Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi Rawat Jalan dengan Kepuasan Pasien di RS Baptis Batu: Peran Kepesertaan Asuransi

Megawati Tatong Hariyanto

JAM

Asih Tri Rachmi

Program Magister Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kedokteran

Diterima, Juni 20 15 Direvisi, September 20 15

Universitas Brawijaya Malang

Januari 2016 Disetujui, Februari 2016

Abstract: This study aims to determine whether the level of user satisfaction pharmacy ser- vices in the Baptist Hospital. It is related to the users’ perception on the quality dimension of pharmaceutical ministry. Moreover, to determine whether the level of users’ satisfaction in installation services Outpatient Pharmacy (IFRJ) RSBB is influenced by insurance member- ship status. This study uses cross-sectional study approach. The instrument uses a question- naire with Likert scale. Validity and reliability testing uses Cronbach Alpha and non addi- tivity Tuckey testing. Normality testing uses One-sample chi-square. The correlation analy- sis uses Spearman rho, while the differences between the two groups use Two Way ANOVA analysis. There is no significant difference in gender, marital status, educational background, and employment status unless the age characteristics in which BPJS-K respondents’ age were older than un-insured patients. The results show the seven dimensions of pharmaceuti- cal care outpatient quality can be used to measure patients’ satisfaction un-insured or BPJS- K. However, if look closely at the component dimensions turned out to be no difference between the dimensions of information provision and waiting times services in which a group of un-insured higher scores than insured BPJS-K group. While the level of respon- dents’ satisfaction on each quality dimension of outpatient pharmacy services is not the same between the two groups. It can be seen that the dimensions of satisfaction with lounge facilities and dimensions of satisfaction with the speed waiting time drug services in un- insured group, higher than the insured group BPJS-K.

Keywords: quality of care, outpatient pharmacy, patient satisfaction, un-insured, insured BPJS-K

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat kepuasan pengguna jasa pelayanan farmasi di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Baptis Batu, berkorelasi dengan persepsi

Jurnal Aplikasi

pengguna jasa tentang dimensi mutu pelayaan farmasi. Juga untuk mengetahui apakah tingkat

Manajemen ( JAM)

kepuasan pengguna jasa di Instalasi Farmasi Rawat Jalan (IFRJ) RSBB, dipengaruhi oleh sta-

Vol 14 N o 1, 20 16

tus kepesertaan asuransi. Penelitian ini menggunakanpendekatan studi potong lintang.

Terindek s dalam

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan skala likert. Uji validitas dan reliabilitas

Google Scholar

dengan Cronbach Alpha dan test non additivity Tuckey. Uji normalitas menggunakan uji One- sample chi-square . Analisis korelasi menggunakan Sperman rho sedangkan perbedaan korelasi antara dua kelompok menggunakan analisis Two Way ANOVA. Tidak ada perbedaan yang

Alamat Korespondensi: Megawati, Program Magister

signifikan pada jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan yang ditamatkan dan status bekerja

Manajemen Rumah Sakit

kecuali karakteristik umur di mana umur responden BPJS-K lebih tua dibanding responden

Fakultas Kedokteran Univer- sitas Brawijaya Malang

pasien yang un-insured. Hasil penelitian menunjukkan ketujuh dimensi mutu pelayanan farmasi

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 147

Megawati, Tatong Hariyanto, Asih Tri Rachmi

rawat jalan terbukti dapat dipakai untuk mengukur kepuasan pasien un-insured maupun BPJS-K tetapi kalau melihat komponen dimensinya ternyata ada perbedaan pada dimensi pemberian informasi obat dan waktu tunggu pelayanan obat di mana kelompok yang un-insured lebih tinggi skornya daripada kelompok yang terasuransi BPJS-K. Sedangkan tingkat kepuasan responden terhadap masing-masing dimensi mutu pelayanan farmasi rawat jalan tidak sama antara kedua kelompok responden. Terlihat bahwa dimensi kepuasan terhadap fasilitas ruang tunggu dan dimensi kepuasan terhadap kecepatan waktu tunggu pelayanan obat pada kelompok un-insured, lebih tinggi dibanding kelompok yang terasuransi BPJS-K.

Kata Kunci: mutu pelayanan, farmasi rawat jalan, kepuasan pasien,un-insured, terasuransi BPJS-K

Kepuasan pasien menjadi komponen integral dari Hasil survei sebelum dan sesudah intervensi, me- mutu pelayanan kesehatan dan digunakan untuk nunjukkan sudah ada pemendekan masa tunggu obat penilaian kinerja, penggantian (reimbursement) dan yang bermakna. Namun demikian, masih ada 18,5% manajemen mutu pelayanan kesehatan (1). Mendefi- pengambil obat yang belum puas. Keluhan mereka nisikan dan mengukur kualitas layanan untuk kepuas- ini meliputi: ketidakpuasan pada: sikap petugas, fasilitas an pelanggan, menjadi strategi penting dan tantangan ruang tunggu, ketersediaan obat dan penambahan besar bagi manajemen kesehatan dan pemasar (2). biaya obat (cost sharing). Perlu diadakan penelitian Menciptakan kepuasan pelanggan merupakan kunci lebih lanjut untuk mencari faktor lain selain waktu keberhasilan perusahaan (3). Untuk dapat bertahan tunggu yang mempengaruhi kepuasanpasien terhadap dan berkembang, rumah sakit sebagai penyedia pela- pelayanan farmasi di Instalasi Farmasi Rawat jalan yanan kesehatan harus mengubah paradigmanya men- RS Baptis Batu. jadi efektif, efisien dan berorientasi pada pelanggan

Pelayanan farmasi rumah sakit adalah seluruh (4).

aspek kefarmasian yang dilakukan di rumahsakit (5). Untuk meningkatan mutu pelayanan rawat jalan, Pelayanan kefarmasian di rumah sakit meliputi RS Baptis Batu (RSBB) mengadakan survei kepuas- penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan an terhadap pasien rawat jalan mulai Januari–Juni bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau 2014. Hasil survei menyimpulkan 3 peringkat terba- serta pelayanan farmasi klinik. Peningkatan mutu wah (paling tidak memuaskan) adalah unsur Farmasi, pelayanan farmasi harus dilakukan dengan mengubah Parkir dan Aksesibilitas. Untuk mengetahui pelayanan orientasi pada produk menjadi orientasi pada pasien farmasi apa yang menjadi penyebab ketidakpuasan (patient oriented) (6). Instalasi Farmasi RS Baptis pasien, maka dilakukan survei lanjutan dan didapatkan Batu merupakan sumber pendapatan ketiga terbesar hasil kepuasan terendah pada pelayanan farmasi ada- di rumah sakit setelah rawat inap dan kamar operasi, lah waktu tunggu pelayanan obat.

karena itu kepuasan pengguna layanan farmasi sangat Pada studi pendahuluan, dilakukan penelitian penting untuk meningkatkan pendapatan rumah sakit mengenai kepuasan pengambil obat terhadap waktu (7). tunggu dengan responden berjumlah 119 yang semua-

Pengukuran kepuasan pelayanan farmasi, ter- nya peserta BPJS Kesehatan. Pengukuran dilakukan nyata tidaklah sederhana. Banyak peneliti telah

2 kali yaitu sebelum dan sesudah intervensi. Intervensi mengembangkan pengukuran kepuasan pengguna yang dilakukan adalah penyempurnaan dan sosialisasi jasa pelayanan farmasi. Kepuasan pelayanan farmasi SOP serta mengatur kembali tugas semua staf far- bersifat multi dimensi meliputi (1) sikap petugas far- masi. Pertanyaan kepuasan hanya 1 yaitu kepuasan masi; (2) pemberian informasi obat;(3) ketersediaan terhadap waktu tunggu, tetapi apabila ada responden obat; (4) fasilitas; (5) lokasi; (6) waktu tunggu pela- yang menjawab dengan skala likert 1–2 baik sebelum yanan obat; dan (7) harga obat (1, 8–16).Seiring maupun sesudah intervensi maka akan diberikan sur- dengan berlakunya Undang-Undang Jaminan Kese- vei tambahan dengan pertanyaan terbuka mengenai hatan Nasional, maka RS Baptis Batu, sejak Januari ketidakpuasan terhadap pelayanan farmasi.

2014 mulai menerima pasien yang terasuransi BPJS Kesehatan (BPJS-K).

148 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016 Nama Orang

Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi Rawat Jalan dengan Kepuasan Pasien di RS Baptis Batu

Data kunjungan poli rawat jalan sampai Oktober Penelitian ini dilakukan di ruang tunggu obat Instalasi 2014 (sumber data RS Baptis Batu), menunjukkan Farmasi Rawat Jalan(IFRJ) RS Baptis Batuselama semakin meningkatnya kunjungan pasien BPJS-K . bulan April 2015. Sampel penelitian sebanyak 170 Mengingat rumitnya administrasi pelayanan farmasi orang terdiri dari 80 pasien un-insured dan 90 pasien bagi peserta BPJS – K, dan agar pasien yg tidak ter- yang terasuransi BPJS-K. Kriteria inklusi: (a) respon- asuransi (un-insured) tidak di kecewakan oleh sistem den berusia 16 tahun atau lebih; (b) responden me- administrasi layanan farmasi, maka pengambilan obat ngerti bahasa Indonesia; (c) responden bisa baca tulis bagi kelompok terakhir ini dilakukan oleh perawat bahasa Indonesia; (d) responden yang bersedia men- rawat jalan. Bagi pasien peserta asuransi BPJS-K, jawab pertanyaan peneliti saat wawancara. Kriteria karena pengambilan obat perlu verifikasi administrasi eksklusi: responden yang menolak di wawancarai atau dan pengambilan ulang obat pasien lama, maka peng- tidak bersedia mengisi kuesioner. Teknik pengambilan ambil obat pasien BPJS-K harus di lakukan sendiri. sampel menggunakan metoda purposive (purposive Untuk memudahkan pengambilan obat, bagi pasien sampling ). Pengumpulan data menggunakan kuesio- fee for service diberi kartu pengambilan obat warna ner pada responden. Kuesioner menggunakan skala merah muda, sedang pengambilan obat bagi peserta Likert. Kuesioner yang digunakan telah dilakukan uji BPJS-K diberi kartu putih. Perbedaan perlakuan ini validitas dan uji reliabilitas. Kuesioner berisi identitas mungkin akan mempengaruhi perbedaan tingkat ke- responden, 17 pertanyaan yang termasuk 7 dimensi puasan pengambil obat, antara kelompok pasien yang mutu pelayanan farmasi dengan 3 pertanyaan tentang tidak terasuransi dengan kelompok pasien terasuransi kepuasan umum dan kepuasan masing-masing BPJS- K (1, 13, 14, 16).

dimensi.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui apa-

kah tingkat kepuasan pengguna jasa pelayanan far- HASIL masi di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RS Baptis Karateristik Responden

Batu, berkorelasi dengan persepsi pengguna jasa tentang dimensi mutu pelayaan farmasi. Juga untuk

Secara umum, distribusi karakteristik sampel ke- mengetahui apakah tingkat kepuasan pengguna jasa lompok pasien rawat jalan un-insured dan yang ter- di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSBB.

asuransi BPJS- K hampir sama. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan yang ditamatkan dan status bekerja kecuali

METODE

karakteristik umur, dimana umur responden BPJS-K Desain penelitian adalah penelitian deskriptif rata- rata berumur 42, 8 ± 13.265 tahun yang lebih analitik observasional denganpendekatan studi potong tua dibanding responden pasien yang tidak terasuransi lintang terhadap pasien un-insured dan yang ter- yang rata-rata umurnya 32,7± 9.916 tahun ( beda asuransi BPJS-K yang mengambil obat di Instalasi signifikan dengan t = 5,497, p < 0,001). (tabel 1) Farmasi Rawat Jalan RSBB tentang dimensi mutu

pelayanan farmasi terhadap kepuasan pasien.Uji Korelasi antara Tingkat Kepuasan dengan variabilitas dan reliabilitas dengan Cronbach Alpha Persepsi Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi dan test non additivity Tuckey. Uji distribusi nor- Rawat Jalan pada Kelompok Pasien Un-insured malitas dengan uji One sample chi square . Analisis dan yang terasuransi BPJS-K

korelasi menggunakan Sperman rho sedangkan perbedaan korelasi antara dua kelompok mengguna-

Korelasi tingkat kepuasan dan persepsi ketujuh kan analisis Two Way ANOVA. Variabel independen- dimensi mutu pelayanan farmasi sangat signifikan,

nya terdiri dari tujuh variabel yaitu: sikap petugas/ baik pada seluruh responden ( p<0,001), maupun pada staf farmasi, pemberian informasi obat,ketersediaan kelompok pasien yang terasuransi BPJS-K (p<0,001) obat,fasilitas, lokasi, waktu tunggu pelayanan obat dan dan kelompok un-insured (p<0,001) tetapi ternyata harga obat.Variabel dependennya adalah kepuasan kepuasan terhadap tujuh dimensi mutu pelayanan pasien (un-insured dan pasien terasuransi BPJS-K). farmasi pada pasienun-insured lebih tinggi dari pasien

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 149

Megawati, Tatong Hariyanto, Asih Tri Rachmi Tabel 1. Karakteristik Responden dibagi Menurut Kelompok Sampel

No Karakteristik

Pasien

Pasien BPJS-

Total Pasien

1 Jenis Kelamin: Fischer’s  Laki-laki

62,4 Exact Test  Perempuan

64 37,6 p 0,345 (NS)  Jumlah

Indep t-test, 2 Umur

Unequal variance, t= 5,497**

(df 163,3; p <0.001)

Sumber: Data diolah, 2015

Tabel 2. Karakteristik Responden dibagi menurut Kelompok Sampel No Karakteristik

Pasien

Pasien BPJS-

Total Pasien

4. Pendidik an yg ditamatkan 1. Tdk Tamat SD

4 2,4 T ak bisa pakai 2. Tamat SD

15 8,8 2 test krn 28,6 3. Tamat SLTP

25 14,7 sel jml sampel 4. Tamat SLTA

80 47,1 < 5. 5. Tamat Diploma

V ariable 6. Tamat Sarjana

17 10,0 berskala 7. Tamat Pasca

3 1,8 ordinal, beda Sarjana

distribusi diuji Jumlah

100,0 memakai Median Test, dg hasil p= 0,327 (NS)

5 Status Bekerja  Tidak Bekerja

71 41,8 Fischer’s  Bekerja

99 58,2 Exact T est  Jumlah

100,0 p 1,000 (NS) Sumber: Data diolah, 2015

yang terasuransi BPJS-K seperti yang tertera pada 7–21. Dalam penelitian ini ke 7 dimensi mutu pela- tabel 3.

yanan farmasi rawat jalan terbukti dapat dipakai untuk mengukur kepuasan pasien un-insured maupun

Persepsi Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi pasien yang terasuransi BPJS-K tetapi kalau melihat

Rawat Jalan

komponen dimensinya ternyata ada perbedaan pada Mutu pelayanan farmasi rawat jalan , mempunyai dimensi pemberian informasi obat dan waktu tunggu

7 dimensi, terdiri dari 17 item, skor persepsi terhadap pelayanan obat dimana kelompok un-insured lebih mutu pelayanan farmasi rawat jalan berkisar antara tinggi skornya daripada yang BPJS-K (lihat tabel 4).

150 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016 Nama Orang

Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi Rawat Jalan dengan Kepuasan Pasien di RS Baptis Batu Tabel 3 Koefisien Korelasi Antara Tingkat Kepuasan dengan Persepsi

Koefisien korelasi tingkat kepuasan dengan persepsi mutu (P)

Total responden

R = 0,611 (P < 0,001**)

BPJS-K

90 R = 0,388 (P < 0,001**)

Un-insured

80 R = 0,727 (P < 0.001**)

Sumber: Data diolah, 2015

Tabel 4. Nilai Statistik Skor masing-masing Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi Rawat Jalan di RS Baptis Batu Dimensi & kepesertaan

Mean Std. Dev Min Max

Uji t-test

t= -0.187, df 98,8; Sikap p etugas

Pemberian t= - 7,334, df 105,4;

in formasi o bat

T= - 1,833, df 120,7; Ketersediaan obat

un-in sured

Fasilitas T= - 0,032, df 111,9;

un-in sured

T= - 0,656, df 156,4; Lokasi

Waktu tunggu T= - 4,028, df 15 4,4;

un-insured

pelayanan obat

T= -1,630, df 108,6 , Harga obat

T= - 3,987, df 10 2,1; p

Persep si Total

Sumber: Data diolah,2015 Tingkat Kepuasan Responden terhadap penelitian mengenai kepuasan terhadap masing-

masing-masing Dimensi Mutu Pelayanan masing dimensi. Setiap dimensi ditanyakan “apakah

Farmasi Rawat Jalan

puas dengan........(sikap petugas, pemberian informasi obat dst...). Hasilnya tidak semua dimensi mutu,

Sesuai dengan kuesioner, di samping meneliti tingkat kepuasannya sama antara kedua kelompok kepuasan pasien secara umum (Y) juga dilakukan

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 151

Megawati, Tatong Hariyanto, Asih Tri Rachmi

responden. Pada tabel 5 terlihat bahwa dimensi ke- mana umur responden yang terasuransi BPJS-K rata- puasan terhadap fasilitas ruang tunggu dan dimensi rata berumur 42, 8 ± 13.265 tahun , lebih tua dibanding kepuasan terhadap kecepatan waktu tunggu pela- responden pasien un-insured yang rata-rata umurnya yanan obat pada kelompok un-insured, lebih tinggi 32,7± 9.916.Hal ini dapat dijelaskan karena pasien dibanding kelompok yang terasuransi BPJS-K.

yang terasuransi BPJS-K yang berobat di RS sebagian

Tabel 5. Tingkat Kepuasan Responden terhadap Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi Rawat Jalan menurut Dimensi Mutu

Kepesertaan

Mean Std. Dev

Uji-t

K_Pelayanan

BPJS-K

T= -3,683 (df 106.5)

T= -1,447 (d f 117.9) K_Sikap petu gas

T= -1.70 7 (df 168) Informasi obat

K_Pemberian

T= -1.90 5 (df 168) obat

K_Ketersediaan BPJS-K

T= -2.989 (df 112,6)

K_Fasilitas

T= -1.3455 (df 167.8) K_Lokasi

T= -4.129 (df 168)

K_Waktu tunggu

.t= 0.572 (df 168) K_Harga obat

Sumber: Data diolah, 2015 Saran Responden pada IFRS pada pertanyaan besar adalah pasien rujukan yang berpenyakit kronis.

terbuka

Dengan demikian, dipandang dari aspek desain penelitian, karakteristik kedua kelompok sampel

Hasil wawancara berupa pertanyaan terbuka responden pasien yang terasuransi BPJS- K cukup yang meminta komentar atau saran terhadap pela- komparabel disandingkan dengan kelompok sampel yanan farmasi rawat jalan di RS Baptis Batu sebagian responden yang membiayai pengobatan mereka sen- besar responden mengusulkan agar waktu tunggu diri. Komposisi kedua kelompok yang komparabel ini pengambilan obat dapat dipercepat dengan menambah memungkinkan dianalisis perbedaan respons persepsi tenaga dan antrian yang adil. Untuk fasilitas ruang dan tingkat kepuasan responden terhadap pertanyaan tunggu yang banyak diusulkan adalah mengenai kursi tentang mutu pelayanan farmasi di RS Baptis Batu. ruang tunggu yang kurang nyaman. Korelasi tingkat kepuasan umum dengan persepsi

ketujuh dimensi mutu pelayanan farmasi rawat jalan

DISKUSI

(sikap petugas, pemberian informasi obat, keterse- Secara umum, distribusi karakteristik sampel diaan obat, fasilitas, lokasi, waktu tunggu pelayanan kelompok pasien un-insured dan yang terasuransi obat dan harga obat) di RS Baptis Batu sangat signi-

BPJS- K hampir sama, kecuali karakteristik umur, di fikan secara statistik, baik pada seluruh responden,

152 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016 Nama Orang

Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi Rawat Jalan dengan Kepuasan Pasien di RS Baptis Batu Tabel 6. Saran- saran Responden

Saran/Komentar

BPJS-K

Un-insured Total

Jumlah

Jumlah

Waktu Tunggu Pelayanan Obat

Waktu tunggu obat dipercepat 7 8 15 Perlu ditambah petugas supaya pengambilan o bat cepat 9 11 20 Pengambilan no mer antrian perlu diperhatikan( ada 5 5

kecurangan Untuk pengambilan obat harus sesuai urutan tidak 1 1 mendahulukan yang umum, BPJS-K harus disamakan Pelayanan kasir dipercepat 1 1

Fasilitas

Peningkatan fasilitas ruang tunggu 2 2 Kursi ruang tunggu dibuat nyaman(tambah spon/ ganti 6 1 7

baru ) Ada ruang tunggu khusus bagi yang membawa bayi

1 1 supaya terpisah dengan pasien dewasa

Peningkatan kebersihan ruang tunggu 1 1 Peningkatan kebersihan kamar mandi 2 3 5 Penerangan di toilet ditambah 1 1 Tambah mushola dekat ruang tunggu 2 1 3 Colokan untuk charger hp 5 5 Penambahan Loket Pendaftaran 2 2 Ditambah Mainan anak-anak 1 1

Tabel 7. Saran-saran Responden

Saran/Komentar BPJS-K Un-insured Total Jumlah Jumlah

Ketersediaan Obat

Obatnya dileng kapi supaya tidak perlu beli di ap otek luar 1 1

Sikap Petugas

Peningkatan pelayanan petugas farmasi 3 3 Petugas ramah 1 3 4 Pelayanan sudah memuaskan tapi ditingkatkan 12 18 30

Lain-lain

Dokternya tepat waktu 1 1

Jumlah Saran 52 58 110

maupun pada kelompok pasien un-insured maupun K). Pengujian yang eksplisit mengenai hubungan yang terasuransi BPJS-K. Semua dimensi memiliki antara kepuasan dan farmasi dilakukan oleh pengaruh walau skornya berbeda. Ada banyak studi MacKeigan dan Larson (1989), dengan mengembang- tentang kepuasan pasien dengan pelayanan medis, kan dan memvalidasi survei kepuasan pasien terhadap tetapi hanya sedikit yang meneliti hubungannya pelayanan farmasi. Ada tujuh dimensi kepuasan yaitu dengan mutu pelayanan farmasi dan belum ada yang penjelasan, perhatian, kompetensi tehnik dari petugas, meneliti hubungan kepuasan dan mutu pelayanan far- pembiayaan, aksesibilitas, pengobatan yang efisien, masi dengan perbedaan responden dalam hubungan ketersediaan obat bebas dan kualitas obat. Dua dengan kepesertaan asuransi ( un-insured dan BPJS- dimensi yang terakhir yaitu ketersediaan obat bebas

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 153

Megawati, Tatong Hariyanto, Asih Tri Rachmi

dan kualitas obat perlu diuji lagi karena nilainya rendah analisis ada empat variabel yang memiliki korelasi sedangkan nilai tertinggi yaitu pasien paling puas positif dengan kepuasan yaitu sikap petugas, pem- dengan kompetensi petugas farmasi.

berian informasi obat, jam buka yang nyaman dan Briesacher dan Corey (1997) mengadakan pene- ketersediaan obat asli sedangkan yang sedikit mem- litian mengenai kepuasan pasien terhadap pelayanan pengaruhi kepuasan adalah dimensi fasilitas yang farmasi di apotek independen dan rantai (chain) di nyaman dan ketersediaan obat OTC. Dimensi yang Philadelphia dengan empat dimensi kepuasan yaitu tidak mempengaruhi adalah lokasi. Hasil penelitian waktu tunggu pelayanan obat,ketrampilan teknis dan didapatkan bahwa responden paling puasdengansikap kesopanan petugas, kenyamanan lokasi dan aspek lain profesional apoteker tetapi tidak puas dengan penye- dari pengalaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diaan layanan yang bukan obat. semua dimensi mempengaruhi kepuasan pasien di ke-

Marques-Peiro dan Perez-Piero (2008) melaku- dua jenis apotek. Pasien paling puas dengan lokasi kan penelitian di Valencia Spanyol untuk menentukan farmasi dan paling tidak puas dengan waktu tunggu kepuasan pasien HIV dan non HIV yang datang ke pelayanan obat dan secara keseluruhan apotek inde- farmasi rawat jalan denganpertanyaan sesuai indeks penden lebih memuaskan daripada apotek rantai.

kepuasan yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan Kamei, et al. (2001) melakukan investigasi di 32 Daerah Otonomi Valencia. Ada lima dimensi yang apotik di Tokyo dan Osaka dengan mengembangkan diteliti meliputi ruang tunggu, waktu tunggu obat , tujuh indeks evaluasi untuk pelayanan farmasi yaitu ketrampilan petugas, kerahasiaan dan bantuan kepada sikap apoteker, ketersediaan obat bebas, jam buka pasien (sikap petugas), pemberian informasi obat. Hasil yang nyaman, fasilitas, ketersediaan pelayanan khu- analisis tidak ada perbedaan kepuasan antara kedua sus, lokasi yang nyaman dan catatan obat. Sikap apo- kelompok tersebut dan aspek yang paling memuaskan teker seperti sikap umum dan kegiatan khusus farmasi/ adalah ketrampilan petugas farmasi dan kerahasiaan, apoteker seperti memberikan informasidan penjelas- sedangkan aspek yang paling rendah kepuasannya an, dan kenyamanan jam buka apotek dinilai sangat pada fasilitas ruang tunggu dan waktu tunggu pela- penting dan mempengaruhi kepuasan pasien. Fasilitas yanan obat. Kemungkinan penyebab ketidakpuasan yang nyaman dan ketersediaan obat bebas sedikit adalah peningkatan jumlah konsultasi tanpa diikuti mempengaruhi kepuasan dan kenyamanan lokasi tidak dengan peningkatan jumlah apoteker. mempengaruhi kepuasan.

Blalock, et al. (2012) mengembangkan dan Menurut Larson, et al. (2002) yang mengem- menguji alat untuk mengevaluasi mutu pelayanan far- bangkan kuesioner untuk mengukur kepuasan dengan masi rawat jalan di Amerika Serikat. Ada 15 item pelayanan farmasi di Iowa, ada dua dimensi yang untuk mengukur tiga aspek pelayanan farmasi (komu- mempengaruhi kepuasan yaitu penjelasanyang bersa- nikasi staf, komunikasi kesehatan dan obat, dan pem- habat (keramahan pelayanan, pengaturan perawatan, berian informasi obat). Hasilnya alat survei ini dinilai dan konseling obat) dan mengelola terapi (melaksana- andal dan valid untuk digunakan mengevaluasi mutu kan terapi obatdan memecahkan masalahterapi). Hasil pelayanan farmasi. analisis menunjukkan kalau dimensi penjelasan yang

Khudair IF dan Raza (2003) melakukan peneli- bersahabat yang lebih mempengaruhi kepuasan.

tian untuk mengukur kepuasan pasien terhadap kinerja Oparah dan Kikanme (2006) meneliti kepuasan pelayanan farmasi di Hamad General Hospital, Qatar. pelanggan terhadap apotek lokal di Warri Nigeria. Ada Kuesioner berisis 22 item yang berfokus pada lima

32 item yang ditanyakan yang apabila dirangkum men- faktor yang berpengaruh yaitu ketepatan layanan, cakup beberapa dimensi mutu yaitu sikap petugas, sikap petugas, ketersediaan obat, lokasi dan pemberian kompetensi apoteker, ketersediaan obat, fasilitas, informasi obat. Hasil penelitian yang ada empat faktor pelayanan di luar obat (imunisasi, test kehamilan, test mempengaruhi kepuasan pasien yaitu ketepatan la- hipertensi, promosi kesehatan, dll), lokasi, jam buka yanan, sikap petugas, pemberian informasi obat, lokasi apotek yang terus menerus, harga obat , rekam medik farmasi dan ruang tunggu, dan satu faktor yaitu keter- obat, kepuasan pada ketersediaan obat asli, apoteker, sediaan obat tidak mempengaruhi kepuasan pasien. dan barang-barang konsumsi rumah tangga. Hasil

154 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016 Nama Orang

Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi Rawat Jalan dengan Kepuasan Pasien di RS Baptis Batu

Hasan, et al. ( 2013) mengembangkan dan mem- Berdasarkan lima dimensi untuk mengukur mutu validasi alat untuk menilai kepuasan pasien dengan layanan dengan pendekatan SERVQUAL yang dike- pelayanan farmasi komunitas di Uni Emirat Arab mukakan oleh Parasuraman, et al. (1988 ), pemberian dengan menggunakan alat yang sudah divalidasi. informasi obat merupakan dimensi reliability (kean- Instrumen terdiri dari empat dimensi yaitu informasi, dalan) yaitu kemampuan untuk melakukan layanan hubungan, aksesibilitas dan ketersediaan. Hasil pene- farmasi yang andal dan akurat. Kepuasan yang tinggi litian menunjukkan bahwa peserta memerlukan infor- pada dimensi pemberian informasi obat terjadi karena masi lebih lanjut tentang obat-obatan dan manajemen sebenarnya pasien tidak seberapa mengerti mengenai pribadi dan peningkatan kompetensi petugas. Keter- kualitas teknis dan tidak dapat menilainya dengan sediaan obat relatif mempengaruhi kepuasan sedang- akurat, sehingga kualitas fungsional biasanya meru- kan kepuasan terendah pada aksesibilitas yang dise- pakan penentu utama dari persepsi pasien (17). babkan oleh karakteristik fisika potek seperti ruang

Pasien tidak mengetahui standar maupun jenis tunggu dan kurangnya area pribadi.

pelayanan farmasi yang menjadi haknya. Jenis pela- Malewski, el al. (2014) meneliti kepuasan pasien yanan farmasi yang harus diketahui pasien adalah terhadap apotek komunitas didaerah perkotaan khasiat, cara pemakaian, efek samping, kegunaan dan (Detroit) dan pinggiran kota (Ann Arbor) di USA. cara penyimpanan obat juga tindakan bila terjadi efek Tujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan samping obat maupun salah dosis (18). Dari hasil pe- kepuasan pasien yang berhubungan dengan pelayanan nelitian oleh Handayani, dkk. (2009) ditemukan bahwa farmasi. Ada 30 pertanyaan yang terdiri dari 15 per- pelayanan farmasi masih berorietasi pada obat (drug tanyaan mengenai hubungan dengan apoteker, 10 oriented ) belum pada pasien (patient oriented) dan pertanyaan tentang kepuasan dan aksesibilitas apotek belum menerapkan pharmaceutical care yang dan 5 pertanyaan mengenai biaya. Hasil penelitian merupakan bagian dari standar pelayanan farmasi didapatkan kepuasan yang tinggi tanpa perbedaan komunitas. Komponen dari pharmaceutical care yang signifikan di kedua lokasi dalam hal hubungan antara lain informasi obat, konseling, monitoring dan pelayanan apoteker. Sedangkan dalam hal aksesi- penggunaan obat, edukasi, promosi kesehatan, dan bilitas layanan farmasi, layanan pelanggan dan bebe- evaluasi terhadap pengobatan. rapa masalah kepercayaan pasien/apoteker ada

Petugas farmasi harus memberikan informasi perbedaan kepuasan yang signifikan antara apotek tetang obat secara jelas untuk mencegah kemungkinan perkotaan dan pedesaan.

terjadinya salah cara pakai obat, salah dosis dan efek Walaupun ketujuh dimensi semuanya berpenga- samping obat Penyuluhan oleh apoteker kepada ruh pada kepuasan pasien un-insured maupun yang pasien dan keluarganya dalam hal penggunaan dan terasuransi BPJS-K, tetapi dari penelitian didapatkan penyimpanan obat dapat meningkatkankepatuhan adanya perbedaan pada komponen dimensi pemberian dalampenggunaanobat (1, 9-11, 14, 19). Dan kepuasan informasi obat dan waktu tunggu pelayanan obat di pasien meningkat dengan semakin tingginya frekuensi mana kelompok pasien un-insured lebih tinggi skornya konseling, monitoring dan bimbingan yang dilakukan daripada pasien yang terasuransi BPJS-K.

oleh petugas farmasi (19).

Dari beberapa penelitian terdahulu yang menya- Perbedaan kepuasan pada dimensi waktu tunggu takan kepuasan tertinggi pada pemberian informasi pelayanan obat terjadi karena pasien un-insured obat (kompetensi apoteker) adalah penelitian yang dilayani dengan alur yang berbeda dengan pasien yang dilakukan oleh Mac Keigan dan Larson (1989), Kamei, terasuransi BPJS-K. Sejak awal resep sudah dibawa- et al. (2001), Larson, et al. (2002), oparah dan Kikanme kan oleh perawat poliklinik ke IFRS dan diambilkan (2006), Marques-Piero dan Perez Piero (2010), nomer urut khusus (warna merah). Pelayanan peng- Malewski, et al. (2014). Hal ini menunjukkan betapa isian resep relatif lebih cepat karena jumlah pasien pentingnya kompetensi teknis apoteker dalam hal pem- un-insured lebih sedikit. Sedangkan pada pasien berian informasi obat dan ketrampilan personal (teliti, BPJS-K harus mengantri sendiri dan mendapat nomer hati-hati, tidak ada kesalahan pemberian obat).

urut warna putih. Dengan tingginya angka kunjungan

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 155

Megawati, Tatong Hariyanto, Asih Tri Rachmi

pasien yang terasuransi BPJS-K (2x lipat dari pasien dilakukan oleh Oparah dan Kikanme (2006), Marques- un-insured ) maka antrian berlangsung lama, ini yang Piero dan Perez–Piero( 2008) serta Hasan, et al. menimbulkan rendahnya angka kepuasan pasien (2013). terhadap waktu tunggu pelayanan obat.

Pada penelitian ini dimensi fasilitas yang diper- Pada penelitian kepuasan pasien terhadap masing- sepsikan baik oleh pasien adalah ruang tunggu pela- masing dimensimutu pelayanan farmasi didapatkan yanan obat yang bersih, kursi ruang tunggu yang nya- hasil pada kedua kelompok responden tingkat kepuas- man, kamar kecil yang mudah dijangkau dan bersih. annya berbeda. Kepuasan terhadap fasilitas ruang Sedangkan Handayani, dkk. (2009) yang melakukan tunggu dan kecepatan waktu tunggu pelayanan obat penelitian mengenai persepsi konsumen apotek terha- pada kelompok un-insured, lebih tinggi dibanding dap pelayanan apotek di tiga kota di Indonesia mene- kelompok BPJS-K.

mukan bahwa kebersihan ruang tunggu,kenyamanan Lima dimensi untuk mengukur mutu/kualitas ruangtunggu, serta kelengkapan danmutu merupakan layanan yang diharapkan dan dirasakan dalam dimensi tangible yang dipersepsikan baik oleh seba- pendekatan SERVQUAL yang dikemukakan oleh gian besar konsumen. Parasuraman, et al., 1991) dapat diterapkan di Insta-

Menurut Engel (1993) kenyamanan dalam me- lasi Farmasi yaitu:

nunggu merupakan salah satu faktor yang dapat mem- Tangibles (berwujud): fasilitas fisik yang lang- pengaruhi minat pasien dalam membeli obat di apotek sung dapat dirasakan pelanggan. Dalam penelitian ini RS. Pasien datang ke rumah sakit membutuhkan adalah kebersihan ruang tunggu, kenyamanan kursi waktu cukup lama untuk antre pendaftaran, diperiksa di ruang tunggu, toilet yang mudah dijangkau dan bersih dokter, selanjutnya pada proses pengambilan obat serta lokasi instalasi farmasi yang dekat dengan mulai dari resep masuk ke instalasi farmasi sampai rumah.

pasien menerima obat yang sudah selesai diracik Reliability (keandalan): kemampuan untuk mela- diharapkan tidak terlalu lama supayapasienmerasa kukan layanan yang andal dan akurat dalam pelayanan nyaman menunggu. Dan salah satu usaha untuk mem- farmasi adalah pemberian informasi obat.

berikan kenyamanan pada pasien adalah penampilan Responsiveness (daya tanggap): kerelaan untuk fisik yang menarik dan tersedianya sarana penunjang. membantu pelanggan dan memberikan layanan yang

Dari hasil wawancara dengan pertanyaan terbu- cepat dan tepat yang ditunjukkan dengan waktu tung- ka terlihat banyak usulan responden untuk penam- gu pelayanan obat yang cepat.

bahan fasilitas ruang tunggu pelayanan obat di IFRS Assurance (jaminan): kepastian yang ditunjukkan rawat jalan antara lain adanya mushola, ruang tunggu oleh ketersediaan obat yaitu obat yang diterima penuh khusus pasien bayi yang terpisah dari pasien dewasa, bukan setengah resep dan macam/jenis obat yang mainan anak-anak serta adanya colokan listrik untuk diterima sesuai resep dokter serta harga obat yang men-charge HP. Sedangkan meningkatan fasilitas lebih murah atau setidaknya setara bagi pasien un- meliputi penggantian kursi dengan yang lebih nyaman, insured dan tidak ada penambahan biaya bagi yang peningkatan kebersihan ruang tunggu dan kamar kecil terasuransi BPJS-K.

serta penambahan penerangan pada toilet. Fasilitas Emphaty (kepedulian): perhatian dengan sikap yang nyaman dapat membuat waktu tunggu menjadi petugas serta sikap petugas yang baik, bersedia men- lebih menyenangkan. dengarkan pertanyaan dan memberi jawaban yang

Hasil penelitian terhadap waktu tunggu pelayanan sesuai dengan pertanyaan.

obat ternyata mempengaruhi kepuasan pasien secara Fasilitas merupakan dimensi tangibles yang me- umum maupun secara khusus dan ada perbedaan yang nurut pendekatan SERQUAL dapat langsung dirasa- signifikan antara pasien un-insured dengan yang kan oleh pengunjung. Fasilitas menjadi dimensi yang terasuransi BPJS-K. Selain karena alur yang berbeda, memberikan kepuasan pada pasien karena pasien hal ini dapat disebabkan oleh adanya persepsi yang lebih dapat menilai sesuatu yang bersifat fisik. Bebe- berbeda terhadap waktu tunggu. rapa penelitian yang terdahulu yang menyatakan ada-

Penelitian terdahulu yang mendukung pengaruh lah pengaruh fasilitas terhadap kepuasan pasien waktu tunggu pelayanan obat terhadap kepuasan

156 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016 Nama Orang

Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi Rawat Jalan dengan Kepuasan Pasien di RS Baptis Batu

pasien dilakukan oleh Mac Keigan dan Larson (1989), Katzetal. (1991) menguji tiga hipotesis dalam Briesacher dan Corey (1997), Kamei, et al. (2001), studi 1989 yang dilakukan dicabang bank di Boston, Marques Piero dan Perez Piero (2008), Blalock, et Massachusetts. Hipotesis ini adalah: antrian lama me- al. (2012), Hasan, et al. ( 2013) dan Malewski, et al. nurunkan kepuasan pelanggan, persepsi waktu tunggu (2014). Survei yang dilakukan Chou, dkk. (2007) di dapat dikurangi dengan pengalihan perhatian, dikenal pusat medis di Taiwan menunjukkan bahwa penentu oleh petugas mengurangi stres dan meningkatkan ketidakpuasan pasien adalah waktu tunggu pelayanan kepuasan. Hasilnya yang menyebabkan waktu tunggu obat sehingga memperpendek waktu tunggu sangat terasa lebih lama adalah menunggu tanpa kegiatan, penting dan menjadi pusat tujuan farmasi.

menunggu sendirian dan pengguna baru (22). Kebutuhan konsumen untuk menghemat dan

Parasuraman, et al. (1985) mengembangkan mengefisienkan waktu menjadi isu penting dalam lite- model untuk mengidentifikasi lima potensi kesenjangan ratur pemasaran jasa dan menyebabkan peneliti fokus kualitas .dan tiga diantaranya berkaitan dengan waktu pada pentingnya waktu dalam pengalaman pembelian. tunggu yaitu kesenjangan antara layanan yang aktual Menunggu adalah elemen yang banyak mempenga- dengan layanan yang dirasakan (hal ini waktu tunggu), ruhi pembelian terutama pada pelayanan kesehatan kesenjangan antara komunikasi eksternal sesuai stan- yang pasiennya rutin menunggu menit, jam, hari bah- dar pelayanan dengan persepsi pelanggan dan kesen- kan ada beberapa kasus sampai berbulan-bulan untuk jangan antara persepsi pelanggan dengan harapan pe- mendapatkan pelayanan (Taylor, 1994). Penelitian langgan. Beberapa hal yang dapat dianggap berkaitan menunjukkan bahwa dalamsituasimenunggu, orang dengan kesenjangan antara komunikasi eksternal bereaksi terhadap persepsi mereka tentang waktu dengan pelayanan yang dirasakan adalah faktor yang yang dihabiskan dari pada tujuan tunggu waktu (Pruyn mempengaruhi semua pengguna (layanan yang ber- & Smidts, 1998; Thompson, Yarnold, Williams, & harga, menunggu sendirian, menunggu tanpa ada ke- Adams, 1996).

giatan, antrian yang tidak adil, kenyamanan dan peng- Pryun dan Smitdts (1998) meneliti 3 variabel sub- guna baru), faktor yang sering mempengaruhi adalah yektif dari waktu tunggu yaitu waktu tunggu yang penjelasan penundaan dan faktor yang sedikit mempe- dirasakan (perceived waiting time), waktu tunggu ngaruhi (kecemasan, ketidakpastian, menunggu yang diterima (acceptable/actual waiting time ) dan proses sebelum tindakan. waktu tunggu kognitif dan afektif (evaluasi dan respon

Dalam situasi yang kompetitif, penyedia layanan dari menunggu). Variabel yang bersifat obyektif hanya kesehatan harus memperhitungkan kerugian pasien actual waitingtime sedangkan yang lain bersifat akibat menunggu layanan karena akan mempengaruhi subyektif. Ada kesenjangan antara persepsi waktu kepuasan pasien dan berakibat pada pemanfaatan tunggu dengan waktu tunggu yang sebenarnya (20) layanan (23). dan persepsi menunggulah yang menentukan kepuas- an daripada waktu tunggu yang sebenarnya (21).

Implikasi

Maister (1985) mengidentifikasi delapan hal yang Penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan berkaitan dengan psikologi menunggu yang menye- antara dimensi mutu pelayanan farmasi rawat jalan

babkan waktu tunggu terasa lebih lama yaitu menung- dengan kepuasan pasien baik bagi pasien un-insured gu tanpa kegiatan, menunggu proses sebelum layanan, maupun yang terasuransi BPJS-K. Pasien un-insured kecemasan, ketidakpastian, tanpa penjelasan, antrian lebih puas terhadap dimensi pemberian informasi obat, yang tidak adil, layanan tidak berharga dan menunggu

fasilitas dan waktu tunggu dibandingkan dengan pasien sendirian. Davis dan Heineke (1994) menambahkan yang terasuransi BPJS-K. Manajemen RS Baptis bahwa situasi yang tidak nyaman dapat membuat Batu harus berusaha meningkatkan kepuasan pasien

antrian terasa lebih lama. Sedangkan Peppiat (1995) yang terasuransi BPJS-K mengingat bahwa di tahun menambahkan faktor pelanggan yang baru atau yang 2014 jumlah kunjungan pasien rawat jalan yang ter- jarang berkunjung ke layanan kesehatan tersebut

asuransi BPJS-K sudah dua kali lipat dari pasien un- merasa menunggu lebih lama dari pelanggan yang insured dan akan bertambah terus seiring road map sudah sering berkunjung.

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 157

Megawati, Tatong Hariyanto, Asih Tri Rachmi

JKN menuju jaminan kesehatan semesta/Universal terhadap kepuasan pasien di IGD MacNeal Hospital, Health Coverage (UHC) di tahun 2019.

Berwyn, Illinois, USA menemukan bahwa memberi- Pada akhirnya semua RS akan bekerjasama kan informasi, memproyeksikan kualitas ekspresif, dan dengan BPJS-K untuk menjadi FKRTL sehingga akan mengelola persepsi waktu tunggu dan harapan dapat terjadi persaingan yang kompetitif antar RS untuk menjadi strategi yang lebih efektif untuk mencapai menarik pelanggan. Oleh karena itu kepuasan pasien kepuasan pasien daripada mengurangi waktu tunggu akan menjadi penentu utama yang membuat pasien yang sebenarnya (actual waiting time). memilih rumah sakit.

Selain masalah antrian, dengan meningkatnya Sesuai dengan visi RS Baptis Batu yaitu menjadi biaya kesehatan, populasi yang menua, dan kekurangan rumah sakit pilihan utama masyarakat Malang Raya tenaga terlatih penting bagi manajemen farmasi RS karena pelayanan kesehatan yang berpusat pada untuk membuat keputusan operasional yang baik. pasien dengan mengutamakan mutu dan keselamatan Karena semakin kompleknya sistem dan variasi perin- pasien maka survei ini dapat dijadikan dasar untuk tah pengisian resep maka perlu dibuat keputusan ten- pengembangan kepuasan pasien terhadap semua la- tang kepegawaian dan penjadwalan kerja (24). Faktor yanan yang ada di RS Baptis Batu. Dengan semakin manusia memang memegang peranan yang paling meningkatnya kunjungan pasien maka semakin me- penting sesuai penemuan penelitian di Sahlgrenska ningkat pula pendapatan RS yang akhirnya berdam- University Hospital clinics Gothenburg, Swedia tetapi pak pada kesejahteraan karyawan di RS Baptis Batu. menambah sumber daya manusia (SDM) bukanlah

Fasilitas ruang tunggu obat sebagai salah satu pilihan dimasa depan karena perkembangan tehnologi dimensi yang mempengaruhi kepuasan pasien perlu medis dan perubahan demografi (25). diperlengkapi dan ditingkatkan. Juga diperlukan ruang-

Untuk mengurangi antrian, penelitian di Singapore an untuk pelayanan pemberian informasi obat. Karena General Hospital, Pharmacy Department mereko- adanya perbedaan nomer antrian antara pasien un- mendasikan untuk penjadwalan kerja yang cocok insured dengan yang terasuransi BPJS-K menimbul- dengan ketersediaan tenaga dan pola kedatangan kan kecurigaan adanya kecurangan sistem antrian dan pasien (26). pasien merasa diperlakukan tidak adil maka perlu di

Perlu dilakukan pengukuran kepuasan pasien desain ulang mengenai antrian dan kalau diperlukan secara berkesinambungan setidaknya 6 bulan sekali diadakan loket yang terpisah. Perasaan diperlakukan agar dapat segera diketahui apabila ada faktor-faktor tidak adil dan dan menunggu tanpa kepastian (kurang yang membuat pasien tidak puas terhadap mutu pela- informasi mengenai antrian) dapat membuat pasien yanan farmasi rawat jalan, sehingga rumah sakit dapat merasa waktu tunggunya lebih lama dari seharusnya mengantisipasi. Kuesioner untuk pengukuran kepuasan dan akhirnya mempengaruhi kepuasan.

pasien dengan pelayanan farmasi ini dapat diguna- Davis dan Heineke (1993) mengelompokkan kan. kemampuan yang harus dimiliki oleh manajer layanan

untuk mengontrol persepsi pelanggan yang antri yaitu Keterbatasan

mengendalikan antrian sesuai proporsi dan adil dengan Hasil Penelitian ini belum tentu sama untuk semua

mendesain ulang sistem antrian yang mengunakan rumah sakit karena kemungkinan ada perbedaan latar prediksi giliran, mendesain ruang tunggu yang nyaman, belakang rumah sakit (RS berbasis agama), perbedaan kepastian penjadwalan, memastikan kapasitas yang karakteristik responden dan perbedaan budaya. Tetapi ideal dan update antrian. Waktu kosong diisi dengan

kuesioner tentang tujuh dimensi mutu pelayanan far- pemberian hal yang menarik perhatian pelanggan masi rawat jalan ini dapat digunakan sebagai referensi. misalnya musik atau aquarium, kecemasan dikurangi

Keunikan penelitian ini adalah dilakukannya kajian dengan adanya petugas yang terlatih juga dilihat apakah perbedaan kepuasan antara pasien un-insured dan

pelanggan datang sendirian atau ada yang mengantar. yang terasuransi BPJS-K, yang meski sama-sama Thompson, et al. (1996) dalam penelitian menge-

puas terhadap pelayanan farmasi, tetapi ada perbe- nai pengaruh actual waiting time, perceived waiting daan tingkat kepuasan. Tingkat kepuasan pengguna time , penyampaian informasi dan kualitas ekspresi

158 JURNAL APLIKASI MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016 Nama Orang

TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011 ISSN: 1693-5241 159

Hubungan Dimensi Mutu Pelayanan Farmasi Rawat Jalan dengan Kepuasan Pasien di RS Baptis Batu

jasa farmasi dari kelompok peserta yang terasuransi BPJS-K, lebih rendah dibanding kelompok peserta un-insured , terutama dalam dimensi fasilitas dan waktu tunggu pelayanan obat.

KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan, hasil uji hipotesis dan pem- bahasan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa ketujuh dimensi mutu pelayanan farmasi rawat jalan terbukti dapat dipakai untuk mengukur kepuasan pasien un-insured maupun pasien yang terasuransi BPJS-K tetapi kalau melihat komponen dimensinya ternyata ada perbedaan pada dimensi pemberian informasi obat dan waktu tunggu pelayanan obat di mana kelompok un-insured lebih tinggi skornya daripada yang BPJS-K. Sedangkan tingkat kepuasan responden terhadap masing-masing dimensi mutu pelayanan farmasi rawat jalan tidak sama antara kedua kelompok responden. Terlihat bahwa dimensi kepuasan terhadap fasilitas ruang tunggu dan dimensi kepuasan terhadap kecepatan waktu tunggu pelayan- an obat pada kelompok un-insured, lebih tinggi diban- ding kelompok yang terasuransi BPJS-K.

Saran

Penelitian mengenai kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi rawat jalan dapat terus dilakukan minimal 6 bulan sekali dengan memakai kuesioner yang sudah diuji. Perlu adanya penambahan fasilitas (ruang tunggu yang terpisah untuk bayi, mushola, colokan listrik dan mainan anak) dan peningkatan fasilitas (kursi ruang tunggu yang nyaman, pening- katan kebersihan ruang tunggu dan kamar kecil serta penambahan penerangan pada toilet) ruang tunggu pelayanan obat di RS Baptis Batu. Untuk memberi kepastian antrian pasien dapat digunakan sistem an- trian dengan memakai mesin antrian. Untuk memberi rasa adil dapat dilakukan pemisahan loket antara pa- sien un-insured dengan yang terasuransi BPJS-K. Tetapi bila masih belum ada anggaran untuk pem- belian mesin antrian ataupun pemisahan loket dapat menambah masalah SDM maka disarankan adanya petugas khusus ruang tunggu instalasi farmasi rawat jalan yang bertugas memberi informasi pada pasien yang menunggu. Petugas ini dapat berganti-ganti per- sonilnya sesuai jadwal penugasan dan petugas tidak

harus dari Instalasi Farmasi. Di era permulaan pelak- sanaan BPJS-K belum banyak penelitian mengenai kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS-K, jadi terbuka kesempatan untuk mela- kukan penelitian-penelitian yang akhirnya dapat me- nyempurnakan sistem BPJS-K di Indonesia.

DAFTAR RUJUKAN

Aditama, T.Y. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. 2 ed. Jakarta Penerbit Universitas Indonesia 2010. 1–11

p. Blalock, S.J., Keller, S., Nau, D., Frentzel, E.M. Develop- ment of the Consumer Assessment of Pharmacy Ser- vices survey. Journal of The American Pharmacists Association: Japha. 2012;52(3):324–32.

Briesacher, B., Corey, R. Patient satisfaction with pharma- ceutical services at independent and chain pharma- cies. American Journal Of Health-System Pharmacy: AJHP: Official Journal Of The American Society of Health-System Pharmacists. 1997;54(5):531–6.

Choi, B.J., Kim, H.S. The impact of outcome quality, inter- action quality, and peer-to-peer quality on customer satisfaction with a hospital service. Managing Ser- vice Quality. 2013;23(3):188–204.

Eriksson, H., Ing-Marie, B., Berrum, I., Mörck, B. Reducing queues: demand and capacity variations. International Journal of Health Care Quality Assurance. 2011;24 (8):592-600.

Hasan, S., Sulieman, H., Stewart, K., Chapman, C.B., Hasan, M.Y., Kong, D.C.M. Assessing patient satisfaction with community pharmacy in the UAE using a newly- validated tool. Research in Social and Administra- tive Pharmacy. 2013;9(6):841–50.

Handayani, R.S., Raharni, G.R. Persepsi Konsumen Apotek terhadap Pelayanan Apotek di Tiga Kota di Indonesia. Makara, Kesehatan. 2009;13(1):22–6.

Hong Choon, O., Wai Leng, C., Jane, Ai, W., Mui Chai T. Evaluation of manpower scheduling strategies at out- patient pharmacy with discrete-event simulation. OR Insight. 2013;26(1):71–84.

Jones, P., Peppiatt, E. Managing perceptions of waiting times in service queues. International Journal of Ser- vice Industry Management. 1996;7(5):47–61.

Kamei, M., Teshima, K., Fukushima, N., Nakamura, T. In- vestigation of patients’ demand for community phar- macies: relationship between pharmacy services and patient satisfaction. Yakugaku zasshi. 2001;121(3): 215–20.

Khudair, I.F., Raza, S.A. Measuring patients’ satisfaction with pharmaceutical services at a public hospital in

Megawati, Tatong Hariyanto, Asih Tri Rachmi

Qatar. International Journal of Health Care Quality services: a review. Pharmacy World & Science. 2009; Assurance. 2013;26(5):398–419.

31(5):525–37.

Katz, K.L., Martin, B.R. 1989. Improving customer satis- Oparah, A.C., Kikanme, L.C. Consumer satisfaction with faction through the management of perceptions of

community pharmacies in Warri, Nigeria. Research in waiting: Massachusetts Institute of Technology.

Social and Administrative Pharmacy. 2006;2(4):499– Larson, L.N., Rovers, J.P., MacKeigan, L.D. Patient satis-

511.