ANALISIS UKURAN PRODUKTIVITAS PEKERJA TERHADAP BIAYA UPAH PEKERJAAN DINDING BATU BATA PADA PEMBANGUNAN GEDUNG RUANG RAWAT INAP BEDAH RSUD CUT NYAK DHIEN MEULABOH Tugas Akhir - ANALISIS UKURAN PRODUKTIVITAS PEKERJA TERHADAP BIAYA UPAH PEKERJAAN DINDING BAT

  

ANALISIS UKURAN PRODUKTIVITAS PEKERJA TERHADAP

BIAYA UPAH PEKERJAAN DINDING BATU BATA PADA

PEMBANGUNAN GEDUNG RUANG RAWAT INAP BEDAH RSUD

CUT NYAK DHIEN MEULABOH

Tugas Akhir

  

Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat

Yang Diperlukan untuk Memperoleh

Ijazah Sarjana Teknik

Disusun Oleh;

  

F A J R I

NIM : 06C10203036

Bidang Studi : Manajemen Rekayasa Konstruksi Jurusan : Teknik Sipil

  

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR

ALUE PEUNYARENG - MEULABOH

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Proyek pembangunan gedung ruang rawat inap bedah RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh adalah salah satu jenis pembangunan konstruksi fisik yang diselenggarakan dalam jangka waktu yang terbatas dan menggunakan sumber daya manusia yang terbatas juga. Berbicara tentang sumber daya manusia sangat berhubungan dengan upah kerja, karena upah kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam suatu proyek konstruksi. Untuk mengetahui upah kerja diperlukan suatu pengukuran produktivitas tenaga kerja. Faktor tenaga kerja merupakan suatu keharusan dalam pelaksanaan konstruksi. Kontraktor dihadapkan pada keputusan untuk menetapkan jumlah tenaga kerja karena berkaitan dengan biaya atau penjadwalan kerja. Produktivitas dapat dijadikan parameter untuk menentukan durasi aktivitas, jumlah tenaga kerja, dan biaya.

  Produktivitas inilah yang nantinya akan membantu kontraktor dalam perbaikan perencanaan proyek yang merupakan salah satu langkah untuk mendapatkan anggaran biaya.

  Faktor-faktor yang terkait dalam menentukan anggaran biaya antara lain biaya upah pekerja (tukang, pembantu tukang, dan mandor), harga material, biaya peralatan, overhead cost (pengeluaran biaya tambahan), asuransi, pajak dan bunga, contingencies (kemungkinan), mark up (kenaikan harga) dan profit. Dalam hal ini yang akan dibahas adalah mengenai anggaran biaya yang terkait dengan harga yang dikeluarkan untuk membayar upah pekerja berdasarkan jenis pekerjaan dan produktivitasnya. Acuan tolak ukur atau standar yang digunakan dalam melengkapi pembayaran upah pekerja menggunakan analisa biaya menurut SNI (Standar Nasional Indonesia).

  1.2 Rumusan Masalah

  Pokok permasalahan tugas akhir ini adalah bagaimana menganalisis produktivitas pekerja (tukang, pembantu tukang, dan mandor) berdasarkan biaya upah pekerjaan dinding batu bata, sehingga dapat diketahui harga yang pantas dikeluarkan oleh pelaksana/kontraktor dalam bentuk pembayaran upah kerja buruh bangunan dengan cara menganalisis kembali SNI 2002 kedalam SNI 2008.

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis ukuran produktivitas pekerja (tukang, pembantu tukang, dan mandor) terhadap biaya upah pekerjaan dinding batu bata dalam 1 (satu) satuan pekerjaan selama 1 (satu) jam, sehingga dapat mengetahui penggunaan analisis SNI 2002 atau SNI 2008 yang lebih efisien untuk didapatkan suatu harga yang pantas dikeluarkan sebagai upah kerja buruh bangunan sesuai dengan kondisi dan keadaan pada saat ini.

  1.4 Batasan Masalah

  Sesuai dengan judul tugas akhir ini yaitu ”Analisis Ukuran

  Produktivitas Pekerja Terhadap Biaya Upah Pekerjaan Dinding Batu Bata Pada Pembangunan Gedung Ruang Rawat Inap Bedah RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh

  ” adalah : 1. Lokasi penelitian di RSUD Cut Nyak Dhien Kecamatan Johan Pahlawan,

  Meulaboh – Kabupaten Aceh Barat.

2. Menganalisis anggaran biaya upah kerja berdasarkan ukuran produktivitas pekerja.

1.5 Manfaat Penelitian

  Adapun manfaat yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai acuan standar upah pekerja berdasarkan ukuran produktivitas pekerja pada pekerjaan dinding pasangan batu bata, sehingga dapat membantu pihak kontraktor/pelaksana konstruksi dalam merencanakan suatu anggaran biaya.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

  2.1 Tenaga Kerja

  Tenaga kerja ialah besarnya jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bagian pekerjaan dalam satu kesatuan pekerjaan. (Ibrahim, 2007). Tenaga kerja adalah tiap orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan dalam menghasilkan barang atau jasa. Seorang pekerja yang memenuhi syarat apabila dianggap memiliki sifat dan kemampuan jasmani yang diperlukan, memiliki kecerdasan, pengalaman tertentu, serta mempunyai keterampilan dan pengetahuan yang cukup (Kartasapoetra, 1988). Sedangkan menurut Napitulu (1987), yang dimaksud dengan pekerja standar adalah pekerja yang terampil (skilled labour) yang bisa mengerjakan satu macam pekerjaan saja.

  2.2 Produktivitas dan Faktor Yang Mempengaruhi

  Produktivitas juga dapat dikatakan sebagai suatu ukuran kasar menyangkut efektivitas penggunaan sumber-sumber produktif yang sangat penting. Pada umumnya faktor yang biasanya sebagai pengukur produktivitas kerja adalah tenaga kerja, hal ini disebabkan karena besarnya biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja sebagai bagian dari biaya yang terbesar untuk pengadaan produksi atau jasa. Pengukuran produktivitas secara detail jarang dilakukan oleh para kontraktor pada proyek-proyek konstruksinya, hal ini disebabkan karena pengukuran produktivitas tersebut sulit dilakukan secara lebih akurat mengingat kemampuan individu masing-masing tenaga kerja (orangnya) sangat bervariatif, selain itu pengukuran produktivitas tersebut juga memerlukan tenaga yang banyak serta biaya yang cukup besar. Produktivitas bukanlah sesuatu yang digunakan untuk membuat pekerja bekerja lebih lama ataupun lebih keras lagi. Namun hasil dari peningkatan produktivitas ini umumnya berasal dari perencanaan yang baik, waktu produktif yang dihasilkan tinggi, penanaman investasi yang bijaksana, teknologi yang baru, maupun pencapaian efisien yang lebih tinggi.

  Produktivitas menurut Soedrajat (1994), dapat ditarik suatu persamaan bahwa pengertian produktivitas bila dituliskan dalam suatu bentuk perumusan matematis sebagai berikut : Produktivitas = Hasil kerja / Waktu kerja. Keterangan : a.

  Hasil kerja merupakan suatu jumlah pekerjaan yang berarti adalah sejumlah hasil, tugas, atau proses yang bisa dilaksanakan dalam 1 (satu) periode tertentu (dapat berupa hari ataupun jam) .

  b.

  Hasil kerja dapat berupa perhitungan dalam : Satuan volume untuk pekerjaan pengecoran kolom, balok, dan pelat. Satuan luas untuk pekerjaan seperti pada penelitian ini untuk pekerjaan dinding pemasangan batu bata dan plester dinding.

  c.

  Waktu kerja atau jam kerja adalah sejumlah waktu yang digunakan secara efektif dalam melaksanakan tugas dalam 1 (satu) periode. Satu periode yang dimaksud disini adalah waktu (jam) kerja normal dalam satu hari yaitu 7 jam kerja.

  Produktivitas tenaga kerja dapat didefinisikan sebagai kemampuan tiap tenaga kerja melakukan pekerjaan untuk menghasilkan suatu barang atau jasa (Kartasapoetra, 1988). Lebih lanjut Soeharto (1997), menerangkan bahwa produktivitas adalah hasil dari semua unsur yang berkaitan dengan usaha peningkatan kualitas dan jumlah produksi yang harus dipelihara sehingga berjalan lancar. Di sisi lain produktivitas didefinisikan sebagai unit kerja selesai yang dihasilkan satu orang pekerja dalam waktu tertentu (Napitupulu, 1987).

  Soeharto (1997), menjabarkan produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : a.

  Kondisi fisik lapangan dan sarana bantu

  Keadaan cuaca di lapangan dapat berubah seperti iklim atau musim mempengaruhi tingkat produktivitas tenaga kerja, yakni akan menurun untuk daerah tropis dengan kelembaban yang tinggi dan daerah dingin ketika musim salju. Selain itu, kondisi fisik lapangan kerja, seperti rawa, padang pasir, atau tanah, berbatu keras juga berpengaruh terhadap produktivitas. Terpenuhinya kebutuhan sarana bantu dapat memperkecil jam kerja dalam penyelesaian pekerjaan.

  b.

  Faktor pengalaman (learning effect) Konsep kurva pengalaman diperoleh dari pengulangan pekerjaan yang identik oleh seseorang atau sekelompok orang kerja, akan mendapatkan pengalaman dan peningkatan keterampilan, sehingga waktu penyelesaian pekerjaan per-unitnya akan semakin berkurang.

  Produktivitas dalam konstruksi sering secara luas didefinisikan sebagai output per jam kerja. Karena buruh merupakan bagian besar dari biaya konstruksi dan jumlah jam kerja dalam melakukan tugas dalam konstruksi lebih rentan terhadap pengaruh manajemen dari bahan atau modal, hal mengukur produktivitas sering disebut sebagai produktivitas tenaga kerja. Namun, penting untuk dicatat bahwa produktivitas tenaga kerja merupakan ukuran efektivitas keseluruhan sistem operasi dalam memanfaatkan tenaga kerja, peralatan dan modal untuk mengkonversi upaya kerja menjadi output yang berguna, dan bukan merupakan ukuran kemampuan tenaga kerja saja. Misalnya, dengan berinvestasi dalam peralatan baru untuk melakukan tugas-tugas tertentu dalam konstruksi, output dapat meningkat untuk jumlah yang sama jam kerja, sehingga mengakibatkan produktivitas tenaga kerja yang lebih tinggi.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, baik yang berhubungan dengan tenaga kerja maupun yang berhubungan dengan lingkungan perusahaan dan kebijaksanaan pemerintah secara keseluruhan. Menurut balai pengembangan produktivitas daerah yang dikutip oleh Sedarmayanti (2000), bahwa ada enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja, yaitu :

  1. Sikap kerja, seperti kesediaan untuk bekerja secara bergiliran (shift work) dapat menerima tambahan tugas dan bekerja dalam suatu tim,

  2. Tingkat keterampilan yang ditentukan oleh pendidikan latihan dalam manajemen supervisi serta keterampilan dalam teknik industri,

  3. Hubungan tenaga kerja dan pimpinan organisasi yang tercermin dalam usaha bersama antara pimpinan organisasi dan tenaga kerja untuk meningkatkan produktivitas melalui lingkaran pengawasan mutu (quality control circles), 4. Manajemen produktivitas, yaitu manajemen yang efesien mengenai sumber dan sistem kerja untuk mencapai peningkatan produktivitas,

  5. Efesiensi tenaga kerja, seperti perencanaan tenaga kerja dan tambahan tugas, 6.

  Kewiraswastaan, yang tercermin dalam pengambilan resiko, kreativitas dalam berusaha, dan berada dalam jalur yang benar dalam berusaha.

  Disamping hal tersebut terdapat pula berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja, (Ravianto, 1995), diantaranya adalah :

  1. Sikap mental, berupa : a.

  Motivasi kerja b.

  Disiplin kerja c. Etika kerja 2. Pendidikan

  Pada umumnya orang yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama penghayatan akan arti pentingya produktivitas dapat mendorong pegawai yang bersangkutan melakukan tindakan yang produktif

  3. Keterampilan Pada aspek tertentu apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan lebih menjadi terampil apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup.

  4. Manajemen Pengertian manajemen ini berkaitan dengan sistem yang dikaitkan oleh pimpinan untuk mengelola ataupun memimpin serta mengendalikan staf/bawahannya. Apabila manajemennya tepat akan menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong pegawai untuk melakukan tindakan yang produktif.

  5. Hubungan industrial pancasila Dengan penerapan hubungan industrial pancasila, maka akan : a.

  Menciptakan ketenangan kerja dan memberikan motivasi kerja secara produktif sehingga produktifitas meningkat.

  b.

  Menciptakan hubungan kerja yang serasi dinamis sehingga menumbuhkan partisipasi dalam usaha meningkatkan produktivitas.

  c.

  Menciptakan harkat dan martabat pegawai sehingga mendorong diwujudkannya jiwa yang berdedikasi dalam upaya peningkatan produktivitas.

  6. Tingkat penghasilan Apabila tingkat penghasilan memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas.

  7. Jaminan sosial Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu organisasi kepada pegawainya dimaksudkan untuk menigkatkan pengabdian dan semangat kerja. Apabila jaminan sosial pegawai mencukupi maka akan dapat menimbulkan kesenangan bekerja. Sehingga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.

  8. Lingkungan dan iklim kerja Lingkungan dan iklim yang kerja yang baik akan mendorong pegawai akan senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju kearah peningkatan produktivitas.

  9. Sarana produksi Mutu sarana produksi sangat pengaruh terhadap peningkatan produktivitas.

  Apabila sarana produksi yang digunakan tidak baik kadang-kadang dapat menimbulkan pemborosan bahan yang dipakai.

10. Teknologi

  Apabila teknologi yang dipakai tepat dan tingkatannya maka akan memungkinkan :

1. Tepat waktu dalam penyelesaian proses produksi, 2.

  Jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu, 3. Memperkecil terjadinya pemborosan bahan sisa.

  Dengan memperhatikan hal termaksud, maka penerapan teknologi dapat mendukung peningkatan produktivitas.

  11. Kesempatan berprestasi Pegawai yang bekerja tentu mengharapkan peningkatan karir atau pengembangan potensi yang pribadi yang nantinya akan bermanfaat baik bagi dirinya maupun bagi organisasi. Apabila terbuka kesempatan untuk berprestasi, maka akan menimbulkan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas kerja.

  Menurut Ravianto (1995), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja adalah sebagai berikut :

  1. Pendidikan, baik formal maupun informal, akan mendorong karyawan bertindak produktif,

  2. Keterampilan dalam bekerja dan memakai fasilitas kerja dengan baik, 3.

  Disiplin kerja, yaitu sikap patuh, taat, dan sadar pada peraturan lembaga atau organisasi,

  4. Sikap dan etika kerja, yang menjadi pedoman dan pola perilaku karyawan agar bersikap produktif dan mengerahkan kemampuan,

  5. Motivasi, yaitu dorongan kehendak yang mempengaruhi perilaku karyawan/karyawan untuk meningkatkan produktivitas kerjanya,

  6. Gizi dan kesehatan yang baik dan akan meningkatkan semangat kerja karyawan,

  7. Tingkat penghasilan yang sesuai akan menimbulkan konsentrasi dan kemampuan yang dimiliki karyawan,

  8. Jaminan sosial dapat meningkatkan pengabdian dan semangat kerja karyawan,

  9. Lingkungan kerja yang baik bagi kenyamanan bekerja, 10.

  Kemajuan dan ketepatan teknologi menyebabkan penyelesaian proses produksi /proses belajar mengajar tepat waktu, jumlah produksi lebih banyak dan bermutu, serta memperkecil pemborosan bahan sisa, 11. Sarana produksi yang buruk akan memboroskan bahan baku, 12. Manajemen, yaitu sistem yang diterapkan atasan untuk mengelola dan mengendalikan bawahannya, sehingga mendorong bawahan bertindak produktif, 13. Kesempatan untuk berprestasi akan memberi dorongan psikologis untuk meningkatkan dedikasi serta pemanfaatan potensi yang dimilikinya,

  Anoraga (1998), berpendapat bahwa tinggi rendahnya produktivitas kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu pekerjaan yang menarik, upah yang baik, keamanan dan perlindungan dalam pekerjaan, penghayatan atas maksud dan makna pekerjaan, lingkungan atau suasana kerja yang baik, promosi dan pengembangan diri mereka sejalan dengan perkembangan organisasi/perusahaan, merasa terlibat dengan kegiatan-kegiatan organisasi, pengertian dan simpati atas persoalan-persoalan pribadi, kesetiaan pimpinan/kepala perusahaan pada diri karyawan/karyawan dan disiplin kerja yang keras.

  Di samping itu ada 4 (empat) bidang pekerjaan yang mempunyai dampak besar terhadap produktivitas, yaitu (1) investasi mesin untuk menggantikan manusia, (2) upaya yang diarahkan pada penentuan dan penerapan metode kerja yang paling cocok, (3) usaha untuk menghilangkan praktek yang tidak produktif, yang biasanya menghambat peningkatan produktivitas, (4) metode personalia yang dapat digunakan oleh manejemen untuk memanfaatkan keterampilan yang dimiliki pekerja. (Anoraga, 1998).

  Produktivitas ini dikatakan meningkat jika memenuhi keadaan atau kriteria sebagai berikut :

  1. Volume output bertambah besar sedangkan volume input tetap,

  2. Volume output tetap sedangkan volume input berkurang, 3.

  Volume outputnya bertambah lebih besar bila dibandingkan dengan pertambahan volume inputnya,

  4. Volume outputnya berkurang lebih sedikit bila dibandingkan dengan pengurangan volume inputnya.

  Produktivitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.1) menurut Soedrajat (1994).

  V P  ............................................................................................ (2.1) T

  2 Dimana : P = Produktivitas tenaga kerja (m /jam)

  2 V = Volume pekerjaan = Luas plesteran (m )

  T = Waktu kerja efektif (jam) Sedangkan tenaga kerja dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.2).

  1 R  ............................................................................................ (2.2)

  P k

  Dimana : R = Kebutuhan tenaga kerja (orang/hari)

  2 P = Produktivitas (m /hari) k

2.3 Aspek Produktivitas Kerja

  Produktivitas kerja lebih ditekankan pada ukuran daya guna dalam melaksanakan pekerjaan. Oleh karena itu, daya guna dalam bekerja yang berarti produktivitas kerja, yang mengandung aspek-aspek sebagaimana dijelaskan oleh Haryani (2002) yaitu :

a. Pegawai/tenaga kerja Pegawai atau tenaga kerja sangat menentukan tinggi rendahnya produktivitas.

  Tenaga kerja yang berkualitas akan meningkatkan produktivitas dalam sebuah organisasi kerja. Kualitas pegawai dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :

  1) Motivasi Motivasi dapat bersifat internal maupun eksternal. Motivasi internal merupakan dorongan yang muncul dari dalam diri seseorang untuk berprilaku tertentu sedangkan motivasi eksternal merupakan proses untuk mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu seperti apa yang dinginkan. Namun dalam peningkatan produktivitas kerja pegawai lebih ditekankan pada motivasi internal dimana masing-masing individu mendorong dirinya sendiri untuk meningkatkan produktivitas kerjanya. Orang yang bekerja dengan motivasi yang lebih tinggi, akan menghasilkan produktivitas yang tinggi.

  2) Sikap Secara umum sikap dibedakan menjadi dua, yaitu sikap positif dan sikap negatif. Sikap seseorang akan tercermin dari prestasi kerjanya. Sikap yang positif terhadap pekerjaan ditunjukkan dengan kesediaan lebih besar untuk berusaha agar apa yang dikerjakan berhasil dan untuk bertanggung jawab terhadap apa ditugaskan kepadanya. Sementara itu sikap negatif ditunjukkan dengan adanya sikap yang pasif, dimana hanya mengerjakan seperti apa yang diperintahkan, menyukai pengarahan dan apabila memungkinkan menghindari tanggung jawab.

b. Tempat kerja

  Penyebab tinggi rendahnya produktivitas yang berasal dari tempat kerja ada dua yaitu lingkungan kerja dan manajemen. 1) Lingkungan kerja

  Organisasi kerja/instansi bertanggung jawab untuk mengupayakan suatu lingkungan kerja yang baik. Lingkungan kerja dibedakan menjadi dua yaitu lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik terdiri dari pencahayaan, sirkulasi udara, tersedianya fasilitas kamar mandi, toilet, sarana olah raga serta fasilitas ibadah. Lingkungan non fisik yaitu rasa perkawanan antara pegawai, hubungan komunikasi antara pegawai dengan pimpinan maupun pimpinan dengan pegawai akan mendukung peningkatan produktivitas kerja. 2) Manajemen

  Kemampuan manajerial seorang pemimpin sangat berpengaruh terhadap produktivitas. Dalam hal ini pemimpin akan bertugas untuk mengarahkan kegiatan para pegawai untuk mencapai tujuan, dengan kemampuan manajemen pemimpin yang efektif tujuan instansi lebih mudah tercapai.

  Produktivitas erat terkait dengan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai. Hasil kerja pegawai tersebut merupakan produktivitas kerja sebagai target yang didapat melalui kualitas kerjanya dengan melaksanakan tugas yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh organisasi.

  Kemudian dalam hal ini dikemukakan beberapa aspek sebagaimana yang dinyatakan sebagai indikator dari produktivitas kerja (Dharma, 1995) antara lain :

  a. Efektivitas kerja, meliputi :

  1. Kualitas pekerjaan Kualitas pekerjaan menyangkut mutu yang dihasilkan. Seorang pegawai dituntut untuk mengutamakan kualitas dalam pelaksanaan tugas- tugasnya. Kualitas bagi hampir semua orang tampaknya berarti kualitas tinggi. Kualitas semakin tinggi berarti semakin baik. Lalu timbul pertanyaan, apakah orang-orang sesungguhnya menginginkan segala sesuatu berkualitas setinggi mungkin. Seorang pegawai sebagai sumber daya yang menjalankan dan melaksanakan manajemen di suatu organisasi harus memiliki kehidupan kerja yang berkualitas.

  Kehidupan kerja yang berkualitas yaitu keadaan dimana para pegawai dapat memenuhi kebutuhannya dengan bekerja di dalam organisasi. Kemampuan untuk hasil tersebut menurut Garry Desler yang dikutip oleh Agus Dharma (1995), bergantung apakah terdapat adanya :

  a) Perlakuan yang fair, adil dan sportif terhadap pegawai. b) Kesempatan bagi pegawai untuk menggunakan kemampuan secara penuh dan kesempatan untuk mewujudkan diri yaitu untuk menjadi orang yang mereka rasa mampu mewujudkannya.

  c) Komunikasi terbuka dan saling mempercayai diantara sesama pegawai.

  d) Kesempatan bagi semua pegawai untuk berperan secara aktif dalam pengambilan keputusan-keputusan penting yang melibatkan pekerjaan- pekerjaan mereka.

  e) Kompensasi yang cukup fair.

  f) Lingkungan yang aman dan sehat.

  2. Kuantitas pekerjaan Perkembangan organisasi menuntut adanya kuantitas pekerjaan, yang menyangkut pencapaian target, hasil kerja yang sesuai dengan rencana organisasi. Rasio kuantitas pegawai harus seimbang dengan kuantitas pekerjaan sehingga menjadi tenaga kerja yang produktif untuk meningkatkan produktivitas kerja di dalam organisasi tersebut.

  3. Ketepatan waktu Masyarakat berbeda-beda dalam menilai waktu, Misalnya budaya barat menganggap waktu sebagai suatu sumber daya yang langka,

  “waktu adalah uang” dan harus digunakan secara efisien. Beberapa budaya lain mengambil suatu pendekatan yang lain lagi terhadap waktu. Mereka memfokuskan pada masa lalu misalnya mengikuti tradisi mereka dan berusaha melestarikan praktek- praktek historisnya. Pengetahuan akan orientasi waktu yang berlainan dari budaya-budaya tersebut dapat memberikan wawasan ke dalam pentingnya tenggang waktu, apakah perencanaan jangka panjang dan dipraktekkan secara meluas, pentingnya pengawasan kerja dan apakah yang menyebabkan keterlambatan-keterlambatan.

  Berangkat dari hal diatas, seorang pegawai harus memiliki paham tersebut yang memandang waktu sebagai sumber daya yang harus benar-benar dipergunakan dengan tepat dan mempraktekkan pada tugas-tugasnya yaitu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan orang tepat pada waktu yang ditentukan serta mengutamakan prinsip efisien. Disini peran pimpinan melakukan pengawasan dan mengkoordinasi pegawainya ketika dalam melaksanakan tugas serta harus peka terhadap penyebab kendala-kendala jika pegawainya melaksanakan tugas tidak tepat pada waktu yang telah ditentukan.

  b. Efisiensi kerja

  Efisiensi kerja merupakan salah satu pendorong utama dalam kelancaran manajemen dan ini tidak pernah terlepas dari kultur suatu organisasi maupun budaya di dalam masyarakat tertentu. Efisiensi kerja pada umumnya merupakan perwujudan dari cara-cara bekerja yang efisien, dilihat dari segi organisasi efesiensi kerja meliputi 3 unsur yaitu : 1.

  Banyak atau sedikitnya kesalahan yang dilakukan dalam bekerja, 2. Penggunaan sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik, 3. Penghematan dalam melaksanakan tugas/pekerjaan.

  Suatu cara bekerja efisien yang dipraktekkan pada suatu satuan usaha tertentu akan mengakibatkan tercapainya hasil yang dikehendaki, bahkan dalam derajat yang tinggi mengenai mutu dan hasilnya. Jadi hasil yang maksimal dalam setiap pekerjaan tergantunga pada cara bekerja yang efisien.

  c. Semangat kerja

  Semangat kerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan, dan kegiatan. Apabila pekerja tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas, serta ramah satu sama lain, maka pegawai itu dikatakan mempunyai semangat yang tinggi. Sebaliknya, apabila pegawai tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah, dan pesimis, maka reaksi ini dikatakan sebagai bukti semangat yang rendah.

  Semangat kerja sangat penting bagi organisasi karena semangat kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas, dengan semangat kerja yang tinggi maka pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan kepadanya akan akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat atau lebih cepat, semangat kerja yang tinggi otomatis membuat pegawai akan merasa senang bekerja sehingga kecil kemungkinan pegawai akan pindah bekerja ke tempat lain, semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka kecelakaan karena pegawai yang mempunyai semangat kerja tinggi cenderung bekerja dengan hati-hati dan teliti sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada.

d. Disiplin kerja

  Dalam melaksanakan disiplin kerja, disiplin yang baik dapat diukur dalam wujud :

  1. Pimpinan atau pegawai datang dan pulang kantor tepat pada waktu yang ditentukan.

  2. Menghasilkan pekerjaan baik kuantitas maupun kualitas yang memuaskan.

  3. Melaksanakan tugas penuh dengan semangat.

  4. Mematuhi semua peraturan yang ada.

  Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sinungan yang menyatakan disiplin adalah sikap kewajiban dari seseorang/kelompok orang senantiasa berkehendak untuk mengikuti/mematuhi segala aturan keputusan yang telah ditetapkan dan disiplin juga dapat dikembangkan melalui suatu latihan antara lain dengan bekerja, menghargai waktu dan biaya. Dari teori tersebut selain mematuhi peraturan-peraturan yang ada, disiplin juga dapat diwujudkan dengan menghargai waktu yaitu dengan mendisiplinkan diri untuk selalu tepat waktu, tenaga yaitu adanya usaha yang optimal dalam melaksanakan tugas, serta biaya seefisien mugkin sesuai dengan kuantitas pekerjaan yang ada.

2.4 Upah Kerja

2.4.1 Sistem pengupahan berdasarkan produktivitas

  Upah merupakan suatu imbalan jasa yang harus diberikan oleh kontraktor kepada pekerja (tukang) sebagai balas jasa terhadap hasil kerja mereka. Upah juga merupakan salah satu faktor pendorong bagi manusia untuk bekerja karena dengan mendapat upah berarti mereka akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. (Moekijat,1992).

  Dalam rangka menyusun dan melaksanakan sistem pengupahan berdasarkan produktivitas, setiap perusahaan harus mengikuti prinsip-prinsip berikut : a.

  Upah harus mencerminkan nilai pekerjaan; b. Komponen upah terdiri dari upah tetap dan upah variabel; c. Pertambahan produktivitas harus mendahului kenaikan upah; d. Kenaikan upah didasarkan pada keuntungan perusahaan dan produktivitas kerja setiap individu; e.

  Pemberian kenaikan upah tidak permanen atau terus-menerus; f. Perlu pengukuran stabilitas penghasilan pekerja.

  2.4.2 Unsur-unsur upah berdasarkan produktivitas

  Sistem pengupahan berdasarkan produktivitas terdiri dari tiga unsur penting yaitu unsur struktur upah, sistem pendukung dan faktor manusia. Ketiga unsur tersebut harus dipersiapkan dan disusun terlebih dahulu baru sistem pengupahan berdasarkan produktivitas dapat dilaksanakan. Kegagalan dalam mempersiapkan salah satu unsur tersebut dapat menggagalkan pelaksanaan sistem pengupahan berdasarkan produktivitas.

  2.4.3 Macam-macam upah

  Upah dibedakan menjadi dua macam, yaitu upah menurut waktu dan upah menurut kesatuan hasil. Upah yang menurut waktu yaitu upah yang diberikan kepada pekerja menurut waktu kapasitas kerjanya, pembayaran upah tersebut dilakukan secara harian, mingguan, maupun bulanan. Sedangkan upah menurut kesatuan hasil yaitu upah yang diberikan kepada para pekerja menurut prestasi yang dihasilkan oleh para pekerja tersebut.

2.4.4 Prinsip-prinsip pemberian upah

  Agar pemberian upah dapat berjalan dengan baik maka hendaknya mengikuti prinsip-prinsip pemberian upah yang baik (menurut Moekijat,1992), yaitu : 1.

  Upah yang diberikan harus cukup, adil dan tepat waktu.

  2. Besar kecilnya upah harus mengikuti perkembangan harga barang dipasar.

  3. Sistem pembayaran upah harus mudah dipahami dan dilaksanakan.

  4. Perbedaan dalam tingkat upah harus didasarkan atas evaluasi jabatan yang objektif.

  5. Struktur upah harus ditinjau kembali dan mungkin harus diperbaiki apabila kondisi sudah berubah.

2.5 Material Pengisi Dinding

  Konstruksi dinding merupakan salah satu komponen penting pada setiap proses pembangunan fisik perumahan dan gedung. Dinding berfungsi sebagai penyekat ruangan. Menurut Ibrahim (2007), yang dimaksud dengan bahan atau material adalah besarnya jumlah bahan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan bagian pekerjaan dalam suatu pekerjaan. Pada umumnya material pengisi dinding yang dikenal antara lain, batu bata, batako dan batafoam.

  Batu bata merupakan salah satu material pengisi dinding yang dibuat dari tanah liat (lempung) dengan atau tanpa bahan lain, yang dibakar pada temperatur tinggi, sehingga tidak hancur bila direndam dalam air. Umumnya batu bata merah berbentuk balok dengan ukuran 220 mm x 110 mm x 50 mm. Namun ukuran tersebut berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Hal ini disebabkan karena tidak dipatuhi ukuran dan teknik pengolahannya (Daryanto, 2001).

  50 mm 110 mm 220 mm Frick (1994), memaparkan ciri-ciri batu bata merah yang baik antara lain mempunyai permukaan kasar, warnanya merah seragam, bunyinya nyaring. Berat batu bata + 250 kg tiap meter luasan.

  Pemasangan atau ikatan batu bata merupakan pola susunan pasangan bata setiap lapisnya, sehingga diperoleh satu unit pasangan yang kuat (Daryanto, 2001). Gambar 2.2 menunjukkan ikatan batu bata ketebalan ½ bata.

Gambar 2.2 : Ikatan Batu Bata Ketebalan ½ Batu

  Sumber : Daryanto (2001) Spesi (mortar) adalah suatu adukan antara beberapa bahan sehingga terbentuk suatu pasangan yang kuat. Bahan-bahan yang digunakan adukan spesi antara lain semen, kapur, pasir, dan air. Ketebalan spesi berkisar antara 1

  • – 1,5 cm (Puspantoro, 1984). Gambar 2.3 memperlihatkan ketebalan spesi vertikal dan spesi horizontal.

  Spesi Vertikal 1-1,5 cm Spesi Horizontal 1-1,5 cm

  Lapis 3 Lapis 2 Lapis 1

Gambar 2.3 : Ketebalan Spesi Vertikal dan Spesi HorizontalGambar 2.3 Ketebalan Spesi Vertikal dan Spesi Horizontal

  Sumber : Puspantoro (1984) Sumber : Puspantoro (1984)

  Adapun peralatan pemasangan bata adalah : 1. Sendok Spesi

  Sendok spesi juga disebut cetok yang terbuat dari pelat logam dengan tangkai dari kayu yang berfungsi untuk meyendok adukan, memasang bata, memotong bata.

  2. Selang Plastik Digunakan alat sifat datar pipa plastik yang berdiameter 1-2 cm dengan panjang menurut kebutuhan yang diisi air untuk menentukan garis datar atau bidang datar.

  3. Molen Merupakan alat/mesin yang digunakan untuk mencampur bahan perekat yaitu spesi.

  4. Unting-unting Unting-unting terdiri dari beberapa macam : a.

  Logam anti karat sebagai bandul, b.

  Tali benang sebagai tali luncur, c. Kayu sebagai alat anatara luncur. Unting-unting berguna untuk menentukan garis vertikal/tegak pada bidang tegak lurus terhadap garis datar, dam menentukan letak titik tegak lurus dibawah suatu titik diatasnya.

  5. Rol Meter Untuk mengukur panjang pada pelaksanaan pekerjaan bangunan dan pengukuran panjang benda-benda kerja pengukuran panjang barang-barang atau benda-benda.

  6. Siku Besi Siku dapat dibuat dari logam atau kayu.

  7. Line Bobin

  Alat yang dipasang pada ujung kepala batu bata sehingga benang dapat terbentang dengan tegang dan dapat dipakai sebagai pedoman pemasangan bata tersebut. Alat yang digunakan untuk menarik benang dalam pemasangan bata, jadi setelah benangnya terpasang alat ini hanya tinggal dilihat pada sudut bata yang kita pasang.

  Cara menentukan koefisien untuk pekerjaan pasangan bata adalah sebagai berikut : Contoh untuk pemasangan batu bata (Moekijat,1992).

  1. Upah 1 hari = Jumlah Mandor x Upah Mandor + Jumlah Tukang x Upah Tukang + Jumlah Pembantu Tukang (orang) x Upah Pembantu Tukang (1hari)

  = 1 x Rp 75.000,- + 12 x Rp 65.000,- + 20 x Rp 45.000,- = Rp 75.000,- + Rp 780.000,- + Rp 900.000,- = Rp 1.755.000,-

  2. Nilai Konversi Terhadap Tukang = Upah 1 hari (7 jam) : Upah 1 orang tukang = Rp 1.755.000,- : Rp 65.000,- = 27,000,-

  3. Produktivitas 1 hari (7 jam) = Produktivitas 1 jam x 7 (1 hari kerja) = 17,40 m2 x 7 = 121,800 m2

  4. Rupiah untuk Manhour = Upah 1 hari : Nilai konvesi tukang (1 hari) = Rp 1.755.000,- : (27,000 x 7 jam) = Rp 9.285.714,-

  5. Upah kerja = Upah 1 hari kerja : Produktivitas 7 jam (1 hari) = Rp 1.755.000,- : 121,800 = Rp 14.408,867,-

  6. Manhour = Upah kerja : Rupiah untuk manhour = Rp 14.408,867,- : Rp 9.285,714,- = 1,552

2.6 Plesteran

  Daryanto (2001), menyatakan membuat plester adalah melapisi pasangan batu bata, baik bagi pasangan batu kali maupun batu cetak (batako) agar permukaan itu tidak mudah rusak, juga agar kelihatan rapi dan bersih. Menurut sifatnya plesteran dibedakan menjadi 3 macam : 1.

  Plesteran kasar Digunakan untuk melapisi permukaan batu bata atau pasangan batu belah yang tidak terlihat dari luar, misalnya tembok yang di atas rangka plafond, pasangan pondasi yang akhirnya di uruk.

  2. Plesteran setengah halus atau setengah kasar Adalah untuk permukaan lantai gudang, lantai lapangan olah raga, lantai teras, lantai kamar mandi, dan sebagainya.

  3. Plesteran halus Adalah sebagian pelapis tembok-tembok rumah, dalam hal ini langsung berhubungan dengan keindahan atau kerapian pandangan.

  Huntington dan Mickadeit (1975), mendefinisikan plesteran sebagai dua atau tiga lapisan campuran yang menutupi permukaan dinding dan langit-langit. Campuran ini terdiri dari semen, agregat halus (pasir), dan air yang mana dicampur di atas suatu tempat dan diaduk.

  Lapisan plesteran yang menutupi suatu bidang dinding dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini. Pengamatan dimulai dari pekerjaan pengadukan mortar, pengangkatan mortar dan pekerjaan plesteran.

  Plester lapisan pertama Spesi pasangan bata Bata Plester lapisan penutup (Capping)

Gambar 2.4 : Lapisan Plester Yang Menutupi Suatu Bidang Dinding

  Sumber : Huntington dan Mickadeid (1975) Huntington dan Mickadeit (1975), menambahkan bahwa daya hisap pada permukaan batu bata yang mau diplester haruslah dikurangi, sebelum lapis dasar lapis 1 dipakai pada permukaan sebaiknya permukaan batu bata haruslah basah dengan baik. Permukaan yang tak beraturan/rata pada dinding bata haruslah diisi dengan campuran semen (mortar) sebelum lapis 1 dipakai.

  Huntington dan Mickadeit (1975), menyatakan bahwa plester diterapkan dengan tangan atau mesin. Jika memakai tangan, campuran semen ditimbun di atas papan (alas) tempat penempatan campuran semen setelah diaduk dengan alat pengaduk separti molen atau diaduk dengan menggunakan peralatan sekop dan cangkul. Campuran semen atau mortar diangkut dari papan penimbun ke atas kayu atau metal hawk dengan menggunakan metal trowel, dipindahkan dari metal hawk ke dinding dan disebarkan dengan trowel.

  Pengamatan yang dilakukan terbatas pada studi kasus pekerjaan dinding batu bata saja, yang dimulai dari pekerjaan pemasangan batu bata, pengadukan mortar, pengangkatan mortar dan pekerjaan plesteran. Peralatan tangan yang digunakan oleh tukang plester seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5 berikut ini.

Gambar 2.5 : Peralatan Plester

  Sumber : Huntington dan Mickadeid (1975) Soedrajat (1994), mengatakan bahwa campuran plester yang umum dipakai adalah dengan perbandingan 1 : 3, sedang campuran 1 : 2 dipakai bila dikehendaki lebih kuat dan lebih kedap air. Pekerjaan plester biasanya diukur

  2

  dengan satuan luas (m ) serta dibagi 2 bagian pekerjaan yakni bagian luar

  

(exterior) dan bagian dalam (interior). Tebal lapisan yang disyaratkan dalam

analisa SNI adalah 15 mm.

  Adapun peralatan yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan plesteran pada proyek ini adalah :

  1.

  7. Sekop/cangkul; Sendok semen; 2.

  8. Gayung;

  3. Raskam kayu, panjang 35 cm;

  9. Martil; 4. Rol (kayu) perata, panjang 1,5 m;

  10. Kereta sorong; 5. Meteran, ukuran 5 m;

  11. Timba, volume 0,0055 m

  3 .

  6. Waterpass;

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  3.1 Jenis Data

  Data-data yang diperlukan untuk menyusun sistem pendataan ini diperoleh dari tiga sumber, yaitu dari studi literatur, survey lapangan dan wawancara.

  1. Studi literatur Studi literatur digunakan untuk mendapatkan berbagai informasi tentang tenaga kerja, produktivitas dan faktor yang mempengaruhi, aspek produktivitas kerja, upah kerja, material pengisi dinding, dan plesteran.

  2. Survey lapangan Survey Lapangan bertujuan untuk mengetahui keadaan sesungguhnya yang terjadi di proyek. Survey dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung dilapangan serta mengadakan pencatatan data secara langsung di lapangan. Data yang didapatkan dari pencatatan langsung ini merupakan data mentah yang kemudian diolah menjadi suatu tabel pengamatan kerja dilapangan.

  3. Wawancara Survey dilakukan dengan mengumpulkan data yang berupa wawancara dengan mandor. Wawancara yang dilakukan untuk mendapatkan data-data seperti jumlah pekerja, jam kerja, pengalaman kerja, dan upah kerja.

  3.2 Lokasi Penelitian

  Penelitian ini dilakukan pada proyek pembangunan gedung ruang rawat inap bedah RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh dengan tujuan untuk menganalisis ukuran produktivitas pekerja (tukang, pembantu tukang, dan mandor) terhadap biaya upah pekerjaan dinding batu bata dalam 1 (satu) satuan pekerjaan selama 1

  (satu) jam, sehingga akan didapatkan suatu harga yang pantas dikeluarkan sebagai upah kerja buruh bangunan sesuai dengan kondisi dan keadaan pada saat ini.

  3.3 Alat-Alat Yang Digunakan

  Dalam melakukan pengamatan langsung dilapangan diperlukan alat-alat adalah perlengkapan tulis, meteran, jam, gambar-gambar proyek/bestek, jadwal proyek, dan kamera digital.

  3.4 Tahapan Pengolahan Data

  Data-data yang didapatkan dari pengamatan langsung dilapangan dibuat menjadi suatu tabel pengamatan kerja dilapangan. Tabel ini dibuat berdasarkan kegiatan pelaksanaan kerja yang terdapat langsung pada proyek. Data-data tersebut yaitu : 1.

  Jenis pekerjaan, yaitu untuk mengetahui jenis pekerjaan yang telah diamati pada saat itu yaitu pemasangan pasangan bata.

2. Waktu pengamatan, yaitu terdiri dari tanggal pelaksanaan dan jam atau waktu pelaksanaan pekerjaan yang diamati.

  3. Durasi pengamatan, untuk mengetahui berapa jam waktu pengamatan yang dilakukan. Ini didapatkan dari selisih waktu awal dan waktu akhir pengamatan. Contohnya pengamatan dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB, maka durasi penagamatannya yaitu 7 jam karena adanya 1 jam waktu istirahat untuk istirahat siang bagi para pekerja yaitu pukul 12.00-13.00 WIB.

  4. Kuantitas pekerjaan, yaitu untuk mengetahui jumlah atau banyaknya pekerjaan yang dapat dihasilkan selama pengamatan berlangsung. Kuantitas pekerjaan ini dapat dihitung dengan melakukan pengukuran memakai meteran untuk pekerjaan pemasangan batu bata, dan spesinya dihitung dari volume yang dikeluarkan dari molen.

  5. Jumlah pekerja, yaitu untuk mengetahui banyaknya jumlah pekerja yang terlibat dalam proses pelaksanaan pekerjaan tersebut. Contohnya dalam pekerjaan pemasangan batu bata ada 33 orang pekerja, yaitu 1 orang mandor, 12 orang tukang untuk pasang batu bata, 6 orang mengangkut timba/kereta sorong, 6 orang mengangkut bata, 4 orang buat campuran spesi dan 4 orang mengayak pasir.

  6. Hubungan antara pekerja, yaitu untuk mengetahui hubungan kerja diantara pekerja itu sendiri. Hubungan yang baik yaitu bila tidak terjadi konflik diantara para pekerja tersebut dengan adanya koordinasi yang baik antara mandor dan pekerja yang dapat melancarkan jalannya pekerjaan tersebut.

7. Jarak material, yaitu untuk mengetahui berapa jauh jarak antara material dengan lokasi tempat dilakukan pekerjaan.

  8. Cara pengangkutan material, yaitu untuk mengetahui cara melakukan pengangkutan material ke lokasi tempat dilakukan pekerjaan. Contohnya untuk pengerjaan pemasangan bata dengan cara manual yaitu dengan timba dan kereta sorong.

  9. Kondisi lapangan, yaitu untuk mengetahui keadaan dan kondisi yang terdapat dilapangan. Contohnya pada pekerjaan pemasangan batu bata pada lantai 1 (satu) keadaan tanahnya sirtu, sedangkan pemasangan bata pada lantai 2 (dua) keadaaan lapangannya sudah berupa cor plat.

  10. Produktivitas, yaitu untuk mengetahui produktivitas yang didapatkan selama melakukan pengamatan tersebut. Produktivitas ini didapatkan dari hasil pembagian kuantitas pekerjaan dengan durasi pekerjaan. Setelah mendapatkan data produktivitas dari tabel pengamatan keja dilapangan tersebut maka barulah dihitung.

  Man Hour

3.5 Setelah mendapatkan data produktivitas dari tabel pengamatan kerja

  dilapangan, maka akan dibuat tabel man hour yang berisi :

  1. Waktu pengamatan, adalah tanggal dimana pengamatan terhadap suatu jenis pekerjaan tersebut dilakukan.

  2. Jumlah pekerja, adalah banyaknya operator, mandor, tukang, dan pembantu tukang yang bekerja pada suatu pekerjaan.

  3. Upah 1 hari, adalah besar upah yang diterima oleh seorang tukang dalam sehari dia bekerja, biasanya 1 hari pekerja bekerja selama 7 jam.

  4. Nilai konversi terhadap tukang, adalah perbandingan nilai upah dalam satu hari dengan upah tukang. Disini dianggap tukang adalah suatu standar dalam perhitungan produktivitas.

  5. Produktivitas, adalah hasil bagi dari kuantitas suatu pekerjaan dengan durasi pekerjaan itu. Dibedakan menjadi dua yaitu produktivitas selama 1 jam dan produktivitas selama 7 jam.

  6. Rupiah untuk 1 man hour, adalah upah yang diberikan pada satu orang pekerja selama satu jam bekerja.

  7. Satuan pekerjaan, dibedakan menjadi dua, yaitu upah kerja dan man hour.

  Upah kerja adalah upah yang diberikan untuk satu orang untuk satu satuan pekerjaan. Man hour adalah jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk satu satuan pekerjaan selama satu jam.

3.6 Analisa Data Yang Digunakan

  Agar lebih memperluas sasaran analisa biaya konstruksi ini, maka SNI yang digunakan pada proyek pembangunan gedung ruang rawat inap bedah RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh adalah SNI tahun 2002 dan dikaji/dihitung kembali ke dalam SNI tahun 2008 untuk melihat sasaran yang lebih luas terhadap bangunan gedung, sehingga harga satuan pekerjaan borongan dilapangan yang dibayarkan kepada pekerja oleh kontraktor sudah layak atau sudah memenuhi standar yang ditentukan pemerintah Indonesia untuk upah yang harus dibayarkan kepada pekerja menurut setiap jenis pekerjaanya.

Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR LAPANGAN YANGBERPENGARUH TERHADAP PRODUKTIVITAS PEKERJA ANALISIS FAKTOR-FAKTOR LAPANGAN YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKTIVITAS PEKERJA KONSTRUKSI DI YOGYAKARTA.

0 2 17

ANALISIS PERBANDINGAN BIAYA DAN WAKTU PEKERJAAN DINDING MENGGUNAKAN PASANGAN BATA ANALISIS PERBANDINGAN BIAYA DAN WAKTU PEKERJAAN DINDING MENGGUNAKAN PASANGAN BATA MERAH DAN BATA RINGAN PADA PROYEK BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT.

1 7 15

TINJAUAN PUSTAKA ANALISIS PERBANDINGAN BIAYA DAN WAKTU PEKERJAAN DINDING MENGGUNAKAN PASANGAN BATA MERAH DAN BATA RINGAN PADA PROYEK BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT.

0 3 10

KESIMPULAN DAN SARAN ANALISIS PERBANDINGAN BIAYA DAN WAKTU PEKERJAAN DINDING MENGGUNAKAN PASANGAN BATA MERAH DAN BATA RINGAN PADA PROYEK BANGUNAN GEDUNG BERTINGKAT.

0 3 40

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS TUKANG DAN PEKERJA PADA PEKERJAAN DAK KERATON PENGUKURAN PRODUKTIVITAS TUKANG DAN PEKERJA PADA PEKERJAAN DAK KERATON DENGAN METODE RATED ACTIVITY SAMPLING.

0 2 14

RUP RSUD CUT NYAK DHIEN MEULABOH

0 0 2

ANALISA EFISIENSI BIAYA DAN WAKTU PEKERJAAN PASANGAN DINDING PADA PEMBANGUNAN GEDUNG DINAS KESEHATAN KABUPATEN KLATEN - UNWIDHA Repository

0 1 24

STRUKTUR UPAH DAN PRODUKTIVITAS PEKERJA SEKTOR PERTAMBANGAN

0 2 6

ANALISIS PRODUKTIVITAS PEKERJAAN DINDING SETENGAH BATA PADA RUMAH DUA LANTAI DI PROYEK PERUMAHAN

0 0 10

ANALISIS PERBANDINGAN BIAYA DAN WAKTU PELAKSANAAN PEKERJAAN DINDING EKSTERIOR MENGGUNAKAN DINDING BETON PRACETAK DAN DINDING PANEL BETON RINGAN PADA PROYEK APARTEMEN GUNAWANGSA MERR SURABAYA

0 1 125