KARAKTERISTIK PERAWAT IGD PUSKESMAS

  Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

  ISSN : Print 2089-0834

KARAKTERISTIK PERAWAT IGD PUSKESMAS

  1 1 2 1 Lestari Eko Darwati ,Siti Kurnia Desi , Madya Sulisno

Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal

2 Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro

Email: lestariekodarwati@ymail.com, sitikurniadesi23@gmail.com

  

ABSTRAK

Pendahuluan: Pelayanan pasien gawat darurat di puskesmas belum sesuai harapan masyarakat. Kasus

  pasien gawat di puskesmas kurang mendapatkan penanganan dengan baik.Diantara faktornya adalah kurangnya kualitas SDM perawat IGD.Kondisi pasien semakin memburuk sesampainya di RS rujukan dan tidak distabilisasi dengan baik.Perawat IGD puskesmas merasa tidak berdaya saat menangani pasien dengan kondisi gawat, perawat mengakui pula merasa kurang percaya diri dan takut salah memberi tindakan untuk pasien gawat. Metode: Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik perawat IGD Puskesmas yang meliputi pelatihan, pengalaman, pengetahuan BHD, dan kesiapan melakukan BHD. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif survey dengan membagi kuesioner kepada 40 perawat IGD Puskesmas. Hasil: Perawat IGD Puskesmas masih cukup banyak yang belum pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan (15%), sebagian besar (77,3%) pernah menangani pasien gawat, berpengetahuan kurang tentag BHD (40%), dan mayoritas (75%) memiliki kesiapan yang baik untuk melakukan BHD. Diskusi: disarankan kepada pimpinan puskesmas untuk meningkatkan kualifikasi perawat IGD dengan memberi pelatihan kegawatdaruratan, dan bagi perawat untuk lebih meningkatkan pengetahuan perawat tentang BHD agar pelayanan kegawatan untuk masyarakat semakin meningkat.

  Kata kunci: Karekteristik perawat IGD, Puskesmas

THE CHARACTERISTICS OF EMERGENCY NURSES OF PUBLIC HEALTH

CENTER

ABSTRACT

  

Introduction: The emergency patient services at the Public Healt Center have not met the

expectations of the community. Patient cases in Public Healt Center are poorly managed. Among the

factor is the lack of emergency nurses’s human resources quality. The patients's condition worsened

when they arrived at the referral hospital and was not stabilized properly. Emergency nurses inPublic

Healt Center feel helpless when dealing with patients in serious condition, nurses also admitted to feel

less confident and afraid of misbehavior for the patients. Methods: The purpose of research To know

the characteristics of emergency nurses of Public Health Center covering training, experience,

knowledge of BHD, and readiness to do BHD. The research design that used was descriptive survey

by dividing questionnaires to 40 emergency nurses of Public Healt Center. Results: There are still a

lot of nurses who have never undergo emergency training (15%), most (77.3%) have had an

emergency patient, less knowledgeable about BHD (40%), and the majority (75%) have good

preparedness to do BHD. Discussion: It is suggested to the leaders of Public Healt Center to improve

the qualification of emergency nurses by providing emergency training, and the nurses should improve

their knowledge about BHD so the emergency services for the community will increase.

  Keywords: Characteristics of emergency nurse ,Public Healt Center.

  PENDAHULUAN

  Indonesia tercatat memiliki 1.319 rumah sakit (12,0%) merupakan pasien rujukan (Depkes RI, dengan rata-rata jumlah kunjungan IGD pada 2007). Pelayanan IGD dituntut berkualitas baik tahun 2007 adalah 4 ribu (13,3%) di antaranya sesuai standar mulai dari pelayanan tingkat I

  23 sampai tingkat IV. Keberhasilan pertolongan pasien di IGD bergantung pada beberapa faktor diantaranya adalah SDM (Sumber Daya Manusia).

  Departemen Kesehatan (2004) menjelaskan bahwa salah satu indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) kegiatan pokok puskesmas yang dilaksanakan perawat puskesmas berdasarkan upaya kesehatan wajib puskesmas adalah 90% sarkes dengan kemampuan pelayanan gawat darurat BLS (Basic Life Support) atau BHD/P3 pada kasuskasus yang memerlukan pelayanan. Keputusan menteri kesehatan RI nomor 1239 tahun 2001 pasal 17 menjelaskan bahwa perawat dalam melakukan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berkewajiban mematuhi standar profesi. Masalah dalam pelayanan kegawatdaruratan, kegagalan mengenal risiko, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai maupun pengetahuan dan keterampilan tenaga medis, paramedis dalam mengenal keadaan risiko tinggi secara dini merupakan penyebab umum kegagalan dalam penanganan kasus kegawatdaruratan (Ritonga, 2007). Untuk dapat memberikan pelayanan kasus kegawatdaruratan dibutuhkan kesiapan dari seorang perawat puskesmas. Perawat sebagai salah satu SDM di IGD harus memenuhi kualifikasi diantaranya bersertifikat kegawatdaruratan, berpendidikan minimal DIII, dan berpengalaman (Kepmenkes No.856, 2009).Kualifikasi tersebut distandarkan dengan tujuan mampu memberi pertolongan kepada pasienyang nyawanya terancam/gawat darurat.

  Kenyataannya masih didapatkan bahwa pelayanan pasien gawat di Puskesmas belum sesuai harapan masyarakat.Penelitian menunjukkan bahwa diantara faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian di

  IGD rumah sakit adalah faktor pre-hospitaldan SDM yang kurang baik (Limantara dkk, 2015). Fakta menunjukkan bahwa kasus pasien gawat kurang mendapatkan penanganan dengan baik, cedera kepala yang dirujuk dari pelayanan tingkat I mengalami perburukan kondisi penurunan nilai kesadaran (GCS) ketika sampai di RS (Sasmito dkk, 2017). Perawat IGD Puskesmas sendiri juga mengungkapkan bahwa mereka merasa tidak berdaya saat menangani pasien trauma dengan kondisi gawat (Kusumaningrum dkk, 2013).Selain itu, perawat mengakui pula bahwa kurang percaya diri dalam menentukan status kegawatan pasien, takut salah memberi tindakan untuk pasien gawat (Lia & Basuni, 2014). Studi pendahuluan dengan metoda wawancara kepada kepala IGD rumah sakit umum daerah Kendal dan observasi selama 1 bulan didapatkan banyak pasien rujukan puskesmas yang tiba di IGD Rumah sakit dengan kondisi gawat tidak distabilisasi dengan baik.

  METODE

  Desain penelitian yang digunakan adalah

  deskriptif survey dengan membagi kuesioner

  kepada 40 perawat yang bertugas di IGD Puskesmas.Penelitian dilakukan didua Puskesmas. Tujuan penelitian untuk mengetahui karakteristik perawat

  IGD Puskesmas yang meliputi pelatihan, pengalaman, pengetahuan BHD, dan kesiapan melakukan BHD. Karakteristik perawat IGD Puskesmas yang diteliti antara lain pelatihan, pengalaman, pengetahuan BHD, dan kesiapan melakukan BHD.

  Tabel 1 Distribusi Frekuensi Pelatihan Perawat tentang Kegawatdaruratan (n=40)

  DitemukanbahwaPerawat IGD puskesmas masih banyak yang belum pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan.Perawat yang sudah pernah mengikuti pelatihan sebesar 62,5%.

  

Pelatihan Frekuensi (f) Persentase (%)

  Pernah mengikuti 25 62,5 Tidak pernah mengikuti 15 37,5 Total 40 100,0

  Tabel 2. Distribusi Frekuensi Pengalaman Perawat tentang pemberian BHD (n=40)

  Perawat IGD puskesmas sebagian besar telah berpengalaman dalam bekerjayaitu sebanyak 31 perawat (77,5%). Pengalaman yang dimaksud adalah pernah menangani pasien gawat.

  Tabel 3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Perawat tentang BHD (n=40)

  Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan perawat tentang BHD sebagian besar dalam kategori baik (60,0%), namun masih banyak pula perawat yang masih berpengetahuan kurang.

  Tabel 4. Distribusi Frekuensi Kesiapan Perawat Melakukan Pemberian BHD (n=40)

  Kesiapan Frekuensi (F) Persentase (%) Kurang 10 25,0 Baik 30 75,0 Total 40 100,0

  Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa mayoritas perawat puskesmas memiliki kesiapan yang baik dalam menghadapi pasien gawat darurat di

  IGD.Meskipun demikian, perawat yang kurang siap juga masih ditemukan yaitu sebesar 25%.

  PEMBAHASAN Pengetahuan

  Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan perawat sebagian besar baik (60,0%). Hal ini dimungkinkan berkaitan dengan sebagian besar perawat telah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan.Dari hasil penelitian bahwa sebagian besar responden mempunyai pengalaman yang baik. Pengalaman berupa masa kerja dapat mempengaruhi pengetahuan karena seseorang yang memiliki masa kerja yang lama secara otomatis akan terbentuk pengalaman kerja yang memadai serta tercipta pola kerja yang efektif dan dapat menyelesaikan berbagai persoalan. Dalam penelitian yang dilakukan peneliti rata-rata responden sudah bekerja lebih dari 10 tahun. Namun demikian, jumlah perawat yang berpengetahuan rendah juga masih banyak (40%).Rendahnya pengetahuan perawat tentang BHD ini diakui oleh perawat bahwa karena mereka sebagian belum pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan.Selain itu perawat yang memiliki sertifikat kegawatdaruratan belum pernah mengikuti pelatihan ulang atau pun upgrading walaupun sertifikat sudah tidak berlaku.

  Penelitian membuktikan bahwa retensi pengetahuan dan skill pelatihanAdvanced Cardiovacular Life Support (ACLS) pada setting klinik terjadi dalam waktu 6 bulan hingga 1 tahun saja untuk pengetahuan. Sedangkan untuk skill masa retensinya jauh lebih cepat (Yang dkk, 2012). Itu artinya bahwa, perawat yang sudah berpengalaman menangani pasien gawat pun, dengan mengikuti pelatihan kegawatdaruratan maka pengetahuan mereka tentang penanganan pasien gawat darurat hanya akan bertahan maksimal 1 tahun setelah pelatihan. Hal itulah yang menjadi penyebab masih rendahnya pengetahuan sebagian perawat tentang BHD. Menurut Mubarak & Chayatin (2009) menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan meliputi tingkat pendidikan, pengalaman kerja dan usia.

  Pelatihan

  Meskipun sebagian besar telah mengikuti pelatihan (62,5%) namun hasil penelitian memperlihatkanmasih banyakresponden yang belum pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan. Berjalannya pelayanan

  Pengalaman Frekuensi (f) Persentase (%) Tidak pernah 9 22,5 Pernah 31 77,5 Total 40 100 Pengetahuan Frekuensi (f) Prosentase (%) Kurang 16 40,0 Baik 24 60,0 Total 40 100,0

  25 kesehatan masyarakat yang optimal bergantung pada Tenaga kesehatan yang merupakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang penting.Salah satu faktor utama yang mempengaruhi kinerja SDM adalah motivasinya dalam bekerja. Perawat adalah salah satu petugas kesehatan yang memiliki posisi yang sangat strategis, karena memberikan pelayanan kepada pasien selama 24 jam secara berkesinambungan. Puskesmas tempat penelitian belum memiliki kebijakan yang mengharuskan perawat memiliki sertifikat kegawatdaruratan. Fenomena ini juga terjadi di puskesmas lain di Indonesia bahwa sebagian besar perawat tidak pernah mengikuti pelatihan BHD, dari 50 perawat hanya 5 yang pernah mengikuti pelatihan (Dahlan, 2014). Hal ini yang menyebabkan perawat kurang termotivasi untuk mengikuti pelatihan kegawatdaruratan.

  Hasil penelitian oleh Ridwan (2013) menemukan bawa motivasi intrinsik yang berpengaruh terhadap kinerja perawat adalah tanggung jawab, pengakuan dari orang lain (penghargaan), prestasi, pekerjaan itu sendiri, dan pengembangan.Motivasi ekstrinsik yang berpengaruh terhadap kinerja adalah gaji, kebijakan dan administrasi, rekan kerja, keamanan, kondisi/lingkungan kerja, supervisi.

  Pengalaman

  Sebagian besar responden mempunyai pengalaman baik.Pengalaman yang dimaksud adalah pernah menangani pasien gawat darurat.Banyaknya perawat yang berpengalaman menangani pasien gawat dapat pula dikaitkan dengan masa kerja.Responden menyampaiakan bahwa mereka sebagian besar sudah bekerja 10-20 tahun. Perawat mengungkapkan bahwa ada perbedaan rasa percaya diri perawat saat menghadapi pasien gawat darurat antara perawat yang pernah mengikuti pelatihan dengan yang tidak pernah. Pelatihan dengan standar yang sama untuk semua perawat, akan menimbulkan rasa percaya diri yang lebih dalam penampilan klinik perawat menangani pasien gawat darurat.Perilaku yang tanggap disertai pengalaman yang mendalam akan menentukan keberhasilan dalam menentukan pertolongan pertama pada pasien gawat darurat (Fathoni, 2014). Pengalaman akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Sofyan dan Sahputra (2009) mengungkapkan bahwapengalaman menjadi hal yang mempengaruhi pengetahuan.Pengalaman berupa masa kerja dapat mempengaruhi pengetahuan karena seseorang yang memiliki masa kerja yang lama secara otomatis akan terbentuk pengalaman kerja yang memadai serta tercipta pola kerja yang efektif dan dapat menyelesaikan berbagai persoalan. Penelitian ini menunjukkan rata-rata responden sudah bekerja lebih dari 10 tahun.Selain hal tersebut, pengalaman perawat didapat dari frekuensi perawat melakukan pemberian BHD.

  Kesiapan

  Kesiapan perawat untuk melakukan BHD kepada pasien gawat darurat di IGD puskesmas dapat dikatakan mayoritas mempunyai kesiapan yang baik.Hasil ini sejalan dengan penelitian Nugroho (2011) bahwa sebagian besar responden siap dalam menangani Cardiac

  Arrest.Penelitian Wolff, dkk (2010) bahwa

  faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan perawat terdiri dari pelatihan/training, pengalaman, peraturan yang jelas, sarana dan suplai yang cukup serta pengetahuan.

  Kesiapan dapat berguna untuk memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai, namun dalam mengimplementasikan pengaturan kerja fleksibel diperlukan kebijakan dari suatu lembaga atau instasi.Kebijakan tersebut dapat berupa SPO ataupun guideline dari manajemen mengenai peraturan kerja (Pella & Inayai, 2011).

  Perawat siap melakukan BHD karena mereka merasa sudah biasa menghadapi pasien gawat.Sehingga kesiapan yang ada pada diri perawat didasarkan pada tuntutan profesi yang mengikat mereka bahwa seperti apapun kondisi pasien, maka perawat harus menghadapinya.Namun, kesiapan yang tidak diimbangi dengan pengetahuan dan ketrampilan yang baik atau sesuai standar maka hasil implementasi tidak dapat berhasil dengan baik.

  Kesiapan dipengaruhi pula oleh faktor lain selain pengalaman. Aminuddin (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa faktor-faktor yang berkontribusi mempengaruhi kesiapan perawat melakukan tindakan pertolongan pasien mengancam nyawa adalah pengetahuan dan pelatihan (Aminuddin, 2013).

  SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

  Perawat IGD Puskesmas masih ada cukup banyak yang belum pernah mengikuti pelatihan kegawatdaruratan (15%), sebagian besar (77,3%) pernah menangani pasien gawat, berpengetahuan kurang tentag BHD (40%), dan mayoritas (75%) memiliki kesiapan yang baik untuk melakukan BHD.

  Saran

  Perlunya meningkatkan kualifikasi perawat

  IGD dengan memberi pelatihan kegawatdaruratan, dan bagi perawat untuk lebih meningkatkan pengetahuan perawat tentang BHD agar pelayanan kegawatan untuk masyarakat semakin meningkat.kesiapan perawat melakukan pemberian BHD.

  Ridwan, L.F.(2013). Pengaruh motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik terhadap kinerja perawat suatu kajian literatur. Unpad open repository. URL. http://repository.unpad.ac.id/id/eprint/16 339

  Nugroho Santoso Tri. (2011). Faktor-Faktor Kesiapan Perawat Ruang Rawat Inap dalam Menangani Cardiac Arrest di RS Roemani Semarang. Skripsi. Semarang: Universitas Muhammdiyah Semarang. http://digilib.unimus.ac.id

  Kedokteran Brawijaya. Vol 25, No 2, pp200-205.

  Arma.(2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian di IGD rumah sakit. Jurnal

DAFTAR PUSTAKA

  Keperawatan. Vol 1, No 1

  Ritonga. (2007). Manajemen Unit Gawat

  (2012). A systematic review of retention of adult advanced life support knowlwdge and skills in healthcare providers. Resuscitation.Vol 83, Issue 9, pp1055-1060.

  Yang, C.W., Yen, Z.S., McGowan, J.E.,Chen, H.C., Chiang, W.C., Mancini, M.E., Soar, J., Lai, M.S & Ma, M.H.M.

  Sasmito, N.B., Wihastuti, T.A & Kristianto, Heri.(2017). Analisis faktor yang berhubungan dengan outcome pasien cedera kepala yang dirujuk di IGD RSUD dr. Iskak tulungagung melalui pendekatan model interpersonal nursing heldegrad E. Peplau. MesencePhalon Jurnal Kesehatan. Vol 3, No 2, 2017.

  Pengetahuan Perawat tentang Teknik Steril di Kamar Bedah Rumah Sakit PT. Pelni Depok. Skripsi. Universitas Indonesia.

  Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Sofyan & Sahputra. (2009). Gambaran Tingkat

  Darurat pada Penanganan Kasus Kegawatdaruratan Obstetric.

  Aminuddin. (2013). Analisis faktor yang berhubungna dengan kesiapan perawat dalam menangani cardiac arrest di ruangan ICCU dan ICU RSU Anutapura Palu. Jurnal Keperawatan Soedirman. Vol 8, No 3, pp193-204 Dahlan, S., Kumaat, L& Onibala, F. (2014).

  Kusumaningrum, B.R., Winarni, I., Setyoadi., Kumboyono & Ratnawati., R. (2013).

  Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Bantuan Hidup Dasar (BHD) terhadap Tingkat Pengetahuan Tenaga Kesehatan di Puskesmas Wori Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Manado:

  Ejournal Keperawatan (E-Kp). Vol 2, No 1.

  Fathoni A. N., Wahyu,R.A& Ariyani. (2014).

  Lia, Hikmah & Basuni.(2014). Pengalaman perawat unit gawat darurat (UGD) puskesmas sukaraja kabupaten lombok timur dalam melakukan rujukan pasien dengan kasus kegawatan ke rumah sakit: studi fenomenologi. Thesis. Universitas Brawijaya. Limantara, Rudy., Herjunanto & Roosalina,

  Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Basic Life Support (BLS) dengan Perilaku Perawat dalam Pelaksanaan Primary Survey di RSUD DR. Soedirman Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. E jounal

  Pengalaman perawat unit gawat darurat (UGD) puskesmas dalam merawat korban kecelakaan lalu lintas. Journal of

  Nursing Science. Vol 1, No 2, 2013.

  27 Wolff, Angela C., Regan, Sandra., pesut, Barbara., & Black, Joyce. (2010). Ready for what? An Exploration of the Meaning of New Graduate Nurses Readiness for Practice. International

  Journal of Nursing Education Scholarship. Article.

  http//www.bepress.com/ijnes/vol7/iss1/a rt7. Diunduh 20 September 2015 Pella, D. A., & Inayai, A. (2011). Talent

  management: mengembangkan SDM untuk mencapai pertumbuhan dan kinerja. Jakarta: PT Gramedia .