T1 202011053 Full text

STRATEGI GURU
DALAM MEMBELAJARKAN PECAHAN
BAGI SISWA TUNARUNGU KELAS VI B DI SLB-B NEGERI
SALATIGA TAHUN 2015/2016

Jurnal
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh
RAYSA SATRIA DEWANGGA
202011053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

1


4

STRATEGI GURU
DALAM MEMBELAJARKAN PECAHAN BAGI SISWA
TUNARUNGU KELAS VI B DI SLB-B NEGERI SALATIGA
)Raysa

Satria Dewangga, 2) Wahyudi, 3) Tri Nova Hasti Yunianta
1)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika
2),3)
Dosen Program Studi Pendidikan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
1)
pengilon.people@gmail.com
2)
trinova.yunianta@staff.uksw.edu
3)
yudhi@staff.uksw.edu
ABSTRAK


Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk mendeskripsikan strategi pembelajaran yang
digunakan guru dalam membelajarkan pecahan bagi siswa tunarungu kelas VI B di SLB
Negeri Salatiga. Subyek pada penelitian ini adalah guru kelas VI B yang juga mengampu
mata pelajaran matematika. Teknik penentuan subyek yang digunakan adalah purposive
sampling. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan triangulasi, yaitu observasi
partisipatif, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan model Miles dan
Huberman yaitu Data Reduction, Data Display, Conclution drawing. Hasil yang diperoleh
dalam penelitian yaitu strategi guru dalam membelajarkan pecahan secara umum sama
dengan sekolah regular, tetapi pelaksanaanya lebih banyak menggunakan teknik komunikasi
bagi siswa tunarungu atau memanfaatkan indra pengelihatan siswa. Strategi guru
diimplementasikan melalui metode ceramah, tanya jawab dan latihan. Metode tersebut
diimplementasikan menggunakan teknik komunikasi oral dan total. Strategi guru juga
didukung oleh media media yang digemari oleh siswa seperti kertas lipat yang di gunakan
untuk media. Dikarenakan tingkat ketunarunguan siswa berbeda-beda maka guru
menggunakan strategi yang berbeda beda pula. Siswa yang memiliki tingkat ketunarungan
yang ringan akan ditambahkan pengayaan atau soal tambahan agar mengimbangi dengan
siswa yang memiliki ketunarungan yang tinggi. Berdasarkan rata-rata nilai yang tertulis siswa
kelas VI B menunjukan strategi yang di implementasikan guru bagi setiap siswa yang
didasarkan pada tingkat ketunarunguan dan karakteristik masing masing siswa tersebut dapat

membantu siswa dalam menunjukan apa yang sudah dipahami dan mampu dikerjakan siswa
sesuai dengan kemampuan dalam menerima materi pembelajaran. Rata-rata nilai tertulis dan
PR kelas VI B juga menujukan tingkat ketunarunguan siswa berpengaruh terhadap nilai yang
di peroleh siswa.

Kata Kunci :strategi pembelajaran, siswa tunarungu ,pecahan

5

PENDAHULUAN
Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang dapat dipelajari oleh
setiap anak tak terkecuali anak berkebutuhan khusus (Agustina, 2012). Anak dengan “special
needs” seperti anak tunagrahita, tunalaras, tunarungu, tunanetra, autis, tunadaksa, tuna
ganda, kesulitan belajar, hyperactive, dan anak berbakat merupakan anak yang relatif
mengalami hambatan dalam perkembangan sehingga membutuhkan layanan pendidikan
khusus yaitu pendidikan luar biasa (Suharsimi, 2009).
Wina Sanjaya (2006: 125) mengemukakan strategi pada mulanya digunakan dalam dunia
militer yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan
suatupeperangan. Penulis menyimpulkan pendapat tersebut jika dikaitkan dalam strategi
pembelajaran, strategi adalah sebuah usaha yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. Menurut Kemp (Sanjaya, 2006: 126) strategi pembelajaran adalah suatau
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa. Senada dengan pendapat di
atas, Dicky dan Carey (Sanjaya, 2006: 126) mengatakan bahwa strategi pembelajaran adalah
suatu pengaturan materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama
untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan yang sudah direncanakan
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Pendidikan luar biasa adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional yang secara
khusus diselenggarakan bagi siswa yang menyandang kelainan fisik, mental atau perilaku.
Lembaga formal yang menyelenggarakan pendidikan luar biasa tersebut adalah Sekolah Luar
Biasa (SLB) dengan jenjang pendidikan TKLB, SDLB, SPMLB, dan SMALB (Mangunsong,
dkk, 1998; Kemham, 2012). Direktorat pembinaan pendidikan luar biasa mengklasifikasikan
setiap jenjang pendidikan di SLB berdasarkan ketunaan yang diderita siswa, antara lain SLBA untuk tunanetra dan SLB-B untuk tunarungu, dan SLB-C untuk tunagrahita, SLB-D untuk
tunda daksa , SLB-E untuk tunaganda (Nugroho, 2009).
Tunarungu merupakan salah satu jenis kelainan fisik dalam hal pendengaran yang
ditangani oleh SLB . Rinjani, dkk (2012) memaparkan siswa tunarungu adalah siswa yang
mengalami gangguan atau kehilangan pendengaran yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya
sebagian atau seluruh indra pendengaran, baik secara permanen maupun tidak, sehingga
mengalami hambatan dalam perkembangan menerima pesan maupun berkomunikasi dengan
siswa normal atau orang lain. Keterbatasan fungsi pendengaran yang dialami siswa tunarungu

tersebut tentunya akan banyak menghambat siswa dalam menerima materi pelajaran secara
cepat akibat kondisi tersebut menuntut guru SLB untuk kreatif dalam menyampaikan materi
pelajaran termasuk pelajaran matematika yang menuntut kemampuan daya logika dan
abstraksi (Suharsimi, 2009;38-39; Hartono & Samiadi, 2008).
Tunarungu juga dapat diartiakan sebagai keadaan dari seorang individu yang
mengalami kerusakan pada indra pendengaran dan mengakibatkan tidak bisa menangkap
rangsangan suara atau rangsang lain melalui pendengaran (Suharsimi, 2009). Anak tunarungu
adalah anak yang kehilangan pendengaran sebagian (hard of hearing) maupun seluruhnya
(deaf) yang menyebabkan pendengaranya tidak memiliki nilai fungsional dalam kehidupan
sehari-hari (Ulya & Yuliati, 2013). Menurut Moores dalam aprilia (2001) ketunarunguan
terjadi sebelum dan sesudah masa bahasa. Ketunarunguan sebelum masa bahasa (prelingual
deafness) berhubungan dengan kondisi seseorang yang mengalami ketunarunguan sejak lahir
atau terjadi pada usia sebelum perkembangan bicara dan bahasa (postlingual deafness)
berhubungan dengan kondisi seseorang yang mengalami ketunarunguan sesuadah menguasai
bicara dan bahasa). Ketunarunguan yang terjadi tersebut memilikin beberapa penyebab.
Smith dalam Sugiarmin & Baihaqi (2006: 278) mengungkapakan ada dua penyebab
gangguan pendengaran yaitu penyebab genetik dan penyebab dari lingkungan / pengalaman.
6

Faktor- faktor tersebut dapat terjadi sebelum kelahiran, selama proses kelahiran, dan setelah

kelahiran.
Siswa yang menyandang gangguan pendengaran tersebut, dalam dunia pendidikan luar
biasa lebih akrab dengan sebutan tunarungu. Delphie (2006) mengungkapkan mimik siswa
tunarungu berbeda dengan siswa berkebutuhan khusus lainnya, karena mereka tidak pernah
mendengar atau menggunakan panca indra telinga dan mulut. Oleh karena itu mereka tidak
begitu paham dengan apa yang akan dikatakan orang lain.
Salah satu sekolah luar biasa di Salatiga adalah SLB N Salatiga yang menyelenggarakan
pendidikan dari jenjang TKLB-SMALB. Berdasarkan hasil observasi pada bulan November
2015 kelas VB merupakan salah satu kelas di tingkat sekolah dasar di SLB Negeri Salatiga
yang menampung siswa tunarungu. Pada semester ini mengacu pada SK dan KD di SLB
materi pembelajaran sudah masuk kepada materi pecahan. Jumlah siswa di kelas tersebut
adalah 4 siswa laki- laki. Kelas VI B diajar guru kelas yang mengampu semua mata
pelajaran, termasuk mata pelajaran matematika. Guru kelas VI B di SLB Negeri Salatiga
merupakan guru yang baru mengajar di kelompok tunagrahita. Berdasarkan hasil wawancara,
siswa kelas VI B memiliki tingkat ketunarunguan yang berbeda beda. Hal tersebut
mengakibatkan daya tangkap siswa berbeda beda, sedangkan guru kelas VI B juga masih
sedikit kesulitan dalam membangun komunikasi dengan siswa karena terhitung baru menjadi
guru di jurusan tunarungu. Guru juga kesulitan mengajarkan materi matematika yang
berkaitan dengan konsep, terlebih harus mengajarkan kepada siswa tunarungu. Materi
matematika yang menurut pemahaman konsep salah satunya adalah materi pecahan yang

akan diajarkan di semester ini. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Strategi Guru dalam Membelajarkan Pecahan bagi Siswa Tunarungu
Kelas VI B di SLB-B Negeri Salatiga”
METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Metode kualitatif deskriptif
digunakan untuk mendeskripsikan secara mendalam tentang strategi guru dalam
membelajarkan pecahan serta interaksi yang terjadi antara guru dan siswa saat proses belajar
mengajar berlangsung di kelas VI B di SLB-B Negeri Salatiga ( Sugiyono, 2010).
Penelitian dilakukan di SLB-B Negeri Salatiga, yang terletak di jl. Hasanudin III,
Banjaran, Manggunsari, Salatiga. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015selesai. Subjek dalam penenlitian ini adalah guru kelas VI B yang juga mengampu
matapelajaran matematika. Subjek bertindak sebagai sumber data atau sebagai informan.
Teknik penentuan subjek dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling atau
teknik sampling bertujuan, yaitu pengambilan sample ditentukan berdasarkan subjek yang
sesuai dengan tujuan dan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010). Penentuan subjek
dilakukan dengan mempertimbangkan hal berikut, yaitu subjek dianggap sebagai orang yang
paling tahu dan dapat memberikan informasi yang di butuhkan peneliti, subjek bersedia untuk
terlibat dalam penelitian dan subjek bersedia meluangkan waktu untuk peneliti dalam
mendapatkan sumber data.
Penelitian ini menggunakan triangulasi untuk teknik pengumpulan data. Teknik triangulasi

dalam teknik pengumpulan data sekaligus mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber data (Sugiyono, 2010). Triangulasi meliputi:
1. Observasi partisipatif
2. Wawancara
3. Dokumentasi
7

Analisis data kualitatif deskriptif adalah usaha yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikannya, memilah milah menjadi satuan yang dapat di kelola,
mengintensiskannya, mencari dan menentukan pola, menemukan apa yang penting dan
memutuskan apa yang dapat di ceritakan orang lain (Moelong, 2005).
Miles and Hubermen dalam Sugiyono (2010) memaparkan tahapan analisis kualitatif
deskriptif melalui tiga alur, yaitu data reduction, data display, dan conclution drawing/
verification.
1. Data Reduction (Reduksi data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal hal yang pokok, memfokuskan pada hal
hal yang penting, mencari tema dan polanya ,dan membuang yang tidak perlu. Langkah
sebelum mereduksi data adalah data collection dengan mengubah data rekaman saat
wawancara kedalam bentuk tulisan secara rinci. Mereduksian data dalam penelitian ini adalah
mendisekripsikan kurikulum dan RPP, materi, strategi yang mencakup metode, teknik

komunikasi, media, pengelolaan kelas, dan evaluasi yang digunakan guru, serta interaksi guru
dengan siswa yang diteliti, memilih hal hal pokok berdasarkan jawaban dan respon guru
dalam wawancara, memfokuskan hal penting mengenai strategi guru dalam membelajarkan
materi bagi siswa tunarungu kelas VI B.
2. Data Display (penyajian data)
Data yang sudah di reduksi selanjutnya di sajikan. Penyajian data bisa di lakukan dengan
uraian singkat, bagan, hubungan antar katagori, flowcard, dan sejenisnya. Miles and
huberman namun menyatakan yang paing sering untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah teks yang bersifat narasi. Penyajian data dalam penelitian ini dalam bentuk
uraian secara rinci mengenai strategi guru yang mencakup metode, teknik komunikasi, media,
pengelolaan kelas dan evaluasi yang di gunakan guru dalam membelajarkan pecahan bagi
siswa tuna rungu kelas VI B.
3. Conclution drawing (verifikasi)
Penarikan kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin diharapkan merupakan
temuan baru yang sebelumya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau
gambaran objek yang sebelumya belum jelas menjadi jelas setelah di teliti. Penarikan
kesimpulan dalam penelitian ini adalah dengan melihat penyajian data dan merumuskan
strategi guru dalam membelajarakan materi bagi siswa tunarungu kelas VI B.

HASIL PENELITIAN

Penelitiaan dilaksanakan tanggal 7-12 Januari 2016. Penelitian dilakukan dalam dua
tahap yaitu observasi terhadap kegiatan pembelajaran matematika materi pecahan yang
dilaksanakan pada jam efektif di kelas dan wawancara dengan guru mata pelajaran
matematika yang juga mejadi guru kelas di kelas VI B yang dilakukan di-luar jam efektif
supaya kegiatan pembelajaaran tidak terganggu
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Ida selaku guru kelas dan guru pelajaran
matematika, kurikulum yang digunakan adalah KTSP untuk SLB, yang perpedoman pada
standar isi (SI) yang mengatur standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) mata
pelajaran untuk siswa tunarungu. Kurikulum untuk siswa tunarungu hampir sama dengan
siswa sekolah dasar regular yang membedakan adalah tingkat kesukaran soal yang di berikan.
Kurikulum tersebut kemudian menjadi dasar guru untuk menyusun program semester.
Program semester memuat SK, KD dan rincian waktu pelaksanan pembelajaran yang disusun
sendiri oleh guru, sedangkan silabus pembelajaran yan digunakan pedoman guru yaitu
berdasarkan koodinasi guru guru PLB tingkat jawa tengah. Silabus pembelajaran matematika
yang di gunakan guru memuat Kompetensi dasar, materi dan uraian materi, pengalaman
8

belajar, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber. Silabus
pembelajaran tersebut merupakan dasar bagi guru dalam mengajarkan matematika. Format
RPP di SLB Negeri Salatiga sama seperti sekolah regular hanya materinya di sesuaikan

dengan kurikulum KTSP untuk SLB dan memepertimbangkan kebutuhan siswa tunarungu.
Hasil wawancara mengungkapkan guru hanya menggunakan sumber buku paket
matematika SD regular untuk kelas VI SD dan MI karangan Indriyastuti, sedangkan soal soal
yang diberikan dibuat sendiri oleh guru. Materi pelajaran yang di ajarkan mengenai
pengenalan pecahan, menyerdehranakan pecahan, mengurutkan pecahan dan pecahan senilai,
pengurutan materi berdasarkan materi yang ada pada buku paket halaman 73-78. Guru juga
menyebutkan bahwa guru tidak membatasi materi, akan tetapi keluasan dan kedalaman
materi pada pengajaran materi pecahan di sesuaikan dengan kemampuan siswa masing
masing hal ini diperjelas dengan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran sekaligus guru
kelas VI B.
Guru memahami karakteristik masing masing siswa dengan HomeVisite atau dengan
mengunjungi rumah masing masing siswa dan bertanya kepada orangtua masing masing
siswa. Strategi pembelajaran yang dimaksud mencakup metode yang di gunakan guru dan
teknik komunikasi yang digunakan dalam mengimplementasikan strategi pembelajaran, serta
pendayagunaan komponen strategi pembelajaran yaitu media pembelajaran den pengelolaan
kelas yang digunakan guru dalam membelajarkan pecahan.
Ditunjukan pada Gambar 1 dan Gambar 2 metode pembelajaran yang digunakan guru
dalam membelajarkan materi bagi siswa tunarungu kelas VI B yang mengimplementasikan
strategi guru dalam membelajarkan pecahan adalah ceramah, tanya jawab dan pemberian
tugas.

Gambar 1
Guru Menggunakan Metode Ceramah
Dalam Mengimplementasikan Strategi Pembelajaran

Gambar 2
Guru Memberikan Tugas

Seperti tertera dalam “Gambar 3” dan “Gambar 4” teknik komunikasi yang di gunakan
guru di kelas dalam membelajarkan materi yaitu dengan komunikasi total dengan
mengunakan oral dan total namun bu Ida lebih menguasai dengan teknik komunikasi total.
Alasan bu Ida menggunakan komunikasi total adalah karena lebih mudah dimengerti oleh
siswa.
9

Gambar 3
Isyarat Komunikasi Total “Tidur”

Gambar 4
Isyarat Komunikasi “Benar”

Lingkungan kelas VI B cukup kondusif untuk belajar. Kelas VI B mesipun kecil namun
tetap selalu bersih karena setiap pagi siswa bergantian piket untuk membersikan ruangan
kelas. Kelas yang di keramik dan di cat dengan warna hijau memberikan kesan selalu segar
dan sejuk di dalam ruangan. kelas juga di lengkapi dengan white board untuk menulis, kaca
untuk melihan apakah betul pengucapan kata yang keluar dari mulut siswa, dan posisi tempat
duduk yang diatur sejajar agar mudah guru untuk membimbing masing masing siswa.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukan SK dan KD yang digunakan guru dalam RPP sudah sesuai
dengan kurikulum KTSP untuk SLB. SK dan KD tersebut kemudian menjadi pedoman bagi
guru dalam menyusun materi pecahan bagi siswa kelas VI, sedangkan pelaksanaan
pembelajaran yang berlangsung tidak sesuai dengan RPP yang disusun guru. Ketidaksesuaian terletak pada materi ajar dan urutan kegiatan pembelajaran.
Hasil wawancara menunjukan guru hanya menggunakan satu buku pedoman dalam
mengajarkan pecahan, sedangkan menurut Haryati (2007; 12) menyusun materi pelajran
KTSP kurang tepat jika hanya bergantung pada satu buku teks dan dianggap sebagai satu
satunya sumber ajar. Guru hendaknya menggunakan banyak referensi untuk sumber bahan
ajar karena bukan hanya untuk kesesuaian materi dalam satu buku, tetapi juga membantu
siswa mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan .
Strategi guru dalam menyampaikan materi pecahan bagi siswa kelas VI B dengan
memberikan soal dan contoh pengerjaannya terlebih dahulu bagi semua siswa, setelah guru
memberikan contoh pengerjaannya, setelah itu baru guru memberikan soal yang berbeda
sesuai dengan tingkat ketunarunguan yang berbeda pula. Strategi yang digunakan guru dalam
membelajarkan pecahan dapat dilihat dari metode yang digunakan dengan teknik komunikasi
total yang digunakan guru dalam mengimplementasikan metode pembelajaran serta
pendayagunaan strategi pembelajaran dengan pengelolaan kelas. Strategi pembelajaran di
implementasikan dengan metode ceramah, tanya jawab, dan latihan, selanjutnya metode
tersebut di padukan dengan cara penyampaian dengan komunikasi total bagi siswa tunarungu,
hal ini hampir sama dalam segi metode pembelajaran untuk sekolah reguler, hanya teknik
penyampaian materinya yang berbeda yaitu menggunakan teknik komunikasi total dan oral.
Strategi pembelajaran pada dasarnya merupakan pendayagunaan secara tepat dan
optimal semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran sehingga pembelajran
berlangsung dengan efektif. Guru juga mengungkapkan strategi yang di gunakan untuk setiap
siswa berbeda pula tergantung dari tingkat ketunarungan siswa, semakin berat gangguan
pendengaran yang di derita siswa makas semakin banyak membutuhkan bibingan guru. Nilai
10

yang di peroleh setiap siswa juga merupakan dampak dari strategi yang sudah
diimplementasikan guru bagi setiap siswa yang didasarkan pada tingkat ketunarunguan dan
karakteristik masing masing siswa.

PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan temuan dalam penelitian mengenai
strategi guru dalam membelajarkan pecahan bagi siswa tunarungu kelas VI B di SLB-B
Negeri Salatiga ini dapat di simpulkan bahwa strategi yang di gunakan guru secara umum
sama seperti sekolah regular, tetapi pelaksanaannya lebih menggunakan teknik komunikasi
untuk siswa tunarungu atau memanfaatkan indra pengelihatan siswa. Strategi guru
diimplementasikan melalui metode ceramah, tanya jawab, dan latihan. Metode tersebut
selanjutnya diimplementasikan menggunakan teknik komunikasi oral dan komunikasi total.
Strategi guru juga didukung penggunaan media media pembelajaran yang digemari siswa
seperti penggabungan materi dengan kegiatan motorik seperti kerajinan tangan menggunakan
kertas lipat. Pengelolaan kelas menyangkut pengoorganisasian ruang kelas dan pengelolaan
kegiatan. Guru mengunakan pengelolaan kegiatan individual, karena siswa kelas VI B
memiliki tingkat ketunarunguan yang berbeda-beda yang menyebabkan daya tangkap siswa
berbeda beda juga sehingga guru harus membimbing satu persatu. Hal tersebut menjadi dasar
bagi guru menggunakan strategi yang berbeda beda dalam membelajarkan pecahan dengan
menyesuaikan tingkat ketunarunguan yang diderita siswa dan karakteristik yang di tunjukan
siswa.
Strategi guru yang berbeda beda dalam membelajarkan pecahan dapat dilihat dari proses
pembelajaran yang terjadi ketika guru memangil nama siswa, melakukan tanya jawab dengan
siswa, membimbing siswa dalam mengucapkan kata, dan saat memberikan soal latihan
kepada siswa. Semakin berat gangguan pendengaran siswa maka guru dituntut untuk
melakukan segala cara dalam mengimplementasikan metode, teknik komunikasi, dan media
agar siswa tunarungu dapat menerima materi dengan mudah. Strategi pembelajaran yang
digunakan guru sudah memenuhi kebutuhan pendidikan dan layanan siswa tunarungu yaitu
menyesuaikan dengan karakteristik, kemampuan, dan ketidakmampuan siswa. Adapun
strategi guru tersebut meliputi metode pembelajaran menggunakan metode ceramah, tanya
jawab, dan latihan ataupun pengerjaan LK, untuk teknik komunikasi guru menggunakan
teknik komunikasi total atau teknik yang menggunakan bahasa tubuh untuk melakukan
percakapan, namun sayang untuk media pembelajaran guru tidak menggunakan media
apapun karena untuk media pembelajaran seperti sempoa, jarimatika dan lainya harus
diajarkan dulu dari kelas yang lebih rendah.
Hasil atau dampak dari strategi yang mengimplementasikan guru ditunjukan oleh nilai
yang diperoleh siswa. Berdasarkan hasil rata-rata nilai yang di peroleh siswa kelas VI B
menunjukan bahwa strategi yang digunakan guru sudah memenuhi bagi setiap siswa yang di
dasarkan pada tingkat ketunarunguan masing masing siswa tersebut dalam menerima materi.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, L. K, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Berorientasi KTSP. Jakarta: PT Prestasi
Pustakarya.
Cawton, Stephani W. 2001.Teaching Strategies in Inclusif Classrooms With deaf Students.
University of wisconsis- Madison

11

Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika
Aditama.
Moelong, L. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Munawar, Yuliana. Strategi Guru Dalam Membelajarkan Matematika Bagi Siswa Tunarungu.
Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana.
Rinjani, G, dkk. 2012. Implementasi Metode Maternal Reflektif dalam Pembelajaran
membaca siswa tunarungu SDLB-B Dharma Asih Pontianak. Pontianak: Pendidikan
Bahasa dan Sastra, FKIP Untan.
Suharmini, Tin. 2009. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Kanwa Publisher
Sugiyono. 2008 Metode penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Ulya, A. R & Yulianti. 2013. Model Induktif Kata-Bergambar (Picture-Word Induktive
Model) Terhadap Penguasaan Kosakata Anak Tunarungu. Jurnal pendidikan
Khusus, Pendidikan Luar Biasa, FIP, UNESA.
Uno, Hamzah B. 2008. Model Pembelajran Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang
Kreatif Dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Wina Senjaya. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group

12