PENERAPAN SISTEM LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides) PADA PEMOTONGAN KEDUA.

(1)

PENERAPAN SISTEM LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT

RAJA (Pennisetum purpupoides) PADA PEMOTONGAN KEDUA

SKRIPSI

Oleh :

MEGA DELTA MARISKA 1010612053

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Andalas

FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS


(2)

iv PENERAPAN SISTEM LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT

RAJA (Pennisetum purpupoides) PADA PEMOTONGAN KEDUA Mega Delta Mariska, dibawah bimbingan

Dr. Ir. Suyitman, MS. dan Dr. Evitayani, S.Pt, M.Agr. Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan

Universitas Andalas Padang, 2014

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan sistem LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) terhadap pertumbuhan dan produksi Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) pada pemotongan kedua. Penelitian ini menggunakan stek Rumput Raja, pupuk N, P, dan K, pupuk kandang, CMA dan alat-alat pertanian. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan dosis yang diberikan adalah: A (100% N, P, dan K), B (100% N, P, dan K + Pukan ), C (25% N, P, dan K + Pukan + CMA), D (25% N, P, dan K + CMA) dan E (Pukan + CMA). Data diolah dengan sidik ragam. Hasil analisis ragam dalam penelitian menunjukkan bahwa pengaruh antara perlakuan berbeda tidak nyata (P>0.05) terhadap pertumbuhan dan produksi Rumput Raja. Tinggi tanaman berkisar dari 3.155 - 3.245 m, panjang daun 1.26 - 1.32 m, lebar daun 5.00 - 5.17 cm, jumlah anakan 18.25 - 22.75 batang/rumpun, persentase batang 73.76 - 77.61%, diameter batang 2.35 - 2.60 cm, produksi segar 97.43 - 127.73 ton/ha/panen, dan produksi bahan kering 15.87 - 26.22 ton/ha/panen. BCR antar perlakuan juga menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata (P>0.05). BCR berkisar dari 6.48 – 8.65. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam penanaman Rumput Raja menggunakan sistem LEISA menghasilkan produktivitas (pertumbuhan dan produksi) yang sama dengan penggunaan dosis 100% rekomendasi pupuk N, P, dan K (200 kg/ha Urea, 150 kg/ha SP-36, 100 kg/ha KCl).

Kata kunci : CMA, (Pupuk N, P, dan K), Pukan (pupuk kandang), Pertumbuhan dan Produksi, Rumput Raja (Pennisetum purpupoides)


(3)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Suatu usaha peternakan tidak lepas dari masalah ketersediaan makanan ternak. Makanan ternak yang kita kenal terbagi menjadi dua jenis yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan sebagai makanan ternak merupakan bahan yang sangat diperlukan dan besar manfaatnya bagi ternak ruminansia. Menurut (Adipradana, 2009) hijauan makanan ternak merupa1kan makanan utama bagi ternak ruminansia yang dijadikan sebagai sumber gizi berupa protein, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang dapat berupa rumput-rumputan, leguminosa, dan daun-daunan. Hijauan sangat diperlukan oleh ternak ruminansia, karena 74 - 90% makanan yang dikonsumsi berasal dari hijauan baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kering (Susetyo, 1980).

Kenyataannya banyak kendala dalam memenuhi kebutuhan hijauan pakan bagi ternak ruminansia. Keterbatasan lahan merupakan salah satu kendala dalam penyediaan pakan yang berkualitas, kuantitas dan kontinyuitas untuk budidaya, disamping faktor abiotik (tanah dan air). Lahan pertanian yang tersedia untuk penanaman hijauan pakan ternak hanyalah lahan-lahan yang tingkat kesuburannya rendah, sehingga perlu usaha perbaikan lahan melalui penambahan unsur hara baik dalam bentuk pupuk organik maupun anorganik.

Sumber daya lahan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan suatu sistem usaha pertanian, hampir semua usaha pertanian berbasis pada sumber daya lahan. Lahan marginal dapat diartikan sebagai lahan yang memiliki mutu rendah karena memiliki beberapa faktor pembatas jika digunakan


(4)

2 untuk suatu keperluan tertentu, untuk itu perlu dipilih jenis hijauan yang memiliki produktivitas tinggi, mampu beradaptasi terhadap kondisi kesuburan rendah dan tanggap terhadap perlakuan pemupukan (Notohadiprawiro, 1996). Rumput Raja merupakan salah satu hijauan yang memiliki produksi tinggi dan berkualitas tinggi.

Rumput Raja merupakan salah satu pakan hijaun yang unggul, namun untuk mencapai produksi yang tinggi tersebut perlu dilakukan sistem budidaya yang baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya antara lain pengolahan lahan, pemilihan bibit, pemupukan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Tanaman membutuhkan tanah yang gembur dan subur, untuk itu perlu dilakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk menyiapkan media tanam yang optimal untuk pertumbuhan tanaman (Baharuddin dan Muliwarni, 2011).

Rumput Raja merupakan hasil persilangan antara Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dengan Rumput Barja (Pennisetum thypoides). Rumput Raja adalah tanaman tahunan (perennial), tumbuh tegak membentuk rumpun. Perakarannya dalam, bentuknya mirip dengan tanaman tebu, tingginya 2 - 4 meter dan apabila dibiarkan tumbuh tegak dapat mencapai 7 meter, berbatang tebal dan keras. Rumput ini berdaun lebih lebar dan lebih panjang dibandingkan dengan Rumput Gajah. Daun Rumput Raja terdapat banyak bulu kasar dibanding Rumput Gajah dan tanaman ini tidak berbunga, serta produksi Rumput Raja sangat tinggi dapat mencapai 1.076 ton rumput segar/ha/tahun (Suyitman et al., 2003).

Aplikasi pupuk anorganik yang secara terus menerus pada ekosistem pastura akan berakibat terhadap penurunan kualitas lahan dan lingkungan. Hal ini disebabkan bahan anorganik mengandung bahan kimia yang tinggi. Lahan pertanian yang terus menerus diberikan bahan - bahan kimia dapat berakibat


(5)

3 terhadap degradasi lahan secara fisik, biologis maupun kimiawi dapat menurunkan produktivitas lahan, oleh karena itu perlu alternatif penggunaan pupuk organik. Sumber pupuk organik dapat berasal dari hijauan tanaman rerumputan, semak, limbah pertanaman (jerami padi, batang jagung, sekam) dan kotoran ternak seperti kotoran sapi, ayam, kerbau, kuda serta guano (Aphani, 2001).

Peningkatan kualitas hijauan makanan ternak dapat dilakukan dengan cara memperbaiki sistem pertanian, yaitu dengan pertanian berkonsep LEISA. LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) adalah pemberian input rendah dari luar untuk pertanian berkelanjutan. Input luar buatan seperti pupuk kimia, irigasi, benih hibrida, dan pestisida dapat memainkan peranan penting untuk menyeimbangkan sistem pertanian itu, meningkatkan produktivitas lahan dan tenaga kerja, serta meningkatkan keseluruhan hasil pertanian. Sistem pertanian yang tidak menggunakan input luar tidak akan mungkin memiliki konsep terbuka dan berorientasi pasar untuk menyediakan kebutuhan penduduk nonpetani, tanpa disadari hal-hal tersebut dapat berakibat buruk terhadap keberlanjutan kegiatan pertanian (Reijntjes et al., 1999). Gaskell et al., (2002) berpendapat bahwa dalam upaya mencapai pertanian yang berkelanjutan diupayakan agar input berupa bahan kimia produksi pabrik (pupuk dan pestisida) dikurangi bahkan jika mungkin ditiadakan.

Masalah penurunan kandungan bahan organik tanah diketahui menyebabkan kemerosotan kesuburan tanah sehingga mengakibatkan lebih lanjut terhadap kebutuhan pupuk buatan yang semakin meningkat (Aphani, 2001). Manajemen terhadap kandungan bahan organik ini adalah salah satu tujuan dalam praktek pertanian organik (Mashima et al., 1999). Praktek pertanian organik menjadi


(6)

4 prioritas sekaligus untuk mengatasi masalah degradasi lingkungan lahan pertanian akibat penerapan yang keliru dalam penggunaan pupuk dan perbaikan lahan-lahan marginal.

Sistem pertanian berkonsep LEISA yaitu pemberian input rendah dari luar untuk pertanian berkelanjutan, dalam penelitian ini menggunakan CMA, pupuk kandang dan sedikit pupuk anorganik (N, P, dan K). Produktivitas tanaman dapat ditingkatkan dengan penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Anas dan Santoso (1992). Mikoriza adalah suatu hubungan simbiosis mutualistik antara cendawan (mykes) dengan perakaran (Rhiza) tumbuhan tingkat tinggi, sehingga memberikan beberapa manfaat kepada tumbuhan tersebut antara lain adalah meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara. Meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan ketahanan terhadap pathogen akar, sebaliknya jamur mikoriza memperoleh energi untuk pertumbuhan dan perkembangan untuk kelansungan hidupnya dari kelebihan fotosintat yang ditransfer kedaerah perakaran (Setiadi, 1994).

Husin (2002) mengatakan bahwa CMA berfungsi untuk perbaikan nutrisi tanaman, resistensi kekeringan, resistensi patogen tular akar, resistensi logam berat, bersifat sinergis dengan mikroba lain, aktif dalam siktus nutrisi dan meningkatkan stabilitas ekosistem. CMA dalam simbiosisnya dapat menghemat 50% pupuk P, 40% pupuk N dan 25% pupuk K (Setiadi, 1994) .

Pemberian bahan organik pupuk kandang selain menyumbangkan unsur hara yang dikandungnya juga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara lain dalam tanah, merubah sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk kandang juga dapat membuat tanah menjadi lebih subur, gembur dan ini tidak dapat digantikan oleh pupuk buatan (Setiawan, 2007). Menurut Hardjowigeno (2007) pada saat pupuk


(7)

5 kandang diaplikasikan sebagai pemupukan media tumbuh tanaman maka jumlah unsur hara yang diserap juga lebih banyak, secara keseluruhan dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

Produktivitas yang tinggi juga menjadi penentu tingkat keuntungan yang akan diterima petani. Analisa BCR merupakan salah satu cara untuk melihat keefisiensian penerapan sistem LEISA. BCR (Benefit Cost Ratio) merupakan suatu analisis pemilihan proyek yang biasa dilakukan karena mudah, yaitu perbandingan antara aspek manfaat (Benefit) dengan biaya (Cost) (Gittinger, 1986).

Hasil analisa manfaat dapat dihitung dengan cara mengalikan rekapitulasi penilaian manfaat dengan bobot total prioritas subkriteria, dan hasil analisa biaya dapat dihitung dengan cara mengalikan rekapitulasi penilaian biaya dengan bobot total prioritas subkriteria (Gittinger, 1986). Menurut (Suad et al., 1994) analisis manfaat-biaya merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui besaran keuntungan/kerugian serta kelayakan suatu proyek. Keuntungan yang tinggi juga merupakan sumber modal bagi keberlanjutan usaha tani berikutnya, yang sekaligus juga menjadi petimbangan utama bagi petani untuk tetap mengadopsi atau menolak teknologi sistem LEISA.

Noviarman (2006) mengatakan bahwa pemberian dosis 25% rekomendasi pupuk N, P, dan K dengan inokulasi CMA menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang relatif sama dibanding dengan dosis 100% N, P, dan K tanpa CMA. Penggunaan sistem pertanian LEISA sebagai konsep penanaman Rumput Raja akan menghasilkan daerah-daerah penghasil pakan hijauan dan ternak yang baru, dan sekaligus mempercepat pemulihan lahan-lahan kritis.


(8)

6 Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang penerapan sistem LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) terhadap pertumbuhan dan produksi Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) pada pemotongan pertama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan dan produksi Rumput Raja (Novita, 2014). Rataan hasil pertumbuhan dan produksi Rumput Raja pada pemotongan pertama sebagai berikut: tinggi tanaman 3.35 - 3.43 m, panjang daun 1.26 - 1.29 m, lebar daun 5.00 - 5.09 cm, jumlah anakan 7.08 - 8.20 batang, persentase batang 69.22 - 73.76%, diameter batang 2.41 - 2.64 cm, produksi segar 83.95 – 96.48 ton/ha/panen dan produksi bahan kering 13.79 - 19.84 ton/ha/panen. CMA adalah salah satu mikroorganisme yang dapat tetap bertahan kalau tanaman tersebut masih hidup.

Berdasarkan hal di atas maka dilakukan penelitian lanjutan dengan judul “Penerapan Sistem LEISA (Low Exsternal Input and Suistainable Agriculture) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) pada Pemotongan Kedua”

1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini yaitu: apakah budidaya Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) menggunakan sistem LEISA dapat menghasilkan produktivitas (pertumbuhan dan produksi) Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) yang sama dengan penggunaan dosis 100% rekomendasi pupuk N, P, dan K atau anorganik pada pemotongan kedua?


(9)

7 1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem LEISA terhadap produktivitas (pertumbuhan dan produksi) Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) pada pemotongan kedua.

Kegunaan penelitian ini antara lain: untuk memberikan informasi tentang sistem pertanian berkelanjutan, serta mengetahui pengaruh pemberian beberapa jenin pupuk terhadap pertumbuhan Rumput Raja (Pennisetum purpupoides).

1.4Hipotesis Penelitian

Budidaya Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) menggunakan sistem LEISA menghasilkan produktivitas (pertumbuhan dan produksi) yang sama dengan penggunaan dosis 100% rekomendasi pupuk N, P, dan K (Urea 200 kg/ha, SP-36 150 kg/ha, KCl 100 kg/ha).


(1)

2 untuk suatu keperluan tertentu, untuk itu perlu dipilih jenis hijauan yang memiliki produktivitas tinggi, mampu beradaptasi terhadap kondisi kesuburan rendah dan tanggap terhadap perlakuan pemupukan (Notohadiprawiro, 1996). Rumput Raja merupakan salah satu hijauan yang memiliki produksi tinggi dan berkualitas tinggi.

Rumput Raja merupakan salah satu pakan hijaun yang unggul, namun untuk mencapai produksi yang tinggi tersebut perlu dilakukan sistem budidaya yang baik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya antara lain pengolahan lahan, pemilihan bibit, pemupukan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Tanaman membutuhkan tanah yang gembur dan subur, untuk itu perlu dilakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk menyiapkan media tanam yang optimal untuk pertumbuhan tanaman (Baharuddin dan Muliwarni, 2011).

Rumput Raja merupakan hasil persilangan antara Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) dengan Rumput Barja (Pennisetum thypoides). Rumput Raja adalah tanaman tahunan (perennial), tumbuh tegak membentuk rumpun. Perakarannya dalam, bentuknya mirip dengan tanaman tebu, tingginya 2 - 4 meter dan apabila dibiarkan tumbuh tegak dapat mencapai 7 meter, berbatang tebal dan keras. Rumput ini berdaun lebih lebar dan lebih panjang dibandingkan dengan Rumput Gajah. Daun Rumput Raja terdapat banyak bulu kasar dibanding Rumput Gajah dan tanaman ini tidak berbunga, serta produksi Rumput Raja sangat tinggi dapat mencapai 1.076 ton rumput segar/ha/tahun (Suyitman et al., 2003).

Aplikasi pupuk anorganik yang secara terus menerus pada ekosistem pastura akan berakibat terhadap penurunan kualitas lahan dan lingkungan. Hal ini disebabkan bahan anorganik mengandung bahan kimia yang tinggi. Lahan pertanian yang terus menerus diberikan bahan - bahan kimia dapat berakibat


(2)

3 terhadap degradasi lahan secara fisik, biologis maupun kimiawi dapat menurunkan produktivitas lahan, oleh karena itu perlu alternatif penggunaan pupuk organik. Sumber pupuk organik dapat berasal dari hijauan tanaman rerumputan, semak, limbah pertanaman (jerami padi, batang jagung, sekam) dan kotoran ternak seperti kotoran sapi, ayam, kerbau, kuda serta guano (Aphani, 2001).

Peningkatan kualitas hijauan makanan ternak dapat dilakukan dengan cara memperbaiki sistem pertanian, yaitu dengan pertanian berkonsep LEISA. LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) adalah pemberian input rendah dari luar untuk pertanian berkelanjutan. Input luar buatan seperti pupuk kimia, irigasi, benih hibrida, dan pestisida dapat memainkan peranan penting untuk menyeimbangkan sistem pertanian itu, meningkatkan produktivitas lahan dan tenaga kerja, serta meningkatkan keseluruhan hasil pertanian. Sistem pertanian yang tidak menggunakan input luar tidak akan mungkin memiliki konsep terbuka dan berorientasi pasar untuk menyediakan kebutuhan penduduk nonpetani, tanpa disadari hal-hal tersebut dapat berakibat buruk terhadap keberlanjutan kegiatan pertanian (Reijntjes et al., 1999). Gaskell et al., (2002) berpendapat bahwa dalam upaya mencapai pertanian yang berkelanjutan diupayakan agar input berupa bahan kimia produksi pabrik (pupuk dan pestisida) dikurangi bahkan jika mungkin ditiadakan.

Masalah penurunan kandungan bahan organik tanah diketahui menyebabkan kemerosotan kesuburan tanah sehingga mengakibatkan lebih lanjut terhadap kebutuhan pupuk buatan yang semakin meningkat (Aphani, 2001). Manajemen terhadap kandungan bahan organik ini adalah salah satu tujuan dalam praktek pertanian organik (Mashima et al., 1999). Praktek pertanian organik menjadi


(3)

4 prioritas sekaligus untuk mengatasi masalah degradasi lingkungan lahan pertanian akibat penerapan yang keliru dalam penggunaan pupuk dan perbaikan lahan-lahan marginal.

Sistem pertanian berkonsep LEISA yaitu pemberian input rendah dari luar untuk pertanian berkelanjutan, dalam penelitian ini menggunakan CMA, pupuk kandang dan sedikit pupuk anorganik (N, P, dan K). Produktivitas tanaman dapat ditingkatkan dengan penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Anas dan Santoso (1992). Mikoriza adalah suatu hubungan simbiosis mutualistik antara cendawan (mykes) dengan perakaran (Rhiza) tumbuhan tingkat tinggi, sehingga memberikan beberapa manfaat kepada tumbuhan tersebut antara lain adalah meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara. Meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan ketahanan terhadap pathogen akar, sebaliknya jamur mikoriza memperoleh energi untuk pertumbuhan dan perkembangan untuk kelansungan hidupnya dari kelebihan fotosintat yang ditransfer kedaerah perakaran (Setiadi, 1994).

Husin (2002) mengatakan bahwa CMA berfungsi untuk perbaikan nutrisi tanaman, resistensi kekeringan, resistensi patogen tular akar, resistensi logam berat, bersifat sinergis dengan mikroba lain, aktif dalam siktus nutrisi dan meningkatkan stabilitas ekosistem. CMA dalam simbiosisnya dapat menghemat 50% pupuk P, 40% pupuk N dan 25% pupuk K (Setiadi, 1994) .

Pemberian bahan organik pupuk kandang selain menyumbangkan unsur hara yang dikandungnya juga dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara lain dalam tanah, merubah sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk kandang juga dapat membuat tanah menjadi lebih subur, gembur dan ini tidak dapat digantikan oleh pupuk buatan (Setiawan, 2007). Menurut Hardjowigeno (2007) pada saat pupuk


(4)

5 kandang diaplikasikan sebagai pemupukan media tumbuh tanaman maka jumlah unsur hara yang diserap juga lebih banyak, secara keseluruhan dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

Produktivitas yang tinggi juga menjadi penentu tingkat keuntungan yang akan diterima petani. Analisa BCR merupakan salah satu cara untuk melihat keefisiensian penerapan sistem LEISA. BCR (Benefit Cost Ratio) merupakan suatu analisis pemilihan proyek yang biasa dilakukan karena mudah, yaitu perbandingan antara aspek manfaat (Benefit) dengan biaya (Cost) (Gittinger, 1986).

Hasil analisa manfaat dapat dihitung dengan cara mengalikan rekapitulasi penilaian manfaat dengan bobot total prioritas subkriteria, dan hasil analisa biaya dapat dihitung dengan cara mengalikan rekapitulasi penilaian biaya dengan bobot total prioritas subkriteria (Gittinger, 1986). Menurut (Suad et al., 1994) analisis manfaat-biaya merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui besaran keuntungan/kerugian serta kelayakan suatu proyek. Keuntungan yang tinggi juga merupakan sumber modal bagi keberlanjutan usaha tani berikutnya, yang sekaligus juga menjadi petimbangan utama bagi petani untuk tetap mengadopsi atau menolak teknologi sistem LEISA.

Noviarman (2006) mengatakan bahwa pemberian dosis 25% rekomendasi pupuk N, P, dan K dengan inokulasi CMA menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang relatif sama dibanding dengan dosis 100% N, P, dan K tanpa CMA. Penggunaan sistem pertanian LEISA sebagai konsep penanaman Rumput Raja akan menghasilkan daerah-daerah penghasil pakan hijauan dan ternak yang baru, dan sekaligus mempercepat pemulihan lahan-lahan kritis.


(5)

6 Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang penerapan sistem LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture) terhadap pertumbuhan dan produksi Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) pada pemotongan pertama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan dan produksi Rumput Raja (Novita, 2014). Rataan hasil pertumbuhan dan produksi Rumput Raja pada pemotongan pertama sebagai berikut: tinggi tanaman 3.35 - 3.43 m, panjang daun 1.26 - 1.29 m, lebar daun 5.00 - 5.09 cm, jumlah anakan 7.08 - 8.20 batang, persentase batang 69.22 - 73.76%, diameter batang 2.41 - 2.64 cm, produksi segar 83.95 – 96.48 ton/ha/panen dan produksi bahan kering 13.79 - 19.84 ton/ha/panen. CMA adalah salah satu mikroorganisme yang dapat tetap bertahan kalau tanaman tersebut masih hidup.

Berdasarkan hal di atas maka dilakukan penelitian lanjutan dengan judul “Penerapan Sistem LEISA (Low Exsternal Input and Suistainable

Agriculture) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Raja

(Pennisetum purpupoides) pada Pemotongan Kedua” 1.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini yaitu: apakah budidaya Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) menggunakan sistem LEISA dapat menghasilkan produktivitas (pertumbuhan dan produksi) Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) yang sama dengan penggunaan dosis 100% rekomendasi pupuk N, P, dan K atau anorganik pada pemotongan kedua?


(6)

7 1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan sistem LEISA terhadap produktivitas (pertumbuhan dan produksi) Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) pada pemotongan kedua.

Kegunaan penelitian ini antara lain: untuk memberikan informasi tentang sistem pertanian berkelanjutan, serta mengetahui pengaruh pemberian beberapa jenin pupuk terhadap pertumbuhan Rumput Raja (Pennisetum purpupoides).

1.4Hipotesis Penelitian

Budidaya Rumput Raja (Pennisetum purpupoides) menggunakan sistem LEISA menghasilkan produktivitas (pertumbuhan dan produksi) yang sama dengan penggunaan dosis 100% rekomendasi pupuk N, P, dan K (Urea 200 kg/ha, SP-36 150 kg/ha, KCl 100 kg/ha).


Dokumen yang terkait

Tanggap Morfologi, Anatomi Dan Fisiologi Rumput Gajah Dan Rumput Raja Akibat Penurunan Ketersediaan Air Tanah

0 44 85

Penerapan sistem peternakan terpadu dengan konsep leisa (low external input and sustainable agriculture) di pondok pesantren terpadu darul ‘amal, sukabumi

1 8 18

PENGARUH LANJUTAN INOKULASI CMA Glomus manihotis DAN DOSIS PEMUPUKAN FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides) DI TANAH ULTISOL PADA PEMOTONGAN V.

0 0 6

PENGARUH LANJUTAN INOKULASI CMA Gigaspora rosae DAN DOSIS PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides) PADA PEMOTONGAN KETIGA.

0 0 6

EFEK SISA PENINGKATAN TAKARAN PEMUPUKAN N, P, DAN K TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides) PADA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING (PMK) PEMOTONGAN KEDUA.

0 0 6

PENGARUH CMA GLOMUS MANIHOTIS PADA PENANAMAN CAMPURAN RUMPUT DAN LEGUMINOSA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN GIZI RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides) PADA PEMOTONGAN PERTAMA.

0 0 6

PENGARUH BERBAGAI MACAM MULSA TERHADAP PRODUKSI DAN KANDUNGAN GIZI RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides).

0 0 6

PENGARUH CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskula) DAN PENANAMAN CAMPURAN DENGAN LEGUMINOSA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides) PADA PEMOTONGAN PERTAMA.

0 0 7

PENGARUH LANJUTAN INOKULASI CMA Gigaspora rosae DAN DOSIS PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT RAJA (pennisetum purpupoides) PADA PEMOTONGAN V DI TANAH ULTISOL.

0 0 8

PENGARUH LANJUTAN CMA Glomus fasciculatum DAN DOSIS PUPUK FOSFOR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides) DI TANAH ULTISOL PADA PEMOTONGAN KE LIMA.

0 0 6