Potensi Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah oleh Perbankan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat Tahun 2008

  Afrizal Alamat Korespondensi: Afrizal, Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak Pontianak, Kalbar

  

Potensi Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah oleh Perbankan

di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat Tahun 2008

Afrizal

  Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak

  

Abstract: The aim of this study was to describe and analyze the characteristics and potency of micro-small-

middle enterprises (UMKM) and to understand its costing potential by formal finance institution (bank-

ing) in border area of West Kalimantan. This border-site research determined two regencies, Kabupaten

Sanggau (Entikong) and Kabupaten Sambas (Sajingan Besar). Some data used was primary one (sixty

samples) that was obtained through field research and some questionaries and in-depth interview as well

as secondary data. The findings indicated that the dominant economic activities performed in the border of

Entikong and Sajingan Besar was trading and services, in which inhibitants and foreign workers as

marketing coverage, as well as Serawak people as main target market. The infrastructure condition in this

area was relatively bad and didn’t have representative market yet. Another finding was the lack share and

unavailability of fund and money sources with accessible return and the lack existence of formal financial

supplier (capital investors) for small-middle enterprises. The dominan capital investors in this border area

was Credit Union, whitout any banking existed.

  

Keywords: the planning concept of regional economy, municipality economy potential, location quotient/

LQ

  Eksistensi Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) selalu hadir dalam perekonomian suatu negara, karena memang diperlukan. UMKM ini selalu dapat membuktikan ketahanannya, terutama ketika perekonomian nasional dilanda krisis ekonomi (Juli 1997). UMKM merupakan salah satu sektor usaha penyangga utama yang dapat menyerap banyak tenaga kerja. Namun, dukungan pembiayaan (modal kerja dan investasi serta cakupan pendanaan yang diperlukan lainnya) terhadap pengembangan UMKM masih sangat kurang memadai, disamping banyaknya kelemahan-kelemahan, seperti studi yang pernah dilakukan sebelumnya (Yunus,1997) menunjukan bahwa UMKM memiliki permasalahan yang sangat kompleks, antara lain: bidang kebijakan, pengem- bangan dan pelayanan bisnis (business support), pembiayaan usaha, infrastruktur, kordinasi program

  UMKM di daerah serta kerjasama nasional dan re- gional.

  Secara umum keberadaan UMKM telah menda- pat perhatian khusus bagi pemerintah, seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) periode 2004-2009 sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 07 tahun 2005, telah menetapkan arah kebijakan dan program pemberdayaan bagi Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sejalan dengan itu, peran koperasi dan UMKM dalam per- ekonomian Indonesia selama ini menunjukkan posisi strategisnya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang ditandai dengan:

  • kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor,
  • penyedia lapangan kerja terbesar,
  • pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat,
  • pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta
  • kontribusi terhadap neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor.

  

Potensi Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah oleh Perbankan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat

  Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Negara tetangga, yaitu dengan Negara bagian Serawak (Malaysia). Kawasan perbatasan Negara di Kalimantan Barat yang panjangnya 850 km meliputi

  • Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahun- an paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah ).
  • Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merup- kan anak perusahaan atau bukan cabang perusa- haan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Kriteria Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah ).
  • Usaha Menengah adalah usaha ekonomi pro- duktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang peru- sahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan dengan kriteria memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000,00 (lima ratus juta ru- piah) sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Karakteristik UMKM merupakan sifat atau kondisi faktual yang melekat pada aktifitas usaha maupun perilaku pengusaha yang bersangkutan dalam

  5 Kabupaten dan 15 Kecamatan, yaitu Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan Kabu- paten Kapuas Hulu.

  Dari segi sosial ekonomi, daerah perbatasan di Propinsi Kalimantan Barat pada umunya memiliki ciri- ciri:

  • Lokasinya yang terisolir/terbelakang dengan tingkat aksesbilitas yang rendah.
  • Tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat yang rendah. Data menunjukkan, pendidikan masyarakat di daerah perbatasan Kalimantan Barat lebih dari 240 ribu orang penduduk yang buta huruf.
  • Tingkat Kesejahteraan sosial ekonomi masya- rakat perbatasan yang rendah (jumlah penduduk miskin sekitar 35% dan desa miskin 45%). Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejah- teraan masyarakat di daerah perbatasan tersebut adalah dengan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi pedesaan, yaitu meningkatkan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Namun, UMKM masih dihadapkan pada masalah mendasar yang mencakup: (1) kesulitan akses pasar atas produk-produk yang dihasilkannya, (2) masih lemahnya pengembangan dan penguatan usaha dan (3) keterbatasan akses terhadap sumber- sumber pembiayaan dari lembaga keuangan formal khususnya perbankan. Sementara perbankan yang diharapkan dapat menjadi sumber pembiayaan bagi UMKM termasuk di daerah perbatasan ternyata lebih memilih untuk membuka kantornya di daerah perko- taan daripada di daerah pedesaan yang relatif masih terbelakang dan minim fasilitas.

  Optimisme bahwa perekonomian kita masih memiliki potensi besar bila dikembangkan melalui sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), tidaklah berlebihan. Krisis sejak awal 1998 membukti- kan bahwa kegiatan ekonomi rakyat kecil dalam bentuk UMKM, lebih resisten goncangan dibanding- kan usaha menengah dan besar. Hal ini terjadi karena UMKM mampu mengembangkan sistem ekonomi sendiri yang dikenal dengan perekonomian rakyat.

  Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2008, yang dimaksud dengan usaha mikro, kecil dan mene- ngah (UMKM) adalah:

  • Usaha Mikro memiliki karakteristik sebagai berikut antara lain (1) jenis komoditinya berubah- ubah dan sewaktu-waktu dapat berganti produk/ usaha, (2) tempat usahanya tidak selalu menetap atau sewaktu-waktu dapat pindah (3) belum adanya pencatatan keuangan usaha secara baik, (4) sumber daya manusianya rata-rata sangat rendah yakni SD-SMP, (5) pada umumnya belum mengenal perbankan dan lebih sering berhubung- an dengan tengkulak atau rentenir, (6) umumnya usaha ini tidak memiliki ijin usaha.
  • Usaha Kecil biasanya ditandai dengan (1) Jenis barang atau komoditinya tidak gampang berubah, (2) lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap, (3) sudah memiliki pembukuan walau- pun masih sederhana, artinya pencatatan adminis- trasi keuangan perusahaan sudah mulai dipisah. (4) memiliki legalitas usaha atau perijinan lainnya, (5) sumber daya manusianya sudah lumayan baik, dari aspek tingkat pendidikan yakni rata- rata tingkat SMU, (6) sudah mulai mengenal perbankan.
  • Usaha Menengah memiliki karakteristik (1) kekayaan 200 Juta sampai 10 Miliar, dan dapat menerima kredit antara 500 Juta sampai 5 Miliar. (2) memiliki managemen dan organisasi yang lebih teratur dan baik dengan pembagian tugas yang lebih jelas antar bagian/unit, (3) telah memi- liki sistem managemen keuangan sehingga memudahkan untuk dilakukan auditing termasuk oleh pihak auditor publik, (4) telah melakukan penyesuaian terhadap peraturan pemerintah dibidang ketenagakerjaan, Jamsostek dan lain- lain, (5) memiliki persyaratan legal secara leng- kap, (6) sering bermitra dengan perbankan dan pelaku usaha lainnya, dan (7) Sumber daya manusianya jauh lebih baik dan handal pada level Manager dan Supervisor. Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pembe- rian kredit berjumlah kecil ke warga paling miskin untuk membiayai proyek yang dia kerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya,

  money transfers yang ditujukan bagi masyarakat

  (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai LKM, namun akibat persyaratan peminjaman menggunakan metode bank konvensional, pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan mengaksesnya.

  mal watanwil (BMT), lembaga swadaya masyarakat

  LKM di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori, yaitu LKM yang berwujud bank serta non bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul

  lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semiformal misalnya organisasi non peme- rintah, dan (3) sumber-sumber informal misalnya pele- pas uang (rentenir).

  low-income households and their microenter- prises ). Sedangkan bentuk LKM dapat berupa: (1)

  miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and

  penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta

  Afrizal

  finance ) adalah lembaga yang menyediakan jasa

  Lembaga keuangan yang terlibat dalam penya- luran kredit mikro umumnya disebut Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Menurut Asian Develop- ment Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (micro-

  Indonesia mendefinisikan kredit mikro merupakan kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha pro- duktif baik perorangan maupun kelompok yang mem- punyai hasil penjualan paling banyak seratus juta ru- piah per tahun.

  ”programmes extend small loans to very poor for self-employment projects that generate income, allowing them to care for themselves and their families ” (Kompas, 15 Maret 2005). Sedangkan Bank

  Berdasar aspek manajemen usahanya (infokop; 36–38, 2006) UMKM dapat digambarkan sebagai berikut:

  menjalankan bisnisnya. Karakteristik ini yang menjadi ciri pembeda antar pelaku usaha sesuai dengan skala usahanya.

  Permasalahan yang dihadapi usaha mikro antara lain kemampuan sumber daya manusia, permodalan, penggunaan teknologi, manajemen dan iklim usaha yang kadang-kadang tidak berpihak kepadanya. Oleh karena itu, lembaga keuangan mikro yang ingin berperan dalam usaha UMKM harus memahami anatomi dan karakteristik pasar/sasaran yang akan dituju. Di samping itu, perinsip pengelolaan lembaga keuangan mikro yang sehat juga harus menjadi prasyarat utama untuk dapat menjamin tersedinya pelayanan yang sustainable (Suhardjono. 2003). Oleh karena itu, lembaga keuangan mikro mempunyai karakteristik sebagai berikut:

  

Potensi Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah oleh Perbankan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat

  • Daftar Pertanyaan (questionnaire), yaitu teknik pengumpulan data dengan melakukan pembagian daftar pertanyaan lagsung ke objek penelitian, sehingga data yang dikum- pulkan benar-benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya pada saat penelitian berlangsung.
    • Lembaga keuangan mikro harus menyesuaikan jasa-jasa layanan yang memudahkan akses pengusaha mikro.
    • Lembaga keuangan mikro dalam operasionalnya harus mendekati nasabah yang lokasinya sering kali terpencil serta belum didukung dengan sara- na transportasi dan komunikasi yang memadai.
    • Lembaga keuangan mikro sebagai lembaga fi-
    • Studi Kepustakaan (Library Research), yaitu dengan cara membaca, mempelajari dan mengu- tip dari buku statistik, literatur, majalah, situs internet serta sumber-sumber lain yang sudah tersedia dan terkait langsung dengan studi ini. Data primer maupun data sekunder yang telah divalidasi akan diolah dan ditabulasikan serta dianalisis.

  nancial intermediary di pedesaan, harus ber-

  hubungan dengan banyak nasabah kecil-kecil sehingga biaya overhead sangat tinggi.

  · Wawancara (interview), yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab langsung kepada orang-orang yang dianggap dapat memberikan penjelasan langsung ataupun data sebagai pelengkap dalam penelitian ini.

  • Overhead yang tinggi harus dapat ditutup dengan pendapatan usaha, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup lembaga keuangan mikro.
  • Produk yang ditawarkan harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang dengan harga yang tepat sehingga LKM dapat tetap hidup dan memperoleh keuntungan secara memadai. Kabupaten Sambas merupakan salah satu dari sedikit sekali kabupaten di Indonesia yang beruntung memiliki wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, namun hingga kini, keuntungan letak strategis ini belum termanfaatkan secara optimal, bahkan cenderung terlupakan. Sebagian besar kawas- an perbatasan ini merupakan kawasan yang sangat sulit dijangkau, sehingga mobilitas perekonomian di kawasan ini juga sangat terhambat. Padahal, disebelah Serawak, kondisinya jauh lebih baik meski kondisi geografis bahkan sosial budaya masyarakatnya ham- pir tidak bisa dibedakan.

HASIL Karakteristik UMKM di Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat

  Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan, digunakan metode:

  Responden yang ditemui dilapangan pada 2 (dua) kecamatan tersebut memiliki sifat yang homogen artinya objek penelitian mempunyai kesamaan kinerja dan ruang lingkup maupun karakteristik baik usaha mikro, kecil dan menengah, sehingga dalam pengam- bilan sampel dapat dengan mudah ditentukan. Populasi di Kecamatan Entikong Cukup banyak dan beragam, hanya tidak terdata secara akurat, karena sifat usaha mikro ini adalah pasar persaingan sempurna, sehingga mudah masuk dan keluar pasar. Sedangkan sampel di Kecamatan Sajingan Besar relatif terbatas, teruta- ma yang berada di daerah perbatasan, sehingga responden usaha kecil menengah sulit diperoleh. Hal ini menyebabkan sampel usaha kecil hanya diperoleh 1 responden dan usaha menengah tidak ditemukan.

METODE

  Penelitian ini mengamati berbagai macam aktivi- tas UMKM yang terdapat dikawasan perbatasan, yang ditinjau dari aspek sosial ekonomi, lokasi, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat. Data

  • Penelitian Lapangan (Field Research), untuk mendapatkan data primer dengan cara menda- tangi objek yang akan diteliti. Tujuan yang diharapkan adalah untuk memperoleh data secara langsung dari responden dengan teknik pengumpulan data antara lain:

  Afrizal

  menunjukkan bahwa tingkat angka melek masyarakat di kawasan perbatasan Kalimantan Barat sangat ren- dah dengan angka buta huruf mencapar 240 ribu or- ang penduduk. Di samping itu, tingkat kesejahteraan sosial ekonomi juga rendah, apalagi bila dibandingkan dengan penduduk negeri seberang yang masih satu rumpun.

  Distribusi sampel dalam penelitian di kawasan perbatasan Kalimantan Barat ini dapat dilihat pada Tabel 1. terlihat pada Tabel 3, di mana usaha mikro yang telah memiliki ijin usaha mencapai 77,78% dan hanya 22,22% saja yang tidak memiliki ijin usaha. Sementara itu usaha kecil sebanyak 12 unit usaha atau 85,71% telah memiliki ijin usaha. Kondisi ini menunjukan bahwa pelaku bisnis di daerah perbatasan Entikog telah mempunyai kesadaran yang cukup baik untuk mendaftarkan usahanya. Bahkan untuk usaha menengah dimana skala usahanya sudah semakin besar dan memiliki manajemen yang teratur, dapat dipastikan bahwa mereka telah memiliki ijin usaha.

  Tabel 1. Sampel UMKM di Kawasan Perbatasan Kali- mantan Barat

  Berdasarkan aspek manajemen, pada umumnya UMKM merupakan unit usaha yang dimiliki oleh keluarga atau individu sehingga pengelolaannya pun masih sangat sederhana. Berdasarkan hasil penelitian ini, manajemen usaha UMKM di perbatasan Entikong menunjukkan bahwa usaha mikro 85,19% pengelolaan manajemen dan organisasi usahanya dilakukan oleh manajemen keluarga, artinya belum memiliki organi- sasi, job description dan belum melakukan pembu- kuan, sehingga pencatatan tentang keluar masuk barang tidak dilakukan secara teratur. Sedangkan sisanya tercatat sebesar 18,81% telah melakukan pembukuan walaupun masih dalam kategori seder- hana. Jenis komoditas atau produk yang diperdagang- kanpun dapat berubah-ubah. Bahkan sewaktu-waktu dapat berganti usaha atau pindah lokasi usaha lainnya. Begitu juga pada skala usaha kecil, di mana pengelo- laan manajemen dan organisasi usaha masih bersifat manajemen keluarga (92,86%). Hanya skala usaha menengah yang telah menerapkan manajemen secara baik dan teratur, seperti terlihat pada Tabel 2.

  Kegiatan operasional UMKM sehari-hari masih mencampur adukkan antara kebutuhan rumah tangga dengan kepentingan unit usaha. Oleh karena itu, pengembangan UMKM, misalnya dari usaha kecil naik menjadi usaha menengah, sedikit dilakukan.

  Eksistensi UMKM dalam menjalankan usahanya secara umum berjalan dengan lancar, hal ini dapat

  Tabel 2. Manajemen Usaha UMKMKecamatan Entikong Tabel 3. Legalitas Usaha UMKM Kecamatan Entikong

  Berdasarkan aspek permodalan UMKM pada umunya jumlah modal yang tersedia relatif kecil dan berasal dari dana sendiri. Bila ada penambahan modal biasanya dari dari pihak keluarga dan dalam jumlahnya relatif terbatas, sehingga hampir tak mungkin bagi mereka mampu untuk melakukan ekspansi usaha yang lebih besar. Kegiatan usaha dengan kondisi permodal- an tersebut mengakibatkan omzet mereka kecil, karena jangkauan pemasaran juga sangat terbatas. Kecilnya modal usaha yang dimiliki pengusaha UMKM ini dapat dilihat pada Tabel 3.4, bahwa seluruh UMKM di kawasan pebatasan Entikong membutuh- kan tambahan modal usaha.

  Kondisi ini menunjukkan bahwa pelaku bisnis di kawasan perbatasan mempunyai keinginan berkem- bang, tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan sehari-harinya saja, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan modal kerja yang memadai. Hal ini dapat diperoleh melalui pendanaan yang pasti dan

  

Potensi Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah oleh Perbankan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat

Tabel 4. Kebutuhan Tambahan Modal Kecamatan Tabel 6. Tujuan Penggunaan Dana UMKN Kecamatam

Entikong

  Entikong

  terpercaya seperti perbankan atau lembaga keuangan melingkupi 3 segmentasi konsumen, yaitu masyarakat non bank lainnya. Berdasarkan hasil penelitian seluruh setempat, TKI dan warga Serawak sebagai pasar jenis usaha sebagian besar menginginkan sumber utama. Namun, yang membedakannya adalah kelan- permodalan dari sektor perbankan dengan porsi caran aktivitas pemasaran yang dirasakan pengusaha masing-masing sebesar 51,85% untuk pengusaha

  UMKM dalam menjual produk/barang mereka, seperti mikro, 71,43% untuk pengusaha kecil dan 100 % untuk terlihat pada Tabel 7. pengusaha menengah seperti terlihat pada Tabel 5.

  Berdasarkan Tabel 7 tersebut, aktivitas pema- Namun, keberadaan lembaga keuangan di Kawasan saran untuk usaha mikro dan usaha kecil yang tergo- Perbatasan Entikong belum dirasakan oleh pengusaha long kurang lancar mencapai porsi masing-masing UMKM, oleh sehingga menjadi kendala bagi mereka sebesar 55,56% dan 42,86%. Dibandingkan tahun untuk memperoleh tambahan modal dalam pengem- 2005 usaha perdagangan mereka untuk tahun 2008 bangan usahanya. ini cenderung menurun. Menurut responden kondisi

  Tabel 5. Sumber Modal yang diinginkan UMKN

  ini dipengaruhi oleh kurang kondusifnya iklim usaha

  Kecamatan Entikong

  yang diakibatkan ketatnya keamanan kawasan perba- tasan Sajingan Besar dalam tiga tahun terakhir, di mana terdapat beberapa pos yang harus dilalui setelah melewati pos lintas batas (PLB), sehingga menyebab- kan berkurangnya akses warga serawak keperbatas- an Sajingan Besar.

  Dampak yang ditimbulkan oleh kurang lacarnya Berdasarkan tujuan penggunaan dana tambahan, aktivitas usaha mikro dan kecil tersebut, berakibat maka dapat dibagi menjadi dua yakni untuk modal pada penurunan omzet UMKM selama hampir 3 kerja mencapai 34,88% dan pengembangan usaha tahun terakhir, yaitu tahun 2006, tahun 2007 sampai sebesar 65,12% seperti terdapat pada Tabel 3.6.

  Juli 2008 yang pada gilirannya tingkat keuntungan yang Berdasarkan aspek pemasaran komoditi atau dicapai juga turun. Faktor-faktor yang ikut mempe- barang yang diperdagangkan, untuk skala usaha ngaruhi keadaan tersebut antara lain suhu politik dan mikro, usaha kecil dan menengah secara umum keamanan kita dengan Malaysia berfluktuasi dan

  Tabel 7. Konsumen dan Aktivitas Pemasaran UMKM Kecamatan Entikong

  Afrizal

  sepinya pasar perbatasan, sebagai konsekuensi logis dari hubungan kedua Negara.

  Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah dalam perekonomian Indonesia memang diperlukan. UMKM terbukti dapat eksis dan bertahan walaupun perekonomian Indonesia dilanda krisis ekonomi yang berat sekalipun (1997). Kondisi ini menunjukkan bahwa eksistensi UMKM sebagai salah satu sektor usaha penyangga utama mampu menyerap banyak tenaga kerja. Namun, ironisnya dukungan terhadap pengembangan UMKM masih sangat kurang mema- dai, seperti terlihat pada Tabel 3.11, di mana sebanyak 81,48% responden usaha mikro dan 71,43 responden usaha kecil belum pernah mendapat pinjaman kredit dari lembaga keuangan.

  Kondisi ini menunjukkan bahwa dukungan pem- biayaan (modal kerja, investasi dan pembiayaan lainnya) masih kurang dirasakan UMKM. Berdasar- kan hasil temuan dilapangan diperoleh bahwa pengusaha UMKM yang sudah pernah mendapatkan pinjaman kredit relatif sedikit, dimana sebesar 18,52% responden yang menyatakan sudah pernah menerima kredit, dan 7,41% saja yang pinjaman dari pihak per- bankan, sisanya diperoleh dari Credit Union (11,11%). Jumlah pengusaha kecil yang pernah mendapat pinjaman kredit lebih baik yakni mencapai 28,57% dari total total responden dimana 21,43% pengusaha kecil mendapat pinjaman dari perbankan dan 7,14% pengusaha kecil mendapat pinjaman dari Credit Union. Perbankan di kawasan perbatasan memang belum ada, namun responden yang mendapatkan pinjaman kredit perbankan berusaha mencari di luar kawasan perbatasan, seperti di Balai Karangan.

  Tingginya jumlah responden yang belum pernah mendapatkan pinjaman kredit seperti terlihat pada Tabel 8 tersebut di atas, menunjukkan bahwa persepsi

  Tabel 8. Permintaan Kredit UMKM Kecamatan Entikong

  masyarakat terhadap meminjam dana dari bank relatif kurang baik, kondisi ini tergambar pada Tabel 9.

  Tabel 9. Persepsi UMKM terhadap Kredit Perbankan di Kecamatan Entikong

  Berdasarkan Tabel 9 dapat diketahui bahwa menurut persepsi pengusaha mikro kredit 74,07 menyatakan kredit adalah rumit. Hal yang sama dinyatakan oleh 85,71% responden pengusaha kecil.

  Sebaliknya persepsi pengusaha menengah menya- takan kredit tidaklah rumit. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada dasarnya UMKM di kawasan perbatas- an Entikong relatif kurang mengenal perbankan.

  Deskripsi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berada di perbatasan Sajingan Besar secara umum tidak jauh berbeda dengan kawasan perbatasan Entikong, yaitu terdiri dari unit usaha yang bergerak dibidang (1) perdagangan dan komoditas yang diperdagangkan antara lain berupa sandang, pangan, rumah makan, dan material bangunan, (2) di bidang Jasa, yaitu berupa jasa transportasi, jasa perbengkelan, dan lainnya, serta (3) produksi dimana kegiatan unit usaha produksi umumnya dilakukan oleh penduduk asli terutama pada bidang usaha pertanian dan perkebunan, dengan komoditas yang dihasilkan berupa karet, kakao, lada, dan lainnya. Namun, bidang usaha utama yang terdapat dikawasan perbatasan Sajingan Besar adalah perdagangan barang dan jasa, dengan daerah pemasaran adalah warga Serawak.

  

Potensi Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah oleh Perbankan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat

  Berdasarkan aspek manajemen, pada umumnya UMKM merupakan unit usaha yang dimiliki oleh keluarga atau individu sehingga pengelolaannya pun masih sangat sederhana. Berdasarkan hasil penelitian ini, manajemen usaha UMKM di perbatasan Sajingan Besar menunjukkan bahwa usaha mikro 100% penge- lolaan manajemen dan organisasi usahanya dilakukan oleh manajemen keluarga, artinya secara keseluruhan belum melakukan pembukuan, sehingga pencatatan tentang keluar masuk barang tidak dilakukan secara teratur. Jenis komoditi atau produk yang diperdagangkan dapat berubah-ubah bahkan sewaktu- waktu dapat berganti usaha atau pindah lokasi usaha lainnya. Pada skala usaha kecil pengelolaan manaje- men dan organisasi usaha telah dilakukan secara sederhana. seperti terlihat pada Tabel 10. sulit bagi mereka untuk melakukan ekspansi usaha yang lebih besar. Kondisi modal usaha yang dimiliki pengusaha UMKM ini dapat dilihat pada tabel 12, bahwa seluruh UMKM di perbatasan Sajingan Besar memerlukan tambahan modal usaha dalam rangka pengembangan dan meningkatkan skala usaha.

  Tabel 10. Manajemen Usaha UMKM Kecamatam Sajingan Besar

  Eksistensi UMKM dalam menjalankan usahanya secara umum berjalan dengan lancar, hal ini dapat terlihat pada tabel 11, dimana jumlah usaha mikro yang telah memiliki ijin usaha porsinya mencapai 37,50% sedangkan yang tidak memiliki ijin usaha 62,50%. Sementara itu, usaha kecil satu-satunya responden telah memiliki ijin usaha.

  Tabel 11.Legalitas Usaha UMKM Kecamatan Sajingan Besar

  Berdasarkan aspek permodalan, jumlah modal UMKM relatif kecil dan bersumber dari dana sendiri. Jika ada modal tambahan semua berasal dari pihak keluarga dan dalam jumlah yang terbatas, sehingga

  Tabel 12.Kebutuhan Tambahan Modal Kecamatan Sajingan Besar

  Berdasarkan tabel 12 tersebut menunjukkan bahwa pelaku bisnis di kawasan perbatasan mempunyai keinginan untuk berkembang dan meningkatkan skala usaha, namun terbentur dengan akses pendanaan dari sumber yang terpercaya seperti perbankan atau lembaga keuangan non bank lainnya. Berdasarkan sumber permoalannya pengusaha mikro dan kecil masih mengandalkan kredit dari Credit Union, seperti terlihat pada Tabel 13. Namun, ketiada- an lembaga keuangan di Kawasan Perbatasan Sajingan Besar, sehingga mereka lebih mudah memperoleh kredit yang ditawarkan oleh Credit Union, bahkan pelaku UMKM diperbatasan sajingan besar ini selain kemudahan fasilitas kredit juga mendapat bimbingan usaha ketika menjadi anggota Credit Union.

  Berdasarkan tujuan penggunaannya tambahan modal yang diberikan cukup variatif artinya jika digunakan usaha mikro dalam 2 kategori yakni sebagai

  Afrizal

  modal kerja dan pegembangan usaha dengan jalan belum memadai dan terbatasnya transportasi ke prosentase yang memilih tujuan modal kerja dan kawasan perbatasan. Kondisi ini mnyebabkan akses pengembangan usaha masing-masing sebesar pemenuhan kebutuhan masyarakat di perbatasan lebih 43,75%, dan 56,25%, seperti terdapat pada tabel.

  Tabel 13. Sumber Modal yang diinginkan UMKN Kecamatan Sajingan Besar Tabel 14. Tujuan Penggunaan Dana UMKN Kecamatan Sajingan Besar

  Berdasarkan aspek pemasaran barang atau jasa cepat diakses dari serawak, termasuk pemasaran yang diperdagangan secara umum melingkupi 3 komoditi UMKM. segmentasi konsumen, yaitu masyarakat setempat, Berdasarkan Tabel 15 sebanyak 12 unit usaha TKI dan warga Serawak. Namun, yang membeda- atau 75% dari total pengusahan mikro menyatakan kannya adalah aktivitas pemasaran yang dirasakan aktivitas pemasarannya lancar. Hanya hanya pengusaha UMKM dalam menjual produk mereka, sebanyak 4 unit atau 25% dari total pengusaha mikro seperti terlihat pada Tabel 15. yang menyatakan kurang lancar. Sementara hanya

  Dalam aspek pemasaran kawasan perbatasan satunya pengusaha kecil menyatakan usahanya Sajingan Besar ini mengalami kesulitan dalam meng- lancar. Hal ini menunjukan bahwa usaha perdagangan akses ke ibu kota kecamatan, karena infrastruktur mereka selama tahun 2008 relatif baik, artinya barang

  Tabel 15. Konsumen dan Aktivitas Pemasaran UMKMKecamatan Sajingan Besar

  

Potensi Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah oleh Perbankan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat

  atau komoditi masyarakat dapat terserap oleh pasar khususnya pemasaran ke warga Serawak.

  Dukungan terhadap pengembangan UMKM masih sangat kurang memadai (lihat tabel 16), dimana pada usaha mikro hanya 43,75% dari total pengusaha mikro sudah pernah mendapat pinjaman kredit dari lembaga keuangan. Sisanya sebesar 56,25% belum pernah.

  Ini berarti seluruh UMKM yang memperoleh kredit merupakan pinjaman dari Credit Unon, bukan dari perbankan atau lembaga keuangan non bank lainnya.

  Jumlah responden yang belum pernah mendapat- kan pinjaman kredit cukup tinggi (56,25%), kondisi ini menggambarkan bahwa persepsi masyarakat terhadap meminjam dana dari bank relatif kurang baik, sehingga perlu diberikan informasi tentang lembaga keuangan yang lebih konprehensif.

  Tabel 16. Permintaan Kredit UMKM Kecamatan Sajingan Besar Tabel 17. Persepsi UMKM terhadap Kredit Perbankan Di Kecamatan Sajingan Besar

PEMBAHASAN Analisis Potensi Pembiayaan UMKM di Kawasan Perbatasan Kalimantan Barat

  Walaupun di kawasan perbatasan Sajingan Besar sampai saat ini belum ada lembaga keuangan, tapi bukan berarti mereka tidak mengenal tentang perban- kan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa menurut persepsi pengusaha mikro, sebanyak 56,25% menyatakan kredit adalah rumit. Persepsi yang sama yang dinyatakan oleh pengusahan kecil. Persepsi pelaku UMKM bahwa kredit adalah rumit, menyangkut tentang prosedur dan proses dalam peminjaman kredit sampai dengan menyiapkan segala persyaratan administrasi dan jaminanya.

  Berdasarkan hasil penelitian dilapangan belum ditemukan lembaga keuangan bak di Entikong (Kabu- paten Sanggau) dan Sajingan Besar (Kabupaten Sambas). Kawasan perbatasan tersebut hanya memi- liki Credit Union (CU) yang merupakan lembaga ke- uangan bukan bank. Operasional CU ini diluar sistem keuangan nasional sehingga tidak berpengaruh di dalam statistik keuangan Indonesia. Credit Union (CU) pada dasarnya merupakan koperasi simpan-

  Afrizal

  pinjam, yang mempunyai misi untuk mensejahterakan anggota melalui:

  • Pelayanan pendidikan untuk perubahan pola pikir dan kebiasaan yang berorientasi pada bisnis dan investasi
  • Pelayanan keuangan yang professional
  • Pelayanan sosial untuk meningkatkan solidaritas antar anggota
  • Pengembangan budaya dan lingkungan

  Keberadaan CU dikawasan perbatasan seperti- nya mendapat respon yang positif dari kalangan masyarakat. Hal ini terlihat pada optimalisasi fungsi intermediasi CU yang ditunjukkan oleh besarnya LDR yang mencapai angka kisaran 100%. Keadaan ini jauh lebih baik dibandingkan LDR perbankan nasional hanya mencapai kisaran 60%.

  Kredit yang diberikan oleh CU hanya berlaku khusus kepada anggota saja. Kredit ini terdiri dari kredit produktif dan kredit konsumtif, serta kredit lainnya seperti pinjaman pendidikan. Penyaluran kredit produktif dan konsumtif dapat diberikan pada seorang debitur dengan batas maksimum masing- masing sebesar Rp75 juta dan Rp50 juta. Adapun besarnya pinjaman anggota maksimum adalah 2,5 kali jumlah simpanan. Anggota CU adalah warga masya- rakat yang secara sukarela mengajukan permohonan untuk menjadi anggota credit union dan wajib mengikuti pendidikan dasar serta menyetor simpanan saham. Yang dimaksud simpanan saham adalah yang terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib. Simpanan saham merupakan modal yang dapat dipergunakan oleh CU untuk melakukan kegiatan operasionalisasinya. Selain itu, dikenal juga simpanan setara saham berupa tabungan pensiunan anggota, tabungan dengan balas jasa/bunga sebesar tertentu, serta tabugan yang dapat dijadikan jaminan pinjaman. Sedangkan simpanan non saham merupakan deposit/ tabungan dengan insentif suku bunga dan dapat ditarik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

  Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tampaknya masih diharapkan untuk menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Melihat kembali pengalaman pada masa krisis 1997, dimana UMKM ternyata lebih mampu bertahan terhadap hantaman badai krisis ekonomi dibandingkan para konglemerat yang notabene mempnyai struktur permodalan yang lebih kuat. Oleh karena itu, sudah sepatutnya UMKM perlu mendapat perhatian yang lebih dari pemerintah agar mereka mampu mengakses perbankan guna memperoleh pembiayaan dalam rangka meningkatkan kemampuan modal usahanya.

  UMKM di Kecamatan Entikong mempunyai pelanggan atau konsumen yang terdiri dari masyarakat setempat, para TKI, dan warga Sarawak Malaysia. Oleh karena, tinggi rendahnya omzet UMKM bergan- tung dari daya beli dan keberadaan konsumen di kawasan perbatasan Entikong. Di antara ketiga seg- men pemasaran UMKM tersebut, warga Sarawak mempunyai daya beli jauh lebih tinggi dibanding para TKI dan warga setempat. Berdasarkan informasi dari beberapa pelaku UMKM, sepertinya konsumen warga Sarawak mempunyai dampak yang cukup sig- nifikan terhadap omzet usaha UMKM. Akan tetapi kehadiran TKI dan Warga Sarawak dipengaruhi juga oleh kebijakan politik pemerintah dan suasana keamanan dikawasan tersebut. Iklim yang kondusif di kawasan perbatasan dibutuhkan agar kinerja UMKM dapat terus berkembang dan memperoleh Net Foreign Asset bagi Kalbar.

  Omzet UMKM selama hampir 3 tahun terakhir ini, yaitu tahun 2006, 2007 dan sampai Juli 2008 me- nunjukkan tren menurun. Keadaan tersebut disebab- kan oleh banyak faktor, dimana salah satunya adalah pasar yang mulai sepi sebagai konsekuensi logis dari semakin jarangnya kehadiran warga Sarawak di kawasan perbatasan. Selain mengalami penurunan omzet usaha, permodalan mereka juga relatif kecil sehingga tidak mungkin bagi untuk mengembangkan usaha agar dapat menghasilkan omzet yang maksi- mum.

  Kondisi permodalan yang kurang memadai dari UMKM ini dapat dilihat dari jumlah persediaan barang yang dimiliki relatif lebih kecil dari kapasitas tempat usaha, dan kualitas jasa yang tersedia lebih rendah dibanding dengan kualitas jasa yang menjadi kebutuh- an masyarakat, seperti pada jasa penginapan. Untuk persediaan barang, diperkirakan yang tersedia hanya mencapai 30%–60% dari kapasitas ruang yang ditem- pati. Permodalan UMKM yang relatif kecil tersebut merupakan konsekuensi dari sumber dana yang dipakai untuk modal usaha rata-rata berasal dari dana sendiri atau pinjaman dari pihak keluarga. Akibatya sangat sulit bagi UMKM untuk dapat mengembang- kan usaha. Kebutuhan dana tambahan dari lembaga

  

Potensi Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah oleh Perbankan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat

  keuangan menjadi persyaratan mutlak memperbesar permodalannya. sehingga kelihatan bahwa kondisi riel usaha mereka rata-rata membutuhkan tambahan dana untuk memperbesar permodalannya. Adapun rata- rata kebutuhan tambahan dana akan sesuai dengan masing-masing skala usaha yang dimilikinya.

  Ketiadaan lembaga keuangan bank yang ber- operasi di wilayah (kawasan perbatasan) mengakibat- kan UMKM sulit untuk bermitra dengan perbankan guna menambah modal usaha. Kantor bank yang terdekat dengan daerah mereka adalah Bank Kalbar dan BRI berada di Kecamatan Balai Karangan. Ke- tiadaan hubungan kerjasama antara UMKM dengan perbankan dapat pula disebabkan oleh adanya keeng- ganan dari pihak UMKM dalam mengajukan kredit. Berdasarkan informasi dari beberapa pelaku UMKM menyatakan bahwa mereka memang tidak mau meng- gunakan kredit bank sebagai modal usaha, karena takut akan berakhir pada penutupan kegiatan usaha yang mereka miliki jika mereka menunggak cicilan. Usaha yang telah dibangun dengan jerih payah dan modal sendiri itu dapat disita karena menerima kredit dari bank. Image negatif yang ada dibenak para pela- ku UMKM tersebut ditambah lagi dengan persyarat- an dan prosedur kredit bank yang berat untuk dipenuhi.

  Kecamatan Sajingan Besar jauh berbeda dengan kecamatan Entikong yang sudah memilki infrastruktur dan berbagai fasilitas serta pusat pertokoan yang representatif. Kecamatan Sajingan Besar khususnya pada Desa Aruk yang berbatasan langsung dengan Kampung Biawak Lundu Sarawak belum memiliki infrastruktur dasar dan berbagai fasilitas minimal yang dibutuhkan untuk suatu kehidupan yang sejalan dengan kemajuan teknologi, serta beratnya medan yang harus ditempuh guna mencapai kawasan tersebut. Dunia usaha di Aruk dan desa sekitarnya masih terbatas pada Usaha Mikro dibidang perda- gangan dengan komoditas usaha sembako dan pe- ngumpul komoditas sektor pertanian terutama bahan baku karet sebagai bahan mentah. Pengumpul karet merupakan unit usaha yang membeli karet eceran dari penduduk sekitar yang berkerja sebagai penoreh

  getah (penyadap karet). Unit usaha karet selalu

  disatukan dengan usaha sembako, hal ini merupakan suatu keuntungan bagi pelaku usaha, dan sekaligus menjadi kebutuhan dari penoreh getah tersebut karena hampir dapat dipastikan mereka melakukan barter dengan nilai tukar yang sudah terukur dan sangat jelas. Barter sekeping karet dapat dilakukan dengan berbagai jenis barang kebutuhan pokok dan sangat mudah dikonversikan.

  Pada umumnya UMKM di Sajingan Besar memiliki permodalan usaha yang relatif kecil dibanding dengan kemampuan mereka sebagai pengumpul karet dan pedagang sembako. Oleh karenanya, mereka yang memiliki jiwa dan semangat kewirausahaan sangat membutuhkan tambahan dana untuk memper- besar modal usaha yang sedang digelutinya. Akan tetapi CU yang beroperasional di wilayah mereka sepertinya terkendala dengan ketentuan, yang berlaku yaitu berupa jumlah tabungan maupun agunan yang membatasi realisasi pemberian pinjaman kepada anggota sebagai debitur. Keadaan tersebut menjadi kendala terhadap peran CU sebagai lembaga keuang- an dalam membangun perekonomian masyarakat kawasan perbatasan. Disisi lain pelaku dunia usaha di kecamatan Sajingan Besar sepertinya enggan untuk menggunakan dana pinjaman dari perbankan dalam mengembangkan usahanya.

  Sektor riel pada dasarnya bermitra dengan sektor moneter/sektor keuangan dalam mendukung kegiatan operasional usahanya, tak terkecuali dimanapun dunia usaha itu berada. Berbeda dengan daerah kawasan perbatasan, perbankan yang merupakan lembaga ke- uangan formal dan berada dalam sistem keuangan nasional masih belum menampakkan keberadaannya. Di Kecamatan Entikong dan Kecamatan Sajingan Besar hanya terdapat Credit Union (CU) yang mem- berikan pelayanan keuangan kepada warga setempat. CU beroperasi seperti halnya lembaga keuangan dengan melakukan fungsi intermediasi, yaitu meng- himpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kemasyarakat dalam bentuk kredit. Keber- adaan CU di kecamatan Entikong dan Sajingan Besar mendapat tanggapan yang sangat baik dari kalangan masyarakat terutama yang bermata pencaharian di sektor pertanian dengan hasil produk berupa komoditas karet, lada, kakao, dan lainnya. CU sebagai lembaga intermediasi memiliki LDR sebesar 95%-100% (data Desember 2007). Besarnya LDR tersebut menunjuk- kan bahwa CU dapat melakukan fungsi intermediasi- nya secara optimal.

  Afrizal Credit Union (CU) merupakan lembaga ke-

  tetapi ekspansi kredit akan berjalan perlahan. Trade

  pada anggotanya ataupun rentenir yang tetap sur- vive walaupun harga dana yang dijual sangat tinggi.

  Credit Union (CU) melalui kegiatan pendidikan dasar

  yang lebih luas. Interactive marketing yang dibarengi dengan peningkatan keterampilan khusus petugas, yaitu penguasaan tentang apa dan bagaimana produk yang ditawarkan atau kemampuan menjadi nara sumber yang berkaitan erat dengan produk yang dijualnya, akan dapat mengoptimalkan kepuasan konsumen. SDM yang memiliki intuisi bisnis secara proaktif dan inovatif dengan sendirinya lebih mudah untuk mewujudkan suasana keakraban antara bank dengan nasabah, seperti halnya yang dilakukan oleh

  potential risk dan meningkatkan services dalam arti

  untuk memperbaiki image pelaku UMKM terhadap kredit bank. Interactive marketing harus dibarengi dengan pengembangan SDM, rasanya perlu melaku- kan pendekatan long life education guna memper- luas wawasan dan pengalaman petugas sehingga memiliki intuisi bisnis perbankan yang mampu menekan

  interactive marketing yang sekaligus dimaksudkan

  dihindarkan oleh manajemen bank. Akan tetapi upaya kombinasi yang ideal antara risk dan services diha- rapkan dapat meminimalkan potential risk bagi bank. Adapun upaya untuk menekan risk tersebut dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan konsep

  off antara risk dengan services sepertinya tak bisa

  trall minded, memang bank akan merasa aman, akan

  uangan yang melayani berbagai kebutuhan warga masyarakat. CU pada dasarnya telah berperan sebagai mitra warga tidak hanya pada aspek keuang- an, akan tetapi hingga keberbagai aspek kehidupan lainnya seperti pendidikan, religi (agama), serta so- cial dan budaya. Setiap warga masyarakat yang menjadi anggota CU harus mengikuti pendidikan dasar selama 2 hingga 6 hari (1minggu). Menurut Karlena, SE (pengurus CU Mura Kopa), bahwa pendidikan merupakan jantung CU dan kredit sebagai nafasnya. Peran pendidikan dalam operasional CU sangat strategis, karena diperkirakan mampu membentuk pola pikir baru yang sesuai dengan harapan CU.

  nya, seperti pada bidang perkreditan. Apabila mana- jemen bank menghendaki adanya ekspansi kredit, maka persyaratan dan prosedur (services) dapat diperlonggar misalnya dalam hal jaminan dan persyaratan administrasi keuangan. Oleh karena, diperlonggar sudah barang tentu potential risknya menjadi besar. Sebaliknya dengan memperketat per- syaratan dan prosedur, yang berarti bersikap colle-

  trade off antara risk dan services dalam operasional-

  Perbankan pada dasarnya menghadapi adanya

  bentuk hubungan antara risiko dan return adalah searah. Jika ingin memperoleh keuntungan yang besar maka harus bersedia mengambil risiko kerugian yang besar pula.

  dan return mempunyai slope yang positif, maksudnya

  UMKM beroperasi tanpa bantuan dana dari pihak perbankan. Adapun yang dimaksud gap tersebut adalah image yang ada pada para pelaku UMKM tentang modal usaha yang berasal dari kredit, persya- ratan, dan prosedur permintaan kredit. Image dimak- sud semuanya negative, yaitu khawatir terjadi kema- cetan dalam membayar angsuran, persyaratan yang berat untuk dipenuhi, dan prosedur yang tidak mudah serta menyita waktu kegiatan usaha. Disisi lain kalangan Bank Kalbar cabang Balaikarangan berpen- dapat bahwa keadaan demikian merupakan akibat dari masih rendahnya kapasitas entrepreneurship dari para pelaku UMKM. Hal itu tampak pada ketidak beranian UMKM mengambil resiko dalam berbisnis. Pada hal seperti yang diketahui bahwa antara risk

  ply untuk loanable funds, sehingga dunia usaha/

  Pada wilayah kawasan perbatasan di kecamatan Entikong maupun kecamatan Sajingan Besar seperti- nya antara bank dengan UMKM belum tercapai kesesuaian. Adanya gap antara demand dan sup-

  Adapun materi yang diberikan, antara lain adalah tentang hak dan kewajiban anggota; pengelolaan keuangan anggota; dan pentingnya menabung untuk meningkatkan taraf hidup. Sepertinya kegiatan pendi- dikan tersebut telah mampu menciptakan suasana keakraban dan kekeluargaan antara pengurus CU dengan para anggotanya, sehingga CU betul-betul dekat dihati warga masyarakat.

  Menurut, teori JM Keyness bahwa antara sektor riel dan sektor moneter tidak ada dikotomi, suku bunga merupakan instrument yang menghubungkan sektor moneter dengan sektor riel. Pendapatan nasional akan tumbuh apabila ada peningkatan investasi yang dibiayai oleh sektor moneter. Pada hakikatnya sektor moneter harus berperan mensupport pembiayaan pada sektor riel agar sektor riel dapat menggelinding

  

Potensi Pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah oleh Perbankan di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat

  dan mengalami pertumbuhan yang signifikan untuk meningkatkan kemakmuran umat manusia. Oleh karenanya, sangat sulit mengharapkan adanya ekspansi dunia usaha tanpa bermitra dengan lembaga keuangan bank. Seperti pada UMKM dikawasan perbatasan Kalbar diharapkan dapat maju dan ber- kembang dengan bermitra pada lembaga keuangan bank. Adalah sangat ideal jika usaha mikro dapat tum- buh menjadi usaha kecil, dan usaha kecil dapat tumbuh menjadi usaha menengah dan seterusnya.

Dokumen yang terkait

Peran Pemilik Modal (Pengamba’) Dalam Pemberdayaan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus pada Masyarakat Nelayan Gardanan di Desa Kedungrejo Kecamatan Muncar Kabupaten Banyuwangi)

1 1 10

Migrasi Internasional dan Pemanfaatan Remitansi Dalam Rangka Pengentasan Kemiskinan (Kasus di Desa Clumprit Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang)

0 0 10

Peran Pendampingan Dalam Program Pemberdayaan Masyarakat (Studi Pada Program Pendampingan Keluarga Balita Gizi Buruk di Kecamatan Semampir Kota Surabaya)

1 0 10

Pengaruh Service Quality, Customer Satisfaction, dan Corporate Image Terhadap Loyalty (Studi pada Nasabah BRI Unit Sawojajar Malang)

0 0 10

Optimalisasi Pemberdayaan Masyarakat Kelompok Tani Keramba Jaring Apung (Studi Kasus Penanggulangan Kemiskinan di Kecamatan Grati, Pasuruan)

0 0 9

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengembangan Produk Unggulan Daerah (Studi Pada Industri Kecil dan Menengah Batik di Desa Sumurgung Kecamatan Tuban – Kabupaten Tuban)

0 0 7

Faktor Determinan Terjadinya Konversi Lahan Pertanian Dan Dampaknya Terhadap Tingkat Kesejahteraan Petani di Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto

0 1 10

Kajian Tentang Modal Sosial Sebagai Pendorong Peran Serta Lembaga Lokal Dalam Upaya Penanggulangan Kemiskinan (Studi Kasus di Desa Grinting, Kecamatan Tulangan, Kabupaten Sidoarjo)

0 1 9

The Effect of Management Capability on the Performance of Sasirangan Small and Medium Industry (SME) in South Kalimantan Province

0 0 8

Kata kunci : Masyarakat Akonomi ASEAN (MEA);Usaha Mikro Kecil dan 

0 0 10