T1 802011097 Full text
KEPUASAN PERNIKAHAN DAN PSYCHOLOGICAL WELL BEING
SEBAGAI PREDIKTOR KINERJA KARYAWAN PT. SRI AGUNG
KNITTING, BANDUNG
OLEH
HIZKIA ELHANAN ROY
802011097
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
KEPUASAN PERNIKAHAN DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING
SEBAGAI PREDIKTOR KINERJA KARYAWAN PT. SRI AGUNG
KNITTING, BANDUNG
Hizkia Elhanan Roy
Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pernikahan dan psychological well being
(PWB) sebagai prediktor kinerja karyawan Sri Agung Knitting. Penelitian ini dilakukan pada
103 karyawan perusahaan Sri Agung Knitting. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan Simple Random Sampling. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan
teknik analisis regresi berganda dan hasil dari olah data tersebut menunjukan bahwa kepuasan
pernikahan dan PWB mampu secara simultan menjadi prediktor kinerja dengan skor Fhitung
sebesar 44,235 dengan nilai signifikansi p = 0,000 (p < 0,05).
Kata kunci: Kepuasan pernikahan, Psychologicall Well Being, Kinerja
i
Abstract
This study aims to investigate marital satisfaction and psychological well being as a predictor of
job performance Sri Agung Knitting employee. This study was conducted to 103 Sri Agung
Knitting employee. The data collection method on this study is Simple random sampling. Data
were analyzed using multiple regression and the result shows that marital satisfaction and
psychological well being can simultaneously be a predictor of job performance Sri Agung
Knitting with F = 44,235 and p = 0,00 (p < 0,05).
Keyword: Marital Satisfaction, Psychological Well Being, Job Performance
ii
1
PENDAHULUAN
Memiliki sebuah kinerja yang baik sangatlah penting, seperti yang dikatakan oleh
Campbell dkk. (1993) bahwa sebuah perusahaan agar mencapai tujuannya harus memiliki
karyawan yang memiliki sebuah kinerja yang baik , hal ini juga di dukung oleh pendapat dari
Van Scotter, Motowidlo, dan Cross (2000) yang menyatakan bahwa kinerja sangat penting bagi
organisasi dalam rangka mencapai tujuan dan keuntungannya, karyawan dengan kinerja yang
baik akan memberikan kepuasan dan kebanggaan, kinerja jika diakui oleh orang lain dalam
organisasi akan dihargai oleh keuntungan finansial dan lainnya, kinerja yang baik memudahkan
individu untuk masuk ke dalam promosi serta memiliki peluang karir yang lebih baik
dibandingkan dengan kinerja rendah. Jadi, jika seorang memiliki kinerja yang baik maka hal
tersebut akan membantu perusahaan dalam hal produktivitas yang dimana hal tersebut akan
berpengaruh terhadap income dari perusahaan dan akan membantu karyawan tersebut karena
akan memudahkan dia untuk masuk dalam promosi.
Kepuasan pernikahan erat kaitannya dengan PWB seperti yang dikatakan oleh Ryan dan
Deci (2000) PWB mungkin tidak hanya mengacu kebahagiaan subyektif tetapi juga
berhubungan dengan aktualisasi potensi seseorang dan sejauh mana seseorang hidup sesuai
dengan diri sendiri. Stutzer dan Frey (2004) mengakatan bahwa pernikahan adalah salah satu hal
penting yang berengaruh terhadap kehidupan dan kesejahteraan seseorang dan individu yang
menikah, dia lebih bahagia dibandingkan dengan individu yang tidak menikah. Kebahagiaan
yang dialami oleh individu tersebut bersangkutan dengan PWB yang dimiliki individu tersebut
yang berpengaruh terhadap kinerjanya, seperti fenomena yang peneliti temukan di perusahaan
Sri Agung Knitting, Bandung.
Perusahaan Sri Agung adalah salah satu perusahaan besar di Bandung, Jawa Barat yang
bergerak di bidang tekstil. Sri Agung mempekerjakan kurang lebih 103 karyawan yang berasal
dari berbagai macam kalangan yang berusia 25-60 tahun. Menurut wawancara dengan salah satu
2
HRD Sri Agung, sering didapati karyawan yang malas bekerja dan bahkan memiliki
kinerja yang buruk dan menyebabkan kerugian bagi perusahaan, lebih lanjut dikatakan bahwa
karyawan yang memiliki kinerja yang buruk biasanya adalah mereka yang memiliki masalah
dengan pasangannya. Khususnya dalam perusahaan Sri Agung banyak karyawan yang
merupakan pasangan suami-istri, kinerja yang buruk biasanya muncul ketika suami-istri tersebut
mengalami masalah dengan pasangannya. Menurut HRD Sri Agung, didapati bahwa konflikkonlik di dalam rumah tangga berimbas pada menurunnya kinerja karyawan, sebaliknya bagi
beberapa karyawan yang punya hubungan rumah tangga yang harmonis memiliki kinerja yang
baik dan konsisten.
Kinerja tidak didefinisikan oleh tindakan itu sendiri tetapi dengan proses penilaian dan
evaluasi (Motowidlo, Borman, dan Schmit, 1997). Kinerja mempunyai multidimensional
konsep, kinerja dibagi menjadi dua yaitu kinerja riil dan kinerja kontekstual. Menurut Fahmi
(2010) kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat
profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode tertentu sedangkan
Wibowo (2013) berpendapat bahwa kinerja berasal dari pengertian performance. Namun,
sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk
bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Setiap karyawan mempunyai kemampuan berdasar
pada pengetahuan dan keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan pekerjaanya, motivasi kerja
dan kepuasan kerja. Namun, pekerja juga mempunyai kepribadian, sikap dan perilaku yang
dapat memengaruhi kinerjanya.
Benardin (2001 dalam Wibowo, 2013) mengatakan bahwa kinerja merupakan catatan
hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama
periode waktu tertentu dan ada enam dimensi untuk mengukur kinerja, yaitu quality terkait
dengan proses atau hasil mendekati sempurna/ideal dalam memenuhi maksud atau tujuan,
quantity terkait dengan satuan jumlah atau kuantitas yang dihasilkan, timeliness terkait waktu
3
yang diperlukan dalam menyelesaikan aktivitas atau menghasilkan produk, cost-effectiveness
terkait dengan tingkat penggunaan sumber-sumber organisasi (orang, uang, material, teknologi)
dalam mendapatkan atau memperoleh hasil atau pengurangan pemborosan dalam penggunaan
organisasi, need for supervision terkait dengan kemampuan individu dapat menyelesaikan
pekerjaan atau fungsi-fungsi pekerjaan tanpa asistensi pimpinan atau intervensi pengawasan
pimpinan, interpersonal impact
terkait dengan kemampuan individu dalam meningkatkan
perasaan harga diri, keinginan baik, dan kerja sama diantara sesama pekerja dan anak buah.
Menurut Nasir, Amin, dan Shah (2010) kepuasan pernikahan memengaruhi kinerja
karyawan dan menyatakan bahwa kinerja berkorelasi positif dengan kepuasan pernikahan yang
dimana jika kepuasan pernikahan meningkat maka hal itu juga akan diikuti oleh meningkatnya
kinerja orang tersebut. Kepuasan pernikahan menurut Clayton (1975 dalam Fatimah, 2014)
adalah evaluasi secara keseluruhan tentang segala yang berhubungan dengan
kondisi
perkawinan. Menurut Clayton (1975 dalam Pujiastuti dan Retnowati, 2004) aspek-aspek
kepuasan pernikahan antara lain kemampuan sosial suami istri (marriage sociability) adalah
kemampuan sosial suami istri dalam bergaul dengan orang lain atau lingkungan sosialnya,
persahabatan dalam pernikahan (marriage companionship) adalah persahabatan dan pernikahan
antara suami dengan istri, termasuk komunikasi dan menikmati kebersamaan, urusan ekonomi
(economic affair) adalah segala masalah ekonomi dalam rumah tangga, kekuatan pernikahan
(marriage power) adalah kelekatan antara suami istri, termasuk ketertarikan suami istri,
termasuk ketertarikan serta ekspresi penghargaan satu sama lain, hubungan dengan keluarga
besar (extra family relationship) adalah hubungan dengan keluarga di luar keluarga inti,
persamaan ideologi (ideological congruence) adalah kesamaan tujuan danpandangan suami istri,
keintiman pernikahan (marriage intimacy) adalah keintiman dan ekspresi kasih sayang suami
istri, taktik interaksi (interaction tactic) adalah cara pasangan berinteraksi dan menyelesaikan
konflik dalam rumah tangga, termasuk kerja sama dan penyatuan perbedaan, sedangkan menurut
4
Nasir, Amin, dan Shah (2010) di masa ini, pasangan yang bekerja dihadapkan dengan
berbagai tuntutan dan tekanan baik yang berasal dari dalam rumah tangga ataupun di dalam
pekerjaan. Tidak diragukan lagi bahwa ketika berada di tempat kerja banyak sekali dampak dari
globalisasi. Salah satu dampak dari globalisasi adalah tantangan yang terus-menerus dan
kompetisi di tempat kerja. Hal ini juga berdampak besar pada kinerja karena kinerja biasanya
mengindikasikan produktivitas tinggi dan keuntungan yang besar bagi organisasi. Efek kepuasan
pernikahan dalam pekerjaan menurut Nasir, Amin, Shah (2010) kepuasan pernikahan memiliki
korelasi signifikan terhadap kinerja, dimana ketika kepuasan pernikahan meningkat hal itu juga
akan diikuti dengan meningkatnya kinerja.
Lin, Yu, dan Yi (2014) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang juga memengaruhi
kinerja karyawan adalah psychological well-being (PWB). Psychological well-being, secara
luas didefinisikan sebagai kebahagiaan, kepuasan hidup, dan pertumbuhan diri dan merupakan
salah satu aspek yang paling penting dari fungsi psikologis. Banyak penelitian menunjukkan
bahwa orang yang bahagia mengalami sejumlah manfaat mulai dari kesehatan fisik, memiliki
hubungan yang lebih baik dengan kinerja yang tinggi (Huppert, 2009; dalam Lyubomirsky, dkk,
2005). Psychological well-being mengacu pada kualitas pengalaman hidup dan mencerminkan
fungsi psikologis yang optimal dan pengalamannya (Cowen dalam Ryff, 1989).
Psychological well-being mungkin tidak hanya mengacu kebahagiaan subyektif tetapi
juga berhubungan dengan aktualisasi potensi seseorang dan sejauh mana seseorang hidup sesuai
dengan diri sendiri. Sebuah contoh yang menonjol dari teori yang menekankan pentingnya
pertumbuhan pribadi dan pengembangan Penentuan Nasib Sendiri (Ryan dan Deci, 2000).
Psychological well-being menurut Ryff (Ryan dan Deci 2000) adalah keadaan perkembangan
potensi nyata seseorang yang ditandai dengan karakteristik ia dapat menghargai dirinya dengan
positif termasuk Self-Acceptance, Positive Relation with Other, Environmental Mastery,
Autonomy, Personal Growth, Purpose in Life. Adapun dimensi–dimensi Psychological well-
5
being
menurut Ryff dan Keyes (1995), yaitu kesadaran keterbatasan diri pribadi (self-
acceptance) mencakup evaluasi positif terhadap diri yang sekarang dan masa lalu, membangun
dan menjaga hubungan baik dan hangat dengan orang lain (positve relation with other) berarti
memiliki kualitas hubungan dengan orang lain, menciptakan kontek lingkungan sekitar sehingga
bisa memuaskan kebutuhan dan hasrat dari mereka sendiri (environmental mastery) yang
mencakup kapasitas untuk secara efektif mengatur hidup seseorang, membangun kekuatan
individu dan kebebasan personal (autonomy) yang berarti memiliki perasaan untuk menentukan
nasib diri sendiri, dinamika pembelajaran sepanjang hidup dan berkelanjutan mengembangkan
kemampuan mereka (personal growth) yang berarti memiliki perasaan untuk terus bertumbuh
dan berkembang sebagai individu, tujuan hidup yang menyatukan usaha dan tantangan yang
mereka hadapi (purpose in life) mencakup kepercayaan bahwa kehidupan seseorang memiliki
suatu tujuan dan memiliki sebuah arti.
Efek PWB pada pekerjaan adalah seperti yang dikatakan oleh Lin, Yu, dan Yi (2014)
bahwa salah satu faktor yang juga memengaruhi kinerja karyawan adalah PWB hal ini diperkuat
dengan hasil penelitiannya yaitu terdapat korelasi positif antara PWB terhadap kinerja karyawan
dan menurut Giver, Faber, Hannerz, Strøyer dan Rugulies (2010) menyatakan bahwa rendahnya
tingkat PWB seseorang, maka orang tersebut akan memiiki kemungkinan besar untuk di
keluarkan dari pekerjaannya.
Hasil penelitian tentang hubungan antara PWB terhadap kinerja oleh Lin, Yu, dan Yi
(2014) menyatakan bahwa PWB saling berhubungan dengan kinerja karyawan. Ditingkatkannya
kesejahteraan individu akan meningkatkan kinerja karyawan tersebut. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Nasir,Amin dan Shah (2010) menyatakan bahwa kinerja berkorelasi positif
dengan kepuasan pernikahan yang dimana jika kepuasan pernikahan meningkat maka hal itu
juga akan diikuti oleh meningkatnya kinerja orang tersebut. Namun sejauh penelusuran penulis,
belum ada secara simultan penelitian tentang kepuasan pernikahan dan PWB sebagai prediktor
6
terhadap kinerja, penelitian yang ada secara parsial yaitu hubungan antara PWB dengan kinerja
dan hubungan kepuasan pernikahan dengan kinerja. Adapun Anwar (2002) menyebutkan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah faktor kemampuan, secara psikologi
kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan realitas (pengetahuan
dan keahlian) artinya karyawan yang memiliki potensi di atas rata-rata dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka akan
lebih mudah mencapai kinerja yang diharapakan. Oleh karena itu karyawan perlu ditempatkan
pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya dan faktor motivasi seorang karyawan dalam
menghadapai situasi kerja akan membentuk motivasi. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau tujuan organisasi.
Sikap mental karyawan akan mendorong dirinya mencapai prestasi kerja yang maksimal.
Menurut Van Scotter, Motowidlo dan Cross (2000) menyatakan bahwa kinerja penting bagi
organisasi dalam rangka mencapai tujuan dan keuntungan, karyawan dengan kinerja yang baik
akan memberikan kepuasan dan kebanggaan pada perusahaan, kinerja jika diakui oleh rekan
sekerja dalam organisasi, dihargai dengan keuntungan finansial dan lainnya, kinerja yang baik
memudahkan individu mendapatkan promosi serta memiliki peluang karir yang lebih baik
dibandingkan dengan individu berkinerja rendah.
Dalam kehidupan nyata, kinerja yang rendah bisa dipengaruhi oleh kepuasan pernikahan
yang rendah dan PWB. Menurut Nasir, Amin dan Shah (2014) kepuasan pernikahan
memengaruhi kinerja karyawan. Lin, Yu, dan Yi (2014) menyebutkan bahwa salah satu faktor
yang juga memengaruhi kinerja karyawan adalah PWB hal ini diperkuat dengan hasil
penelitiannya yaitu terdapat korelasi positif antara PWB terhadap kinerja karyawan. Melalui
beragam penelitian, telah dinyatakan bahwa PWB, kepuasan pernikahan, dan kinerja
mempunyai suatu hubungan yang positif yang dimana jika salah satu meningkat maka hal itu
7
juga akan diikuti oleh variabel lainya. Maka dalam kehidupan sehari-hari PWB, kepuasan
pernikahan, dan kinerja merupakan hal yang penting dalam lingkup pekerjaan.
Melihat fenomena dan hasil penelitian yang ada, maka tujuan peneliti melakukan
penelitian ini adalah ingin melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kepuasan pernikahan dan
PWB sebagai prediktor terhadap kinerja. Manfaat dari penelitian ini adalah menambah
penelitian di bidang psikologi keluarga dan psikologi industri organisasi dalam hubungannya
dengan karyawan dan manfaat praktisnya adalah agar partisipan mengetahui bahwa PWB dan
kepuasan pernikahan yang mereka miliki juga berpengaruh terhadap kinerja mereka.
Rumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini adalah apakah kepuasan pernikahan dan psychological wellbeing secara simultan sebagai prediktor terhadap kinerja karyawan di Sri Agung
Knitting, Bandung?
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah kepuasan pernikahan dan PWB secara simultan sebagai prediktor
kinerja karyawan Sri Agung Knitting, Bandung.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan teknik uji regresi
berganda yang dimana dalam analisis ini variable terikatnya (Y) dihubungkan atau dijelaskan
lebih dari satu variabel, mungkin dua,tiga dan seterusnya variable bebas (X1,X2,X3,…,Xn) namun
masih menunjukan digram hubungan yang linear (Hasan,1999).
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga buah variable dimana dua diantaranya adalah variable bebas
dan satu variabel terikat yaitu kepuasan pernikahan dan PWB dan sebagai variabel terikat adalah
kinerja.
8
Definisi Operasional
a. Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam kurun waktu tertentu.
Berdasarkan standar kerja yang ditetapkan oleh perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa
kinerja karyawan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Pengumpulan data kinerja
menggunakan skala yang telah peneliti buat berdasarkan dimensi kinerja dari Bernardin (dalam
Wibowo, 2013) yaitu quality, quantity, cost-effectiveness, need for supervision, interpersonal
impact. Skala ini menggunakan metode skala Likert dengan lima pilihan jawaban dimulai dari
STS, TS, N, S, SS. Untuk aitem favorable STS memiliki nilai 0, TS memiliki nilai 1, N
memiliki nilai 2, S memiliki nilai 3, SS memiliki nilai 4, sedangkan untuk aitem unfavorable
sebaliknya.
b. Kepuasan pernikahan adalah evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang
berhubungan dengan kondisi pernikahan. Evaluasi tersebut bersifat dari dalam diri seseorang
(subyektif) dan memiliki tingkatan lebih khusus dibanding perasaan kebahagiaan pernikahan.
Skala kepuasan pernikahan menggunakan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan
aspek kepuasan pernikahan menurut Clayton (1975 dalam Pujiastuti dan Retnowati, 2004)
antara lain marriage sociability, marriage companionship, economic affair, marriage power,
extra family relationship, ideological congruence, marriage intimacy, interaction tactic. Skala
ini menggunakan metode skala Likert dengan lima pilihan jawaban dimulai dari STS, TS, N, S,
SS. Untuk aitem favorable STS memiliki nilai 0, TS memiliki nilai 1, N memiliki nilai 2, S
memiliki nilai 3, SS memiliki nilai 4, sedangkan untuk aitem unfavorable sebaliknya.
c. Psychological well-being (PWB) berdasarkan aspek dari Ryff (1989) antara lain selfacceptance, posiitve relation with other, environmental mastery, autonomy, personal growth,
purpose in life. PWB diungkap dengan skala PWB dibuat oleh Ryff (1989) terdiri dari 42 item.
Skala ini menggunakan metode skala Likert dengan lima pilihan jawaban dimulai dari STS, TS,
9
N, S, SS. Untuk aitem favorable STS memiliki nilai 0, TS memiliki nilai 1, N memiliki nilai 2, S
memiliki nilai 3, SS memiliki nilai 4, sedangkan untuk aitem unfavorable sebaliknya.
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Sri Agung Knitting yang
berjumlah 103 orang dengan karakteristik partisipan dalam ikatan perkawinan dengan usia
partisipan 25-60. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Purposive
sampling.
Instrumen Pengambilan data
1. Skala kepuasan pernikahan
Skala yang digunakan dalam mengukur kepuasan pernikahan adalah skala yang dibuat
sendiri oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek kepuasan pernikahan oleh
Clayton (1975 dalam Pujiastuti dan Retnowati, 2004) aspek-aspek kepuasan pernikahan
antara lain marriage sociability, marriage companionship, economic affair, marriage
power, extra family relationship, ideological congruence, marriage intimacy, interaction
tactic, skala kepuasan pernikahan ini berupa skala Likert dan nilai total keseluruhan akan
menunjukan skor kepuasan pernikahan subjek.
Data untuk mengambil kepuasan pernikahan menggunakan skala yang telah
melewati tahap validasi, baik validitas isi dan validitas muka dimana skala telah
diperiksa oleh para ahli di bidangnya, yaitu dosen pembimbing. Skala kepuasan
pernikahan terdiri dari 23 item yang dimana terdiri dari 14 item favorable dan 9 item
unfavorable. Sebelum dipergunakan, dilakukan uji daya beda dan reliabilitas kriteria
daya beda yang baik adalah r ≥ 0,25 (Azwar,2012). Hasilnya menunjukan bahwa dari 23
aitem, terdapat 20 aitem yang mempunyai daya beda yang baik, dengan reliabilitas α =
0,885 (α > 0,05) yang memiliki arti bahwa skala kepuasan pernikahan adalah reliabel.
10
2. Skala kinerja
Data kinerja menggunakan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan
menggunbakan aspek dari Bernardin (2001 dalam Wibowo, 2013) yaitu yaitu quality,
quantity, timeliness, cost-effectiveness, need for supervision, interpersonal impact. Skala
kinerja terdiri dari 20 item yang terdiri dari 12 aitem favorable dan 8 aitem unfavorable.
Sebelum dipergunakan, dilakukan uji daya beda dan reliabilitas. Sebelum dipergunakan,
dilakukan uji daya beda dan reliabilitas kriteria daya beda yang baik adalah r ≥ 0,25
(Azwar,2012). Hasilnya menunjukan bahwa dari 20 aitem, terdapat 16 aitem yang
mempunyai daya beda yang baik, dengan reliabilitas α = 0,836 (α > 0.05) yang berarti
skala kinerja adala reliabel.
3. Skala PWB
Skala PWB dibuat oleh Ryff (1989) terdiri dari 42 aitem yang dimana terdiri dari 20
aitem unfavorable dan 22 aitem avorable terdiri dari 8 butir mengenai Autonomy, 8 butir
mengenai Environmental mastery, 7 butir mengenai Personal growth, 7 butir mengenai
Positive relations, 7 butir mengenai Purpose in life dan 7 butir mengenai SelfAcceptance. Sebelum dipergunakan, dilakukan uji daya beda dan reliabilitas. Sebelum
dipergunakan, dilakukan uji daya beda dan reliabilitas kriteria daya beda yang baik
adalah r ≥ 0,25 (Azwar,2012). Hasilnya menunjukan bahwa dari 42 aitem, terdapat 36
aitem yang mempunyai daya beda yang baik, dengan reliabilitas α = 0,894 (α > 0,05)
yang memiliki arti bahwa skala PWB adalah reliabel.
11
Data Deskriptif
Tabel 4 statistik deskriptif skala inerja, skala kepuasan pernikahan dan skala psychological well-being
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
KINERJA
103
29
62
43.91
7.594
MARITAL
103
27
79
53.30
10.961
PWB
103
60
133
92.57
15.064
Valid N (listwise)
103
Tabel 4 diatas merupakan statistik deskriptif dari skor partisipan untuk setiap variabel.
Peneliti membagi skor menjadi 5 kategori yaitu mulai dari “sangat tinggi” hingga “ sangat
rendah” .
Dalam pengisian ketiga skala tersebut partisipan diminta untuk melingkari jawaban yang
menurut partisipan paling benar.
Hasil Penelitian
Analisa deskriptif
1. Variabel Kinerja
Jumlah aitem skala kinerja adalah 16 aitem sehinga total nilai terendah adalah 0 dan tertinggi
adalah 64 dibagi menjadi lima kategori sehingga memiliki interval sebesar 12,8.
Tabel 5 kriteria skor kinerja
No
1
2
3
4
5
Interval
0 ≤ x < 12,8
12,8 ≤ x < 25,6
25,6≤ x < 38,4
38,4 ≤ x < 51,2
51,2 ≤ x < 64
Kategori
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
F
0
0
29
59
15
Persentase
0%
0%
28.16 %
57,28 %
14.56 %
Dari tabel diatas diketahui bahwa kinerja sebagian besar karyawan di Sri Agung Knitting ada
pada kategori tinggi (57,28%).
2. Variabel Kepuasan pernikahan
Jumlah aitem skala kepuasan pernikahan adalah 20 aitem sehinga total nilai terendah adalah 0
dan tertinggi adalah 80 dibagi menjadi lima kategori sehingga memiliki interval sebesar 16.
12
Table 6 kriteria skor kepuasan pernikahan
No
1
2
3
4
5
Interval
0 ≤ x < 16
16 ≤ x < 32
32 ≤ x < 48
48 ≤ x < 64
64 ≤ x < 80
Kategori
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
F
0
4
28
53
18
Persentase
0%
3.88 %
27.18 %
51.46%
17,48 %
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar kepuasan pernikahan karyawan di Sri Agung
Knitting berada pada kategori tinggi (51,46%).
3. Variabel Psychological well being
Jumlah aitem skala PWB adalah 36 aitem sehinga total nilai terendah adalah 0 dan tertinggi
adalah 144 dibagi menjadi lima kategori sehingga memiliki interval sebesar 28,8.
Tabel 7 skor criteria psychological well - being
No
Interval
Kategori
F
Persentase
1
0 ≤ x < 28,8
Sangat Rendah
0
0%
2
28,8 ≤ x < 57,6
Rendah
0
0%
3
57,6 ≤ x < 86,4
Sedang
38
36.89 %
4
86,4 ≤ x < 115,2
Tinggi
57
55,34 %
5
115,2 ≤ x < 144
Sangat Tinggi
8
7.77 %
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar PWB karyawan di Sri Agung Knitting berada
pada kategori tinggi (55,34%).
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas
dengan melihat grafik histogram,P-P Plot test dan metode Kolmogorov Smirnov.
13
Dengan melihat tampilan histogram diatas, dapat disimpulkan bahwa grafik histogram
menunjukan pola distribusi normal dengan tidak melenceng ke kanan atau ke kiri.
P-P Plot test
Dari P-P Plot test diatas menunjukan bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta
penyebarannya searah garis diagonal sehingga dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal.
Tabel 8 Uji One Sample Kolmogorov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KINERJA
N
MARITAL
PWB
103
103
103
Mean
43.91
53.30
92.57
Std. Deviation
7.594
10.961
15.064
Absolute
.077
.069
.066
Positive
.063
.058
.066
Negative
-.077
-.069
-.052
Kolmogorov-Smirnov Z
.786
.701
.668
Asymp. Sig. (2-tailed)
.568
.709
.763
Normal Parameters
a,b
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
14
Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan metode Kolmogorov Smirnov, didapat hasil
bahwa data kinerja ( K-S-Z = 0,786, p = 0,568, p > 0,05), data kepuasan pernikahan ( K-S-Z =
0,701, p = 0,709, p > 0,05) dan data PWB ( K-S-Z = 0,668, p = 0,763, p > 0,05) artinya bahwa
data kinerja, kepuasan pernikahan dan PWB terdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah modeh regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas. Model regeresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di
antara variabel independen ( Ghozali,2006). Hasil uji multikolinearitas disajikan dalam bentuk
tabel dan deskriptif, sebagai berikut :
Tabel 9 Uji Multiklinearitas
Coefficientsa
Unstandardized
Standardiz
Coefficients
ed
Coefficient
s
B
Std. Error
Beta
Model
1
(Consta
nt)
MARITA
L
PWB
11.640
3.478
.122
.069
.279
.050
a. Dependent Variable: KINERJA
T
Sig.
Collinearity
Statistics
Tabel
diatas
menyajikan
Toleran
ce
VIF
3.347
.001
.176
1.755
.082
.529
1.890
.552
5.516
.000
.529
1.890
hasil
uji
multikolinearita
s
dimana
kepuasan
pernikahan dan PWB memiliki skor Tolerance 0,529 ( Tolerance ≤ 0,10) dan skor VIF 1,89
(VIF < 10), hal tersebut memiliki arti bahwa tidak ada multikolinearitas antar variable bebas
dalam moel regresi.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.
15
Tabel diatas menunjukan bahwa titik-titik menyebar dan tidak membentuk pola tertentu dan
tersebar diatas ataupun dibawah angka 0 pada sumbu Y.
Hasil ini menunjukan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi tersebut,
sehingga dapat dipakai untuk memprediksi variable kinerja berdasarkan kepuasan pernikahan
dan PWB.
4. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan linear antar variable. Suatu data
dinyatakan memiliki hubungan linear apabila p < 0,05, tetapi jika skor dari data tersebut p >
0,05 maka data tersebut dinyatakan tiak memiliki hubungan linear. Hasil uji linearitas antara
kinerja dan marital disajikan dalam bentuk tabel dan deskriptif sebagai berikut :
Tabel 10 Uji Linearitas kinerja dengan kepuasan pernikahan
ANOVAa
Model
Sum of
df
Mean
Squares
Regressi
1
Sig.
44.943
.000
Square
1811.423
1
1811.423
Residual
4070.791
101
40.305
Total
5882.214
102
on
F
b
a. Dependent Variable: KINERJA
b. Predictors: (Constant), MARITAL
Tabel di atas menunjukan hasil uji linearitas dimana kinerja memliki hubungan linear dengan
kepuasan pernikahan dengan p = 0,000 ( p < 0,05).
16
Tabel 11 Uji lineriaritas kinerja dengan PWB
ANOVAa
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
2665.020
1
2665.020
Residual
3217.194
101
31.853
Total
5882.214
102
F
83.665
Sig.
.000b
a. Dependent Variable: KINERJA
b. Predictors: (Constant), PWB
Hasil penghitungan tabel diatas menunjukan adanya hubungan yang linear antara kinerja dengan
PWB dengan skor p = 0,000 (p < 0,05).
5. Uji Hipotesis
Hipotesis : kepuasan pernikahan dan PWB secara simultan sebagai prediktor terhadap kinerja
karyawan.
Uji hipotesis yang dilakukan oleh peneliti menggunakan uji regresi berganda dua
variable.
Tabel 12 hasil Uji regresi berganda signifikansi F
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
a
df
Mean Square
Regression
2761.163
2
1380.581
Residual
3121.051
100
31.211
Total
5882.214
102
F
44.235
Sig.
.000
b
a. Dependent Variable: KINERJA
b. Predictors: (Constant), PWB, MARITAL
Berdasarkan tabel anova diatas, diperoleh skor Fhitung sebesar 44,235 dengan nilai signnifikansi p
= 0,000 (p < 0,05) yang menunjukan bahwa kepuasan pernikahan dan PWB dapat dijadikan
prediktor terhadap kinerja.
17
Tabel 13 hasil uji korelasi psychological well being dan kepuasan pernikahan dengan kinerja
Model Summary
Model
R
1
.685
R Square
a
b
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.469
.459
Durbin-Watson
5.587
2.046
a. Predictors: (Constant), PWB, MARITAL
b. Dependent Variable: KINERJA
Hubungan kepuasan pernikahan dan PWB terhadap variabel terikat yaitu kinerja sebesar 46,9 %
dan sisanya sebesar 53,1 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti oleh peneliti dalam
penelitian ini.
Tabel 15 hasil uji regresi berganda nilai koefisien Beta dan nilai t variable independent terhadap variable
dependent
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
T
Sig.
Coefficients
B
(Constant)
1
Std. Error
11.640
3.478
MARITAL
.122
.069
PWB
.279
.050
Beta
3.347
.001
.176
1.755
.082
.552
5.516
.000
Dari tabel diatas diperoleh persamaan regresi linear sebagi berikut :
Y = 0,176 X1 + 0,552 X2
Keterangan :
1. Konstanta sebesar 11,640 mengandung arti bahwa jika variable independen dianggap konstan,
maka nilai kinerja sebesar 11,640.
2. Koefisien regresi kepuasan pernikahan sebesar 0,176 memiliki arti bahwa setiap penambahan
1 satuan atau tingkatan kepuasan pernikahan akan berdampak pada meningkatnya kinerja
sebesar 0,176 satuan.
3. Koefisien regresi PWB sebesar 0,552 memiliki arti bahwa setiap penambahan 1 satuan atau
tingkatan PWB akan berdampak pada meningkatnya kinerja sebesar 0,552 satuan.
18
PEMBAHASAN
Hasil pengukuran analisis regresi berganda diatas membuktikan hipotesis yang
menyatakan bahwa kepuasan pernikahan dan PWB sebagai prediktor terhadap kinerja diterima.
Hal tersebut bisa dilihat dari nilai F sebesar 44,235 dengan nilai signifikansi p = 0,000 (p <
0,05) yang menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan pernikahan dan
PWB terhadap kinerja. Kedua variable juga memberikan sumbangan efektif sebesar 46,9% yang
berarti bahwa 46,9% variasi yang terjadi pada variabel kinerja dapat dijelaskan oleh variasi dari
variabel kepuasan pernikahan dan PWB.
Argyle (1999) mengatakan bahwa ada 2 alasan utama mengapa pernikahan berkontribusi
pada PWB, pertama pernikahan menyediakan sumber tambahan seseorang dalam meningkatkan
self-esteem, sebagai contoh dengan menyediakan jalan keluar dari stress pada sebuah pekerjaan,
kedua individu yang menikah, mmeiliki pasangan yang mendukungnya dan mampu bertahan
dari kesepian. Hal ini yang menyebabkan kepuasan pernikahan dan PWB berpengaruh terhadap
kinerja seseorang. Penelitian Nasir, Amin, dan Shah (2010) menyatakan bahwa kepuasan
pernikahan memengaruhi kinerja karyawan dan menyatakan bahwa kinerja berkorelasi positif
dengan kepuasan pernikahan yang dimana jika kepuasan pernikahan meningkat maka hal itu
juga akan diikuti oleh meningkatnya kinerja orang tersebut. Ketika seseorang merasa puas
dengan pernikahannya, maka individu tersebut cenderung memiliki kinerja yang baik karena
pernikahan mereka bisa menjadi kekuatan bagi mereka ketika bekerja dan mendapatkan kinerja
yang baik. Pujiastuti dan Retnowati (2004) juga menyatakan bahwa tingkat kepuasan pernikahan
yang tinggi akan membuat individu lebih lengkap, berarti serta lebih optimis menatap masa
depan. Partisipan dalam penelitian ini memiliki tingkat kepuasan pernikahan yang cenderung
tinggi, terlihat pada tabel 6 yang menunjukan bahwa sekitar 51.46% partisipan menjawab
bahwa mereka cenderung merasa puas dengan pernikahan mereka. Tingkat kepuasan pernikahan
yang tinggi juga mengindikasikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, para karyawan mampu
19
untuk memenuhi segala aspek-aspek kepuasan pernikahan antara lain marriage sociability,
marriage companionship, economic affair, marriage power, extra family relationship,
ideological congruence, marriage intimacy, interaction tactic.
Selain kepuasan pernikahan, PWB juga menjadi salah satu prediktor terhadap kinerja
karyawan. Tinggi rendahnya PWB dapat memengaruhi kinerja seseorang, seperti yang dikatakan
oleh Lin, Yu, dan Yi (2014) bahwa PWB memiliki korelasi terhadap kinerja karyawan,
rendahnya tingkat PWB seseorang, membuat seseorang memiliki kemungkinan lebih besar
untuk di keluarkan dari pekerjaannya sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Giver, Faber,
Hannerz, Strøyer dan Rugulies (2010). Selain itu, Polatci dan Akdoğan (2014) mengatakan
bahwa tingkat PWB yang tinggi berarti individu menggunakan potensinya secara tepat,
karyawan memberikan semua waktu dan tenaganya agar berhasil dalam pekerjaannya dan
mampu membedakan tanggung jawabnya di rumah dengan di tempat kerja. Nopiando (2012)
mengungkapkan bahwa PWB merupakan kondisi tercapainya kebahagiaan tanpa adanya
gangguan psikologis yang ditandai dengan kemampuan individu mengoptimalkan fungsi
psikologisnya.
Tinggi rendahnya tingkat kesejahteraan psikologis seorang karyawan
dipengaruhi oleh proses evaluasi pengalaman hidup selama ia menjadi karyawan. Realita
kondisi kerja baik yang sifatnya menyenangkan maupun tidak, ditangkap sebagai suatu konsepsi
pengalaman psikologis dalam diri seorang karyawan. Interpertasi pengalaman yang positif akan
menimbulkan kepuasan dalam diri karyawan sebagai pondasi optimalisasi fungsi kesejahteraan
psikologis disertai dengan kondisi keluarga yang harmonis akan meningkatkan kinerja
karyawan.
PWB merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam prakteknya, baik oleh
perusahaan ataupun diri sendiri. Orang yang memiliki PWB yang tinggi berarti orang tersebut
memiliki kinerja yang tinggi, di mana orang tersebut mampu memenuhi dimensi-dimensi dari
PWB, salah satunya adalah mampu menjaga hubungan baik dengan orang lain, hal tersebut
20
merupakan salah satu dimensi kinerja Bernardin (2001 dalam Wibowo, 2013). Salah satu
dimensi dari kinerja adalah interpersonal impact yang berkaitan dengan kemampuan individu
dalam meningkatkan harga diri, keinginan baik serta kerja sama diantara sesama pekerja dan
anak buah yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya untuk mendapatkan income
yang besar. Income perusahaan berhubungan erat dengan kinerja karyawan, ketika karyawan
memiliki kinerja yang baik berarti karyawan tersebut mampu memberikan income yang baik
pada perusahaan dan akan mendorong penghargaan dari perusahaan kepada dirinya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang sudahh dilakukan tentang kepuasan pernikahan dan
PWB sebagai prediktor terhadap kinerja, maka disimpulkan :
1. Kepuasan pernikahan dan PWB secara simultan sebagai prediktor kinerja
2. Sumbangan efektif kepuasan pernikahan dan PWB pada kinerja sebesar 46,9%
3. Partisipan memiliki kinerja pada kategori tinggi (57,28%) dan memiliki PWB
berada pada kategori tinggi (55,34%). Pada variabel kepuasan pernikahan
partisipan sebagian besar berada pada kategori tinggi (51,46%).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, masih banyak
kesalahan dan keterbatasan maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi Karyawan
Untuk meningkatkan kinerja karyawan, karyawan perlu memerhatikan
PWB mereka karena hal tersebut berpengaruh terhadap kinerja mereka.
Karyawan diharapkan untuk meningkatkan PWB mereka dengan cara
membangun hubungan yang dengan rekan kerja dan atasan maupun bawahan,
mampu mengevaluasi diri sendiri, memiliki tujuan hidup yang menyatukan usaha
21
dan tantangan. Kepuasan pernikhan juga harus diperhatikan seperti menjaga dan
memelihara hubungan suami istri yang harmonis.
2. Bagi HRD dan Perusahaan
Bagi HRD untuk mempertahankan dan membantu meningkatkan PWB karyawan
yang sudah baik, dengan cara membuat gathering, rekreasi bersama seluruh staff
dan keluarga. Dalam mempertahankan dan membantu kepuasan pernikahan
karyawan dengan cara membuka kesempatan bagi pasangan yang sedang
memiliki
masalah
untuk
bercerita
mengenai
masalahnya,
sekaligus
mempertahakan kinerja karyawan tersebut.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Dalam penelitian ini ditemukan 53,1%
faktor-faktor lain, dengan demikin
penelitian selanjutnya dapat meneliti faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
kinerja seperti motivasi, jenis kelamin, kepribadian, lamanya menikah, lamanya
bekerja dan pengalaman positif yang memberikan kepuasan dalam diri karyawan
sehingga memengaruhi kinerja. Pengukuran kinerja bisa menggunakan skala
yang dimilki oleh perusahaan yang bersangkutan agar data yang dihasilkan lebih
valid dan reliable sehingga tidak memberikan kesan ambigu. Jika mengukur
kinerja sebaiknya di satu pekerjaan yang sama karena berbeda pekerjaan berbeda
pula job desk yang dimiliki.
22
DAFTAR PUSTAKA
Argyle, M., 1999. Causes and correlates of happiness. In: Kahneman, D., Diener, E., Schwarz,
N. (Eds.),Well-being: The Foundations of Hedonic Psychology. Russell Sage
Foundation, (pp. 353–373). New York.
Azwar, S. (Ed. 2). (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Campbell, J. P., McCloy, R. A., Oppler, S. H., & Sager, C. E. (1993). A theory of performance
In E. Schmitt, W. C. Borman, & Associates (Eds.), Personnel selection in organizations.
(pp. 35–70). San Francisco: Jossey-Bass.
Fahmi, I. (2010). Manajemen Kinerja : Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
Fatimah, N. S. (2014). Konsep Diri Wanita yang Tidak perawan dan Kepuasan Perkawinan.
eJournal Psikologi, 2, (2), 195-205.
Giver, H., Faber, A., Hannerz, H., Strøyer, J & Rugulies, R. (2010). Psychological well-being as
predictor of dropout among recently qualified Danish eldercare workers. Scandinavian
Journal of Public Health, 38, 239-245.
Hadi, S. (2000). Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Hasan, I.(1999). Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta: Bumi Aksara.
Lee, C. C., Lin, Y, H., Huan, H. C., Huang, W. W & Teng, H. H. (2015). The effect of task
interpendence, team coorporation and team conflict on job performance.Social Behavior
and Personality, 43, (4), 529-536.
Lin, C.Y., Yu, C & Yi, C. C. (2014). The effect of Positive Affect, Person Job Fit, and Well
Being on Job Performance. Social Behavior and Personality,42 (9), 1537-1548.
Motowidlo, S. J., Borman, W. C., & Schmit, M. J. (1997). A theory of individual differences in
task and contextual performance. Human Performance, 10, 71–83.
Nasir, R. (2008). Career counseling: a shift from conventionalism (Kaunseling kerjaya: anjakan
daripada konvensionalisme). Innaugral Lecture. Bangi, Selangor: Universiti Kebangsaan
Malaysia, Publications.
Nasir, R., Amin, S., & Shah, A. A. ( 2010 ). Job Satisfaction, Job Performance and Marital
satisfaction among Dual-Worker Malay Couples.The International Journal of
Interdisciplinary Social Science, 5 (3), 299-306.
Nopiandi, B. (2012). Hubungan antara job insecurity dengan kesejahteraan psikologis pada
karyawan outsourcing. Journal of Social and Industrial Psychology, 1. (2).
Polaci, S., & Akdoğan, A. (2014). Psychological Capital and Performance: The Mediating Role
of Work Family Spillover and Psychological Well-Being. Bussines and Economics
Research Journal,Volume 5, Number 1, (pp. 1-15).
Pujiastuti, E. & Retnowati, S. (2004). Kepuasan Pernikahan dengan Depresi Pada Kelompok
Wanita Menikah yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja. Indonesian Psychological
Journal, Vol 1, (2), 1-9.
Ryan, M. R. & Deci, L, M. (2000). Intrinsic and Extrinsic Motivation: Classic Definition and
New Direction. Contemporary Educational Psychology, 25, 54-67.
23
Ryff, D. C. (1989). Happiness Is Everything, or Is It? Exploration on The Meaning of
Psychological Well Being. Journal of Personality and Social Psychology, Vol 5,7. (6),
1069-1081.
Ryff, D. C. & Keyes, L. C. (1995). The Structure of Psychological Well-Being
Revisited.Journal of Personality and Social Psychology, 4, 719-727.
Stutzer, A. & Frey, B. S. (2006). Does Marriagge Make People Happy, or Do Happy People Get
Married ?. The Journal of Socio-Economics, 35, 326-347.
Van Scotter, J., Motowidlo, S. J., & Cross, T. C. (2000). Effects of task performance and
contextual performance on systemic rewards. Journal of Applied Psychology, 85, 526–
535.
Wibowo. (2013). Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.
SEBAGAI PREDIKTOR KINERJA KARYAWAN PT. SRI AGUNG
KNITTING, BANDUNG
OLEH
HIZKIA ELHANAN ROY
802011097
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
KEPUASAN PERNIKAHAN DAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING
SEBAGAI PREDIKTOR KINERJA KARYAWAN PT. SRI AGUNG
KNITTING, BANDUNG
Hizkia Elhanan Roy
Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2015
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepuasan pernikahan dan psychological well being
(PWB) sebagai prediktor kinerja karyawan Sri Agung Knitting. Penelitian ini dilakukan pada
103 karyawan perusahaan Sri Agung Knitting. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan Simple Random Sampling. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan
teknik analisis regresi berganda dan hasil dari olah data tersebut menunjukan bahwa kepuasan
pernikahan dan PWB mampu secara simultan menjadi prediktor kinerja dengan skor Fhitung
sebesar 44,235 dengan nilai signifikansi p = 0,000 (p < 0,05).
Kata kunci: Kepuasan pernikahan, Psychologicall Well Being, Kinerja
i
Abstract
This study aims to investigate marital satisfaction and psychological well being as a predictor of
job performance Sri Agung Knitting employee. This study was conducted to 103 Sri Agung
Knitting employee. The data collection method on this study is Simple random sampling. Data
were analyzed using multiple regression and the result shows that marital satisfaction and
psychological well being can simultaneously be a predictor of job performance Sri Agung
Knitting with F = 44,235 and p = 0,00 (p < 0,05).
Keyword: Marital Satisfaction, Psychological Well Being, Job Performance
ii
1
PENDAHULUAN
Memiliki sebuah kinerja yang baik sangatlah penting, seperti yang dikatakan oleh
Campbell dkk. (1993) bahwa sebuah perusahaan agar mencapai tujuannya harus memiliki
karyawan yang memiliki sebuah kinerja yang baik , hal ini juga di dukung oleh pendapat dari
Van Scotter, Motowidlo, dan Cross (2000) yang menyatakan bahwa kinerja sangat penting bagi
organisasi dalam rangka mencapai tujuan dan keuntungannya, karyawan dengan kinerja yang
baik akan memberikan kepuasan dan kebanggaan, kinerja jika diakui oleh orang lain dalam
organisasi akan dihargai oleh keuntungan finansial dan lainnya, kinerja yang baik memudahkan
individu untuk masuk ke dalam promosi serta memiliki peluang karir yang lebih baik
dibandingkan dengan kinerja rendah. Jadi, jika seorang memiliki kinerja yang baik maka hal
tersebut akan membantu perusahaan dalam hal produktivitas yang dimana hal tersebut akan
berpengaruh terhadap income dari perusahaan dan akan membantu karyawan tersebut karena
akan memudahkan dia untuk masuk dalam promosi.
Kepuasan pernikahan erat kaitannya dengan PWB seperti yang dikatakan oleh Ryan dan
Deci (2000) PWB mungkin tidak hanya mengacu kebahagiaan subyektif tetapi juga
berhubungan dengan aktualisasi potensi seseorang dan sejauh mana seseorang hidup sesuai
dengan diri sendiri. Stutzer dan Frey (2004) mengakatan bahwa pernikahan adalah salah satu hal
penting yang berengaruh terhadap kehidupan dan kesejahteraan seseorang dan individu yang
menikah, dia lebih bahagia dibandingkan dengan individu yang tidak menikah. Kebahagiaan
yang dialami oleh individu tersebut bersangkutan dengan PWB yang dimiliki individu tersebut
yang berpengaruh terhadap kinerjanya, seperti fenomena yang peneliti temukan di perusahaan
Sri Agung Knitting, Bandung.
Perusahaan Sri Agung adalah salah satu perusahaan besar di Bandung, Jawa Barat yang
bergerak di bidang tekstil. Sri Agung mempekerjakan kurang lebih 103 karyawan yang berasal
dari berbagai macam kalangan yang berusia 25-60 tahun. Menurut wawancara dengan salah satu
2
HRD Sri Agung, sering didapati karyawan yang malas bekerja dan bahkan memiliki
kinerja yang buruk dan menyebabkan kerugian bagi perusahaan, lebih lanjut dikatakan bahwa
karyawan yang memiliki kinerja yang buruk biasanya adalah mereka yang memiliki masalah
dengan pasangannya. Khususnya dalam perusahaan Sri Agung banyak karyawan yang
merupakan pasangan suami-istri, kinerja yang buruk biasanya muncul ketika suami-istri tersebut
mengalami masalah dengan pasangannya. Menurut HRD Sri Agung, didapati bahwa konflikkonlik di dalam rumah tangga berimbas pada menurunnya kinerja karyawan, sebaliknya bagi
beberapa karyawan yang punya hubungan rumah tangga yang harmonis memiliki kinerja yang
baik dan konsisten.
Kinerja tidak didefinisikan oleh tindakan itu sendiri tetapi dengan proses penilaian dan
evaluasi (Motowidlo, Borman, dan Schmit, 1997). Kinerja mempunyai multidimensional
konsep, kinerja dibagi menjadi dua yaitu kinerja riil dan kinerja kontekstual. Menurut Fahmi
(2010) kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat
profit oriented dan non profit oriented yang dihasilkan selama satu periode tertentu sedangkan
Wibowo (2013) berpendapat bahwa kinerja berasal dari pengertian performance. Namun,
sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja tetapi termasuk
bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Setiap karyawan mempunyai kemampuan berdasar
pada pengetahuan dan keterampilan, kompetensi yang sesuai dengan pekerjaanya, motivasi kerja
dan kepuasan kerja. Namun, pekerja juga mempunyai kepribadian, sikap dan perilaku yang
dapat memengaruhi kinerjanya.
Benardin (2001 dalam Wibowo, 2013) mengatakan bahwa kinerja merupakan catatan
hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama
periode waktu tertentu dan ada enam dimensi untuk mengukur kinerja, yaitu quality terkait
dengan proses atau hasil mendekati sempurna/ideal dalam memenuhi maksud atau tujuan,
quantity terkait dengan satuan jumlah atau kuantitas yang dihasilkan, timeliness terkait waktu
3
yang diperlukan dalam menyelesaikan aktivitas atau menghasilkan produk, cost-effectiveness
terkait dengan tingkat penggunaan sumber-sumber organisasi (orang, uang, material, teknologi)
dalam mendapatkan atau memperoleh hasil atau pengurangan pemborosan dalam penggunaan
organisasi, need for supervision terkait dengan kemampuan individu dapat menyelesaikan
pekerjaan atau fungsi-fungsi pekerjaan tanpa asistensi pimpinan atau intervensi pengawasan
pimpinan, interpersonal impact
terkait dengan kemampuan individu dalam meningkatkan
perasaan harga diri, keinginan baik, dan kerja sama diantara sesama pekerja dan anak buah.
Menurut Nasir, Amin, dan Shah (2010) kepuasan pernikahan memengaruhi kinerja
karyawan dan menyatakan bahwa kinerja berkorelasi positif dengan kepuasan pernikahan yang
dimana jika kepuasan pernikahan meningkat maka hal itu juga akan diikuti oleh meningkatnya
kinerja orang tersebut. Kepuasan pernikahan menurut Clayton (1975 dalam Fatimah, 2014)
adalah evaluasi secara keseluruhan tentang segala yang berhubungan dengan
kondisi
perkawinan. Menurut Clayton (1975 dalam Pujiastuti dan Retnowati, 2004) aspek-aspek
kepuasan pernikahan antara lain kemampuan sosial suami istri (marriage sociability) adalah
kemampuan sosial suami istri dalam bergaul dengan orang lain atau lingkungan sosialnya,
persahabatan dalam pernikahan (marriage companionship) adalah persahabatan dan pernikahan
antara suami dengan istri, termasuk komunikasi dan menikmati kebersamaan, urusan ekonomi
(economic affair) adalah segala masalah ekonomi dalam rumah tangga, kekuatan pernikahan
(marriage power) adalah kelekatan antara suami istri, termasuk ketertarikan suami istri,
termasuk ketertarikan serta ekspresi penghargaan satu sama lain, hubungan dengan keluarga
besar (extra family relationship) adalah hubungan dengan keluarga di luar keluarga inti,
persamaan ideologi (ideological congruence) adalah kesamaan tujuan danpandangan suami istri,
keintiman pernikahan (marriage intimacy) adalah keintiman dan ekspresi kasih sayang suami
istri, taktik interaksi (interaction tactic) adalah cara pasangan berinteraksi dan menyelesaikan
konflik dalam rumah tangga, termasuk kerja sama dan penyatuan perbedaan, sedangkan menurut
4
Nasir, Amin, dan Shah (2010) di masa ini, pasangan yang bekerja dihadapkan dengan
berbagai tuntutan dan tekanan baik yang berasal dari dalam rumah tangga ataupun di dalam
pekerjaan. Tidak diragukan lagi bahwa ketika berada di tempat kerja banyak sekali dampak dari
globalisasi. Salah satu dampak dari globalisasi adalah tantangan yang terus-menerus dan
kompetisi di tempat kerja. Hal ini juga berdampak besar pada kinerja karena kinerja biasanya
mengindikasikan produktivitas tinggi dan keuntungan yang besar bagi organisasi. Efek kepuasan
pernikahan dalam pekerjaan menurut Nasir, Amin, Shah (2010) kepuasan pernikahan memiliki
korelasi signifikan terhadap kinerja, dimana ketika kepuasan pernikahan meningkat hal itu juga
akan diikuti dengan meningkatnya kinerja.
Lin, Yu, dan Yi (2014) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang juga memengaruhi
kinerja karyawan adalah psychological well-being (PWB). Psychological well-being, secara
luas didefinisikan sebagai kebahagiaan, kepuasan hidup, dan pertumbuhan diri dan merupakan
salah satu aspek yang paling penting dari fungsi psikologis. Banyak penelitian menunjukkan
bahwa orang yang bahagia mengalami sejumlah manfaat mulai dari kesehatan fisik, memiliki
hubungan yang lebih baik dengan kinerja yang tinggi (Huppert, 2009; dalam Lyubomirsky, dkk,
2005). Psychological well-being mengacu pada kualitas pengalaman hidup dan mencerminkan
fungsi psikologis yang optimal dan pengalamannya (Cowen dalam Ryff, 1989).
Psychological well-being mungkin tidak hanya mengacu kebahagiaan subyektif tetapi
juga berhubungan dengan aktualisasi potensi seseorang dan sejauh mana seseorang hidup sesuai
dengan diri sendiri. Sebuah contoh yang menonjol dari teori yang menekankan pentingnya
pertumbuhan pribadi dan pengembangan Penentuan Nasib Sendiri (Ryan dan Deci, 2000).
Psychological well-being menurut Ryff (Ryan dan Deci 2000) adalah keadaan perkembangan
potensi nyata seseorang yang ditandai dengan karakteristik ia dapat menghargai dirinya dengan
positif termasuk Self-Acceptance, Positive Relation with Other, Environmental Mastery,
Autonomy, Personal Growth, Purpose in Life. Adapun dimensi–dimensi Psychological well-
5
being
menurut Ryff dan Keyes (1995), yaitu kesadaran keterbatasan diri pribadi (self-
acceptance) mencakup evaluasi positif terhadap diri yang sekarang dan masa lalu, membangun
dan menjaga hubungan baik dan hangat dengan orang lain (positve relation with other) berarti
memiliki kualitas hubungan dengan orang lain, menciptakan kontek lingkungan sekitar sehingga
bisa memuaskan kebutuhan dan hasrat dari mereka sendiri (environmental mastery) yang
mencakup kapasitas untuk secara efektif mengatur hidup seseorang, membangun kekuatan
individu dan kebebasan personal (autonomy) yang berarti memiliki perasaan untuk menentukan
nasib diri sendiri, dinamika pembelajaran sepanjang hidup dan berkelanjutan mengembangkan
kemampuan mereka (personal growth) yang berarti memiliki perasaan untuk terus bertumbuh
dan berkembang sebagai individu, tujuan hidup yang menyatukan usaha dan tantangan yang
mereka hadapi (purpose in life) mencakup kepercayaan bahwa kehidupan seseorang memiliki
suatu tujuan dan memiliki sebuah arti.
Efek PWB pada pekerjaan adalah seperti yang dikatakan oleh Lin, Yu, dan Yi (2014)
bahwa salah satu faktor yang juga memengaruhi kinerja karyawan adalah PWB hal ini diperkuat
dengan hasil penelitiannya yaitu terdapat korelasi positif antara PWB terhadap kinerja karyawan
dan menurut Giver, Faber, Hannerz, Strøyer dan Rugulies (2010) menyatakan bahwa rendahnya
tingkat PWB seseorang, maka orang tersebut akan memiiki kemungkinan besar untuk di
keluarkan dari pekerjaannya.
Hasil penelitian tentang hubungan antara PWB terhadap kinerja oleh Lin, Yu, dan Yi
(2014) menyatakan bahwa PWB saling berhubungan dengan kinerja karyawan. Ditingkatkannya
kesejahteraan individu akan meningkatkan kinerja karyawan tersebut. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Nasir,Amin dan Shah (2010) menyatakan bahwa kinerja berkorelasi positif
dengan kepuasan pernikahan yang dimana jika kepuasan pernikahan meningkat maka hal itu
juga akan diikuti oleh meningkatnya kinerja orang tersebut. Namun sejauh penelusuran penulis,
belum ada secara simultan penelitian tentang kepuasan pernikahan dan PWB sebagai prediktor
6
terhadap kinerja, penelitian yang ada secara parsial yaitu hubungan antara PWB dengan kinerja
dan hubungan kepuasan pernikahan dengan kinerja. Adapun Anwar (2002) menyebutkan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah faktor kemampuan, secara psikologi
kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi dan kemampuan realitas (pengetahuan
dan keahlian) artinya karyawan yang memiliki potensi di atas rata-rata dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari maka akan
lebih mudah mencapai kinerja yang diharapakan. Oleh karena itu karyawan perlu ditempatkan
pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya dan faktor motivasi seorang karyawan dalam
menghadapai situasi kerja akan membentuk motivasi. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau tujuan organisasi.
Sikap mental karyawan akan mendorong dirinya mencapai prestasi kerja yang maksimal.
Menurut Van Scotter, Motowidlo dan Cross (2000) menyatakan bahwa kinerja penting bagi
organisasi dalam rangka mencapai tujuan dan keuntungan, karyawan dengan kinerja yang baik
akan memberikan kepuasan dan kebanggaan pada perusahaan, kinerja jika diakui oleh rekan
sekerja dalam organisasi, dihargai dengan keuntungan finansial dan lainnya, kinerja yang baik
memudahkan individu mendapatkan promosi serta memiliki peluang karir yang lebih baik
dibandingkan dengan individu berkinerja rendah.
Dalam kehidupan nyata, kinerja yang rendah bisa dipengaruhi oleh kepuasan pernikahan
yang rendah dan PWB. Menurut Nasir, Amin dan Shah (2014) kepuasan pernikahan
memengaruhi kinerja karyawan. Lin, Yu, dan Yi (2014) menyebutkan bahwa salah satu faktor
yang juga memengaruhi kinerja karyawan adalah PWB hal ini diperkuat dengan hasil
penelitiannya yaitu terdapat korelasi positif antara PWB terhadap kinerja karyawan. Melalui
beragam penelitian, telah dinyatakan bahwa PWB, kepuasan pernikahan, dan kinerja
mempunyai suatu hubungan yang positif yang dimana jika salah satu meningkat maka hal itu
7
juga akan diikuti oleh variabel lainya. Maka dalam kehidupan sehari-hari PWB, kepuasan
pernikahan, dan kinerja merupakan hal yang penting dalam lingkup pekerjaan.
Melihat fenomena dan hasil penelitian yang ada, maka tujuan peneliti melakukan
penelitian ini adalah ingin melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kepuasan pernikahan dan
PWB sebagai prediktor terhadap kinerja. Manfaat dari penelitian ini adalah menambah
penelitian di bidang psikologi keluarga dan psikologi industri organisasi dalam hubungannya
dengan karyawan dan manfaat praktisnya adalah agar partisipan mengetahui bahwa PWB dan
kepuasan pernikahan yang mereka miliki juga berpengaruh terhadap kinerja mereka.
Rumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini adalah apakah kepuasan pernikahan dan psychological wellbeing secara simultan sebagai prediktor terhadap kinerja karyawan di Sri Agung
Knitting, Bandung?
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah kepuasan pernikahan dan PWB secara simultan sebagai prediktor
kinerja karyawan Sri Agung Knitting, Bandung.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan teknik uji regresi
berganda yang dimana dalam analisis ini variable terikatnya (Y) dihubungkan atau dijelaskan
lebih dari satu variabel, mungkin dua,tiga dan seterusnya variable bebas (X1,X2,X3,…,Xn) namun
masih menunjukan digram hubungan yang linear (Hasan,1999).
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga buah variable dimana dua diantaranya adalah variable bebas
dan satu variabel terikat yaitu kepuasan pernikahan dan PWB dan sebagai variabel terikat adalah
kinerja.
8
Definisi Operasional
a. Kinerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dalam kurun waktu tertentu.
Berdasarkan standar kerja yang ditetapkan oleh perusahaan, maka dapat disimpulkan bahwa
kinerja karyawan yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Pengumpulan data kinerja
menggunakan skala yang telah peneliti buat berdasarkan dimensi kinerja dari Bernardin (dalam
Wibowo, 2013) yaitu quality, quantity, cost-effectiveness, need for supervision, interpersonal
impact. Skala ini menggunakan metode skala Likert dengan lima pilihan jawaban dimulai dari
STS, TS, N, S, SS. Untuk aitem favorable STS memiliki nilai 0, TS memiliki nilai 1, N
memiliki nilai 2, S memiliki nilai 3, SS memiliki nilai 4, sedangkan untuk aitem unfavorable
sebaliknya.
b. Kepuasan pernikahan adalah evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang
berhubungan dengan kondisi pernikahan. Evaluasi tersebut bersifat dari dalam diri seseorang
(subyektif) dan memiliki tingkatan lebih khusus dibanding perasaan kebahagiaan pernikahan.
Skala kepuasan pernikahan menggunakan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan
aspek kepuasan pernikahan menurut Clayton (1975 dalam Pujiastuti dan Retnowati, 2004)
antara lain marriage sociability, marriage companionship, economic affair, marriage power,
extra family relationship, ideological congruence, marriage intimacy, interaction tactic. Skala
ini menggunakan metode skala Likert dengan lima pilihan jawaban dimulai dari STS, TS, N, S,
SS. Untuk aitem favorable STS memiliki nilai 0, TS memiliki nilai 1, N memiliki nilai 2, S
memiliki nilai 3, SS memiliki nilai 4, sedangkan untuk aitem unfavorable sebaliknya.
c. Psychological well-being (PWB) berdasarkan aspek dari Ryff (1989) antara lain selfacceptance, posiitve relation with other, environmental mastery, autonomy, personal growth,
purpose in life. PWB diungkap dengan skala PWB dibuat oleh Ryff (1989) terdiri dari 42 item.
Skala ini menggunakan metode skala Likert dengan lima pilihan jawaban dimulai dari STS, TS,
9
N, S, SS. Untuk aitem favorable STS memiliki nilai 0, TS memiliki nilai 1, N memiliki nilai 2, S
memiliki nilai 3, SS memiliki nilai 4, sedangkan untuk aitem unfavorable sebaliknya.
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Sri Agung Knitting yang
berjumlah 103 orang dengan karakteristik partisipan dalam ikatan perkawinan dengan usia
partisipan 25-60. Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Purposive
sampling.
Instrumen Pengambilan data
1. Skala kepuasan pernikahan
Skala yang digunakan dalam mengukur kepuasan pernikahan adalah skala yang dibuat
sendiri oleh peneliti dengan menggunakan aspek-aspek kepuasan pernikahan oleh
Clayton (1975 dalam Pujiastuti dan Retnowati, 2004) aspek-aspek kepuasan pernikahan
antara lain marriage sociability, marriage companionship, economic affair, marriage
power, extra family relationship, ideological congruence, marriage intimacy, interaction
tactic, skala kepuasan pernikahan ini berupa skala Likert dan nilai total keseluruhan akan
menunjukan skor kepuasan pernikahan subjek.
Data untuk mengambil kepuasan pernikahan menggunakan skala yang telah
melewati tahap validasi, baik validitas isi dan validitas muka dimana skala telah
diperiksa oleh para ahli di bidangnya, yaitu dosen pembimbing. Skala kepuasan
pernikahan terdiri dari 23 item yang dimana terdiri dari 14 item favorable dan 9 item
unfavorable. Sebelum dipergunakan, dilakukan uji daya beda dan reliabilitas kriteria
daya beda yang baik adalah r ≥ 0,25 (Azwar,2012). Hasilnya menunjukan bahwa dari 23
aitem, terdapat 20 aitem yang mempunyai daya beda yang baik, dengan reliabilitas α =
0,885 (α > 0,05) yang memiliki arti bahwa skala kepuasan pernikahan adalah reliabel.
10
2. Skala kinerja
Data kinerja menggunakan skala yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan
menggunbakan aspek dari Bernardin (2001 dalam Wibowo, 2013) yaitu yaitu quality,
quantity, timeliness, cost-effectiveness, need for supervision, interpersonal impact. Skala
kinerja terdiri dari 20 item yang terdiri dari 12 aitem favorable dan 8 aitem unfavorable.
Sebelum dipergunakan, dilakukan uji daya beda dan reliabilitas. Sebelum dipergunakan,
dilakukan uji daya beda dan reliabilitas kriteria daya beda yang baik adalah r ≥ 0,25
(Azwar,2012). Hasilnya menunjukan bahwa dari 20 aitem, terdapat 16 aitem yang
mempunyai daya beda yang baik, dengan reliabilitas α = 0,836 (α > 0.05) yang berarti
skala kinerja adala reliabel.
3. Skala PWB
Skala PWB dibuat oleh Ryff (1989) terdiri dari 42 aitem yang dimana terdiri dari 20
aitem unfavorable dan 22 aitem avorable terdiri dari 8 butir mengenai Autonomy, 8 butir
mengenai Environmental mastery, 7 butir mengenai Personal growth, 7 butir mengenai
Positive relations, 7 butir mengenai Purpose in life dan 7 butir mengenai SelfAcceptance. Sebelum dipergunakan, dilakukan uji daya beda dan reliabilitas. Sebelum
dipergunakan, dilakukan uji daya beda dan reliabilitas kriteria daya beda yang baik
adalah r ≥ 0,25 (Azwar,2012). Hasilnya menunjukan bahwa dari 42 aitem, terdapat 36
aitem yang mempunyai daya beda yang baik, dengan reliabilitas α = 0,894 (α > 0,05)
yang memiliki arti bahwa skala PWB adalah reliabel.
11
Data Deskriptif
Tabel 4 statistik deskriptif skala inerja, skala kepuasan pernikahan dan skala psychological well-being
Descriptive Statistics
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
KINERJA
103
29
62
43.91
7.594
MARITAL
103
27
79
53.30
10.961
PWB
103
60
133
92.57
15.064
Valid N (listwise)
103
Tabel 4 diatas merupakan statistik deskriptif dari skor partisipan untuk setiap variabel.
Peneliti membagi skor menjadi 5 kategori yaitu mulai dari “sangat tinggi” hingga “ sangat
rendah” .
Dalam pengisian ketiga skala tersebut partisipan diminta untuk melingkari jawaban yang
menurut partisipan paling benar.
Hasil Penelitian
Analisa deskriptif
1. Variabel Kinerja
Jumlah aitem skala kinerja adalah 16 aitem sehinga total nilai terendah adalah 0 dan tertinggi
adalah 64 dibagi menjadi lima kategori sehingga memiliki interval sebesar 12,8.
Tabel 5 kriteria skor kinerja
No
1
2
3
4
5
Interval
0 ≤ x < 12,8
12,8 ≤ x < 25,6
25,6≤ x < 38,4
38,4 ≤ x < 51,2
51,2 ≤ x < 64
Kategori
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
F
0
0
29
59
15
Persentase
0%
0%
28.16 %
57,28 %
14.56 %
Dari tabel diatas diketahui bahwa kinerja sebagian besar karyawan di Sri Agung Knitting ada
pada kategori tinggi (57,28%).
2. Variabel Kepuasan pernikahan
Jumlah aitem skala kepuasan pernikahan adalah 20 aitem sehinga total nilai terendah adalah 0
dan tertinggi adalah 80 dibagi menjadi lima kategori sehingga memiliki interval sebesar 16.
12
Table 6 kriteria skor kepuasan pernikahan
No
1
2
3
4
5
Interval
0 ≤ x < 16
16 ≤ x < 32
32 ≤ x < 48
48 ≤ x < 64
64 ≤ x < 80
Kategori
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
F
0
4
28
53
18
Persentase
0%
3.88 %
27.18 %
51.46%
17,48 %
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar kepuasan pernikahan karyawan di Sri Agung
Knitting berada pada kategori tinggi (51,46%).
3. Variabel Psychological well being
Jumlah aitem skala PWB adalah 36 aitem sehinga total nilai terendah adalah 0 dan tertinggi
adalah 144 dibagi menjadi lima kategori sehingga memiliki interval sebesar 28,8.
Tabel 7 skor criteria psychological well - being
No
Interval
Kategori
F
Persentase
1
0 ≤ x < 28,8
Sangat Rendah
0
0%
2
28,8 ≤ x < 57,6
Rendah
0
0%
3
57,6 ≤ x < 86,4
Sedang
38
36.89 %
4
86,4 ≤ x < 115,2
Tinggi
57
55,34 %
5
115,2 ≤ x < 144
Sangat Tinggi
8
7.77 %
Dari tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar PWB karyawan di Sri Agung Knitting berada
pada kategori tinggi (55,34%).
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Pengujian asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji normalitas
dengan melihat grafik histogram,P-P Plot test dan metode Kolmogorov Smirnov.
13
Dengan melihat tampilan histogram diatas, dapat disimpulkan bahwa grafik histogram
menunjukan pola distribusi normal dengan tidak melenceng ke kanan atau ke kiri.
P-P Plot test
Dari P-P Plot test diatas menunjukan bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal serta
penyebarannya searah garis diagonal sehingga dapat dikatakan bahwa data berdistribusi normal.
Tabel 8 Uji One Sample Kolmogorov Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
KINERJA
N
MARITAL
PWB
103
103
103
Mean
43.91
53.30
92.57
Std. Deviation
7.594
10.961
15.064
Absolute
.077
.069
.066
Positive
.063
.058
.066
Negative
-.077
-.069
-.052
Kolmogorov-Smirnov Z
.786
.701
.668
Asymp. Sig. (2-tailed)
.568
.709
.763
Normal Parameters
a,b
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
14
Berdasarkan uji normalitas dengan menggunakan metode Kolmogorov Smirnov, didapat hasil
bahwa data kinerja ( K-S-Z = 0,786, p = 0,568, p > 0,05), data kepuasan pernikahan ( K-S-Z =
0,701, p = 0,709, p > 0,05) dan data PWB ( K-S-Z = 0,668, p = 0,763, p > 0,05) artinya bahwa
data kinerja, kepuasan pernikahan dan PWB terdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah modeh regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel bebas. Model regeresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di
antara variabel independen ( Ghozali,2006). Hasil uji multikolinearitas disajikan dalam bentuk
tabel dan deskriptif, sebagai berikut :
Tabel 9 Uji Multiklinearitas
Coefficientsa
Unstandardized
Standardiz
Coefficients
ed
Coefficient
s
B
Std. Error
Beta
Model
1
(Consta
nt)
MARITA
L
PWB
11.640
3.478
.122
.069
.279
.050
a. Dependent Variable: KINERJA
T
Sig.
Collinearity
Statistics
Tabel
diatas
menyajikan
Toleran
ce
VIF
3.347
.001
.176
1.755
.082
.529
1.890
.552
5.516
.000
.529
1.890
hasil
uji
multikolinearita
s
dimana
kepuasan
pernikahan dan PWB memiliki skor Tolerance 0,529 ( Tolerance ≤ 0,10) dan skor VIF 1,89
(VIF < 10), hal tersebut memiliki arti bahwa tidak ada multikolinearitas antar variable bebas
dalam moel regresi.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas memiliki tujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain.
15
Tabel diatas menunjukan bahwa titik-titik menyebar dan tidak membentuk pola tertentu dan
tersebar diatas ataupun dibawah angka 0 pada sumbu Y.
Hasil ini menunjukan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi tersebut,
sehingga dapat dipakai untuk memprediksi variable kinerja berdasarkan kepuasan pernikahan
dan PWB.
4. Uji Linearitas
Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui hubungan linear antar variable. Suatu data
dinyatakan memiliki hubungan linear apabila p < 0,05, tetapi jika skor dari data tersebut p >
0,05 maka data tersebut dinyatakan tiak memiliki hubungan linear. Hasil uji linearitas antara
kinerja dan marital disajikan dalam bentuk tabel dan deskriptif sebagai berikut :
Tabel 10 Uji Linearitas kinerja dengan kepuasan pernikahan
ANOVAa
Model
Sum of
df
Mean
Squares
Regressi
1
Sig.
44.943
.000
Square
1811.423
1
1811.423
Residual
4070.791
101
40.305
Total
5882.214
102
on
F
b
a. Dependent Variable: KINERJA
b. Predictors: (Constant), MARITAL
Tabel di atas menunjukan hasil uji linearitas dimana kinerja memliki hubungan linear dengan
kepuasan pernikahan dengan p = 0,000 ( p < 0,05).
16
Tabel 11 Uji lineriaritas kinerja dengan PWB
ANOVAa
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
2665.020
1
2665.020
Residual
3217.194
101
31.853
Total
5882.214
102
F
83.665
Sig.
.000b
a. Dependent Variable: KINERJA
b. Predictors: (Constant), PWB
Hasil penghitungan tabel diatas menunjukan adanya hubungan yang linear antara kinerja dengan
PWB dengan skor p = 0,000 (p < 0,05).
5. Uji Hipotesis
Hipotesis : kepuasan pernikahan dan PWB secara simultan sebagai prediktor terhadap kinerja
karyawan.
Uji hipotesis yang dilakukan oleh peneliti menggunakan uji regresi berganda dua
variable.
Tabel 12 hasil Uji regresi berganda signifikansi F
ANOVA
Model
1
Sum of Squares
a
df
Mean Square
Regression
2761.163
2
1380.581
Residual
3121.051
100
31.211
Total
5882.214
102
F
44.235
Sig.
.000
b
a. Dependent Variable: KINERJA
b. Predictors: (Constant), PWB, MARITAL
Berdasarkan tabel anova diatas, diperoleh skor Fhitung sebesar 44,235 dengan nilai signnifikansi p
= 0,000 (p < 0,05) yang menunjukan bahwa kepuasan pernikahan dan PWB dapat dijadikan
prediktor terhadap kinerja.
17
Tabel 13 hasil uji korelasi psychological well being dan kepuasan pernikahan dengan kinerja
Model Summary
Model
R
1
.685
R Square
a
b
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.469
.459
Durbin-Watson
5.587
2.046
a. Predictors: (Constant), PWB, MARITAL
b. Dependent Variable: KINERJA
Hubungan kepuasan pernikahan dan PWB terhadap variabel terikat yaitu kinerja sebesar 46,9 %
dan sisanya sebesar 53,1 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti oleh peneliti dalam
penelitian ini.
Tabel 15 hasil uji regresi berganda nilai koefisien Beta dan nilai t variable independent terhadap variable
dependent
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
T
Sig.
Coefficients
B
(Constant)
1
Std. Error
11.640
3.478
MARITAL
.122
.069
PWB
.279
.050
Beta
3.347
.001
.176
1.755
.082
.552
5.516
.000
Dari tabel diatas diperoleh persamaan regresi linear sebagi berikut :
Y = 0,176 X1 + 0,552 X2
Keterangan :
1. Konstanta sebesar 11,640 mengandung arti bahwa jika variable independen dianggap konstan,
maka nilai kinerja sebesar 11,640.
2. Koefisien regresi kepuasan pernikahan sebesar 0,176 memiliki arti bahwa setiap penambahan
1 satuan atau tingkatan kepuasan pernikahan akan berdampak pada meningkatnya kinerja
sebesar 0,176 satuan.
3. Koefisien regresi PWB sebesar 0,552 memiliki arti bahwa setiap penambahan 1 satuan atau
tingkatan PWB akan berdampak pada meningkatnya kinerja sebesar 0,552 satuan.
18
PEMBAHASAN
Hasil pengukuran analisis regresi berganda diatas membuktikan hipotesis yang
menyatakan bahwa kepuasan pernikahan dan PWB sebagai prediktor terhadap kinerja diterima.
Hal tersebut bisa dilihat dari nilai F sebesar 44,235 dengan nilai signifikansi p = 0,000 (p <
0,05) yang menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kepuasan pernikahan dan
PWB terhadap kinerja. Kedua variable juga memberikan sumbangan efektif sebesar 46,9% yang
berarti bahwa 46,9% variasi yang terjadi pada variabel kinerja dapat dijelaskan oleh variasi dari
variabel kepuasan pernikahan dan PWB.
Argyle (1999) mengatakan bahwa ada 2 alasan utama mengapa pernikahan berkontribusi
pada PWB, pertama pernikahan menyediakan sumber tambahan seseorang dalam meningkatkan
self-esteem, sebagai contoh dengan menyediakan jalan keluar dari stress pada sebuah pekerjaan,
kedua individu yang menikah, mmeiliki pasangan yang mendukungnya dan mampu bertahan
dari kesepian. Hal ini yang menyebabkan kepuasan pernikahan dan PWB berpengaruh terhadap
kinerja seseorang. Penelitian Nasir, Amin, dan Shah (2010) menyatakan bahwa kepuasan
pernikahan memengaruhi kinerja karyawan dan menyatakan bahwa kinerja berkorelasi positif
dengan kepuasan pernikahan yang dimana jika kepuasan pernikahan meningkat maka hal itu
juga akan diikuti oleh meningkatnya kinerja orang tersebut. Ketika seseorang merasa puas
dengan pernikahannya, maka individu tersebut cenderung memiliki kinerja yang baik karena
pernikahan mereka bisa menjadi kekuatan bagi mereka ketika bekerja dan mendapatkan kinerja
yang baik. Pujiastuti dan Retnowati (2004) juga menyatakan bahwa tingkat kepuasan pernikahan
yang tinggi akan membuat individu lebih lengkap, berarti serta lebih optimis menatap masa
depan. Partisipan dalam penelitian ini memiliki tingkat kepuasan pernikahan yang cenderung
tinggi, terlihat pada tabel 6 yang menunjukan bahwa sekitar 51.46% partisipan menjawab
bahwa mereka cenderung merasa puas dengan pernikahan mereka. Tingkat kepuasan pernikahan
yang tinggi juga mengindikasikan bahwa dalam kehidupan sehari-hari, para karyawan mampu
19
untuk memenuhi segala aspek-aspek kepuasan pernikahan antara lain marriage sociability,
marriage companionship, economic affair, marriage power, extra family relationship,
ideological congruence, marriage intimacy, interaction tactic.
Selain kepuasan pernikahan, PWB juga menjadi salah satu prediktor terhadap kinerja
karyawan. Tinggi rendahnya PWB dapat memengaruhi kinerja seseorang, seperti yang dikatakan
oleh Lin, Yu, dan Yi (2014) bahwa PWB memiliki korelasi terhadap kinerja karyawan,
rendahnya tingkat PWB seseorang, membuat seseorang memiliki kemungkinan lebih besar
untuk di keluarkan dari pekerjaannya sama seperti penelitian yang dilakukan oleh Giver, Faber,
Hannerz, Strøyer dan Rugulies (2010). Selain itu, Polatci dan Akdoğan (2014) mengatakan
bahwa tingkat PWB yang tinggi berarti individu menggunakan potensinya secara tepat,
karyawan memberikan semua waktu dan tenaganya agar berhasil dalam pekerjaannya dan
mampu membedakan tanggung jawabnya di rumah dengan di tempat kerja. Nopiando (2012)
mengungkapkan bahwa PWB merupakan kondisi tercapainya kebahagiaan tanpa adanya
gangguan psikologis yang ditandai dengan kemampuan individu mengoptimalkan fungsi
psikologisnya.
Tinggi rendahnya tingkat kesejahteraan psikologis seorang karyawan
dipengaruhi oleh proses evaluasi pengalaman hidup selama ia menjadi karyawan. Realita
kondisi kerja baik yang sifatnya menyenangkan maupun tidak, ditangkap sebagai suatu konsepsi
pengalaman psikologis dalam diri seorang karyawan. Interpertasi pengalaman yang positif akan
menimbulkan kepuasan dalam diri karyawan sebagai pondasi optimalisasi fungsi kesejahteraan
psikologis disertai dengan kondisi keluarga yang harmonis akan meningkatkan kinerja
karyawan.
PWB merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan dalam prakteknya, baik oleh
perusahaan ataupun diri sendiri. Orang yang memiliki PWB yang tinggi berarti orang tersebut
memiliki kinerja yang tinggi, di mana orang tersebut mampu memenuhi dimensi-dimensi dari
PWB, salah satunya adalah mampu menjaga hubungan baik dengan orang lain, hal tersebut
20
merupakan salah satu dimensi kinerja Bernardin (2001 dalam Wibowo, 2013). Salah satu
dimensi dari kinerja adalah interpersonal impact yang berkaitan dengan kemampuan individu
dalam meningkatkan harga diri, keinginan baik serta kerja sama diantara sesama pekerja dan
anak buah yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya untuk mendapatkan income
yang besar. Income perusahaan berhubungan erat dengan kinerja karyawan, ketika karyawan
memiliki kinerja yang baik berarti karyawan tersebut mampu memberikan income yang baik
pada perusahaan dan akan mendorong penghargaan dari perusahaan kepada dirinya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang sudahh dilakukan tentang kepuasan pernikahan dan
PWB sebagai prediktor terhadap kinerja, maka disimpulkan :
1. Kepuasan pernikahan dan PWB secara simultan sebagai prediktor kinerja
2. Sumbangan efektif kepuasan pernikahan dan PWB pada kinerja sebesar 46,9%
3. Partisipan memiliki kinerja pada kategori tinggi (57,28%) dan memiliki PWB
berada pada kategori tinggi (55,34%). Pada variabel kepuasan pernikahan
partisipan sebagian besar berada pada kategori tinggi (51,46%).
Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, masih banyak
kesalahan dan keterbatasan maka peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi Karyawan
Untuk meningkatkan kinerja karyawan, karyawan perlu memerhatikan
PWB mereka karena hal tersebut berpengaruh terhadap kinerja mereka.
Karyawan diharapkan untuk meningkatkan PWB mereka dengan cara
membangun hubungan yang dengan rekan kerja dan atasan maupun bawahan,
mampu mengevaluasi diri sendiri, memiliki tujuan hidup yang menyatukan usaha
21
dan tantangan. Kepuasan pernikhan juga harus diperhatikan seperti menjaga dan
memelihara hubungan suami istri yang harmonis.
2. Bagi HRD dan Perusahaan
Bagi HRD untuk mempertahankan dan membantu meningkatkan PWB karyawan
yang sudah baik, dengan cara membuat gathering, rekreasi bersama seluruh staff
dan keluarga. Dalam mempertahankan dan membantu kepuasan pernikahan
karyawan dengan cara membuka kesempatan bagi pasangan yang sedang
memiliki
masalah
untuk
bercerita
mengenai
masalahnya,
sekaligus
mempertahakan kinerja karyawan tersebut.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
Dalam penelitian ini ditemukan 53,1%
faktor-faktor lain, dengan demikin
penelitian selanjutnya dapat meneliti faktor-faktor lain yang berhubungan dengan
kinerja seperti motivasi, jenis kelamin, kepribadian, lamanya menikah, lamanya
bekerja dan pengalaman positif yang memberikan kepuasan dalam diri karyawan
sehingga memengaruhi kinerja. Pengukuran kinerja bisa menggunakan skala
yang dimilki oleh perusahaan yang bersangkutan agar data yang dihasilkan lebih
valid dan reliable sehingga tidak memberikan kesan ambigu. Jika mengukur
kinerja sebaiknya di satu pekerjaan yang sama karena berbeda pekerjaan berbeda
pula job desk yang dimiliki.
22
DAFTAR PUSTAKA
Argyle, M., 1999. Causes and correlates of happiness. In: Kahneman, D., Diener, E., Schwarz,
N. (Eds.),Well-being: The Foundations of Hedonic Psychology. Russell Sage
Foundation, (pp. 353–373). New York.
Azwar, S. (Ed. 2). (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Campbell, J. P., McCloy, R. A., Oppler, S. H., & Sager, C. E. (1993). A theory of performance
In E. Schmitt, W. C. Borman, & Associates (Eds.), Personnel selection in organizations.
(pp. 35–70). San Francisco: Jossey-Bass.
Fahmi, I. (2010). Manajemen Kinerja : Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
Fatimah, N. S. (2014). Konsep Diri Wanita yang Tidak perawan dan Kepuasan Perkawinan.
eJournal Psikologi, 2, (2), 195-205.
Giver, H., Faber, A., Hannerz, H., Strøyer, J & Rugulies, R. (2010). Psychological well-being as
predictor of dropout among recently qualified Danish eldercare workers. Scandinavian
Journal of Public Health, 38, 239-245.
Hadi, S. (2000). Statistik. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Hasan, I.(1999). Pokok-pokok Materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif). Jakarta: Bumi Aksara.
Lee, C. C., Lin, Y, H., Huan, H. C., Huang, W. W & Teng, H. H. (2015). The effect of task
interpendence, team coorporation and team conflict on job performance.Social Behavior
and Personality, 43, (4), 529-536.
Lin, C.Y., Yu, C & Yi, C. C. (2014). The effect of Positive Affect, Person Job Fit, and Well
Being on Job Performance. Social Behavior and Personality,42 (9), 1537-1548.
Motowidlo, S. J., Borman, W. C., & Schmit, M. J. (1997). A theory of individual differences in
task and contextual performance. Human Performance, 10, 71–83.
Nasir, R. (2008). Career counseling: a shift from conventionalism (Kaunseling kerjaya: anjakan
daripada konvensionalisme). Innaugral Lecture. Bangi, Selangor: Universiti Kebangsaan
Malaysia, Publications.
Nasir, R., Amin, S., & Shah, A. A. ( 2010 ). Job Satisfaction, Job Performance and Marital
satisfaction among Dual-Worker Malay Couples.The International Journal of
Interdisciplinary Social Science, 5 (3), 299-306.
Nopiandi, B. (2012). Hubungan antara job insecurity dengan kesejahteraan psikologis pada
karyawan outsourcing. Journal of Social and Industrial Psychology, 1. (2).
Polaci, S., & Akdoğan, A. (2014). Psychological Capital and Performance: The Mediating Role
of Work Family Spillover and Psychological Well-Being. Bussines and Economics
Research Journal,Volume 5, Number 1, (pp. 1-15).
Pujiastuti, E. & Retnowati, S. (2004). Kepuasan Pernikahan dengan Depresi Pada Kelompok
Wanita Menikah yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja. Indonesian Psychological
Journal, Vol 1, (2), 1-9.
Ryan, M. R. & Deci, L, M. (2000). Intrinsic and Extrinsic Motivation: Classic Definition and
New Direction. Contemporary Educational Psychology, 25, 54-67.
23
Ryff, D. C. (1989). Happiness Is Everything, or Is It? Exploration on The Meaning of
Psychological Well Being. Journal of Personality and Social Psychology, Vol 5,7. (6),
1069-1081.
Ryff, D. C. & Keyes, L. C. (1995). The Structure of Psychological Well-Being
Revisited.Journal of Personality and Social Psychology, 4, 719-727.
Stutzer, A. & Frey, B. S. (2006). Does Marriagge Make People Happy, or Do Happy People Get
Married ?. The Journal of Socio-Economics, 35, 326-347.
Van Scotter, J., Motowidlo, S. J., & Cross, T. C. (2000). Effects of task performance and
contextual performance on systemic rewards. Journal of Applied Psychology, 85, 526–
535.
Wibowo. (2013). Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.