TINJAUAN YURIDIS ATAS TUNTUTAN KONSUMEN AKIBAT PEMADAMAN LISTRIK YANG DILAKUKAN PT. PLN (PERSERO) KOTA PALU Prabu Kawakan Suarlan Datupalinge Armin K Abstrak - TINJAUAN YURIDIS ATAS TUNTUTAN KONSUMEN AKIBAT PEMADAMAN LISTRIK YANG DILAKUKAN PT. PLN (PERSER
TINJAUAN YURIDIS ATAS TUNTUTAN KONSUMEN AKIBAT
PEMADAMAN LISTRIK YANG DILAKUKAN PT. PLN (PERSERO) KOTA
PALU
Prabu Kawakan
Suarlan Datupalinge
Armin K
Abstrak
Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris atau penelitian
hukum yang menggambarkan hasil penelitian tentang hukum yang berlaku di
masyarakat yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengumpulkan
data-data dengan studi lapangan dan menggambarkan kondisi penanganan
tuntutan konsumen akibat kerugian dari pemadaman listrik dengan melakukan riset
langsung kelapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan
penelitian dan analisis yang dilakukan, dapat ditarik kesimpulan, Prosedur PT.
PLN (PERSERO) dalam menanggapi tuntutan konsumen akibat kerugian dari
pemadaman listrik, terjadinya pemadaman listrik terindikasi adanya pelanggaran
UU Ketenagalistrikan dan UU No. 8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Area Palu, prosedur menanggapi dengan melalui
call center, tetapi lebih banyak tidak berfungsi, sibuk dan tidak diangkat kalau
diangkat jawabannya karena ada perbaikan, kalau diangkat hanya permohonan maaf
ada gangguan. Selain itu dengan surat keberatan tetapi tidak ditanggapi, Prosedur
selanjutnya apabila pelanggan/konsumen mengalami kerugian diharuskan
membuktikan sebab akibat apakah ada hubungannya dengan pemadaman lampu
dengan kerugian dan apabila menerima gugagatn ganti rugi PLN Persero area palu
menegaskan bahwa dalam perjanjian tidak ada ganti rugi dalam hal pemadaman
bergilir sepanjang diberitahukan terlebih dahulu sehingga kerugian konsumen tidak
dijamin oleh UU Ketenagalistrikan.Kata Kunci : Tuntutan, Konsumen, Akibat Pemadaman Listrik, Kota Palu.
I. PENDAHULUAN Dasar Negara Republik Indonesia A.
Latar belakang
Tahun 1945,tenaga listrik Pembangunan nasional mempunyai peran yang sangat bertujuan untuk mewujudkan penting dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur tujuan pembangunan nasional yang merata berdasarkan maka usaha penyedian perlu Pancasila dan Undang-Undang terus ditingkatan sejalan dengan perkembangan pembangunan agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, merata, dan bermutu.
PT. PLN (Persero) merupakan salah satu Perusahaan Milik Negara yang memberikan pelayanan kepada pelanggan dan masyarakat dalam penyediaan jasa yang berhubungan dengan penjualan tenaga listrik satu- satunya di Indonesia. Peningkatan kebutuhan listrik melonjak dengan tinggi dan cepat, khususnya kebutuhan bagi industri dan diiringi pula dengan standar tingkat kepuasan masyarakat menjadi lebih tinggi lagi sebagai akibat dari meningkatnya pendapatan masyarakat yang maju dan modern. Dalam melakukan kegiatannya, PT. PLN (Persero) menyediakan bagian pelayanan pelanggan yang tugasnya memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh setiap pelanggan
1 .
Energi listrik merupakan kebutuhan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Sampai saat ini, penyediaan energi listrik di Indonesia masih dikelola oleh suatu Badan Usaha Milik Negara yaitu PT. PLN (Persero). PT. PLN (Persero) sebagai satu-satunya perusahaan penyedia listrik, sampai saat ini belum mampu memberikan pelayanan yang seimbang dengan kewajiban yang dibebankan kepada pelanggan atau konsumen, selama ini pelanggan selalu dituntut untuk memenuhi kewajiban membayar tagihan listrik tepat waktu. Jika tidak akan dikenai sanksi baik berupa denda maupun pemutusan arus listrik. Dilain pihak PT. PLN (Persero) tidak memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan
2 . 1 www.tempointeraktif.com 2 http://ayobelajarhaki.wordpress.com/2012/05 Pelayanan merupakan unsur yang sangat penting di dalam usaha meningkatkan kepuasan konsumen. Pada dasarnya posisi pelayanan ini merupakan fakor pendukung terhadap aktivitas pemasaran jasa PT. PLN (Persero). Dalam rangka meningkatkan pelayanan penyediaan tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) kepada masyarakat pada umumnya dan pelanggan pada khususnya, maka berdasarkan UU RI No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan bahwa, tenaga listrik mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh negara dan penyediaannya perlu terus ditingkatkan sejalan dengan perkembangan pembangunan agar tersedia tenaga listrik dalam
/04/perlindungan-hak-hak-konsumen-listrik- di-indonesia-menurut-undang-undang- nomor-8-tahun-1999-tentang-perlindungan- konsumen/
jumlah yang cukup, merata, dan bermutu.
Untuk itu PT. PLN (Persero) memberikan perhatian khusus kepada kegiatan pelayanan dalam hal pemenuhan kebutuhan pelanggan agar dalam pelaksanaannya dapat memuaskan pelanggannya. Jika pelayanan yang diberikan memenuhi permintaan pelanggan, maka pelanggan akan merasa puas dan bila jasa pelayanan berada di bawah tingkat yang diharapkan, pelanggan akan merasa kurang / tidak puas. Pelanggan yang merasa tidak puas terhadap kualitas / pelayanan yang diberikan, dengan sendirinya akan menceritakan kepada orang lain sebagai komplain atas ketidakpuasannya. Oleh karena itu pengukuran kepuasan akan pelayanan yang diberikan oleh PT. PLN (Persero) pada masyarakat harus selalu dilakukan untuk mengetahui dan merencanakan strategi yang lebih baik di masa mendatang dan lebih meningkatkan kualitas pelayanannya agar dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen serta untuk meminimalisasikan masalah. Perlakuan yang diberikan oleh pihak PT. PLN selaku perusahaan listrik negara seringkali membuat jengkel masyarakat, masyarakat diperlakukan tidak sebagaimana mestinya, sering dalam keadaan terpaksa menerima perlakuan tersebut karena masyarakat memang sangat membutuhkannya, padahal juga hak masyarakat untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
- – hak rakyat sebagai konsumen
3 .
Pemadaman listrik yang marak terjadi di Indonesia dan khususnya daerah Kota Palu menjadi momok tersendiri bagi masyarakat, terutama mereka 3
http://jelita249.blogspot.com/2009/08/ta nggung-jawab-pt-pln-kepada-konsumen.html
yang kegiatannya sangat tergantung pada tersedianya suplai listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN). Banyak sekali alasan yang kemudian dilontarkan PLN yang dalam hal ini berperan sebagai perusahaan negara yang mengurus masalah- masalah listrik di Indonesia. Alasan-alasan yang dikemukakan antara lain faktor alam yang tidak menentu, salah satu bentuk pengaplikasian regulasi pemadaman bergilir yang (katanya) terencana, kerusakan teknis yang tidak terduga, dsb. Namun alasan – alasan mereka tidak dapat menutupi kenyataan bahwa mereka melanggar hak
4 .
Listrik di Kota Palu, Sulawesi Tengah, sangat merugikan masyarakat Kota Palu yang semakin parah dan telah berlangsung lama, mengurangi minat wisatawan mancanegara 4
http://hesadrian.wordpress.com/2010/06 /09/pemadaman-listrik-antara-kebijakan-dan- kebajikan/
5
dan domestik untuk berkunjung Palu . Demikian pula dengan ke kota teluk berpenduduk pengunjung domestik dari luar 300.000 jiwa lebih itu. "Banyak provinsi sering mengeluhkan wisatawan asing yang menolak pemadaman lampu sehingga masuk Palu karena mengetahui tidak nyaman lagi untuk bahwa lampunya sering padam. menginap di kebanyakan hotel. Demikian juga pengunjung dari "Kalau listrik padam, lampunya berbagai daerah enggan datang memang tetap bisa menyala karena listrik lebih sering padam dengan menggunakan genset, ketimbang menyala," kata Ari akan tetapi pendingin udaranya Wowor, pengusaha perjalanan (AC) tidak berfungsi, jadi mereka wisata terkemuka di Kota Palu, merasa terganggu," ujar Ketua Selasa. Ketua Dewan Pembina Kadin Sulteng Bidang Asosiasi Pengusaha Perjalanan Kepariwisataan ini. Pemadaman Wisata (Asita) Sulteng itu tidak listrik secara bergilir di Kota Palu merinci berapa persen penurunan saat ini semakin meresahkan kunjungan wisatawan akibat karena dalam kurun waktu 24 pemadaman listrik bergilir yang jam, listrik padam selama 18 jam. telah berlangsung bertahun-tahun
B. Rumusan Masalah
dan makin parah. Kebanyakan Berdasarkan latar belakang yang wisman yang berkunjung ke di uraikan di atas, untuk itu Sulteng, kata Ary, tahu bahwa permasalahan dalam penelitian ini listrik di Kota Palu sering padam. adalah : Mereka lebih baik menginap di
1. Bagaimanakah prosedur PT. PLN obyek wisata seperti Taman (PERSERO) dalam menanggapi Nasional Lore Lindu atau Taman tuntutan konsumen akibat kerugian Laut Togian dari pada masuk dari pemadaman listrik? 5 Harian Radar Sulteng, 24 Pebruari 2015
2. Bagaimanakah proses penyelesaian Berkurangnya pendengar radio-radio hukum atas kerugian yang dialami daerah, pasti akan mempengaruhi konsumen akibat pemadaman pula sampai atau tidak informasi listrik? perencanaan kepada pelanggan.
II. PEMBAHASAN Menurut Pasal 6 UU No. 8
A.Tahun 1999 tentang Perlindungan
Prosedur PT. PLN (PERSERO) dalam Menanggapi Tuntutan konsumen, pelaku usaha berhak untuk Konsumen Akibat Kerugian Dari menerima pembayaran yang sesuai Pemadaman Listrik dengan kesepakatan mengenai
Pemadaman listrik di Kota kondisi dan nilai tukar barang
6 Palu, bukanlah merupakan hal yang dan/atau jasa yang diperdagangkan .
asing karena selalu terjadi dari tahun Sebaliknya, pelaku usaha wajib ke tahun. Konsumen listrik seringkali menjamin mutu barang dan/atau jasa mengalami pemadaman listrik secara yang diproduksi dan/atau mendadak, tanpa didahului diperdagangkan berdasarkan pemberitahuan dari pihak PT. PLN ketentuan standar mutu barang
7 (Persero) Cabang Palu. Tak jarang, dan/atau jasa yang berlaku .
konsumen tidak mengetahui sebab- Sementara itu, konsumen berhak musabab terjadinya pemadaman. Jika untuk memilih barang dan/atau jasa ada pemberitahuan, umumnya serta mendapatkan barang dan/atau pemberitahuan tersebut disampaikan jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dengan cara yang kurang meluas, dan kondisi serta jaminan yang
8
misalnya melalui media massa (Radar dijanjikan . Adapun hak konsumen Sulteng) dan RRI Palu. Sehingga tersebut disertai kewajiban untuk pemberitahuan melalui media massa dan RRI merupakan metode yang kurang efektif, karena tidak semua 6 UU No. 8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 6 huruf a. orang memiliki kesempatan untuk 7 8 Ibid., Pasal. 7 huruf d. membaca dan mendengar radio. Ibid, Pasal. 4 huruf b. membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati
9 .
sebagai salah satu cara memenuhi keberatan konsumen akibat pemadaman lampu
2. Prosedur selanjutnya apabila ada pemadaman listrik, melalui surat keberatan yang ditujukan pada PT. PLN (Persero) Cabang Palu disertai dengan nama, alamat dengan jelas. 11 Marten Ambalinggi, Pegawai PLN Rayon
12 .
selalu bernada sibuk, telepon yang berhasil masuk pun, tidak kunjung diangkat
center 123, maka telepon akan
. Tetapi menurut Ahmad bahwa nomor telepon tersebut selalu tidak berfungsi. Dalam hal ini, jika konsumen menghubungi call
11
call center No. 123 (Telkom),
Dalam kaitannya dengan hal ini, konsumen listrik wajib membayar tagihan listrik tepat pada waktunya, sebaliknya konsumen listrik berhak untuk mendapatkan tenaga listrik secara berkesinambungan. Apabila terjadi gangguan, konsumen berhak mendapatkan pelayanan atas perbaikan terhadap gangguan penyediaan tenaga listrik atau penyimpangan terhadap mutu tenaga listrik yang disalurkan
PLN (Persero) Cabang Palu, dalam menanggapi menanggapi tuntutan konsumen akibat adanya pemadaman melalui telepon yaitu
1. Prosedur yang diterapkan PT.
dari pemadaman listrik sebagai berikut:
51
Masalah perlindungan Konsumen di Indonesia, Cetakan Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal.
. Idealnya, hak dan kewajiban ini harus dijalankan secara seimbang. Sayangnya, kondisi yang terjadi saat ini adalah bahwa pelayanan yang diberikan PT. PLN (Persero) Cabang Palu kepada konsumen dirasakan belum memuaskan karena seringnya terjadi pemadaman listrik secara bergilir. Prosedur PT. PLN (Persero) Cabang Palu dalam menanggapi tuntutan konsumen akibat kerugian 9 Ibid., Pasal. 5 huruf c. 10 Sudaryatmo,
10
Kamonji, Wawancara, Selasa 24 Februari 2015 12 Ahmad Konsumen, Wawancara, Senin 23 Februari 2015
Menurut Wawan, bahwa PT. PLN (Persero) Cabang Palu berupaya menghindarkan keluhan-keluhan dari pelanggan sebagai bentuk kewajiban mereka
13
. Dengan berbagai alasan bahwa telah menginformasikan rencana pemadaman yang akan dilakukan, sehingga diharapkan pelanggan akan memaklumi. Pemberitahuan telah dilakukan dalam media massa, kami juga sudah mengiklankan di radio
14 .
Berkurangnya pendengar radio- radio daerah, pasti akan mempengaruhi pula sampai atau tidaknya informasi perencanaan kepada pelanggan. Masyarakat saat-saat ini lebih sering menggunakan televisi dibandingkan dengan mendengarkan radio sehingga pemberitahuan tidak efektif.
Menurut Sulatri, bahwa saya sekarang tidak pernah 13 Wawancara, Pemilik Warnet, Senin 23
Februari 2015 14 Murni Samsodi, Bagian Humas dan Hukum, Wawancara, Selasa 24 Februari 2015
mengadukan ke PLN Ranting Kamonji ketika ada pemadaman, bosan dengan jawaban petugas yang hanya sabar sedang ada gangguan, tidak dijelaskan waktunya berapa lama
15
. Dalam menerima laporan, PT. PLN (Persero) Cabang Palu tidak adanya standar operasional prosedur yang mengatur pemberitahuan dan laporan tersebut. Sehingga menjadikan pemberitahuan tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan konsumen. Petugas PLN hanya menerima pemberitahuan sesuai dengan kebiasaan secara turun temurun dari setiap angkatan petugas. Kebiasaan tersebut seharusnya dicatatkan atau dibentuk peraturan yang bersifat mengikat karyawan atau petugas piket untuk tetap harus menerima pemberitahuan sebagaimana mestinya.
15 Sulatri, Pemilik Salon, Wawancara, Senin 23 Februari 2015
3. Prosedur berikutnya apabila ada konsumen yang merasa dirugikan akibat adanya pemadaman listrik. Pihak PT. PLN (Persero) Cabang Palu berusaha untuk menyuruh konsumen untuk membuktikan adanya kerusakan barang elektronik dengan pemadaman lampu. Sehingga menurut Ibu Narti bahwa sangat sulit untuk membuktikan kerusakan barang elektronik dengan pemadaman lampu karena memerlukan penelitian dan ahli, sehingga akan sia-sia
16
. Pihak PT. PLN (Persero) Cabang Palu apabila menerima pengaduan pemadaman listerik hanya berupa permintaan maaf belaka dari PT. PLN (Persero) Cabang Palu, dan tidak ada pemberian ganti rugi kepada para konsumen listrik yang dirugikan akibat padamnya listrik.
(Persero) Cabang Palu dalam menerima gugatan bahwa telah 16 Aji Priambodo, Bagian Administrasi,
Wawancara, Selasa 24 Februari 2015
terjadi kerugian konsumen akibat pemadaman lampu.
Bahwa setiap pemadaman listrik sudah memiliki standar operasional prosedur untuk mengatur kinerja pegawai di bawah area distribusi PLN Rayon Kamonji. Salah satu SOP yang dikeluarkan adalah prosedur perencanaan pemadaman. ruang lingkup dari SOP ini adalah untuk mengatur tatacara merencanakan pemadaman dalam rangka pemeliharaan, perbaikan, taping jaringan baru, yang pelaksanaan pekerjaannya dapat diatur waktunya agar pemadaman dapat dilakukan sesingkat mungkin, dengan wilayah padam sesempit mungkin dan menghindari pemadaman berulang pada daerah yang sama. Persiapan pelaksanaan pemadaman meliputi persiapan peralatan yang akan digunakan, siapa saja petugas yang melaksanakan, pelanggan- pelanggan yang akan mengalami
4. Prosedur yang dilakukan PT. PLN
pemadaman, penyebaran informasi sebelum pemadaman. Apabila ada pelanggaran terhadap SOP tentu menimbulkan konsekuensi hukum, tetapi pihak PT. PLN (Persero) Cabang Palu selalu mengatakan bahwa adanya keadaan mendesak di luar kemampuan manusia (force
majeur
), seperti bahan bakar habis dan Pertamina belum menyalurkan karena kapal tangker belum datang, mesin rusak, perbaikan mesin dan lainnya.
Sulitnya konsumen dalam menuntut ganti rugi akibat pemadaman listrik karena, gangguan pemadaman listrik tidak dicantumkan dalam akte perjanjian jual beli listrik yang ditanda tangani pada awal perjanjian. Kondisi ini memiliki indikasi bahwa PT. PLN (Persero) tidak menginginkan adanya kerugian dari perusahaan sebagai akibat kelalaian pemberian pelayanan kepada pelangan. Pemberian ganti rugi ini tidak berlaku dalam hal penghentian arus listrik untuk sementara. Berdasarkan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (4) PP No. 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas PP No 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, ditentukan bahwa penyediaan tenaga listrik hanya dapat dihentikan untuk sementara jika memenuhi salah satu atau lebih ketentuan berikut:
(a) diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan pemeliharaan, perluasan atau rehabilitasi instalasi ketenagalistrikan;
(b) terjadi gangguan pada instalasi ketenagalistrikan;
(c) terjadi keadaan yang dianggap membahayakan keselamatan umum;
(d) atas perintah yang berwajib dan/atau pengadilan, dimana penghentian sementara tersebut tidak memberikan hak untuk penuntutan ganti rugi. Menurut Pasal 16 ayat (3) PP
No. 26 Tahun 2006, penghentian aliran listrik ini terlebih dahulu harus diberitahukan kepada masyarakat selambat-lambatnya 24 jam sebelum penghentian penyediaan tenaga listrik. Sehingga berdasarkan Pasal 16 ayat (2) dan ayat (4) PP No. 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas PP No 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik dimensi hukum padamnya listrik tidak memberikan perlindungan bagi pelanggan/konsumen karena sampai sekrang hak konsumen untuk mendapatkan ganti rugi dari pihak PLN Persero tidak dijamin dalam undang-undang Ketenagalistrikan dan PP tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
Hubungan hukum antara PLN dengan masyarakat didasarkan pada alas hak yang disebut perjanjian jual beli tenaga listrik yang sepenuhnya tunduk pada hukum perjanjian sesuai dengan Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang antara lain menyebutkan bahwa perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Sehubungan dengan pemadaman listrik yang terjadi di wilayah PT. PLN (Persero) Cabang Palu, PLN berusaha semaksimal mungkin untuk melindungi kepentingan konsumen dengan memadamkan listrik tanpa mengganggu produktifitas pelanggan dan kinerja pelanggan tetapi dapat melaksanakan tugas se-efektif dan se- efisien mungkin. PLN melaksanakan tugas terkait pemeliharaan jaringan dengan tetap memperhatikan jadwal produktif dari mayoritas pelanggan daerah tersebut. Dalam setiap pemeliharaan jaringan, PLN berusaha agar pemadaman tidak berlangsung lama dan juga agar tidak terjadi pemadaman di wilayah yang sama dalam waktu dekat.
Secara keseluruhan terlihat bahwa dalam pelayanan penyaluran listrik yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) bersifat sepihak dimana PT. PLN (Persero) mengalami kewenangan yang jelas melebihi kewajibannya yang harus diberikan. Sementara itu pelanggan seperti sebagai pihak yang selalu dirugikan karena hanya diharuskan melakukan kewajibannya yang kadangkadnag tidak dapat meminta haknya kepada PT. PLN (Persero). Kondisi ini diindikasikan dengan tidak jelasnya Tingkat Mutu dan Pelayanan yang ditetapkan oleh PT. PLN (Persero) serta tidak adanya informasi yang jelas kepada masyarakat. Selain itu juga prosedur penyampaian klaim yang tidak diketahui dengan pasti terutama waktu penyelesaian klaim serta batasan klaim dapat disampaikan. Pada pelaksanaan perjanjian jual beli listrik, dimana pada pertengahan pelaksanaan adanya pemadaman listrik tentunya merupakan kerugian yang dialami oleh pelanggan. Kelemahan yang mendasar atas peristiwa tersebut adalah kurangnya advokasi konsumen dalam proses penyelesaian sengketa seperti yang dicantumkan dalam Pasal 4 ayat (5) Undang-Undang Perlindungan Konsumen
17
. Selain itu juga peristiwa ini melanggar undang- undang yang sama pada Pasal 8 (e) dimana tidak sesuainya mutu pelayanan yang dijanjikan oleh PT. PLN (Persero) pada saat pelaksanaan penandatanganan perjanjian. 17 Undang-undang RI No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Tindakan-tindakan yang dapat merugikan dalam penggunaan listrik yang disediakan oleh PLN Persero sebenarnya dapat dihindari oleh para pihak. Jika masing-masing pihak paham betul apa saja yang menjadi hak dan kewajiban mereka masing- masing. Seyogyanya keserasian hubungan timbal balik antara PLN Persero dengan pelanggan/konsumen listrik perlu lebih ditingkatkan. Untuk itulah alangkah baiknya jika apa yang menjadi hak-hak dan kewajiban dari pelanggan/konsumen listrik benar- benar diketahui dan dimengerti oleh setiap pelanggan/konsumen listrik itu sendiri.
Undang-undang tentang Ketenagalistrikan mengatur secara jelas apa saja yang menjadi hak dan kewajiban bagi masyarakat dan pelanggan/konsumen listrik sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan dan PP No.
26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas PP No 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.
B.
barang elektronik konsumen tetapi
Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Konsumen Atas cukup bergam. Tetapi juga Pemadaman Listrik Yang masyarakat umum, karena tidak Dilakukan PT. PLN (Persero) berfungsinya berbagai fasiltas umum Cabang Palu seperti Rumah Sakit, Stasiun
Pemadaman bergilir yang Pengisian Bahan Bakar (SPBU) dan terjadi di Kota Palu dikarenakan PT. lampu pengatur lalu lintas. PLN mengalami defisit listrik, Berkaitan dengan hal tersebut
18
khususnya pada beban puncak . di atas, sehingga menimbulkan Seiring dengan munculnya berbagai adanya sengketa satu penyebabnya alat elektronik dan kebutuhan adalah dari adanya wanprestasi dari penerangan untuk kebutuhan di salah satu pihak yang tidak malam hari terus meningkat. Pada memenuhi kewajibannya sesuai waktu beban puncak sudah pasti akan dengan yang disepakati bersama atau terjadi pemadaman untuk menutupi ada faktor eksternal diluar para pihak kekurangan, kondisi ini semakin yang mengakibatkan tidak diperparah bila salah satu pembangkit terpenuhinya prestasi dari suatu listrik mengalami kerusakan atau perjanjian. Sedangkan sengketa paling tidak harus dilakukan konsumen diartikan sengketa antara perawatan, maka kekurangan pelaku usaha dengan konsumen yang kapasitas listrik semakin besar dan menuntut ganti rugi atas kerusakan, semakin banyak daerah yang pencemaran dan / atau yang
19
mendapat pemadaman listrik . mendapat kerugian akibat Kerugian dari adanya mengkonsumsi barang dan / atau
20 pemadaman listrik di Kota Palu, manfaat jasa . 18 bukan hanya rusaknya berbagai 20 Penyelesaian Sengketa Murni Samsodi, Bagian Humas dan Hukum, Yusuf Shofie, 19 Wawancara, Selasa 24 Februari 2015 Konsumen Menurut Undang-Undang Teori dan Praktek Penegakan Hukumnya
Akram, Bagian Instalasi dan lapangan, , PT Citra
Wawancara, Rabu 25 Februari 2015 Aditia Bakti, Jakarta, 2003, hal. 12UU No. 8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen. Batasan sengketa konsumen menurut Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan “sengketa konsumen”, yaitu sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Pelaku usaha disitu, yaitu:
1. Setiap orang atau individu;
2. Badan hukum atau badan usaha yang tidak berbadan hukum Berkaitan dengan hal tersebut, konsumen pemakai listrik di
Kota Palu dapat melakukan suatu gugatan dengan dasar perbuatan melawan hukum dan merugikan konsumen, sesuai ketentuan Pasal 29 UU No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, Konsumen berhak untuk : a) Mendapatkan pelayanan yang baik; b) Mendapatkan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik; c) Memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga yang wajar;
d) Mendapatkan pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik; dan e) Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik
Selanjutnya dalam PP No. 26 Tahun 2006 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik Pasal 16 menegaskan bahwa:
1 Tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 wajib disediakan secara terus menerus;
2 Penyediaan tenaga listrik hanya dapat dihentikan untuk sementara jika memenuhi salah satu atau lebih ketentuan di bawah ini : a. diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan pemeliharaan, perluasan atau rehabilitasi instalasi ketenagalistrikan; b. terjadi gangguan pada instalasi ketenagalistrikan;
c. terjadi keadaan yang dianggap membahayakan keselamatan umum; d. atas perintah yang berwajib dan/atau pengadilan.
3 Pelaksanaan ketentuan ayat (2) huruf a terlebih dahulu diberitahukan kepada masyarakat selambat- lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum pengehentian penyediaan tenaga listrik;
4 Penghentian penyediaan tenaga listrik untuk sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak memberikan hak untuk penuntutan ganti rugi. Hubungan antara PT. PLN
Persero dengan pelanggan atau konsumen dapat terjadi dengan adanya kontrak yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Pola hubungan tersebut diatur dalam Pasal
25 PP No. 26 Tahun 2006 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan Dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, yaitu :
Pasal 25 (Hak pelaku Usaha)
1 Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum dalam menyediakan tenaga listrik diberi hak untuk :
a. memeriksa instalasi ketenagalistrikan yang dipergunakan oleh masyarakat, baik sebelum maupun sesudah mendapat sambungan tenaga listrik; b. mengambil tindakan atas pelanggaran perjanjian penyambungan listrik oleh pemakai; c. mengambil tindakan penertiban atas pemakaian tenaga listrik secara tidak sah.
2 Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum tidak bertanggung jawab atas bahaya terhadap kesehatan, nyawa, dan barang yang timbul karena penggunaan tenaga listrik yang tidak sesuai dengan peruntukannya atau salah dalam pemanfaatannya.
3 Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan dan Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum dalam menyediakan tenaga listrik wajib:
a. memberikan pelayanan yang baik; b. menyediakan tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik;
c. memberikan perbaikan, apabila ada gangguan tenaga listrik;
d. bertanggung jawab atas segala kerugian atau bahaya terhadap nyawa, kesehatan, dan barang yang timbul karena kelalaiannya.
Pasal 26 Hak dan Kewajiban Masyarakat Dalam Pemanfaatan Tenaga Listrik
1 Masyarakat di daerah usaha Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum berhak mendapat tenaga listrik yang disediakan oleh Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan atau Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Umum yang bersangkutan.
2 Masyarakat yang telah mendapat tenaga listrik mempunyai hak untuk :
a. mendapat pelayanan yang baik; b. mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik; c. mendapat pelayanan Ketenagalistrikan Untuk untuk perbaikan apabila Kepentingan Umum. ada gangguan tenaga Selain ketentuan tersebut di listrik. atas yang menjadi dasar hukum
3 Masyarakat yang telah konsumen dan pelaku usaha diatur mendapat tenaga listrik dalam KUHPerdata dan UU No. 8 mempunyai kewajiban: Thn 1999 tentang Perlindungan
a. melaksanakan Konsumen. Apabila terjadi kerugian pengamanan terhadap yang dialami oleh konsumen, maka bahaya yang mungkin konsumen dapat mengajukan timbul akibat tuntutan ganti rugi kepada pelaku pemanfaatan tenaga usaha atau produsen jika terbukti listrik; atau nyata bahwa kerugian tersebut b. menjaga dan diakibatkan dari penggunaan, memelihara keamanan pemakaian, pemanfaatan barang dan instalasi atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku ketenagalistrikan; usaha. Hal ini berdasarkan ketentuan c. menggunakan tenaga dari Pasal 1365 KUHPerdata tentang listrik sesuai dengan Perbuatan Melawan Hukum. peruntukannya. Pertanggungjawaban pelaku usaha
4 Masyarakat yang telah juga diatur dalam Pasal 19 sampai mendapat tenaga listrik dengan 28 UU No. 8 Thn 1999 bertanggung jawab karena tentang Perlindungan Konsumen. kesalahannya Pelaku Usaha juga dilindungi dalam mengakibatkan kerugian undang-undang ini, seperti tercantum bagi Pemegang Kuasa dalam Pasal 6 UU No. 8 Thn 1999 Usaha Ketenagalistrikan tentang Perlindungan Konsumen atau Pemegang Izin Usaha tentang Hak-hak Konsumen. Karena pelaku usaha juga berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang mempunyai itikad tidak baik.
Dasar gugatan yang dapat diajukan oleh konsumen listrik adalah bahwa PT. PLN (Persero) telah melakukan melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen sebagaimana yang telah diatur dalam UU No. 8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau dapat juga dengan mengajukan dasar gugatan yang berupa PT. PLN (Persero) melakukan ingkar janji (wanprestasi) akan kewajibannya untuk memasok tenaga listrik secara terus-menerus sehingga menimbulkan kerugian bagi konsumen listrik yang bersangkutan. Kewajiban PT. PLN (Persero) untuk memasok tenaga listrik secara terus- menerus terdapat dalam perjanjian jual beli tenaga listrik, dimana perjanjian ini ditandatangani oleh konsumen ketika konsumen hendak memasang jaringan listrik. Terhadap wanprestasi yang dilakukannya tersebut, maka PT. PLN (Persero) wajib membayar ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen listrik. Namun demikian, harus terdapat hubungan sebab akibat atau hubungan kausal antara wanprestasi dan kerugian yang diderita oleh konsumen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1247 dan 1248 KUHPerdata
21 .
Walaupun Pasal 16 ayat (2) jo. Pasal 16 ayat (4) PP No. 26 Tahun 2006 tentang Perubahan Kedua atas PP No 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik dimensi hukum padamnya listrik tidak memberikan perlindungan bagi pelanggan/konsumen karena sampai sekarang hak konsumen untuk mendapatkan ganti rugi dari pihak PLN Persero tidak dijamin dalam undang-undang Ketenagalistrikan dan PP tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik dalam hal pemadaman yang sifatnya sementara dan ada pemberitahuan terlebih dahulu. 21 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2002, hal. 48. Namun demikian masih Perlindungan konsumen sulit dijumpai peluang yang sangat kecil dibatasi hanya dengan untuk mengajukan gugatan ganti rugi menampungnya dalam satu jenis kepada PLN Persero atas dasar perundang-undangan seperti KUHP, perbuatan melawan hukum sesuai UU No. 30 Tahun 2009 Tentang dengan ketentuan Pasal 1365 Ketenagalistrikan dan KUHPerdata
22 KUHPerdata jo Pasal 24 ayat (3) dan UU No. 8 Thn 1999 tentang
Butir (d) PP No. 26 Tahun 2006 Perlindungan Konsumen. Karena tentang Perubahan Kedua atas PP No hukum perlindungan konsumen
10 Tahun 1989 tentang Penyediaan selalu berhubungan dan berintraksi dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, dengan berbagai cabang dan bidang dimana konsumen/pelanggan hukum lain, karena pada setiap dihadapkan pada beban pembuktian bidang dan cabang hukum itu yang berat karena harus senantiasa terdapat pihak yang
23 membuktikan dengan unsur-unsur berpredikat sebagai konsumen .
sebagai berikut: Sehingga penyelesaian sengketa 1. konsumen dapat dilakukan dengan
Perbuatan melawan hukum; 2. berpatokan berbagai aturan sesuai
Kesalahan/kelalaian tergugat; 3. yang dialami dengan kesepakatan bersama dalam
Kerugian pelanggan/konsumen; penyelesaian sengketa. 4. kausal antara Setiap pelanggan/konsumen
Hubungan perbuatan melawan hukum listrik yang merasa disrugikan hak- dengan kerugian yang dialami haknya telah dilanggar oleh PT PLN konsumen. (Persero) dapat menyelesaikannya melalui pengadilan atau di luar 22 pengadilan sesuai dengan ketentuan
Pasal 1365 KUHPerdata yaitu “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa 23 kerugian kepada seorang lain, mewajibkan Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, orang yang karena salahnya menerbitkan Cetakan Pertama, PT. Gramedia
kerugian untuk mengganti kerugian tersebut.” Widiasarana Indonesia, Jakarta. 1999, hal. 1 yang diatur dalam UU No. 8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan UU No. 8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen membagi penyelesaian sengketa konsumen antara PT PLN dengan konsumen dilakukan sebagai berikut:
Perdamaian
Penyelesaian sengketa secara damai diusahakan terlebih dahulu antara konsumen dengan PT PLN Persero sebelum dilakukan penyelesaian sengketa di luar persidangan melalui BPSK dan pengadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajukan keberatan/komplain/keluhan oleh pelanggan/konsumen listrik. Dalam melakukan keluhan/keberatan konsumen dapat didampingi oleh Yayasan Perlindungan Konsumen, apabila PT. PLN Persero menerima keberatan pihak pelanggan/konsumen dengan baik dan bersedia untuk memberikan kompensasi yang berupa ganti rugi, maka sengketa telah diselesaikan secara damai sehingga konsumen tidak perlu lagi mengajukan gugatan melalui Badan Penyelesaian Sengketa konsumen (BPSK) atau pengadilan negeri. Apabila PT PLN Persero tidak menerima keberatan maka pihak konsumen/pelanggan dapat mengajukan gugatan melalui BPSK atau pengadilan negeri.
Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan Melalui BPSK
Untuk mengatasi berlikunya proses pengadilan di peradilan umum, maka UU Perlindungan Konsumen memberikan solusi untuk penyelesaian di luar peradilan umum sesuai Penjelasan Pasal 45 ayat (2) UU No.
8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat diketahui bahwa UU No. 8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen menghendaki agar penyelesaian damai, merupakan upaya hukum yang justru terlebih dahulu diusahakan oleh para pihak yang bersengketa, sebelum para pihak memilih untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui BPSK atau badan peradilan
24 .
Berdasarkan Pasal 45 UU No.
8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum
25 .
Untuk itu UU No. 8 Thn 1999 tentang Perlindungan Konsumen membentuk suatu lembaga dalam hukum perlindungan konsumen, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (yang selanjutnya disebut BPSK) yang merupakan badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa 24 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian
Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya , Kencana, Jakarta, 2008, hal. 99 25 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum
Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 126
antara pelaku usaha dan konsumen
26
. BPSK dibentuk untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat sederhana, karena kebanyakan sengketa konsumen pada umumnya mempunyai nilai nominal yang kecil, sehingga tidak praktis apabila gugatan untuk meminta ganti rugi dilakukan melalui peradilan umum
27 Dan jika sengketa
tersebut harus diselesaikan di pengadilan, maka justru akan merugikan konsumen karena biaya perkara yang harus ditanggung konsumen lebih besar daripada nilai kerugiannya. Peradilan umum selain mahal juga membutuhkan waktu yang relatif lama dan prosedurnya yang cukup rumit
28
. Dan dilihat dari sanksi administrasi berupa penetapan ganti kerugian paling banyak sebesar Rp. 200.000.000,- 26 Pasal 1 angka 11 UU No. 8 Thn 1999 tentang
Perlindungan Konsumen 27 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. cit., hal. 198 28 Ibid
(dua ratus juta rupiah) yang dapat adanya pelanggaran UU dibebankan kepada pelaku usaha, Ketenagalistrikan dan UU No. 8 tampak bahwa sebenarnya BPSK Thn 1999 tentang Perlindungan dibentuk untuk menangani Konsumen yang dilakukan oleh penyelesaian sengketa konsumen PT. PLN (Persero) Area Palu,
29
dengan jumlah nilai yang kecil . prosedur menanggapi dengan Dalam Pasal 47 UU No. 8 melalui call center, tetapi lebih
Thn 1999 tentang Perlindungan banyak tidak berfungsi, sibuk dan Konsumen, dinyatakan bahwa tidak diangkat kalau diangkat penyelesaian sengketa konsumen jawabannya karena ada perbaikan, di luar pengadilan, dalam hal ini kalau diangkat hanya permohonan adalah melalui BPSK, maaf ada gangguan. Selain itu diselenggarakan untuk mencapai dengan surat keberatan tetapi kesepakatan mengenai bentuk tidak ditanggapi, Prosedur dan besarnya ganti rugi dan/atau selanjutnya apabila mengenai tindakan tertentu untuk pelanggan/konsumen mengalami menjamin tidak akan terjadi kerugian diharuskan kembali atau tidak akan terulang membuktikan sebab akibat apakah kembali kerugian yang diderita ada hubungannya dengan oleh konsumen. pemadaman lampu dengan
III PENUTUP
kerugian dan apabila menerima A. gugagatn ganti rugi PLN Persero
Kesimpulan 1.
area palu menegaskan bahwa Prosedur PT. PLN (PERSERO) dalam menanggapi tuntutan dalam perjanjian tidak ada ganti konsumen akibat kerugian dari rugi dalam hal pemadaman pemadaman listrik, terjadinya bergilir sepanjang diberitahukan pemadaman listrik terindikasi terlebih dahulu sehingga kerugian 29 konsumen tidak dijamin oleh UU Susanti Adi Nugroho, Op.cit., hal. 85 Ketenagalistrikan.
2. Upaya Hukum Yang Dapat
Dilakukan Konsumen Atas Pemadaman Listrik Yang Dilakukan PT. PLN (Persero) Cabang Palu, yaitu mengajukan gugatan mengenai hak-hak konsumen, pertama sekali dilihat terlebih dahulu apakah mau mengajukan secara perserorangan atau mewakili sekelompok konsumen. Apabila dilakukan secara perseorangan, gugatan dapat diajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) terdekat. Sedangkan apabila mewakili sekelompok konsumen atau lembaga khusus dapat langsung mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri sesuai domisili. Dasar gugatan adalah pelanggaran hak-hak konsumen UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ingkar janji, perbuatan melawan hukum Pasal 1365 KUHP. Penyelesaiannya dapat melalui perdamaian, penyelesaian di luar persidangan melalui BPSK yaitu Mediasi, Konsiliasi, dan dan melalui pengadilan negeri yaitu gugatan perdata perseorangan, gugatan perwakilan/kelompok dan gugatan/hak gugat LSM atau legal standing.
B. Saran
1. Perlunya PLN Persero Area Palu
membuat tempat pengaduan listrik yang lebih baku tidak hanya melalui call center 123 yang seringkali tidak diangkat, sibuk dan perlunya keberanian konsumen/pelanggan untuk melakukan protes dan gugatan jangan hanya diam tetapi melakukan upaya hukum.
2. PLN seharusnya memberikan kontraprestasi atas pemadaman listrik pada konsumen. Karena sebagian besar konsumen mengalami kerugian secara materiil dan immaterial. Hal itu sejalan dengan Pasal 29 ayat (1) huruf c UU Ketenagalistrikan.
Pasal itu menentukan konsumen berhak mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaa listrik seuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik.
DAFTAR PUSTAKA A.
Buku
Abdul Halim Barkatulah. Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis Dan
Perkembangan Pemikiran . Nusa Indah, Jakarta, 2008
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum bagi
Konsumen di Indonesia , Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013
Az. Nasution, Konsumen Dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996
- , Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, PT. Daya Widya, Jakarta,
2000 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta,
2009 Dedi Harianto, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen terhadap Iklan yang
Menyesatkan, Ghalia Indonesia, Bogor, 2010
Erman Rajagukguk, dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, CV. Mandar Maju, Bandung, 2000
J.H. Nieuwenhuis, terjemahan Djasadin Saragih, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Airlangga University Press, Surabaya, 1985
Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia, Jakarta, 2003
Mariam Darus Badrulzaman, Perlindungan terhadap Konsumen Dilihat dari Sudut
Perjanjian Baku (Standar),
dalam BPHN, Simposium Aspek-Aspek Hukum
Perlindungan Konsumen , Binacipta, Bandung, 1986
Muhammad Abdulkadir, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986
Patrik Purwahid, Dasar-Dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari
Perjanjian dan Dari Undang-Undang) , Mandar Maju, Bandung, 1994
Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Djambatan, Jakarta, 2000
- , Hukum Arbitrase Nasional, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta,
2002 Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Cetakan Pertama, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. 1999
Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 2002 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1977 Sudaryatmo, Masalah perlindungan Konsumen di Indonesia, Cetakan Pertama, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996 Sanusi Bintang dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2000 Soerdjono Soekanto. Penelitian Hukum Normatif. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2005 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya , Kencana, Jakarta, 2008
Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayumedia, Malang, 2007 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta, Bandung, 1977 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, PT Grasindo, Jakarta, 2000 Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 2002
- , Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Teori dan
Praktek Penegakan Hukumnya , PT Citra Aditia Bakti, Jakarta, 2003
Widjaja Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, gramedia Pustaka Utama, jakarta. 2001