BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keaktifan - PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) PADA KELAS VII F SMP N 1 SOKARAJA - repository perpustakaan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Keaktifan Menurut Thorndike (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:45)

  keaktifan siswa dalam belajar dengan hukum “law of exercise”-nya yang menyatakan bahwa belajar memerlukan adanya latihan-latihan. Menurut Mc Keachie (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006:45) berkenaan dengan prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan “manusia belajar yang aktif selalu ingin tahu”.

  Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:114-115) keaktifan siswa dalam peristiwa pembelajaran mengambil beraneka bentuk kegiatan, dari keadaan fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik yang dapat diamati diantaranya dalam bentuk kegiatan membaca, mendengarkan, menulis, memperagakan dan mengukur. Sedangkan contoh-contoh kegiatan psikis seperti mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya, menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, menyimpulkan hasil eksperimen, dan membandingkan satu konsep dengan konsep yang lainnya.

  Keaktifan siswa merupakan suatu proses kegiatan belajar mengajar, dimana anak mengalami keterlibatan intelektual emosional, disamping keterlibatan fisik di dalam proses belajar mengajar. Semua kegiatan tersebut harus dapat dipulangkan kepada suatu karakteristik, yaitu keterlibatan intelektual-

  8 emosional siswa dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan tersebut terjadi pada waktu kegiatan kognitif dalam pencapaian atau perolehan pengetahuan.

  Menurut Ahmadi (1991:200-201) ada beberapa ciri yang harus nampak dalam hakikat belajar siswa aktif dalam proses belajar, yaitu:

  1. Situasi kelas menantang siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas tapi terkendali.

  2. Guru tidak mendominasi pembicaraan tetapi lebih banyak memberikan rangsangan berpikir kepada siswa untuk memecahkan masalah.

  3. Guru menyediakan dan mengusahakan sumber belajar bagi siswa, bisa sumber tertulis, sumber manusia misalnya murid itu sendiri menjelaskan permasalahan kepada murid lainnya, berbagai media yang diperlukan, alat bantu pengajaran, termasuk guru sendiri sebagai sumber belajar.

  4. Kegiatan belajar siswa bervariasi, ada kegiatan yang sifatnya bersama- sama dilakukan oleh semua siswa, ada kegiatan belajar yang dilakukan secara berkelompok dalam bentuk diskusi dan ada pula kegiatan belajar yang harus dilakukan oleh masing-masing siswa secara mandiri.

  5. Hubungan guru dengan siswa sifatnya harus mencerminkan hubungan manusia bagaikan bapak-anak, bukan hubungan pimpinan dengan bawahan. Guru menempatkan diri sebagai pembimbing semua siswa yang memerlukan bantuan manakala mereka menghadapi persoalan belajar.

  6. Situasi dan kondisi kelas tidak kaku terikat dengan susunan mati, tap sewaktu-waktu diubah sesuai denan kebutuhan siswa.

  7. Belajar tidak hanya diihat dan diukur dari segi hasil yang dicapai siswa tapi juga dilihat dan diukur dari segi proses belajar yang dilakukan siswa.

  8. Adanya keberanian siswa mengajukan pendapatnya melalui pertanyaan atau pernyataan gagasannya, baik yang diajukan kepada guru maupun kepada siswa lainnya dalam pemecahan masalah belajar.

  9. Guru senantiasa menghargai pendapat siswa terlepas dari benar atau salah, dan tidak diperkenankan membunuh atau mengurangi/menekan pendapat siswa di depan siswa lainnya. Guru harus mendorong siswa agar selalu mengajukan pendapatnya secara bebas.

  Menurut Sudjana (2010:61) penilaian proses belajar mengajar terutama adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal, yaitu: 1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

  Maksud dari indikator tersebut adalah siswa ikut serta dalam proses pembelajaran, misalnya: mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat.

  2. Terlibat dalam pemecahan masalah.

  Maksud dari indikator tersebut adalah ikut aktif dalam menyelesaikan masalah yang sedang dibahas dalam kelas, misalnya: ketika guru memberi masalah atau soal siswa ikut membahasnya.

  3. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya.

  Maksud dari indikator tersebut adalah jika tidak memahami persoalan yang dihadapi atau penjelasan dari guru hendaknya siswa bisa melontarkan pertanyaan, baik pada siswa lain ataupun pada guru.

  4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

  Maksud dari indikator tersebut adalah berusaha mencari informasi atau cara yang bisa digunakan dalam menyelesaikan suatu masalah atau soal, misalnya mencari informasi dari buku.

  5. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru.

  Maksud dari indikator tersebut adalah melakukan kerjasama dengan teman diskusi.

  6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya.

  Maksud dari indikator tersebut adalah menilai kemampuan dirinya yaitu dengan mencoba mengerjakan soal setelah guru menerangkan materi.

  7. Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis.

  Maksud dari indikator tersebut adalah dapat menyelesaikan soal atau masalah yang pernah diajarkan atau dibahas bersama. Misalnya mengerjakan LKS.

  8. Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas persoalan yang dihadapinya.

  Maksud dari indikator tersebut adalah menggunakan atau menerapkan kesempatan untuk mempresentasikan tugasnya.

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa merupakan kegiatan belajar mengajar dimana anak mengalami keterlibatan intelektual emosional yang memerlukan latihan-latihan untuk memperoleh pengetahuan. Dimana indikator dari keaktifan memuat delapan indikator, yaitu turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam pemecahan masalah, bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya, berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah, melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru, menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis, kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya dalam menyelesaikan tugas persoalan yang dihadapinya.

  Sehingga, delapan indikator tersebut dijadikan acuan dalam menilai keaktifan siswa.

B. Pemahaman Konsep Matematika

  Menurut Heruman (2010:3) pemahaman konsep yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri atas dua pengertian.

  , merupakan kelanjutan dari pebelajaran penanaman konsep dalam

  Pertama

  satu pertemuan. Sedangkan kedua, pembelajaran pemahaman konsep dilakukan pada pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman konsep. Pada pertemuan tersebut, penanaman konsep dianggap sudah disampaikan pada pertemuan sebelumnya atau kelas sebelumnya.

  Menurut Wardhani (2006:4) bahwa pada “Kurikulum 2004” Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP / MTs (2004:12) dinyatakan bahwa kemampuan yang perlu diperhatikan dalam penilaian pembelajaran matematika antara lain adalah prosedur (algoritma). Lebih jauh dinyatakan bahwa siswa dikatakan memahami konsep bila siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh atau bukan contoh dari suatu konsep.

  Menurut Wardhani (2006:4-5) indikator-indikator pemahaman konsep pada petunjuk teknis pelaksanaan peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.506/C/PP/2004 tanggal 11 November 2004, yaitu: 1. Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep.

  Contoh: Apa yang kamu ketahui tentang persegi panjang? Jelaskan!

  2. Kemampuan mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.

  Contoh: D C Pada gambar berikut, tunjukkan sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar, serta empat sudut yang sama besar. A B 3. Kemampuan memberi contoh dan bukan contoh dari konsep.

  Contoh: Apakah perbedaan antara persegi dan persegi panjang (dilihat dari panjang sisi)?

  4. Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.

  Contoh: Gambarlah persegi panjang PQRS dengan diagonal PR dan QS.

  Kemudian sebutkan dua pasang sisi yang sama panjang!

  5. Kemampuan mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep.

  Contoh: Nyatakan benar atau salah pernyataan berikut, berkaitan dengan persegi: a. Keempat sisinya sama panjang.

  b. Mempunyai 2 simetri putar dan 2 simetri lipat.

  c. Keempat sudutnya merupakan sudut siku-siku.

  d. Diagonal-diagonalnya merupakan sumbu simetri.

  e. Dapat menempati bingkainya menurut 4 cara.

  6. Kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

  Contoh: D C Dari gambar di samping, panjang AC = 24 cm dan BD = (3x + 6)cm, tentukan:

  1) Nilai x. A B 2) Panjang AO, OC, OB, dan OD.

  7. Kemampuan mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah.

  Contoh: Sebuah garasi berbentuk persegi panjang berukuran 5 m x 3 m. Jika lantai ruang garasi itu akan dipasangi ubin yang berukuran 20 cm x 20 cm. Berapa keping ubin yang dibutuhkan?

  Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep matematika memuat tujuh indikator yaitu kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep, kemampuan mengklasifikasi objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, kemampuan memberi contoh dan bukan contoh dari konsep, kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, kemampuan mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep, kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, kemampuan mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah. Sehingga, tujuh indikator tersebut dijadikan acuan dalam menilai pemahaman konsep matematika siswa.

C. Pembelajaran Kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) 1. Pembelajaran Kooperatif

  Menurut Slavin (dalam Rusman, 2011:201), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Menurut Nurulhayati (dalam Rusman, 2011:203) pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi.

  Sedangkan menurut Eggen and Kauchak (dalam Trianto, 2010:58) pembelajaran kooperatif merupakan sebuah model pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif di susun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu: sebagai siswa ataupun sebagai guru.

  Menurut Arends (dalam Trianto, 2010:69) bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri, yaitu: a) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar, b) kelompok di bentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, c) bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam, d) penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.

  Sedangkan menurut Siahaan (dalam Rusman, 2011:205) ada lima unsur esensial yang ditekankan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: a) saling ketergantungan yang positif, b) interaksi berhadapan (face-to-face

  

interaction ), c) tanggungjawab individu (individual responsibility), d)

  ketrampilan sosial (social skills), e) terjadi proses dalam kelompok (group processing).

  Tujuan dari penerapan model pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (dalam Trianto, 2007:59) paling tidak mempunyai tiga tujuan penting yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial. Para ahi telah menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja siswa dalam tugas- tugas akademik, unggul dalam membantu siswa memahami konsep- konsep yang sulit dan membantu siswa menumbuhkan berpikir kritis.

  Pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

  Menurut Rusman (2011:209) terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif.

Tabel 2.1. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif:

  Tahap Tingkah Laku Guru Tahap -1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.

  Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Tahap -2 Menyajikan informasi.

  Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

  Tahap -3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif.

  Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya memebentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisen. Tahap -4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

  Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Tahap -5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang Evauasi materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Tahap -6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai Memberikan baik upaya maupun hasil belajar individu dan penghargaan. kelompok.

2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) a. Pengertian

  Menurut Trianto (2010:81) model pembelajaran Kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Menurut Arends (dalam Aji, 2009) menyebutkan TPS adalah suatu strategi diskusi kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya di Unversitas Maryland pada tahun 1981. TPS memperkenalkan ide “waktu berfikir atau waktu tunggu” yang banyak menjadi faktor kuat dalam meningkatkan kemampuan siswa merespon pertanyaan. Nama TPS berasal dari tiga tahap kegiatan siswa yang menekankan pada apa yang dikerjakan siswa pada setiap tahap yang dikemukakan oleh Jones (dalam Wahyu, 2009).

  Menurut Trianto (2010:81-82) langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TPS yaitu: 1) Langkah 1: Berpikir (Thinking)

  Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah. Siswa membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian berpikir. 2) Langkah 2: Berpasangan (Pairing)

  Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberikan waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. 3) Langkah 3: Berbagi (Sharing)

  Guru meminta pasangan-pasanganuntuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Menurut Arends (dalam Trianto, 2010:82) hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat untuk melaporkan.

  Sedangkan menurut Hanafiah dan Cucu Suhana (2011:46-47) menyebutkan langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah sebagai berikut:

  1) Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.

  2) Peserta didik diminta untuk berpikir tentang materi atau permasalahan yang disampaikan guru.

  3) Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing- masing.

  4) Guru memimpin pleno kecil diskusi, setiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.

  5) Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa. 6) Guru memberi kesimpulan. 7) Penutup.

b. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

  1) Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS yaitu: a) Meningkatkan partisipasi.

  b) Cocok untuk tugas sederh.ana

  c) Lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok.

  d) Interaksi lebih mudah.

  e) Lebih mudah dan cepat membentuknya. 2) Kekurangan Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS yaitu: a) Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor. b) Lebih sedikit ide yang muncul.

  c) Jika ada perselisihan, tidak ada penengah. (Lie A, 2008:46) D.

   Materi Segiempat

  Pokok bahasan dalam penelitian ini adalah segiempat, dengan sub pokok bahasan, yaitu persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium. Dengan cakupan sebagai berikut:

  1. Menjelaskan pengertian persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang, belah ketupat, dan layang-layang.

  2. Menjelaskan sifat-sifat segi empat ditinjau dari sisi, sudut, dan diagonalnya.

  3. Menurunkan rumus keliling bangun segi empat.

  4. Menurunkan rumus luas bangun segi empat.

  5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan menghitung keliling dan luas bangun segi empat.

E. Kerangka Berpikir Indikator Keaktifan Indikator Pemahaman Konsep Matematika

  2. Terlibat dalam pemecahan masalah.

  3. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi.

  4. Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.

  1. Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep.

  2. Kemampuan mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.

  3. Kemampuan memberi contoh dan bukan contoh dari konsep.

  4. Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi

  1. Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya.

  5. Melaksanakan diskusi kelompok sesuai matematis. petunjuk guru.

  5. Kemampuan mengembangkan syarat

  

6. Menilai kemampuan dirinya dan hasil- perlu atau syarat cukup dari suatu

hasil yang diperolehnya. konsep.

  7. Melatih diri dalam memecahkan soal

  6. Kemampuan menggunakan,

atau masalah yang sejenis. memanfaatkan dan memilih prosedur

  8. Kesempatan menggunakan atau atau operasi tertentu. menerapkan apa yang diperolehnya

  7. Kemampuan mengaplikasikan konsep

dalam menyelesaikan tugas persoalan atau algoritma ke pemecahan masalah.

yang dihadapinya.

  

Berdasarkan hasil observasi keaktifan siswa dan pemahaman konsep matematika masih

rendah/kurang.

  

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TPS:

1. Menyampaikan tujuan pembelajaran.

  2. Menginstruksikan model pembelajaran.

  3. Menyampaikan apersepsi.

  4. Menyajikan informasi berupa pemberian materi.

  5. Membagikan LKS kepada siswa untuk mengerjakan secara individu (think).

  6. Meminta siswa berpasangan dengan teman sebangkunya untuk berdiskusi (pair).

  7. Membimbing kelompok-kelompok belajar.

  8. Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari (share).

  9. Memberikan penghargaan dan menutup diskusi.

  

Pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman konsep

matematika.

  Berdasarkan kerangka berpikir di atas pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS mempunyai 9 langkah. Pada langkah pertama, kedua dan ketiga yaitu guru menyampaikan tujuan pembelajaran, menginstruksikan model pembelajaran, dan menyampaikan apersepsi. Siswa dituntut untuk memperhatikan guru pada saat guru menyampaikan dan menjelaskan agar dalam proses pembelajaran nantinya siswa lebih memahami apa yang harus mereka lakukan. Pada langkah keempat yaitu menyajikan informasi berupa pemberian materi, dimana siswa dituntut untuk memperhatikan dan mendengarkan guru pada saat pemberian materi, mencatat apa yang mereka peroleh, terlibat dalam pemecahan soal/masalah dan dituntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran. Pada langkah kelima yaitu membagikan LKS kepada siswa untuk mengerjakan secara individu (think). Siswa dituntut untuk dapat mencoba mengerjakan dengan mencari sumber informasi dari buku atau yang lainnya, mencari cara dalam pengerjaannya sehingga siswa dapat berpikir secara kreatif sesuai dengan yang mereka pahami. Pada langkah keenam guru meminta siswa berpasangan dengan teman sebangkunya untuk berdiskusi (pair). Dalam hal ini, siswa dituntut untuk melaksanakan diskusi kelompok dengan temannya dan untuk aktif dalam mengerjakan tugas, menyampaikan ide, dan saling menanggapi jawaban yang disampaikan teman sekelompok. Dengan adanya diskusi, diharapkan siswa dapat memahami suatu konsep matematika dalam materi yang sedang dibahas. Pada langkah ketujuh yaitu membimbing kelompok- kelompok belajar, disini guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka dengan berkeliling membimbing siswa berdiskusi, guru membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya dan menyuruh siswa mencatat hasil diskusinya. Guru memberikan kebabasan kepada siswa untuk berpikir dan bertukar pendapat mengenai ide- idenya sehingga dengan adanya diskusi antar siswa maka dapat menumbuhkan keaktifan siswa dan siswa dapat memahami sendiri suatu konsep matematika dari materi yang telah diperolehnya. Pada langkah kedelapan yatitu mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah

dipelajari, disini siswa mempresentasikan hasil diskusinya, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi hasil diskusi kelompok lain (share). Dan pada langkah terakhir yaitu memberikan penghargaan dan menutup diskusi. Dalam hal ini, guru mencari cara untuk menghargai upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok, agar siswa dapat lebih berusaha dan termotivasi untuk bersaing secara sehat dengan temannya dan menutup diskusi dengan menyimpulkan materi yang sedang dibahas.

F. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah dirumuskan di atas, maka hipotesis tindakan yang diajukan yaitu melalui pembelajaran TPS keaktifan dan pemahaman konsep matematika siswa kelas VII F SMP N 1 Sokaraja meningkat.

Dokumen yang terkait

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR KIMIA SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PBL (PROBLEM BASED LEARNING) DAN MODEL PEMBELAJARAN TPS (THINK PAIR SHARE)

8 69 56

PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) DENGAN TIPE TGT (TEAM GAME TOURNAMENT)

0 10 64

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA (Studi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Seputih Agung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 2 49

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) PADA PEMBELAJARAN IPA KELAS V SD NEGERI 1 WAYHALOM TAHUN PELAJARAN 2011/2012

0 5 67

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Ganjil SMP Negeri 20 Bandar Lampung T.P. 2013/2014)

1 12 51

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 RAMBAH

0 2 5

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR IPS SEJARAH DENGAN PENGGUNAAN MODUL MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK, PAIR AND SHARE)

0 0 19

UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE SISWA KELAS VIII D SMP N 1 PLERET

0 0 8

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DENGAN TALKING STICK PADA SISWA KELAS VII F SMP N 2 SRANDAKAN

0 0 8

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (THINK PAIR SHARE) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PADA PELAJARAN SKI (SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM) SISWA KELAS IV DI MI SRANTEN KARANGGEDE BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2013/2014 - Test Repository

0 0 140