T1 652010003 Full text

Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan Ekstrak Karotenoid
Kulit Buah Alkesa (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni)
The Influence of pH and Light Intensity on The Stability of Carotenoids Extracted
from Canistel Fruit Peel (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni)

Oleh,
Stefani Oktafia
NIM: 652010003

TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Kimia, Fakultas: Sains dan Matematika guna
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015
i


ii

iii

iv

1

Pengaruh pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan Ekstrak Karotenoid
Kulit Buah Alkesa (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni)
The Influence of pH and Light Intensity on The Stability of Carotenoids Extracted
from Canistel Fruit Peel (Pouteria campechiana (Kunth.) Baehni)
Stefani Oktafia*, Hartati Soetjipto**, dan Lydia Ninan Lestario**
*
Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**
Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jln. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
652010003@student.uksw.edu

ABSTRACT
The increasing of consumer’s awareness of health, impacts on increasing
of natural colorants used in food. The yellow canistel fruit peel which is rich
in carotene can potentially be used as natural colorants. The yield of carotene
extraction from canistel fruit peel with acetone : ethanol = 1 : 1 solvents
is 16,12%. Meanwhile, the carotene extracted from canistel fruit peel stability toward
pH and varied light intensity indicated that carotene extracted from canistel fruit peel is
more stable at pH 7 than at pH 4 and 10, while 271,6 Lx of light intensity with 60°C of
temperature on six hours long exposure gives effect on the absorbance. The interaction
between light intensity and pH on the stability of carotene extracted from canistel fruit
peel occurs at pH 10.
Keywords : canistel, carotene, pH, light intensity, stability.

PENDAHULUAN
Dari awal tahun 2013, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah
menemukan dan menyita 74.067 buah dan 4.233 jenis kosmetik palsu dan berbahaya di
seluruh Indonesia. Berbagai jenis kosmetik yang disita BPOM adalah lipstik,

pemutih muka, pewarna rambut, bedak dan lain sebagainya (Firdaus, 2013). Saat
ini, sejumlah bedak wajah di pasaran mengandung bahan kimia yang seharusnya tidak

diperbolehkan untuk pembuatan bedak. Bahan paling berbahaya yang sering ditemukan
dalam kandungan bedak wajah ialah methanyl yellow (pewarna kuning). Ciri bedak
padat yang mengandung methanyl yellow adalah jika dipakai akan meninggalkan bekas
kuning pada pakaian dan sulit untuk dihilangkan. Jika bedak yang memiliki kandungan
methanyl yellow digunakan secara terus-menerus pada wajah, kulit akan mengalami

iritasi bahkan bisa mengakibatkan perubahan pigmen kulit secara signifikan
(Administrator, 2011). Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
239/Men.Kes/Per/V/85 tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan
Berbahaya disebutkan bahwa methanyl yellow dilarang digunakan dalam obat,
makanan, dan kosmetika (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1985).
Beberapa tahun terakhir, kesadaran konsumen akan kesehatan meningkat
sehingga penggunaan pewarna alami dalam makanan juga meningkat (Ginting, 2013).
Pewarna alami yang sering digunakan antara lain wortel, buah bit, kunyit, sawi, daun
selada, daun suji, dan daun pandan (Anonim, 2010). Dengan semakin majunya
teknologi dan semakin meningkatnya permintaan akan produk pangan yang aman,
pewarna alami dirasa tidak mampu memenuhi kebutuhan industri pangan (Badan
Pengawas Obat dan Makanan, 2012), untuk itu diperlukan sumber pewarna alami yang
baru.
Karotenoid merupakan salah satu pigmen penting yang menyumbangkan warna

oranye, kuning, dan merah pada makanan dan minuman. Jenis karotenoid yang banyak
digunakan sebagai pewarna alami yaitu -karoten (Gambar 1), likopen (Gambar 1),
lutein, α-karoten, -karoten, bixin, norbixin, kapsantin, dan -apo-8’-karotenal. Secara
umum karotenoid di bahan pangan merupakan tetraterpenoid dengan jumlah atom
karbon 40 yang terdiri atas delapan unit isoprenoid C5. Rantai lurus karotenoid C40 ini
menjadi kerangka dasar karotenoid. Unit isoprenoid C5 tersusun dalam dua posisi arah
berlawanan pada pusat rantainya sehingga berbentuk molekul yang simetris. Bentuk ini
merupakan bentuk molekul likopen sering juga disebut sebagai induk dari karotenoid.
Jenis – jenis karotenoid lainnya merupakan turunan dari modifikasi likopen (Thompson,
2012).

-karoten

likopen
Gambar 1. Struktur -karoten dan likopen
2

Alkesa (Pouteria campechiana) berasal dari Amerika Tengah dan Hindia Barat
dan termasuk tanaman sawo-sawoan, sehingga sering disebut sawo alkesa atau di daerah
Jawa Barat dikenal dengan sebutan "sawo walanda" (sawo Belanda) (Laoli, 2012).

Morton (1987) melaporkan bahwa buah alkesa kaya akan niasin, karoten (provitamin A)
dan mengandung asam askorbat. Buah alkesa dan P. reticulata mempunyai aktivitas
antioksidan (Franco, 2006 dalam Silva et al, 2009). Alkesa

yang sudah matang

berwarna kuning karena mengandung karoten yang berpotensi digunakan sebagai
pewarna alami pada makanan dan kosmetik (Ginting, 2013). Daging buah alkesa dapat
dikonsumsi, sementara kulit buah alkesa belum dimanfaatkan, kulit buah yang berwarna
kuning akan diekstraksi dan diuji kestabilannya agar dapat digunakan sebagai pewarna
alami. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menentukan rendemen karoten hasil ekstraksi dari kulit buah alkesa.
2. Menentukan pengaruh pH, intensitas cahaya, dan interaksi antara pH dan intensitas
cahaya terhadap kestabilan karoten kulit buah alkesa..

METODA PENELITIAN
Bahan
Kulit buah alkesa (Pouteria campechiana) diperoleh dari Salatiga dan
sekitarnya. Bahan kimiawi yang digunakan antara lain etanol, aseton (teknis); asam
sitrat, Na2HPO4.2H2O, Na2CO3, NaHCO3 (Merck, Jerman).

Piranti
Piranti yang digunakan dalam penelitian ini antara lain neraca analitis 4 digit
(Ohaus PA214), neraca analitis 2 digit (Ohaus, TAJ602), drying cabinet, rotary
evaporator (Buchi, R-114), moisture balance analyzer (Ohaus, MB25), pH meter
(Hanna, HI9811-5), lampu pijar 40 Watt, 60 Watt, 100 Watt (Dop), spektrofotometer
UV-Vis (Shimadzu, Optizen 2120), dan peralatan gelas.
Metoda
Preparasi Sampel
Buah alkesa dicuci, kulit buah dikupas dan dipotong kecil – kecil, kemudian
dikeringkan dengan cara dimasukkan ke dalam drying cabinet. Kulit buah alkesa yang
telah kering dihaluskan dengan menggunakan grinder dan disimpan dalam tempat yang
tertutup rapat.
3

Pembuatan Larutan Buffer pH
Cara pembuatan larutan buffer pH:
1. Larutan buffer pH 4 = 62 ml asam sitrat 0,1 M ditambah dengan Na2HPO4.2H2O
0,2M sedikit demi sedikit hingga mencapai pH 4.
2. Larutan buffer pH 7 = 19 ml asam sitrat 0,1 M ditambah dengan Na2HPO4.2H2O
0,2M sedikit demi sedikit hingga mencapai pH 7.

3. Larutan buffer pH 10 = 53,4 ml Na2CO3 0,1 M ditambah dengan NaHCO3 0,1 M
sedikit demi sedikit hingga mencapai pH 10.
Penentuan Kadar Air Kulit Buah Alkesa
Kadar air diukur menggunakan moisture balance analyzer dengan massa sampel
masing-masing 1 gram.

Ekstraksi Kulit Buah Alkesa (Ginting, 2013)
20 g sampel dimaserasi dengan campuran pelarut aseton : etanol = 1 : 1 (v/v),
digoyang selama 30 menit. Campuran disaring dan sisa pelarut diuapkan dengan rotary
evaporator pada suhu 70°C. Hasil ekstraksi dipindahkan ke dalam botol sampel yang
gelap lalu disimpan pada lemari pendingin untuk kemudian dianalisis.
Pengaturan pH Larutan
Pengaturan pH larutan hasil ektraksi dilakukan menggunakan larutan buffer pH 4,
7, dan 10. Larutan hasil ekstraksi dengan pH 4 dibuat dengan cara buffer pH 4
ditambahkan sedikit demi sedikit ke larutan hasil ekstraksi sampai mencapai pH 4. Cara
yang sama digunakan untuk pembuatan larutan hasil ekstraksi dengan pH 7 dan pH 10.
Pengaruh pH, Intensitas Cahaya, dan Lama Waktu Paparan Cahaya terhadap
Kestabilan Karoten Kulit Buah Alkesa (Kurniati dkk, 2012 yang dimodifikasi)
Hasil ekstraksi kulit buah alkesa dibuat dalam 3 tingkat keasaman yaitu pH 4, 7,
dan 10 dalam erlenmeyer. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam 3 kotak, masing –

masing kotak dipasang lampu pijar dengan intensitas cahaya yang berbeda – beda, yaitu
82,4 Lx (40 Watt), 154,6 Lx (60 Watt), dan 271,6 Lx (100 Watt). Setiap 2 jam sekali
absorbansi setiap larutan diukur dengan spektrofotometer UV – Vis pada panjang
gelombang 427 nm yang merupakan panjang gelombang maksimal ekstrak karoten kulit
buah alkesa (Lampiran 1). Pengamatan dilakukan selama 8 jam.

4

ANALISA DATA
Data absorbansi karoten kulit buah alkesa dianalisis dengan menggunakan
rancangan Perlakuan Faktorial 3 x 3 dengan rancangan dasar Rancangan Acak
Kelompok (RAK) 3 kali ulangan. Sebagai faktor pertama adalah pH yang terdiri dari 3
aras yaitu 4, 7, dan 10. Faktor kedua adalah intensitas cahaya yang terdiri dari 3 aras
yaitu 82,4 Lx, 154,6 Lx, dan 271,6 Lx. Pengujian antar rataan perlakuan dilakukan dengan
menggunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5% (Steel dan

Torrie, 1993). Energi aktivasi dan konstanta laju degradasi karoten kulit alkesa ditentukan
dengan metode regresi linear mengikuti model Arrhenius (Septiani, 2011 dalam Purnomo,
2013).


HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Kadar Air dan Rendemen Ekstraksi Kulit Buah Alkesa
Rataan rendemen (%) karoten hasil ekstraksi kulit buah alkesa adalah 16,12 ±
1,13 dan kadar air kulit buah alkesa adalah 17,49 ± 1,34.
Stabilitas Karoten Kulit Buah Alkesa terhadap pH dan Intensitas Cahaya Antar
Lama Waktu Paparan Cahaya (Jam)


Stabilitas Karoten Kulit Buah Alkesa terhadap pH antar Lama Waktu
Paparan 0, 2, 4, 6, dan 8 Jam
Rataan absorbansi karoten kulit buah alkesa terhadap pH antar lama waktu
paparan pada jam ke – 0 sampai dengan jam ke – 8 berkisar antara 0,18 ± 0,02
sampai 0,75 ± 0,13 (Tabel 1).
Tabel 1. Rataan Absorbansi Karoten Kulit Buah Alkesa terhadap pH pada jam ke – 0
sampai dengan jam ke – 8
pH
± SE

Waktu Paparan (Jam)
0


2

4

6

8

W = 0,0966

W = 0,0609

W = 0,0253

0,0688

4

0,69 ± 0,08


0,48 ± 0,05ab

0,34 ± 0,04a

0,25 ± 0,02a

0,18 ± 0,02a

7

0,51 ± 0,03

0,40 ± 0,02a

0,34 ± 0,03a

0,25 ± 0,01a

0,21 ± 0,04a

10

0,75 ± 0,13

0,52 ± 0,07b

0,39 ± 0,04a

0,31 ± 0,03b

0,20 ± 0,03a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata sedangkan angka
yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata pada uji
BNJ 5%.

5

Nilai absorbansi awal (jam ke – 0) yang mendekati nilai absorbansi
maksimal hasil scanning sebesar 0,5599 (Lampiran 1) adalah pH 7 yaitu 0,51
(Tabel 1). Pada Tabel 1 dapat dilihat penurunan absorbansi antar waktu paparan
dalam setiap pH berbeda – beda. Penurunan absorbansi pada pH 4 dari jam ke – 0
sampai jam ke – 8 cukup banyak yaitu sebesar 0,51. Akan tetapi, penurunan
absorbansi pada pH 10 sedikit lebih besar dari pada pH 4 yaitu 0,55. Sedangkan
penurunan absorbansi pada pH 7 lebih kecil dari pada pH 4 dan 10 yaitu sebesar
0,30. Karotenoid bekerja paling baik dalam pH di atas 3,5 dan mempunyai stabilitas
pH yang baik pada pH tinggi. (Anonim, 2014). Jika dilihat dari penurunan nilai
absorbansi dalam penelitian ini karoten kulit buah alkesa stabil pada pH 7 dan
kurang stabil pada pH asam maupun basa.
Dari Tabel 1 dapat dilihat pada jam ke 2 dan ke – 6 ada perbedaan
penurunan nilai absorbansi antar pH. Penurunan absorbansi pada jam ke – 2 pada
pH 4 sebesar 0,21, pada pH 7 sebesar 0,11, dan pH 10 sebesar 0,23. Penurunan
absorbansi yang cukup banyak pada pH 4 dan 10 yang menunjukkan bahwa sampel
mulai rusak. Pada jam ke – 6 perbedaan nilai absorbansi ada pada pH 10. Sampel
dengan pH 10 pada jam ke – 6 diduga kembali mengalami kerusakan. Sehingga
diduga bahwa waktu maksimal sampel terkena paparan cahaya adalah 6 jam. Jika
lebih dari 6 jam maka sampel telah rusak.
Penentuan nilai k dari masing – masing pH dilakukan dengan cara membuat
analisa regresi linear dari masing – masing pH untuk menentukan orde reaksinya.
Kurva orde 0 (absorbansi terhadap waktu), kurva orde 1 (log absorbansi terhadap
waktu), dan kurva orde 2 (1/absorbansi terhadap waktu) disajikan pada Gambar 2.
Berdasarkan linearitas kurva, laju degradasi karoten kulit buah alkesa mengikuti laju
orde 1. Nilai tetapan laju (k) dapat diturunkan dari kemiringan garisnya (a).
Persamaan garis lurus pada orde 1 adalah sebagai berikut :
(1)

6

Gambar 2. Kurva orde 0, orde 1, dan orde 2 dari masing – masing pH
Bentuk umum untuk persamaan garis lurus adalah y = ax + b (Pustakers,
2012). Dalam hal ini variabel “a” merupakan nilai konstanta laju degradasi karoten
kulit buah alkesa (k) yang dapat digunakan untuk menentukan kestabilan karoten
kulit buah alkesa. Semakin besar penurunan nilai absorbansinya, nilai k akan
semakin besar karena garis yang terbentuk semakin curam. Pada kurva orde 1,
variabel “y’ merupakan log absorbansi, sedangkan variabel “x” adalah waktu (jam).
Berdasarkan perhitungan maka diperoleh nilai k dari masing – masing pH
yang disajikan pada Tabel 2. Jika nilai k semakin besar berarti karoten semakin
tidak stabil.
7

Tabel 2. Nilai Konstanta Laju Degradasi Karoten Kulit Alkesa pada Setiap pH
pH

4

7

10

k (Jam-1)

0,1644

0,1119

0,1610

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa nilai k paling kecil terdapat pada pH 7. Hal
ini menunjukkan bahwa karoten kulit buah alkesa lebih stabil pada pH 7 dan kurang
stabil pada pH 4 dan 10.
Waktu paruh reaksi adalah waktu yang diperlukan agar konsentrasi (atau
jumlah) pereaksi berkurang menjadi setengah dari nilai semula (Petrucci dan
Achmadi, 1987). Waktu paruh dapat dihitung dengan melalui persamaan berikut :
(2)
Hasil perhitungan waktu paruh reaksi pada masing – masing pH disajikan
pada Tabel 3. Waktu paruh reaksi yang paling lama ada pada pH 7 yaitu 6,1929
jam.

Tabel 3. Waktu Paruh Reaksi pada setiap pH
pH
(Jam)



4

7

10

4,2153

6,1929

4,3058

Stabilitas Karoten Kulit Buah Alkesa terhadap Intensitas Cahaya antar Lama
Waktu Paparan 0, 2, 4, 6, dan 8 Jam.
Rataan absorbansi karoten kulit buah alkesa terhadap intensitas cahaya antar
lama waktu paparan pada jam ke – 0 sampai dengan jam ke – 8 berkisar antara 0,18
± 0,02 sampai 0,65 ± 0,11 (Tabel 4).

8

Tabel 4. Rataan Absorbansi Karoten Kulit Buah Alkesa terhadap intensitas cahaya pada
jam ke – 0 sampai dengan jam ke – 8
Intensitas
Cahaya (Lx)

± SE
82,4
Suhu=45°C

154,6
Suhu=50°C

271,6
Suhu=60°C

Waktu Paparan (Jam)

2

4

6

8

W = 0,0966

W = 0,0609

W = 0,0253

0,0688

0,65 ± 0,11

0,47 ± 0,06a

0,37 ± 0,05a

0,26 ± 0,02ab

0,20 ± 0,04a

0,65 ± 0,11

0,45 ± 0,06a

0,32 ± 0,03a

0,25 ± 0,02a

0,18 ± 0,02a

0,65 ± 0,11

0,48 ± 0,07a

0,38 ± 0,03a

0,30 ± 0,04b

0,20 ± 0,03a

0

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata sedangkan angka
yang diikuti huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata pada uji
BNJ 5%.

Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil pengukuran nilai absorbansi semakin
menurun dengan bertambahnya waktu paparan. Penurunan nilai absorbansi
menandai pudarnya warna yang menunjukkan rusaknya sampel. Hal ini berarti
bahwa lama paparan mempengaruhi stabilitas sampel. Semakin lama sampel
terpapar cahaya, sampel akan rusak. Karoten yang terkena paparan cahaya akan
terdegradasi menjadi karoten radikal kation (Boon et al., 2010). Jacob et al. (2010)
mengatakan bahwa likopen dan karotenoid lain dapat terdegradasi karena
kerusakan oksidatif ketika terkena panas dalam waktu yang lama dan intensitasnya
meningkat. Lampu pijar yang digunakan menghasilkan panas, jadi selain terpapar
cahaya sampel juga terpapar panas dan mengakibatkan kerusakan oksidatif
sehingga terjadi penurunan absorbansi. Karoten yang terkena panas dan adanya
oksigen akan menghasilkan pembentukan senyawa volatile dan komponen non
volatile yang lebih besar (Bonnie and Choo, 1999 dalam Boon et al., 2010).
Penentuan nilai k dari masing – masing intensitas cahaya dilakukan dengan
cara membuat analisa regresi linear dari masing – masing intensitas cahaya untuk
menentukan orde reaksinya. Kurva orde 0 (absorbansi terhadap waktu), kurva orde
1 (log absorbansi terhadap waktu), dan kurva orde 2 (1/absorbansi terhadap waktu)
disajikan pada Gambar 3.

9

Gambar 3. Kurva orde 0, orde 1, dan orde 2 dari masing – masing intensitas cahaya
Berdasarkan perhitungan maka diperoleh nilai k dari masing – masing
intensitas cahaya yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Konstanta Laju Degradasi Karoten Kulit Alkesa pada Setiap
Intensitas Cahaya
Intensitas Cahaya

82,4 Lx
T = 45°C

154,6 Lx
T = 50°C

271,6 Lx
T = 60°C

k (Jam-1)

0,1481

0,1555

0,1379

Nilai k pada intensitas cahaya 271,6 Lx adalah yang paling kecil
dibandingkan dengan intensitas cahaya yang lain. Hal ini diduga bahwa sampel telah
10

rusak sejak 2 jam pertama, sehingga penurunan nilai absorbansi selanjutnya tidak
terlalu besar yang menghasilkan nilai k yang lebih kecil dibandingkan dengan
intensitas cahaya yang lain.
Waktu paruh reaksi dihitung dengan menggunakan persamaan (2). Hasil
perhitungan waktu paruh pada setiap intensitas cahaya disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Waktu Paruh Reaksi pada Setiap Intensitas Cahaya
Intensitas Cahaya

(Jam)

82,4 Lx
T = 45°C

154,6 Lx
T = 50°C

271,6 Lx
T = 60°C

4,6808

4,4589

5,0246

Energi kinetik minimum yang harus dimiliki oleh pereaksi untuk membentuk
produk disebut sebagai energi aktivasi (Ea) (Atkins and Julio, 2006) yang
dinyatakan dalam persamaan berikut :
(3)
dimana Ea adalah energi aktivasi, yang nilainya dianggap konstan (tetap) pada
kisaran suhu tertentu, R adalah konstanta gas (8,314 J/mol K), T adalah suhu yang
dinyatakan dalam Kelvin (K). Persamaan regresi linear yang menyatakan hubungan
antara ln k dengan 1/T disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara ln k dengan 1/T pada intensitas cahaya yang berbeda.

11

Hasil analisa regresi linear kurva antara ln k dengan 1/T pada in nbtensitas
cahaya yang berbeda didapatkan persamaan berikut :
y = 604,9x – 3,7804 (R2 = 0,5242)

(4)

Besarnya energi aktivasi dapat dihitung dari kemiringan kurva pada
persamaan garis lurus melalui persamaan berikut :
(5)
Keterangan : k

= kemiringan kurva

Ea

= energi aktivasi (Jmol-1)

R

= 8,314 J/mol K

Sehingga besarnya energi aktivasi karoten kulit buah alkesa adalah –5,029 KJmol-1.
Energi aktivasi yang bernilai negatif menunjukkan bahwa laju reaksi menurun saat
suhunya dinaikkan (Atkins and Julio, 2006).


Interaksi antara pH dan Intensitas Cahaya terhadap Kestabilan Karoten pada
Lama Waktu Paparan 6 Jam.
Rataan absorbansi interaksi antara pH dan intensitas cahaya terhadap
kestabilan karoten pada lama waktu paparan 6 jam berkisar antara 0,23 ± 0,01
sampai 0,37 ± 0,03 (Tabel 7).

Tabel 7. Rataan Absorbansi Interaksi antara pH dan Intensitas Cahaya terhadap
Kestabilan Karoten Pada Lama Waktu Paparan 6 Jam
Intensitas Cahaya
(Lx)
W = 0,041
82,4
Suhu=45°C
154,6
Suhu=50°C
271,6
Suhu=60°C

pH
4

7

10

0,25 ± 0,06a
(a)
0,23 ± 0,01a
(a)
0,27 ± 0,05a
(a)

0.27 ± 0,01a
(a)
0,23 ± 0,03a
(ab)
0,24 ± 0,02a
(a)

0,28 ± 0,04a
(a)
0,28 ± 0,05a
(b)
0,37 ± 0,03b
(b)

Keterangan : Angka – angka yang diikuti huruf yang sama pada lajur maupun baris yang sama
menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda secara bermakna, sebaliknya angka yang
diikuti huruf yang berbeda pada lajur maupun baris yang sama menunjukkan antar
perlakuan berbeda secara bermakna.

Intensitas cahaya 82,4 Lx dengan suhu 45°C tidak berpengaruh terhadap
absorbansi pada pH 4, 7, dan 10, tetapi pada intensitas cahaya 156,6 Lx dengan suhu
12

50°C dan intensitas cahaya 271,6 Lx dengan suhu 60°C terlihat perubahan
absorbansi pada pH 7 dan 10. Secara keseluruhan, Tabel 7 menunjukkan bahwa
intensitas cahaya dan suhu berpengaruh terhadap ekstrak karoten kulit buah alkesa
pada pH 10. Hal ini sesuai dengan Elaine (2006) yang mengatakan bahwa karoten
stabil pada pH 2 – 8.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Rendemen ekstraksi karoten dengan pelarut aseton : etanol = 1 : 1 dari kulit buah
alkesa adalah 16,12% (b/b).
2. Karoten kulit buah alkesa lebih stabil pada pH 7 dari pada pH 4 dan 10. Sedangkan
intensitas cahaya 271,6 Lx dengan suhu 60°C pada lama waktu paparan 6 jam
berpengaruh terhadap absorbansi. Interaksi antara pH dan intensitas cahaya terhadap
kestabilan karoten kulit buah alkesa terjadi pada pH 10.

Saran
1. Pengukuran absorbansi sebaiknya menggunakan metode spektofotometri yang lebih
tepat yaitu metode spektofotometri untuk kadar karotenoid menurut HorneroMéndez dan Mínguez-Mosquera dengan menggunakan 2 panjang gelombang
(Biehler et al, 2009).
2. Dilakukan identifikasi karoten kulit buah alkesa.
3. Perlu diupayakan agar karoten kulit buah alkesa bisa lebih stabil dalam waktu yang
lebih lama.

DAFTAR PUSTAKA
Administrator. 2011. Bedak. Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung.
http://www.chem.itb.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=44
:bedak&catid=1:news&lang=en. [5 Februari 2015]
Anonim. 2010. Jenis - Jenis Pewarna Alami. http://www.okefood.com/read/2010
/01/14/304/294099/jenis-jenis-pewarna-alami. [11 Februari 2014]
Anonim. 2014. Carotenoids. DDW, The Colour House. http://www.ddwcolor.com/color
ant/carotenoids/. [11 Januari 2015]
Atkins, Peter, and J de Paula. 2006. Atkins’ Physical Chemistry, Eight Edition. Oxford
University Press, Great Britain.
13

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012. Bahaya Rhodamin B sebagai Pewarna pada
Pangan. http://ik.pom.go.id/v2012/wp-content/uploads/2011/11/BahayaRhodam
in-B-sebagai-Pewarna-pada-Makanan.pdf. [13 Juni 2014]
Biehler, E., F. Mayer, L. Hoffmann, E. Krause, and T.Bohn. 2009. Comparison of 3
Spectrophotometric Methods for Carotenoid Determination in Frequently
Consumed Fruits and Vegetables. Journal of Food Science, Vol. 00, Nr. 0.
Insititute of Food Technologists.
Boon, C.S., D. J. McClements, J. Weiss, and E. A. Decker. 2010. Factors Influencing
The
Chemical Stability of Carotenoids in Foods. Critical Reviews in Food Science
and
Nutrition,
50:6,
515-532,
DOI:10.1080/10408390802565889.
http://dx.doi.org/10 .1080/10408390802565889. [18 Januari 15]
Elaine, K. 2006. Maintaining Color Stability. http://www.foodproductdesign.com
/articles/2006/08/maintaining-color-stability.aspx. [11 Januari 2015]
Firdaus, F. 2013. Awas, Ribuan Kosmetik Palsu Beredar di Jakarta. http://jakarta.okezo
ne.com/read/2013/10/21/500/884287/awas-ribuan-kosmetik-palsu-beredar-dijak
arta. [11 Februari 2014]
Ginting, E. 2013. Carotenoid Extraction of Orange – Fleshed Sweet Potato and Its
Application as Natural Food Colorant. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan,
Vol
24,
No
1,
Hal
81

88.
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtip/article/view/6961/55 45. [06 Januari 2014]
Jacob,K., F.J. García-Alonso, G. Ros and M.J. Periago. 2010. Stability of carotenoids,
phenolic compounds, ascorbic acid and antioxidant capacity of tomatoes during
thermal processing. Departamento de Tecnología de los Alimentos, Nutrición y
Bromatología. Facultad de Veterinaria de la Universidad de Murcia, Murcia,
España. http://www.alanrevista.org/ediciones/2010-2/art13.asp. [11 Januari
2015]
Kurniati, N., A T Prasetya., dan Winarni. 2012. Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna
Brazilein dari Kayu Secang. Indonesian Journal of Chemical Science.
Universitas Negeri Semarang. http://journal.unnes.ac.id/ sju/index.php/ijcs. [07
November 2013]
Laoli,
N.
2012.
Meneropong
Buah
Alkesa
yang
Masih
Tersisa.
http://wisata.kompasiana.
com/kuliner/2012/02/05/meneropong-buah-alkesayang-masih-tersisa433121.ht ml. [07 November 2013]
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1985. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 239/Men.Kes/Per/V/85 Tentang Zat Warna Tertentu Yang
Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya. http://jdih.pom.go.id/showpdf.php?u=40
1. [5 Februari 2015]
Morton, J F. 1987. Canistel. Page 402–405. In J F Morton (ed). Fruits of warm climates.
Miami, Florida. Creative Resource Systems, Inc. http://www.pssurvival.com/ps/
plants/Crops_Fruits_Of_Warm_Climates_2004.pdf. [07 November 2013]
Petrucci, R.H., dan S Achmadi. 1987. Kimia Dasar,Prinsip dan Terapan Modern, Edisi
Keempat, Jilid 2. Erlangga. Jakarta.
Purnomo, L.O.P. 2013. Pengaruh Pemanasan Gelombang Mikro terhadap Masa
Simpan dan kandungan Asam Lemak Bekatul. Fakultas Sains dan Matematika,
UKSW. Salatiga.

14

Pustakers. 2012. Rumus Linear Matematika. http://www.pustakasekolah.com/rumuslinear-matematika.html. [09 Januari 2015]
Silva, C., Luiz, A., and Damaris, S. 2009. Genus Pouteria: chemistry and biological
activity. Journal of Pharmacognosy, 19(2A) 501-509.
Thompson, T. 2012. Pewarna Alami untuk Pangan. SEAFAST Center.
http://seafast.ipb.
ac.id/tpc-project/wp-content/uploads/2013/03/10-kuning-merah-karotenoid.pdf.
[10 Juni 2014]

15

16
Lampiran 1. Scanning Ekstrak Karoten Kulit Buah Alkesa