Penentuan sensitivitas optimum flame photometric detector [FPD] - USD Repository

  

PENENTUAN SENSITIVITAS OPTIMUM

FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  

Memperoleh Gelar Sarjana S-1

Program Studi Fisika

Jurusan Studi Fisika

  

Oleh :

ALOYSIUS TRIYANTO

NIM : 023214011

  

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2007

HALAMAN PERSEMBAHAN

  

Skripsi ini saya persembahkan kepada

Tuhan Yesus Kristus yang telah mencurahkan segala rahmat-Nya dan

mengabulkan segala permohonanku

Ibunda tercinta Theresia Tukinem

  

Lan kagem swargi bapak Adrianus Marijo

”Maturnuwun kagem ibuk sampun kanthi sabar gulowentah kulo

Mbak Wati dan mas Woto yang selalu kusayangi

adikku Theresia Endang. M yang selalu mas sayangi dan cintai

  

Motto

”Kesuksesan tidak datang dengan sendirinya tetapi dengan ketekunan dan

kesabaran”

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi Yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 29 Maret 2007 Penulis

  

ABSTRAK

PENENTUAN SENSITIVITAS OPTIMUM

FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)

  Flame photometric detector (FPD) merupakan jenis detektor cahaya yang digunakan di dalam kromatografi gas. Detektor ini berfungsi untuk mendeteksi emisi cahaya dari suatu senyawa yang berpendar di dalam nyala. FPD bekerja berdasarkan prinsip pancaran emisi cahaya yang dihasilkan oleh suatu senyawa yang tereksitasi di dalam nyala. FPD memiliki karakteristik sensitif terhadap larutan Diazinon. Untuk menunjukan FPD lebih sensitif, maka telah dilakukan perbandingan antara sensitivitas FPD dengan sensitivitas Flame ionization detector (FID) dalam kromatografi gas untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

  Hasil penelitian menunjukan bahwa FPD lebih sensitif dibandingkan dengan FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon. Pada temperatur

  o o o o

  detektor 225

  C, 250

  C, 275

  C, 300 C nilai sensitivitas FPD untuk mengukur

  • 1

  konsentrasi larutan Diazinon berturut-turut adalah 0,150±0,006 (cm/mgl );

  • 1 -1 -1

  0,162±0,009 (cm/mgl ); 0,163±0,009 (cm/mgl ); 0,156±0,006 (cm/mgl ) dan nilai sensitivitas FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon berturut-turut

  • 1 -1

  berturut-turut adalah 0,092±0,041 (cm/mgl ); 0,020±0,001 (cm/mgl );

  • 1 -1 0,016±0,002 (cm/mgl ); 0,015±0,003 (cm/mgl ).

  

ABSTRACT

THE DETERMINATION OF THE OPTIMUM SENSITIVITY OF THE

FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)

  Flame Photometric Detector (FPD) is the type of light detector used in gas chromatography. The detector is used to measure the light emission from the compound that luminescent in the flame. The FPD operates based upon the principles of light emission produced from the compound that excited in the flame. The FPD is sensitive to Diazinon solution, to prove that FPD is more sensitive a comparison between the FPD sensitivity and the Flame ionization detector (FID) sensitivity was in the gas chromatography conducted.

  The result of the research showed that for measuring the Diazinon

  o

  solution. FPD was more sensitive than FID. At the detector temperature of 225

  C,

  o o o

  250

  C, 275

  C, 300 C the FPD sensitivity values were respectively 0,150±0,006

  • 1 -1 -1

  (cm/mgl ); 0,162±0,009 (cm/mgl ); 0,163±0,009 (cm/mgl ); 0,156±0,006

  • 1

  (cm/mgl ) and the FID sensitivity values were respectively 0,092±0,041 (cm/mgl

  1 -1 -1 -1 ); 0,020±0,001 (cm/mgl ); 0,016±0,002 (cm/mgl ); 0,015±0,003 (cm/mgl ).

KATA PENGANTAR

  Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas kasih karunia dan penyertaan-Nya yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi yang berjudul ”Penentuan Sensitivitas Optimum Flame Photometric Detector (FPD)”.

  Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program sarjana stratum-1 di Program Studi Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

  1. Bapak Dr. Ing. Edi Santosa selaku dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran membimbing dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dari awal hingga akhir karya tulis ini.

  2. Ibu Ir. Sri Agustini selaku dosen dan kaprodi Fisika.

  3. Dr. Agung Bambang Setyo Utomo, SU selaku dosen penguji.

  4. Seluruh staf dosen dan asisten yang telah memberi bekal ilmu pengetahuan selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  5. Mas Bimo selaku staf laboratorium analisa pusat yang telah banyak membantu penulis selama mengerjakan skripsi.

  6. Almarhum bapak Adrianus Marijo karena selama masih hidup sudah gulowentah saya.

  7. Ibunda Theresia Tukinem yang dengan kesabaran mendidik dan berjuang keras membanting tulang mencari nafkah sendiri demi anak-anaknya supaya bisa sekolah.

  8. Mas Woto dan mbak Wati trimakasih atas dorongan semangat bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

  9. Pakdhe Ngadiman, Bulek jumiasri terimakasih atas dukungan baik secara moril maupun materiel.

  10. Mas Jumadi, mas Supri , mas ugi, Ika dan Dwi terimakasih atas bantuan dan dorongannya.

  11. Adikku Theresia Endang.M yang dengan setia menemani, perhatian, dan mendorong dan terimakasih telah meminjami komputernya.

  12. My friends angkatan 2002 Lori (pok idun), Kia (mami), Ima, Erni, Hanik, Adet, yuda, Adit, Iman, Ridwan (thanx sudah meminjami komputernya sampai aku nglembur dikosmu), Basil, Ook, Danang, Dian, Ratna, Inke, Frida, Gita, christoper ‘00, asri, mamat ,hari, wisnu dan teman-teman fisika yang lain.

  13. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu trimakasih telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis dengan hati terbuka menerima kritik dan saran dari semua pihak untuk bahan perbaikan di masa mendatang. Akhir kata penulis berharap semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi para pembaca.

DAFTAR ISI

  Daftar Isi x

  4

  4 E. MANFAAT PENELITIAN

  4 D. TUJUAN PENELITIAN

  3 C. RUMUSAN MASALAH

  BAB I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 B. BATASAN MASALAH

  xv

  Daftar tabel

  Daftar Gambar xiii Daftar Grafik xiv

  Halaman Halaman Judul i

  Halaman Persetujuan Pembimbing

  Abstract vii

  vi

  Abstrak

  v

  Halaman Persembahan iv Pernyataan Keaslian Karya

  iii

  Halaman Pengesahan Universitas

  ii

  Kata Pengantar viii

  BAB II. DASAR TEORI A. TEORI ATOM

  5 B. PRINSIP KERJA FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)

  9 C. SENSITIVITAS

  13 D. LINEARITAS

  14 BAB III. METODE PENELITIAN

  A. TEMPAT PENELITIAN

  15 B. ALAT DAN BAHAN B.1. Alat

  15 B.2. Bahan

  15 C. PERSIAPAN BAHAN C.1. Pembuatan larutan standar

  16 C.2. langkah pembuatan larutan standar

  16 D. LANGKAH KERJA ™ Percobaan hubungan sensitivitas terhadap

  Temperatur FPD 18

  BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL

  19 A.1. Hasil eksperimen

  20 A.2. Percobaan pengaruh temperatur FPD terhadap sensitivitas

  21 B. PEMBAHASAN

  27 BAB V. PENUTUP

  A. KESIMPULAN

  31 B. SARAN

  31 DAFTAR PUSTAKA

  32 LAMPIRAN LAMPIRAN A. Data percobaan untuk FPD

  33 LAMPIRAN B. Data percobaan untuk FID

  38 LAMPIRAN C. Tabel pembuatan konsentrasi larutan standar Diazinon 43

  

DAFTAR GAMBAR

  Halaman Gambar 1. Peristiwa eksitasi dan de-eksitasi

  6 Gambar 2. Diagram blok alur kromatografi gas dengan detektor FPD

  9 Gambar 3. Skema bagian lengkap Flame Photometric Detector (FPD)

  11 Gambar 4. Gambar hasil eksperimen pada temperatur FPD 225

  o

  C

  20

  • 1

  23 Tabel 4.3. Tabel hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FID 250 o

  25 Tabel 4.5. Tabel hubungan sensitivitas FPD dan sensitivitas FID terhadap temperatur detektor

  terhadap temperatur FID untuk larutan Diazinon

  )

  (cm/mgl

  24 Tabel 4.4. Tabel hubungan sensitivitas

  C

  terhadap temperatur FPD untuk larutan Diazinon

  )

  (cm/mgl

  21 Tabel 4.2. Tabel hubungan sensitivitas

  o C

Tabel 4.1. Tabel hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 250

  Halaman

  DAFTAR TABEL

  • 1

  29

DAFTAR GRAFIK

  22 Grafik 4.2. Grafik hubungan sensitivitas (cm/mgl

  Halaman

  Grafik 4.1. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 250 o C

  • 1

  ) terhadap temperatur FPD (

  o

  C) untuk larutan Diazinon

  23 Grafik 4.3. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l)

  25 Grafik 4.4. Grafik hubungan sensitivitas (cm/mgl

  • 1

  ) terhadap temperatur FID (

  o

  C) larutan Diazinon

  26 Grafik 4.5. Grafik hubungan sensitivitas terhadap temperatur (

  o

  C) detektor untuk FPD dan FID

  30

  larutan standar Diazinon pada temperatur FID 250 o C

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada zaman modern seperti sekarang ini keberadaan persenyawaan

  kimia dalam kehidupan sehari-hari sangat beragam dan dalam jumlah yang relatif kecil [Achmad, 2004]. Maka dari itu, untuk memastikan jenis persenyawaan kimia dalam suatu sampel diperlukan suatu metode analisis yang sensitif dan spesifik. Metode analisis yang berkembang pada saat ini adalah metode kromatografi. Metode ini sangat bermanfaat sebagai metode pemisahan suatu campuran senyawa dalam larutan menjadi komponen- komponennya. Dalam analisis kimia terdapat bermacam-macam metode kromatografi tetapi yang cukup handal dan memiliki sensitivitas tinggi adalah metode kromatografi gas.

  Metode kromatografi gas adalah metode pemisahan suatu cairan atau gas dengan menggunakan gas sebagai fase geraknya [Haris, 1987]. Komponen hasil pemisahan di dalam kolom kromatografi gas kemudian dideteksi dengan menggunakan suatu detektor. Detektor yang digunakan dalam kromatografi gas ini bermacam-macam, hal ini disesuaikan dengan jenis senyawa yang akan dideteksi. Secara garis besar detektor yang digunakan di dalam kromatografi gas adalah thermal conductivity detector (TCD), Flame photometric detector (FPD), Elektron capture detector (ECD), Thermionic emisi detector (TED),

  2 Flame ionisasi detector (FID), Nitrogen-Phosforus detector (NPD), Sulfur chemiluminescence detector (SCD) [Haris, 1987].

  Detektor yang digunakan dalam kromatografi gas memiliki berbagai karakteristik tersendiri, yang membedakan detektor satu dengan jenis detektor lainnya seperti tingkat sensitivitas, responsivitas, resolusi, threshold dan linearitasnya. Berbagai karakteristik yang dimiliki masing-masing jenis detektor menunjukan kelebihan dan kekurangan masing-masing jenis detektor. Detektor dikatakan baik jika mempunyai daya resolusi yang tinggi, linearitas yang lebar, sensitivitas yang tinggi, dan threshold yang rendah.

  Perbandingan setiap detektor dalam kromatografi gas dapat dilihat dari tingkat sensitivitasnya, yaitu untuk FID lebih sensitif dibandingkan TCD untuk senyawa organik. TED lebih sensitif dibandingkan FID untuk senyawa nitrogen dan posfor. FPD sangat sensitif dibandingkan dengan NPD untuk senyawa yang mengandung sulfur dan posfor [Skoog,1985]. Dilihat dari tingkat sensitivitas detektor yang digunakan di dalam kromatografi gas, maka untuk detektor yang sangat sensitif terhadap senyawa yang mengandung sulfur adalah Flame Photometric Detector (FPD).

  Flame photometric detector (FPD) adalah detektor yang digunakan untuk mendeteksi emisi cahaya dari suatu senyawa yang berpendar di dalam nyala hidrogen-udara. Senyawa yang dibakar di dalam nyala hidrogen-udara akan menyebabkan atom-atom senyawa tereksitasi oleh energi termal. Atom yang tereksitasi tersebut kemudian mengalami peristiwa deeksitasi dengan memancarkan emisi cahaya dalam bentuk foton dengan panjang gelombang

  3 tertentu. Foton yang dipancarkan ini dilewatkan kesuatu filter cahaya, dimana filter cahaya ini berfungsi untuk memilih panjang gelombang yang khas dari senyawa yang tereksitasi. Kemudian foton tersebut akan mengenai permukaan fotosensitif pada tabung pengganda foton sehingga dihasilkan pelipatan jumlah elektron.

  Dalam bidang analisis kimia FPD banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang antara lain bidang farmasi, seperti penetapan obat yang mengandung sulfur atau posfor seperti obat penisilin dan tiazida [Munson, 1991]. Pada bidang pertanian untuk mengetahui kandungan sulfur atau posfor dalam pestisida [Dean, 1995].

  Untuk mendapatkan karakteristik FPD yang baik maka FPD harus dioptimasi. Salah satu parameter optimasi yang dapat dilihat adalah nilai sensitivitas FPD untuk mengukur konsentrasi pestisida misalnya larutan Diazinon. Sensitivitas FPD dipengaruhi oleh temperatur detektor karena jika temperatur detektor terlalu rendah, maka akan terjadi kondensasi (pengembunan) yang berpengaruh terhadap sensitivitas FPD. Selain itu untuk mengetahui FPD lebih sensitif, maka dalam penelitian ini juga dilakukan perbandingan sensitivitas FPD dengan salah satu detektor dalam kromatografi gas, yaitu FID.

B. BATASAN MASALAH 1. Mengoptimalkan Flame photometric detector (FPD).

  2. Senyawa yang digunakan adalah larutan Diazinon yang digunakan untuk pestisida.

  4

  C. RUMUSAN MASALAH

  1. Bagaimana mendapatkan sensitivitas optimum FPD untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

  2. Bagaimana sensitivitas FPD terhadap pengaruh perubahan temperatur FPD.

  D. TUJUAN PENELITIAN

  Mendapatkan sensitivitas optimum Flame Photometric Detector (FPD) untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

  E. MANFAAT PENELITIAN

  1. Memberikan informasi mengenai kondisi sensitivitas optimum dari FPD dan FID untuk pengukuran konsentrasi larutan Diazinon.

  2. Memberikan informasi mengenai jenis detektor dalam kromatografi gas yang sensitif untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

  3. Memberikan tambahan pengetahuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

  4. Memberikan informasi tentang penerapan FPD dalam bidang analisis kimia.

BAB II DASAR TEORI A. TEORI ATOM Bila di dalam senyawa diberikan suatu bentuk energi maka atom-atom senyawanya akan menghasilkan spektrum pancar atom (atomic emission spectra). Spektrum pancar ini dapat diperoleh dengan cara memberikan energi termal

  kedalam atom senyawa misalnya dengan nyala atau lucutan listrik bila zat berwujud gas bertekanan rendah [Beiser, 1989].

  Senyawa yang dibakar di dalam nyala akan mendapatkan energi termal sehingga mengakibatkan atom-atom senyawa tersebut tereksitasi kemudian diikuti peristiwa deeksitasi dan menghasilkan spektrum pancar (emisi cahaya) dengan panjang gelombang tertentu (diskret). Besarnya energi yang dipancarkan oleh atom adalah :

  E = hv ……….……………………………………………….. .(2.1)

  di mana v adalah frekuensi radiasi foton yang dipancarkan dan h adalah

  • 34 konstanta Planck dengan nilai = 6,63 X 10 J.s [Krane,1992].

  Pada tahun 1913, Niels Bohr memberikan penjelasan teoritis tentang spektrum pancar atom hidrogen. Bohr menyatakan gagasannya tentang model atom hidrogen, yaitu bahwa setiap elektron dalam atom hidrogen hanya dapat menempati orbit tertentu dimana setiap orbit elektron memiliki energi tertentu.

  Bohr menyatakan bahwa elektron dapat berpindah dari satu tingkat energi ke tingkat energi yang lain seperti yang ditunjukan pada gambar 1. Jika elektron

  6 menyerap energi maka elektron dapat berpindah dari orbit berenergi rendah (ground state) ke orbit berenergi lebih tinggi, peristiwa ini disebut eksitasi.

  Sedangkan berpindahnya elektron dari orbit berenergi lebih tinggi ke orbit yang berenergi lebih rendah dengan memancarkan satu kuantum energi dalam bentuk cahaya dengan panjang gelombang tertentu [Krane, 1992] disebut peristiwa de- eksitasi.

  Berdasarkan interaksi elektrostatik dan hukum Newton tentang gerak, dapat ditunjukkan bahwa di dalam atom hidrogen (Z=1) memiliki tingkat energi sebesar :

  1 ⎛ ⎞

E = − R ….. …………….……………………….….....(2.2)

n H ⎜ ⎟ 2 n

  ⎝ ⎠ di mana: n =1,2,3,.. 4 me

  R H = konstanta Rydberg dengan R H = 2 2

  ε

  8 h

  Persamaan (2.1) disebut tingkat energi atom, dimana tingkat energi atom tersebut hanya tergantung dari bilangan kuantum utama n. Besarnya energi yang

  7 diserap atau dipancarkan sama dengan selisih energi antara tingkat energi awal dan tingkat energi akhir elektron, yaitu :

  = − hv E E ..………………………...…………………...............(2.3) i f

  Keadaan tingkat energi awal dan tingkat energi akhir atom hidrogen yang bersesuian dengan bilangan kuantum utama n i dan n

  f, menurut persamaan tingkat

  energi adalah : 4

  ⎛ ⎞ me

  1 ⎜ ⎟

  Energi awal = E = ………...……...............…….............(2.4)

  i2 2 2 ⎜ ⎟

  ε

  8 h n i 4 ⎝ ⎠

  ⎛ ⎞

  me

  1 ⎜ ⎟

  Energi akhir = E f = − ……......…………….........................(2.5) 2 2 2 ⎜ ⎟ 8 ε h n f

  ⎝ ⎠ Jadi perbedaan tingkat energi antara kedua keadaan ini adalah : 4

  ⎛ ⎞

  me

  1

  1 ⎜ ⎟

  hv = EE = − ..............................................(2.6) i f 2 2 2

2

  ⎜ ⎟ 8 h n n ε f i

  ⎝ ⎠ Karena elektron berpindah dari tingkat energi lebih tinggi ke tingkat energi lebih rendah dengan memancarkan foton berfrekuensi v, maka frekuensi foton yang dipancarkan dalam transisi ini adalah : 4

  ⎛ ⎞

  me

  1

  1 ⎜ ⎟

  v = − ..................................................................(2.7) 2 3 2 2

  ⎜ ⎟ 8 ε h n n f i ⎝ ⎠

  Persamaan (2.7) menjelaskan hubungan antara frekuensi foton dalam spektrum emisi hidrogen dengan energi yang dipancarkan, bila elektron berpindah dari tingkat energi tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah.

  8

  c

  Karena = , maka panjang gelombang foton yang dipancarkan adalah: λ

  v 4

  ⎛ ⎞ 1 me

  1

  1 ⎜ ⎟

  = − .................................................................(2.8) 2 3 2 2 ⎜ ⎟

  λ 8 ch n n ε f i

  ⎝ ⎠

  • 31

  di mana : m = massa elektron (9,1 x 10 kg)

  • -19

  e = muatan elektron (1,6 x 10

  C)

  8 c = kecepatan cahaya (3 x 10 m/s)

  • -34

  h = tetapan Planck (6,63 x 10 J.s)

  • 12

  permivitas ruang hampa (8,85 x 10 F/m)

  = ε n = bilangan kuantum utama awal i n f = bilangan kuantum utama akhir

  Persamaan (2.8) menjelaskan bahwa radiasi yang dipancarkan oleh atom hidrogen yang tereksitasi hanya memiliki panjang gelombang tertentu [Beiser, 1989]. Panjang gelombang ini tergantung pada bilangan kuantum utama n f dan n i.

  9

B. PRINSIP KERJA FLAME PHOTOMETRIC DETECTOR (FPD)

  FPD adalah detektor fotometri nyala yang digunakan untuk mendeteksi emisi cahaya dari suatu senyawa yang berpendar di dalam nyala hidrogen-udara.

  Di dalam FPD terjadi proses pembakaran sampel yang telah dipisahkan di dalam kolom dengan nyala hidrogen-udara. Sampel yang terbakar tersebut atom- atomnya tereksitasi, kemudian mengalami peristiwa deeksitasi sehingga dihasilkan pancaran emisi cahaya dalam bentuk foton dengan panjang gelombang tertentu.

  Kemudian emisi cahaya yang dihasilkan tersebut dilewatkan oleh filter cahaya. Dimana filter ini berfungsi untuk memilih panjang gelombang emisi cahaya yang khas. Setelah foton melewati filter cahaya, maka foton tersebut akan mengenai permukaan fotosensitif di dalam tabung pengganda foton (PMT), sehingga menyebabkan terlepasnya elektron dari permukaan fotosensitif. Elektron yang terlepas tersebut oleh PMT dilipatgandakan jumlahnya dan pada akhirnya diubah menjadi arus listrik, arus listrik tersebut kemudian dikuatkan oleh amplifier dan diubah menjadi signal analog yang ditampilkan oleh recorder.

  Gambar alur dari kromatografi gas dengan menggunakan FPD diperlihatkan pada gambar 2.

  Gambar 2. Diagram blok alur kromatografi gas dengan detektor FPD

  10 Keterangan :

  1. Kolom Kolom ini berfungsi untuk memisahkan senyawa menjadi komponen- komponennya sebelum senyawa dibakar di dalam nyala.

  2. Komponen utama dalam FPD terdiri dari :

  a. Zona emisi Zona emisi adalah daerah dimana atom-atom senyawa yang tereksitasi kemudian mengalami peristiwa deeksitasi dengan memancarkan emisi cahaya dalam bentuk radiasi foton.

  b. Filter cahaya Filter cahaya ini berfungsi untuk memilih panjang gelombang foton yang khas dan sebagai pelindung untuk mencegah emisi karbon yang mencapai PMT (tabung pengganda foton).

  c. Tabung pengganda foton (PMT).

  Tabung pengganda foton berfungsi mengubah foton yang mengenai permukaan fotosensitif dari PMT sehingga dihasilkan elektron.

  Elektron yang dihasilkan ini dilipatgandakan jumlahnya di dalam PMT, sehingga terkumpul jutaan elektron dan diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal listrik ini kemudian dikuatkan oleh amplifier dan selanjutnya ditampilkan menjadi data analog dengan menggunakan recorder (penampil).

  11 d. Gambar bagian lengkap dari Flame Photometric Detector (FPD) ditunjukan pada gambar 3.

  Gambar 3. Skema bagian lengkap Flame Photometric Detector (FPD) Keterangan :

  ƒ Zona emisi adalah daerah pemancaran emisi cahaya ƒ Filter cahaya adalah filter yang digunakan untuk memilih panjang gelombang yang khas dari suatu senyawa yang berpendar di dalam nyala. ƒ Window adalah jendela tempat masuknya cahaya sebelum mencapai filter cahaya.

  ƒ Kolom adalah tempat pemisahan senyawa menjadi komponen- komponennya.

  ƒ Udara sebagai oksidator dan hidrogen sebagai bahan bakar, hasil pembakaran antara hidrogen-udara menghasilkan uap air.

  12 ƒ Makeup adalah gas pembawa yang digunakan untuk mendorong senyawa ke dalam kolom dan mendorong senyawa keluar dari kolom ke tempat pembakaran. ƒ Ventilasi adalah tempat pembuangan hasil pembakaran yang berupa uap air.

  ƒ Perisai adalah pelindung panas dari nyala ƒ Sensor tekanan adalah sensor untuk mengukur tekanan aliran gas.

  13

C. SENSITIVITAS

  Sensitivitas didefinisikan sebagai kemiringan (slope) grafik kalibrasi atau nilai responsivitas tiap satu satuan konsentrasi larutan standar. Di dalam FPD terjadi proses pemancaran emisi cahaya oleh suatu senyawa yang dibakar dalam nyala hidrogen-udara. Besarnya intensitas emisi cahaya yang dipancarkan tergantung dari besarnya konsentrasi senyawa yang terbakar, jadi jika konsentrasi senyawanya semakin besar maka intensitas emisi yang dihasilkan juga semakin besar, hal ini menyebabkan responsivitas detektor semakin besar. Besarnya responsivitas detektor (R) adalah

  R = k C ….…………………………………………….(2.9) 1

  dimana, R= Responsivitas detektor (cm) k

  1 = Tetapan perbandingan (nilai sensitivitas)

  C= Konsentrasi larutan standar (mg/l) Responsivitas detektor adalah besarnya sinyal yang ditimbulkan oleh sejumlah komponen senyawa yang berpendar di dalam nyala [Khopkar, 1990].

  Responsivitas ini dipengaruhi oleh emisi cahaya yang dihasilkan oleh atom-atom senyawa yang berpendar di dalam nyala. Emisi cahaya yang dihasilkan selama pembakaran tergantung dari banyaknya atom senyawa yang menghasilkan emisi cahaya di dalam nyala. Banyaknya atom senyawa yang menghasilkan emisi cahaya dipengaruhi oleh temperatur nyala.

  14

D. LINEARITAS

  Pada umumnya dikehendaki suatu hubungan linear antara output dengan input. Jika nilai inputnya semakin besar maka nilai outputnya juga semakin besar sebaliknya jika nilai inputnya semakin kecil maka nilai outputnya juga semakin kecil. Hubungan linear ini digunakan untuk mendapatkan nilai sensitivitas instrumen yang diperoleh dari gradien (kemiringan ) garis linear. Sifat linear dari instrumen tergantung dari kondisi alat dan sampel yang digunakan.

  Untuk mendapatkan hubungan linear antara output dengan input dapat digunakan persamaan garis linear yaitu :

  • q mq b ………………………………………………….(2.10)
  • o i = dengan , q o = besaran keluaran (variabel terikat ) q i = besaran masukan (variabel bebas) m = kemiringan garis (gradien garis)

      b = perpotongan garis dengan sumbu vertikal nilai m dan b diperoleh dengan hubungan (Doebelin, 1992) :

      N q qq q i o ( i )( o ) ∑ ∑ ∑ m = .................................................(2.11) 2 2 N qq i i ( )

      ∑ ∑ 2 q qq q q

      ( o ) i ( i o )( i ) ( )

      ∑ ∑ ∑ ∑ b = ........................................(2.12) 2

    2

    N qq i ( i )

      ∑ ∑

    BAB III METODE PENELITIAN A. TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium analisa pusat, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. B. ALAT DAN BAHAN B.1. Alat Alat yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

      1. Kromatografi gas dengan Detektor fotometri nyala (FPD)

      2. Kromatografi gas dengan Detektor ionisasi nyala (FID)

      3. Flowmeter (untuk mengukur kecepatan aliran gas)

      4. Kolom DB-1701, 30 m x 0,320 mm

      5. Syringe (10 µl ), Labu ukur (50 ml)

      6. Stopwatch, pipet, gelas ukur

      7. Recorder, Kertas gaftar, Mistar

      B.2. Bahan

      Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah :

      1. Bahan aktif Diazinon 600 g/l (sebagai larutan induk), Diazinon 60 EC

      2. Hexane (sebagai internal standart dan pelarut)

      16

    C. PERSIAPAN BAHAN C.1. Pembuatan Larutan Standar

      Dalam percobaan ini akan digunakan beberapa larutan standar yang mempunyai konsentrasi tertentu. Larutan standar ini dibuat dengan mengencerkan larutan induk dengan konsentrasi sesuai yang diinginkan, dihitung dengan menggunakan persamaan.

      C *V =C *V .....................................................................(3.1)

      1

      1

      2

      2

      dimana: C

      1 adalah konsentrasi larutan induk sebelum diencerkan (mg/l)

      V

      1 adalah Volume larutan induk yang diencerkan (ml)

      C adalah konsentrasi larutan standar yang diinginkan (mg/l)

      2 V 2 adalah Volume larutan standar setelah diencerkan (ml) C.2. Langkah pembuatan larutan standar

      Untuk mengukur sensitivitas FPD dilakukan pengukuran responsivitas dengan cara membuat larutan standar Diazinon pada berbagai konsentrasi larutan standar, dalam hal ini digunakan konsentrasi larutan standar 6 (mg/l); 12(mg/l); 18(mg/l); 24(mg/l); 30(mg/l); 36(mg/l); 42(mg/l); 48(mg/l); 54(mg/l); 60(mg/l), jangkauan konsentrasi yang diinginkan diatas dibuat dengan mengencerkan larutan induk Diazinon 600 g/l dengan menggunakan persamaan (3.1). Misalkan untuk membuat larutan standar Diazinon 50 ml dengan konsentrasi 6 (mg/l), maka dibutuhkan larutan induk sebanyak :

      17 C1*V1=C2*V2

      5

      6*10 *V1=6*0,05

    • 6

      V1=0,5.10 liter = 0,5 μl (mikroliter)

      Volume Larutan induk yang diambil sebanyak 0,5 μl kemudian dimasukan ke dalam labu ukur 50 ml dan dilakukan pengenceran dengan menambahkan larutan hexane sampai volumenya 50 ml (karena dibutuhkan standar 50 ml). Untuk pembuatan larutan standar Diazinon dengan konsentrasi 12(mg/l); 18(mg/l); 24(mg/l); 30(mg/l); 36(mg/l); 42(mg/l); 48(mg/l); 54(mg/l); 60(mg/l) ditunjukan pada tabel C.1 dalam lampiran C.

      18

    D. LANGKAH KERJA

      ™ Percobaan Hubungan Sensitivitas Terhadap Temperatur FPD Percobaan hubungan sensitivitas terhadap temperatur FPD ini, dilakukan dengan mengukur besarnya responsivitas berbagai larutan standar pada berbagai nilai temperatur FPD. Parameter tetap didalam percobaan ini adalah temperatur injektor, temperatur kolom, tekanan udara, tekanan H

      2 , volume injeksi.

      Selain itu dalam penelitian ini juga dilakukan percobaan hubungan sensitivitas terhadap temperatur FID untuk membandingkan sensitivitas FPD untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon. Parameter tetap dalam percobaan ini sama seperti pada percobaan hubungan sensitivitas terhadap temperatur FPD.

      Untuk analisa seluruh data hasil percobaan hubungan sensitivitas yang dipengaruhi oleh temperatur detektor dengan menggunakan microsoft exel dan menggunakan program origin 41.

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Flame photometric detector (FPD) merupakan jenis detektor cahaya yang

      berfungsi untuk mendeteksi emisi cahaya dari suatu senyawa yang berpendar di dalam nyala. Sedangkan Flame ionisasi detector (FID) adalah jenis detektor ion yang berfungsi untuk mendeteksi ion yang dihasilkan oleh senyawa yang berpendar di dalam nyala. Kedua detektor tersebut memiliki kesamaan pada hal penggunaan nyala hidrogen–udara tetapi berbeda pada prinsip kerjanya.

      FPD bekerja berdasarkan prinsip pancaran emisi cahaya yang dihasilkan oleh suatu senyawa yang dibakar didalam nyala hidrogen–udara dan FID bekerja berdasarkan prinsip ionisasi dari suatu senyawa yang dibakar di dalam nyala hidrogen-udara. Bila konsentrasi senyawa yang dibakar di dalam nyala semakin besar, maka emisi cahaya yang dihasilkan di dalam FPD dan ion-ion yang dihasilkan di dalam FID juga akan semakin besar. Hal ini menyebabkan responsivitas detektornya juga semakin bertambah besar. Jadi besarnya responsivitas sebanding dengan konsentrasi larutan standar Diazinon. Kenaikan responsivitas ini dapat dilihat dengan adanya kenaikan tinggi puncak kromatogramnya.

      Untuk mendapatkan sensitivitas optimum FPD, maka dalam penelitian ini dilakukan percobaan pengaruh temperatur FPD terhadap sensitivitas untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon. Ada beberapa variabel tetap dalam melakukan percobaan ini yaitu temperatur injektor, temperatur kolom, tekanan

      20 udara, tekanan H 2, volume injeksi. Selain itu juga untuk membandingkan sensitivitas FPD diukur sensitivitas FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon.

      Pada saat pengukuran akan diperoleh data responsivitas untuk berbagai konsentrasi larutan standar Diazinon. Dari nilai responsivitas untuk setiap konsentrasi larutan standar Diazinon diperoleh grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi larutan standar Diazinon. Dari grafik tersebut didapatkan nilai sensitivitas yang diperoleh dari kemiringan (slope) grafik garis linear dengan menggunakan persamaan (2.10).

      Gambar 4, memperlihatkan data hasil eksperimen pada temperatur FPD

      o

      225 C untuk berbagai konsentrasi larutan standar Diazinon. Bentuk puncak pada gambar 4 menunjukan bahwa semakin besar konsentrasi larutan standar Diazinon, maka responsivitasnya semakin bertambah besar. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan ketinggian puncak untuk setiap konsentrasi larutan standar Diazinon, ketinggian puncak ini merupakan nilai dari responsivitas detektor. Untuk gambar

      o o o

      hasil eksperimen pada temperatur FPD 250

      C, 275 C dan 300 C bentuk puncak yang diperoleh sama tetapi berbeda pada nilai responsivitasnya.

      A.1. Hasil eksperimen o

      Gambar 4. Gambar hasil eksperimen pada temperatur FPD 225 C

      21

      o

      Responsivitas (cm) 1 6 1,2 2 12 1,4 3 18 3,3 4 24 4,5 5 30 5,1 6 36 6,7 7 42 7,3 8 48 8,4 9 54 9,0

      Konsentrasi larutan standar (mg/l)

      C No

      o

    Tabel 4.1. Tabel hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FPD 250

      Tabel 4.1, didapatkan grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi larutan standar seperti yang diperlihatkan pada grafik 4.1.

      o C.

      C. Tabel 4.1 memperlihatkan data yang didapat pada temperatur FPD 250

      o

      C, 300

      C, 275

      A.2. Percobaan pengaruh temperatur FPD terhadap sensitivitas

      o

      C, 250

      o

      1,8 Bar, volume injeksi 5 μl. dengan variabel bebas temperatur FPD 225

      2

      C, tekanan udara 4,4 Bar, tekanan H

      o

      C, temperatur kolom 200

      o

      Parameter tetap didalam percobaan ini adalah temperatur injektor 225

      10 60 10,2

      22

    12 R =0,162C + 0,25

      )

      10 cm

      8 s ( ta

      6 vi si n

      4 o p

      2 es R

      6

      12

      18

      24

      30

      36

      42

      48

      54

      60 Konsentrasi larutan standar (m g/l)

      Grafik 4.1. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan

      o

      standar Diazinon pada temperatur FPD 250 C Dengan menggunakan persamaan (2.9), maka grafik diatas memiliki nilai

    • 1 o

      sensitivitas sebesar 0,162±0,009 (cm/mgl ) pada temperatur FPD 250 C. Berdasarkan nilai sensitivitas pada grafik di atas dan nilai sensitivitas pada grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi larutan standar pada temperatur FPD

      o o o

      225

      C, 275

      C, 300 C yang ditunjukan oleh grafik A.2.1.1, A.2.1.2, A.2.1.3 pada lampiran A, maka diperoleh tabel hubungan sensitivitas terhadap temperatur FPD yang ditunjukan oleh tabel 4.2.

      23

    • 1

    Tabel 4.2. Tabel hubungan sensitivitas (cm/mgl ) terhadap temperatur FPD untuk larutan Diazinon

      No Temperatur FPD Sensitivitas

      o -1

      (

      C) (cm/mgl ) 1 225 0,150±0,006 2 250 0,162±0,009 3 275 0,163±0,009 4 300 0,156±0,006

    Tabel 4.2 diatas, menunjukkan bahwa nilai sensitivitas FPD untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon mengalami kenaikan sensitivitas lalu

      o

      mencapai optimum. Nilai sensitivitas optimum dicapai pada temperatur 275 C

    • 1

      yaitu 0,163±0,009 (cm/mgl ). Setelah mencapai sensitivitas optimum nilai

      o

      sensitivitasnya mengalami penurunan pada temperatur maksimum FPD 300 C. Hal ini akan lebih jelas jika data tabel 4.2 ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti yang ditunjukan pada grafik 4.2. 0.175 0.17

      0.165 s a it iv 0.16 it s n e 0.155 S 0.145 0.15 225 250 275 300

      Temperatur FPD

    • 1

      Grafik 4.2. Grafik hubungan sensitivitas (cm/mgl ) terhadap temperatur FPD

      o

      (

      C) untuk larutan Diazinon

      24 Sebagai pembanding sensitivitas FPD telah dilakukan pengukuran untuk sensitivitas FID. Maka dilakukan percobaan hubungan sensitivitas terhadap temperatur FID.

      C, 300

      2 12 0,3 3 18 0,4 4 24 0,6 5 30 0,7 6 36 0,8 7 42 0,9 8 48 0,9 9 54 1,2

      Responsivitas (cm) 1 6 0,1

      Konsentrasi larutan standar (mg/l)

      C No

      o

    Tabel 4.3. Tabel hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan standar Diazinon pada temperatur FID 250

      Tabel 4.3, didapatkan grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi larutan standar, seperti diperlihatkan pada grafik 4.3.

      o C.

      C. Tabel 4.3 menunjukkan data yang diperoleh pada temperatur FID 250

      o

      o

      Parameter tetap didalam percobaan ini adalah temperatur injektor 225

      C, 275

      o

      C, 250

      o

      injeksi 5 μl, dengan variabel bebas temperatur FID 225

      2 1,8 Bar, volume

      C, tekanan udara 4,4 Bar, tekanan H

      o

      C, temperatur kolom 200

      o

      10 60 1,3

      25

      )

      1.5

      m c R=0,020C + 0,03 s (

      1

      ta vi si

      0.5

      n o sp e R

      6

      12

      18

      24

      30

      36

      42

      48

      54

      60 Konsentrasi larutan standar (mg/l) Grafik 4.3. Grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi (mg/l) larutan

      o

      standar Diazinon pada temperatur FID 250 C Dengan menggunakan persamaan (2.9), maka grafik 4.3 diatas memiliki

    • 1 o

      nilai sensitivitas sebesar 0,020±0,001 (cm/mgl ) pada temperatur FID 250 C. Berdasarkan nilai sensitivitas pada grafik 4.3 diatas dan nilai sensitivitas pada grafik hubungan responsivitas terhadap konsentrasi larutan standar pada

      o o o

      temperatur FID 225

      C, 275

      C, 300 C pada grafik B.1.1.1, B.1.1.2, B.1.1.3 lampiran B, maka dapat diperoleh tabel hubungan sensitivitas terhadap temperatur FID yang ditunjukan tabel 4.4.

    • 1

    Tabel 4.4. Tabel hubungan sensitivitas (cm/mgl ) terhadap temperatur FID untuk larutan Diazinon

      o -1

      No Temperatur FID (

      C) Sensitivitas (cm/mgl ) 1 225 0,092±0,041 2 250 0,020±0,001 3 275 0,016±0,002 4 300 0,015±0,003

      26 Tabel 4.4, memperlihatkan bahwa nilai sensitivitas FID untuk mengukur konsentrasi larutan Diazinon, nilai sensitivitas optimum dicapai pada temperatur

      o -1

      FID 225 C yaitu 0,092±0,041 (cm/mgl ). Setelah mencapai sensitivitas optimum

      o

      nilai sensitivitas FID mengalami penurunan pada temperatur FID 250

      C. Hal ini akan lebih jelas jika data tabel 4.4 ditampilkan dalam bentuk grafik, seperti yang ditunjukan pada grafik 4.4.

      0.025 s

      0.02 a it

      0.015 iv it

      0.01 s n e

      0.005 S

      225 250 275 300 Temperatur FID

    • 1

      Grafik 4.4. Grafik hubungan sensitivitas (cm/mgl ) terhadap temperatur FID

      o

      (

      C) larutan Diazinon

      27

    B. PEMBAHASAN

      Suatu larutan diinjeksikan ke dalam injektor yang sudah diatur temperaturnya, maka larutan akan segera teruapkan kemudian didorong oleh gas pembawa (sebagai fase gerak) menuju ke dalam kolom. Di dalam kolom larutan dipisahkan menjadi komponen-komponennya dan didorong keluar dari kolom menuju zona emisi. Di zona emisi ini larutan yang telah dipisahkan dibakar dengan menggunakan nyala hidrogen-udara. Sehingga atom-atom senyawa larutan yang terbakar mendapatkan energi termal dari nyala, dan menyebabkan atom- atom senyawanya tereksitasi kemudian mengalami peristiwa deeksitasi dengan memancarkan emisi cahaya dalam bentuk foton.

      Hasil pembakaran antara hidrogen dan udara akan menghasilkan banyak sekali uap air, hal ini mempengaruhi sensitivitas FPD. Karena uap air yang dihasilkan tersebut akan menempel di filter cahaya sehingga menghalangi filter untuk mentransmisikan emisi cahaya yang dihasilkan oleh atom senyawa. Jika temperatur FPD terlalu rendah dibawah temperatur kolom atau temperatur kolom mendekati temperatur FPD, maka sensitivitasnya akan semakin kecil. Jadi temperatur FPD akan mempengaruhi sensitivitas FPD. Karena temperatur FPD ini akan mempengaruhi banyak sedikitnya uap air yang menempel di filter cahaya dan mempengaruhi banyaknya atom senyawa yang menghasilkan emisi cahaya.

      Berdasarkan persamaan (2.9), sensitivitas didefinisikan sebagai nilai responsivitas tiap satu satuan konsentrasi sampel. Nilai sensitivitas ini diperoleh dengan melakukan pengukuran responsivitas berbagai konsentrasi larutan standar Diazinon pada berbagai nilai temperatur detektor. Grafik hubungan responsivitas

      28 terhadap konsentrasi larutan standar Diazinon bersifat linear. Nilai gradien dari persamaan garis linear ini menyatakan nilai sensitivitas. Nilai sensitivitas ini dipengaruhi oleh temperatur detektor. Pada proses pembakaran, jika semakin besar konsentrasi sampel yang terbakar maka responsivitasnya semakin bertambah besar. Karena emisi cahaya yang dihasilkan oleh atom senyawa yang tereksitasi semakin bertambah besar.

      Grafik 4.2, menunjukan bahwa sensitivitas FPD mengalami kenaikan nilai

      o

      sensitivitas mulai temperatur FPD 225 C sampai mencapai sensitivitas optimal

      o

      pada temperatur FPD 275