri dan keluarganya) Pasal 25 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan :

  “States Parties recognize that persons with disabilities have the right to the enjoyment of the highest attainable standard of health without discrimination on the basis of disability... In particular, States Parties shall: Provide persons with disabilities with the same range, quality and standard of free or affordable health care and programmes as provided to other persons, including in the area of sexual and reproductive health and population-based public health programmes...”

  (Negara-Negara Pihak mengakui bahwa penyandang disabilitas memiliki hak untuk menikmati standar kesehatan tertinggi yang tersedia tanpa diskriminasi atas dasar disabilitas mereka... Secara khusus, negara-negara pihak wajib : menyediakan bagi penyandang disabilitas, program dan perawatan kesehatan gratis atau terjangkau, kualitas dan standar yang sama dengan orang lain, termasuk dalam bidang kesehatan seksual dan reproduksi serta program kesehatan publik berbasis populasi)

  Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, jelas bahwa perlindungan atas kesehatantermasuk dalam bidang kesehatan seksual dan reproduksi dijamin baik dalam DUHAM, juga dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

4. Hak untuk Menikah dan Kesetaraan dalam Pernikahan

  Pasal 16 DUHAM menyatakan :

  (1) “Men and women of full age, without any limitation due torace, nationality or religion, have the right to marry and to found a family. They are entitled to equal rights as to marriage, during marriage and at its dissolution. (2) Marriage shall be entered into

only with the free and fullconsent of the intending spouses.”

  (1. Laki-laki dan perempuan dewasa, tanpa ada pembatasan apapun berdasarkan ras, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam hal perkawinan, dalam masa perkawinan dan pada saat berakhirnya perkawinan.

  2. Perkawinan hanya dapat dilakukan atas dasar kebebasan dan persetujuan penuh dari pihak yang hendak melangsungkan perkawinan)

  Pasal 23 (1) Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan :

  “States Parties shall take effective and appropriate measuresto eliminate discrimination against persons with disabilities in all mattersrelating to marriage, family, parenthood and relationships, on an equalbasis with others, so as to ensure... the right of all persons with disabilities who are of marriageable age to marry and to found a family onthe basis of free and full consent of the intending spouses is recognized .”

  (Negara-Negara Pihak harus mengambil kebijakan-kebijakan yang efektif dan sesuaiuntuk menghapuskan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas dalam segala permasalahan terkait dengan perkawinan, keluarga, peran orang tua, dan hubungan pribadi, atas dasar kesetaraan dengan yang lainnya, untuk menjamin:Diakuinya hak-hak setiap orang penyandang disabilitas yang sudah cukupumur untuk kawin dan membentuk keluarga berdasarkan persetujuan bebas dan penuh dari calon pasangannya)

  Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, dinyatakan secara jelas bahwa hak untuk menikah dan kesetaraan dalam pernikahan dijamin dan dilindungi oleh DUHAM dan Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

5. Hak Atas Kesetaraan dan Non-Diskriminasi

  Pasal 2 DUHAM menyatakan:

  “Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth in this Declaration, without distinction of any kind, such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status.”

  (Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasiini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin,bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain)

  Pasal 6 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan :

  “States Parties recognize that women and girls with disabilities are subject to multiple discrimination, and in this regard shall takemeasures to ensure the full and equal enjoyment by them of all humanrights and fundamental freedoms.”

  (Negara-Negara Pihak mengakui bahwa penyandang disabilitas perempuan dan anakperempuan adalah rentan terhadap diskriminasi ganda, dan dalam kaitan ini harusmengambil kebijakan-kebijakan untuk menjamin penikmatan penuh dan setara bagi mereka atas semua Hak Asasi Manusia dan kebebasan fundamental) Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, hak atas kesetaraan dan non- diskriminasi yang dimiliki oleh setiap orang, diakui dan dijamin baik dalam DUHAM juga dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.

6. Hak untuk Tidak Menjadi Sasaran Penyiksaan dan Perlakuan atau

  Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia

  Pasal 5 DUHAM menyatakan :

  “No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman ordegrading treatment or punishment.Disability Rights Convention”

  (Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dikukumsecara tidak manusiawi atau dihina)

  Pasal 15 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas menyatakan: Article 15(1): No one shall be subjected to torture or to cruel,

  inhumanor degrading treatment or punishment. In particular, no one shall besubjected without his or her free consent to medical or scientificexperimentation. Article 15(2) : States Parties shall take all effective legislative, administrative, judicial or other measures to prevent persons with disabilities, onan equal basis with others, from being subjected to torture or cruel,inhuman or degrading treatment or punishment.

  ( 1. Tidak seorangpun boleh disiksa atau mendapat perlakuan atau penghukuman yangkejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia. Secara khusus, tidak seorangpun boleh dijadikan percobaan medis atas ilmiah tanpa persetujuan bebas dari yang bersangkutan.

  2. Negara-Negara Pihak harus mengambil semua kebijakan peraturan perundang-undangan, administratif, yudisial atau kebijakan lainnya yang efektif guna mencegah penyandang disabilitas, berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya, menjadi korban dari penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat manusia)

  Berdasarkan bunyi pasal-pasal di atas, jelas bahwa hak untuk tidak menjadi sasaran penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia diakui dan dilindungi baik dalam DUHAM juga dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas.