T1 712011007 Full text
“Gereja dan Diakonia: Studi Kasus tentang Perubahan Bentuk Pelayanan
Kesehatan Gratis di Jemaat GKI Salatiga.”
Oleh,
Clara Latupeirissa
712011007
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian
Dari Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi
Program Studi Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Salatiga
2016
1
2
3
4
5
Motto :
Takut Akan Tuhan Adalah Permulaan Pengetahuan
(Amsal 1:7a)
Allah memberi hikmat, pengetahuan dan kebahagiaan
kepada orang yang menyenangkan hati-Nya
Sebab Segala Sesuatu dari Dia dan oleh Dia dan kepada Dia;
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya
(Roma 11:36)
Ada yang pertama untuk segala sesuatu, perjalanan panjang dimulai dengan
satu langkah kecil. Kalau sudah merasa melakukan 10 langkah gandakanlah
itu menjadi 100 langkah dan seterusnya sampai tiba waktunya untuk berhenti
berjuang karena waktu telah habis di dunia. Kami membantu mengarahkan dan
memenuhi kebutuhanmu tetapi tujuan hidup dan apa yang akan kamu berikan
bagi Tuhanmu, keluarga dan masyarakat adalah keputusanmu. Sesukses
apapun nanti tetap ingat bahwa segalanya dimulai dengan 1 langkah kecil, hal
itu akan mengingatkanmu tentang perjuangan dan proses.
(Papa Mama)
6
KATA PENGANTAR
Terima kasih Tuhan Yesus, untuk semua rencana dan karya-Mu dalam hidupku, yang
telah membentuk dan menempahku menjadi manusia yang dapat mengerti kehendak-Mu
yang sesungguhnya. Terima kasih Tuhan untuk kesehatan, kekuatan, kemampuan dan hikmat
yang Kau beri dalam hidupku, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan dapat
menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Dalam terang syukur inilah, penulis menyampaikan
terima kasih yang tulus untuk semua pihak yang dipakai Allah untuk membantu dan
menopang penulis dalam proses studi, khususnya dalam penulisan tugas akhir ini, lewat
dukungan doa, maupun material.
Ucapan terima kasih yang setulusnya penulis sampaikan buat papa-mama
(Kel.Latupeirissa-da Costa) yang telah berusaha dengan segala daya dan upaya memberi
dukungan doa, motivasi juga nasehat serta membiayai penulis dalam studi.
Ucapan terima kasih yang diiringi rasa hormat penulis sampaikan kepada Pdt. Prof. John.
Titaley, Th.D dan Pdt. Dr. Retnowati, M.Si yang dengan bijaksana telah membimbing penulis
dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini hingga selesai, terima kasih atas waktu dan
sumbangan pikirannya. Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada :
Pimpinan Fakultas Teologi UKSW, Staf dosen dan pegawai tata usaha.
Kakak adik yang tersayang Charles, Netty, Christy, Iren dan Lola. yang
selalu memotivasi dan mendoakan penulis.
Untuk yang terkasih Yulla, yang dengan sabar memotivasi penyelesaian
skripsi.
Terimakasih untuk Nuke, Ryan, Nirwa, Chica, Ina, Vanda, Isno, Daud,
Sonya, K’Moe, K’Buce, K’Ika serta teman-teman Asrama Kartini, Temanteman seangkatan “11” dan kos Monsa Atas dukungan doa dan motivasi.
terima kasih yang tulus, kiranya TUHAN YESUS KRISTUS yang empunya
berkat akan memberkati segala usaha, jerih dan juang kita semua.
Salatiga, 10 Agustus 2016
Clara Latupeirissa
7
DAFTAR ISI
1
2
PENDAHULUAN ................................................................................................ 10
1.1
Latar Belakang Masalah .............................................................................. 10
1.2
Rumusan Masalah ........................................................................................ 13
1.3
Tujuan Penelitian .......................................................................................... 14
1.4
Batasan Masalah ........................................................................................... 14
1.5
Manfaat Penelitian ........................................................................................ 14
1.6
Metode Penelitian .......................................................................................... 14
1.7
Sistematika Penulisan ................................................................................... 15
TEORI................................................................................................................... 16
2.1
3
Teori Diakonia ............................................................................................... 16
DATA LAPANGAN ............................................................................................ 21
3.1
Profil GKI Salatiga ....................................................................................... 21
3.2
Diakonia di GKI Salatiga ............................................................................. 22
3.3
Pelayanan Kesehatan Gratis GKI Salatiga ................................................ 23
4
ANALISA ............................................................................................................. 27
5
PENUTUP............................................................................................................. 31
5.1
Kesimpulan .................................................................................................... 31
5.2
Saran .............................................................................................................. 32
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 34
8
Abstrak
Clara Latupeirissa
712011007
Gereja dan Diakonia : Studi Kasus tentang Perubahan Bentuk Pelayanan Kesehatan Gratis
di Jemaat GKI Salatiga
Permasalahan kesehatan dewasa ini menjadi hal yang kompleks terjadi di seluruh
kalangan masyarakat. Apalagi alasan utama permasalahan kesehatan adalah terkendala biaya
yang terlalu mahal dan sulit dicapai oleh masyarakat yang miskin. Dengan kenyataan inilah
GKI Salatiga peduli akan keterpanggilannya sebagai gereja yang menghadirkan damai
sejahtera di tengah-tengah masyarakat yang plural sesuai dengan moto GKI Salatiga. Salah
satunya dengan melakukan diakonia. GKI Salatiga membuat program pelayanan kesehatan
gratis bagi semua anggota masyarakat (jemaat dan non-jemaat) untuk menjawab
permasalahan kesehatan yang terjadi khususnya di wilayah Salatiga. Program ini terbentuk
atas kerjasama komisi usia lanjut dengan komisi The Khoen Bik. Pusat pelayanan kesehatan
di gedung sekretariat lembaga konsultasi dan bantuan hukum WCTUI (Woman Christian
Temperance Union of Indonesia) di Jl. Dr Muwardi 51, Salatiga. Setelah beberapa waktu,
gedung sekretariat ini kemudian pindah ke Jl. Senjoyo di Tingkir maka pelayanan kesehatan
dipindahkan ke aula 1 GKI Salatiga. Kegitana ini sempat diberhentikan beberapa waktu
kemudian dibuka kembali. Namun cakupan sasaran pelayanan kesehatan gratis di GKI
Salatiga diubah hanya untuk jemaat saja dengan membayar dengan setengah harga dari
pemeriksaan di RS atau di klinik-klinik kesehatan. Alasannya karena komisi kekurangan dana
untuk pengadaan obat-obatan dan alat kesehatan. Dengan kata lain, GKI Salatiga
mempersempit sasaran pelayanan dan pelayanan kesehatan tidak diberlakukan secara gratis
lagi.
Keywords : GKI Salatiga, Diakonia, Pelayanan Kesehatan.
9
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Kehadiran Gereja di tengah-tengah masyarakat membuat Gereja tidak bisa lepas atas
keprihatinan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Untuk menyikapi hal tersebut maka
Gereja lewat tri tugas panggilan Gereja yakni Koinonia (persekutuan), Diakonia (pelayanan)
dan Marturia (kesaksian) berkontribusi bagi masyarakat. Sejak semula misi pekabaran Injil
berorientasi pada permasalahan kesehatan dan pendidikan.1 Kesehatan menjadi salah satu hal
yang penting dalam kehidupan seseorang. Indonesia sebagai negara berkembang dengan
jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, masalah kesehatan menjadi permasalahan yang
sangat kompleks.2 Permasalahan kesehatan bisa saja terjadi karena pola hidup yang tidak
sehat, faktor ekonomi yang membuat sebagian masyarakat tidak dapat menjangkau biaya
pengobatan yang kian mahal. Melihat hal ini, banyak Gereja yang kemudian peduli terhadap
permasalahan kesehatan. Ditandai dengan munculnya gerakan sosial di Gereja-Gereja yang
menyuarakan tentang kesehatan bahkan dilakukan dalam tindakan yang sangat konkrit
dengan melakukan pelayanan kesehatan untuk menjawab kebutuhan jemaat khususnya yang
tidak dapat menikmati pelayanan kesehatan di rumah sakit karena terkendala biaya. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi permasalahan kesehatan di Indonesia:3
1.
Faktor lingkungan
a.Kurangnya peran serta masyarakat dalam mengatasi kesehatan (masalah-masalah
kesehatan).
b. Kurangnya sebagian besar rasa tanggung jawab masyarakat dalam bidang kesehatan.
2.
Faktor perilaku dan Gaya Hidup masyarakat Indonesia
a.Masih banyak insiden atau kebiasaan masyarakat yang selalu merugikan dan
membahayakankesehatan mereka.
b. Adat istiadat yang kurang atau bahkan tidak menunjang kesehatan.
3. Faktor sosial ekonomi
a. Tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia sebagian besar masih rendah.
b. Kurangnya kesadaran dalam pemeliharaan kesehatan. Budaya sadar sehat belum merata
kesebagian penduduk Indonesia.
c. Tingkat sosial ekonomi dalam hal ini penghasilan juga masih rendah dan memprihatinkan.
1
Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2004),259.
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan (Jakarta, Buku Kedokteran EGC,2005),13.
3
https://www.scribd.com/doc/196090365/Faktor-Penyebab-Terjadinya-Masalah-Kesehatan-DiIndonesia Diunduh Pada Tanggal 25 Mei 2016 Pukul 23:56 WIB.
2
10
4. Faktor pelayanan kesehatan
a. Cakupan pelayanan kesehatan belum menyeluruh dimana ada sebagian propinsi di indonsia
yang belum mendapat pelayanan kesehatan maksimal dan belum merata.
b. Upaya pelayanan kesehatan sebagian masih beriorientasi pada upaya kuratif.
c. Sarana dan prasarana belum dapat menunjang pelayanan kesehatan.
Gereja secara khusus melihat permasalahan kesehatan pada faktor ketiga dan keempat
yakni faktor sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Untuk itulah
Gereja mulai melakukan pelayanan diakonia dalam bentuk pelayanan kesehatan dengan
tujuan agar masyarakat secara khusus jemaat dapat merasakan pelayanan kesehatan terutama
bagi mereka yang tidak mampu. Sejarah Gereja mencatat bahwa para zending yang masuk di
Indonesia pun melihat permasalahan kesehatan menjadi persoalan utama sesuai dengan
kenyataan yang ditemui. Pelayanan kesehatan merupakan sebuah akta pengabdian Gereja
bagi keberadaan jemaatnya. Gereja dengan misinya yang kuat untuk kesejahteraan pribadi
akan memiliki suatu pengaruh penting atas pelaksanaan kesehatan dalam komunitasnya. 4
Salah satu faktor terbesar permasalahan kesehatan adalah permasalahan ekonomi yaitu
kemiskinan. Dulu kemiskinan hanya dirasakan oleh kaum buruh akibat sistem yang
diskriminatif yakni hak-hak kaum buruh dikesampingkan termasuk permasalahan kesehatan.5
Namun kini permasalahan kesehatan sepertinya sudah umum terjadi di berbagai lapisan
masyarakat. Permasalahan kesehatan menjadi topik yang hangat dibicarakan apalagi bagi
orang-orang yang tidak mampu.
Kota Salatiga merupakan salah satu wilayah kota yang sedang mengalami pertumbuhan
dengan adanya rencana pemekaran wilayah mulai tahun 2014 silam. 6 Luas wilayah dan
adanya pertambahan penduduk Kota Salatiga memiliki kaitan yang erat dengan tingkat
kesehatan masyarakat. Tingkat kesehatan masyarakat menentukan tingkat pelayanan
kesehatan, pengetahuan serta kesadaran masyarakat akan kesehatan. Beberapa indikator yang
menilai derajat kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa derajat kesehatan di Kota Salatiga
mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
pelayanan kesehatan yang kurang memadai, sosialisasi kesehatan yang kurang, atau tingkat
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan yang kurang. Peningkatan pelayanan
kesehatan oleh pemerintah kepada masyarakat menjadi salah satu hal penting untuk
4
John Rogers, Etika Medis : Suatu Perspektif Kristen (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2003),30.
J. B Banawiratma dan J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu (Yogyakarta, Kanisius, 1993),37.
6
Andri Pratiwi, Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi (sig) Untuk Pemetaan Hasil
Proyeksi sarana kesehatan Kota Salatiga Tahun 2016-2035, Jurnal Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi,
1:3, (Yogyakarta, 2015),2
5
11
mengatasi hal tersebut, misalnya dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan atau
secara kuantitas menambah sarana kesehatan seperti rumah sakit dan Puskesmas sebagai
fasilitas kesehatan yang memadai.7 Masalah kesehatan bukan lagi menjadi tanggung jawab
pemerintah bagi rakyatnya saja, dalam hal ini Gereja juga turut berperan dalam menyikapi
masalah kesehatan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Gereja dalam melakukan
praktik guna membantu permasalahan sosial ini. Pertama, Gereja memperluas wawasan
pelayanan dari hanya ritual ke suatu pelayanan yang menyeluruh yang meliputi juga hal-hal
etis. Kedua, memperluas pengertian Diakonia sehingga meliputi orang diluar Gereja/jemaat.
Ketiga, memperluas struktur Gereja sehingga meliputi baik yang parokhial maupun yang
kategorial.8 Gereja dapat berkontribusi membantu permasalahan kesehatan bagi jemaat yaitu
melalui pelayanan diakonia.
Diakonia berasal dari bahasa Yunani Diakonein yang jika dimaknai akan membawa kita
pada corak utama pelayanan yakni sikap dan sifat yang dibutuhkan dalam pelayanan. Karena
makna asasi kata dikonein ini merujuk pada “membungkuk-bungkuk dalam debu tanah
merangkak menaklukan diri” maka dapat diartikan sebagai melayani.9 Diakonia merupakan
salah satu tugas panggilan Gereja, yakni melayani sesama. Karena itu, Gereja melaksanakan
pelayanaan diakonia bagi jemaat. Ada tiga macam diakonia yang dapat diaplikasikan yakni :
diakonia karikatif, diakonia transformatif dan diakonia reformatif.10 Salah satu diakonia yang
dapat diambil untuk menyikapi permasalahan kesehatan adalah diakonia karikatif yang
merupakan bentuk diakonia yang paling tua yang dipraktikan oleh Gereja dan pekerja sosial
dan sering diwujudkan dalam bentuk pemberian makan atau layanan kemanusiaan lainnya
yang berdasarkan amal kebijaksanaan.11 Jemaat GKI Salatiga juga melaksanakan pelayanan
diakonia melalui pelayanan kesehatan gratis bagi anggota jemaat maupun non anggota
jemaat. Berawal dari tahun 1884 “Neukirchener Mission” yakni sebuah misi pekabaran Injil
yang dilakukan oleh seorang pendeta Jerman bagi Pekabaran Injil di daratan Eropa.
Kemudian Ia mengutus misionarisnya ke Salatiga yang dikenal dengan “Salatiga Zending”
untuk melakukan pekabaran Injil. Pada tahun 1900-an terjadi bencana kekeringan dan
kelaparan di pulau Jawa, menyadari tugasnya sebagai pekabar Injil maka “Salatiga Zending”
7
Ibid., hlm. 3
Gerrit Singgih, Bergereja, Berteologi dan Bermasyarakat (Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen,
1997),93-99.
9
G. Riemer, Jemaat yang Diakonial (Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004),47.
10
Jimmy Oentoro, Gereja Impian (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010),79
11
J. Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2010),35-49.
8
12
melakukan pelayanan yang menyentuh seluruh kehidupan masyarakat saat itu yakni
pelayanan kesehatan dan pendidikan.12
Dari sejarah inilah kemudian GKI Salatiga sebagai salah satu Gereja Protestan yang
berdiri tanggal 3 Maret 1959 ini kemudian melakukan pelayanan kesehatan dan pendidikan
bagi jemaat maupun non jemaat. Pelayanan yang sekaligus memperhatikan kesejahtraan
hidup bersama merupakan pelayanan yang paling sesuai dengan situasi kebudayaan Indonesia
yang selalu memperhatikan kesejahteraan bersama kelompok masyarakat.13 Inilah yang
dilihat oleh GKI Salatiga sebagai salah satu cara berdiakonia. Pelayanan kesehatan dan
penyuluhan kesehatan diberikan secara gratis dari komisi pelayanan diakonia GKI Salatiga
kepada siapa saja. Setiap orang yang datang dapat melakukan pemeriksaan ringan seperti
periksa gula darah dan juga berkonsultasi dengan dokter dan tak jarang diberikan obat-obatan
gratis sesuai dengan masalah kesehatan yang dialami. Hal ini cukup rutin dilakukan untuk
menjawab panggilan Gereja dalam hal melayani. GKI Salatiga menyadari kehadirannya
bukan hanya soal relasi vertikal dengan Tuhan saja melainkan relasi dengan sesama yang
diwujudkan dalam sikap toleransi kepada sesama manusia lewat pelayanan kesehatan gratis
ini.
Namun belakangan ini pelayanan kesehatan gratis di GKI Salatiga mengalami perubahan.
Semula pelayanan kesehatan ini diperuntukan bagi anggota jemaat maupun untuk umum
setelah ada perubahan tempat pelayanan kesehatan dari kantor sekretariat lembaga konsultasi
dan bantuan hukum WCTUI (Woman Christian Temperance Union of Indonesia ) yang
beralamat di Jl. Dr. Mumardi 51 Salatiga pindah maka program pelayanan kesehatan ini
akhirnya hanya diberlakukan bagi anggota jemaat dan simpatisan (tidak bersifat umum).14
Dengan kata lain sasaran pelayanan kesehatan di GKI Salatiga berubah dari cakupan yang
luas menjadi sempit hanya bagi anggota jemaat dan simpatisan saja bukan lagi untuk umum.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul :
“Gereja dan Diakonia: Studi Kasus tentang Perubahan Bentuk Pelayanan Kesehatan
Gratis di Jemaat GKI Salatiga.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini ialah :
Mengapa GKI Salatiga tidak lagi memberikan pelayanan kesehatan gratis untuk umum?
12
Th. van den End,J. Weitjens, Ragi Carita: Sejarah Gereja Di Indonesia, Jilid 2 (Jakarta, BPK Gunung
Mulia, 2009),44 – 46,235 – 236.
13
Gerrit Singgih, Reformasi, Transformasi dan Pelayanan Gereja (Yogyakarta, Kanisius, 1997),29.
14
Wawancara Pdt. Yefta Setyawan Krisgunadi hari Sabtu, 14 Nopember 2015 pukul 18.40 WIB.
13
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai ialah :
Mendeskripsikan alasan perubahan bentuk pelayanan kesehatan gratis di GKI Salatiga.
1.4 Batasan Masalah
Penulisan Tugas Akhir ini akan dibatasi pada deskripsi terjadinya perubahan bentuk
pelayanan kesehatan gratis di GKI Salatiga yang mengalami perubahan.
1.5 Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis : Diharapkan dalam penulisan ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran ilmiah untuk memperkaya konsep dan teori diakonia yang dapat membantu
Gereja melihat masalah sosial kemasyarakatan khususnya masalah kesehatan.
2) Manfaat Praktis : Penelitian ini diharapkan mampu menolong Gereja mengkaji ulang
kebijakan perubahan tersebut demi membawa manfaat bagi Gereja. Dan juga dapat
menjadi acuan untuk membangun kesejahtraan masyarakat salah satunya di bidang
kesehatan.
1.6
Metode Penelitian
Berkaitan dengan penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan data verbal dan kualifikasinya
bersifat teoritis. Data sebagai bukti dalam menguji kebenaran atau ketidakbenaran hipotesis,
tidak diolah melalui perhitungan matematik dengan berbagai rumus statistika. Pengolahan
data dilakukan secara rasional dengan mempergunakan pola berpikir tertentu menurut hukum
logika.15
Penelitian ini juga akan bersifat diskriptif-analitis yang mana akan memberikan gambaran
secermat mungkin.16 Yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan penyebab perubahan bentuk
pelayanan kesehatan gratis di GKI Salatiga serta memfokuskan pada wawancara Pendeta
GKI Salatiga, majelis Jemaat, badan pengurus harian GKI Salatiga atau komisi pelayanan
serta tenaga medis yang dilibatkan dalam pelayanan kesehatan gratis serta observasi langsung
pada kegiatan pelayanan kesehatan gratis.
9 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1983),32.
16
Koentjoroningrat, Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta, Gramedia, 1994),31.
14
1.7
Sistematika Penulisan
Sesuai dengan kajian dalam latar belakang di atas, maka dalam penulisan tugas akhir ini
terdiri dari beberapa bagian:
Bagian I: Pendahuluan
Bagian pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan
mengapa penulis tertarik untuk menulis tulisan yang berkaitan dengan masalah pelayanan
diakonia terkhususnya pada pelayanan kesehatan, serta melihat realita yang terjadi di
masyarakat saat ini yang berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan terutama yang terjadi
di Salatiga. Pada bagian ini juga dikemukakan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, serta metode penelitian yang akan dipakai untuk mendukung penulisan tugas akhir
ini sebab penulisan tugas akhir ini akan dilakukan studi lapangan. Selain itu juga terdapat
sistematika penulisan yang menjadi dasar acuan penulis menulis tugas akhir ini.
Bagian II: Teori Rujukan
Dalam bagian ini akan dikemukakan teori-teori tentang diakonia agar nantinya dapat
digunakan sebagai kajian dan bahan analisis dari temuan di lapangan dalam melakukan
penulisan tugas akhir ini.
Bagian III: Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil temuan di lapangan baik itu data wawancara
maupun observasi langsung pada saat pelayanan kesehatan di GKI Salatiga dilaksanakan.
Bagian IV : Analisa
Hasil dari temuan di lapangan tersebut akan dianalisa menggunakan kajian teori yang telah
dikemukakan yaitu yang berkaitan dengan pelayanan diakonia.
Bagian V: Penutup
Bagian ini berisi kesimpulan dari keseluruhan tugas akhir ini dan berisi saran atau
rekomendasi bagi tempat dimana penulis melakukan penelitian
15
2
TEORI
2.1 Teori Diakonia
Didalam kehidupan Kristen kata pelayanan paling banyak dipakai disamping kata
mengasihi. Akan tetapi pelayanan pada umumnya ditujukan pada pelayanan kepada Tuhan.
Pelayanan kepada Tuhan dalam hal ibadah dan doa. Singkatnya ibadah hanya bersifat
kerohanian yang biasa dilakukan oleh Gereja dan kelompok-kelompok Kristen. Pelayanan ini
hanya terbatas pada kegiatan ritual dan bidang spiritual saja yang bersifat parokial. Jika
mengerti benar arti melayani maka pelayanan yang dilakukan akan sama seperti yang Yesus
lakukan yakni melayani orang banyak tanpa melihat siapa dia?17 Pelayanan gerejawi jangan
disempitkan menjadi pelayanan ibadah saja. Sebab jika demikian iman yang seharusnya
meliputi dunia nyata dan keras masih jauh lebih besar dan luas ini malah kita sempitkan
hanya pada pelayanan ibadah saja. Tekanan yang terlalu kuat pada aspek ritual dan
kelembagaan yang melestarikan aspek ritual ini bisa menyebabkan Gereja lupa bahwa tujuan
Gereja bukan pada dirinya sendiri, melainkan alat untuk menyatakan kemuliaan Tuhan
didunia ini. Maka itu aspek yang dapat dilakukan Gereja adalah Koinonia, Marturia dan
Diakonia. Kalau pelayanan hanya dianggap sebagi aspek ritual atau alat untuk membantu
organisasi Gereja, maka pelayanan tidak pernah akan menjadi pelayanan sosial yang
menjangkau masyarakat luas. Pelayanan yang sekaligus memperhatikan kesejahteraan hidup
bersama merupakan pelayanan yang paling sesuai dengan situasi kebudayaan Indonesia yang
selalu memperhatikan bersama kelompok masyarakat.18
Keberadaan Gereja ditengah-tengah masyarakat tidak dapat dilepaskan dari tanggung
jawab Gereja terhadap permasalahan sosial dalaam masyarakat. Rakyat harus menjadi fokus
pelayanan suatu lembaga pelayanan Kristen. Pada tahun-tahun belakangan ini, hampir
diseluruh dunia Gereja menaruh perhatian semakin banyak terhadap masalah-masalah sosial
yang menjadi keprihatinan Gereja. Karya-karya Gereja di bidang sosial ekonomi merupakan
pelayanan Gereja bagi golongan masyarakat yang paling membutuhkan atau lebih jauh bisa
diartikan sebagai keterlibatan Gereja dalam bidang pembangunan masyarakat. Dimensi sosial
ekonomi sejauh menyangkut kehidupan masyarakat tidak cukup dilihat dari segi yang
kelihatan saja berupa masalah-masalah penggangguran, kemiskinan, bahkan permasalahan
kesehatan sekalipun. Dimensi sosial ekonomi seharusnya merupakan dimensi yang
17
18
Gerrit Singgih, Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja (Yogyakarta, Kanisius, 1997),16.
Ibid., hlm. 24-28.
16
diperhatikan oleh seluruh karya pelayanan Gereja baik yang intern (bagi kepentingan Gereja
sendiri) maupun ekstern (kepentingan masyarakat luas). Gereja setempat perlu memahami
hal-hal yang menyangkut keberadaannya ditengah-tengah masyarakat atau keterleburannya
dalam masyarakat. Identitas Gereja tidak terlepas dari identitas masyarakat sekitarnya.
Pengembangan Gereja setempat tidak lagi dapat dilepaskan dari pengembangan
masyarakatnya. Demikian apabila Gereja mau sungguh-sungguh menjadi Gereja yang
mendapatkan identitas dari keberadaan masyarakat setempat. Dengan demikian gejolak
masyarakat juga menjadi gejolak Gereja dan keprihatinan masyarakat setempat menjadi
keprihatinan Gereja.19 Secara harafiah kata diakonia berarti memberikan pertolongan atau
pelayanan. Kata diakonia berasal dari bahasa Yunani diakonia (pelayanan), diakonein
(melayani), diakonos (pelayan). Didunia Yunani diakonen dilihat sebagai pekerjaan yang
rendah karena seseorang yang disebut diakonen dalam arti melayani meja merupakan
pekerjaan seorang hamba atau budak. Diakonia sekarang ini lebih dipahami bukan sekedar
sebagai sebuah pekerjaan atau proyek tetapi berupa ungkapan sederhana dalam uluran tangan
atau tanda cinta kasih kepada sesama.20 Jangkauan kegiatan diakonial berbeda-beda, bukan
hanya perkembangan masyarakat dan sosial saja yang dilihat tetapi juga juga pandanganpandangan teologis. Luasnya diakonia suatu Gereja dapat dilihat dari visi dan misi Gereja
tersebut karena diakonia adalah pernyataan dari kehidupan Gereja. Tujuan dalam melakukan
diakonia harus jelas kepada siapa dan apa yang dilakukan Gereja dalam berdiakonia. Gereja
terlebih harus melihat realita sosial yang terjadi dimasyarakat. Karena panggilan Gereja untuk
berdiakonia adalah kehadirannya ditengah-tengah masyarakat dan apa yang akan dilakukan
Gereja.
Diakonia bukan tertutup hanya bagi jemaat saja melainkan kepada sesama dimana Gereja
tersebut hadir untuk menyikapi permasalahan yang ada ditengah-tengah masyarakat. Bentuk
keprihatinan Gereja kepada masyarakat diwujudkan dalam pelayanan diakonia kepada
masyarakat. Diakonia dalam jemaat mula-mula dalam konteks budaya Yunani dan Romawi
yang memerintah adalah raja dan kekaisaran. Moralitas Yunani menekankan kewajiban untuk
memperhatikan sesama (orangtua, orang asing, orang jompo, orang yang mengalami
ketidakadilan) . Diakonia masa kini menggerakan jemaat untuk benar-benar menjadi jemaat
yang diakonal artinya Gereja yang sungguh-sungguh berperan dalam mewujudkan
panggilannya sebagai Gereja yang melayani. Gereja yang tidak diakonal adalah Gereja yang
19
20
Eduard Dopo, Keprihatinan Sosial Gereja (Yogyakarta, Kanisius, 1992),42-92.
Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2004),2-3.
17
mati yang mengabaikan karunia-karunia Allah dan belum sungguh-sungguh menghayati
kasih Kristus. Jangkauan diakonia bukan saja didalam jemaat melainkan juga diluar jemaat
dengan diawali dengan kepedulian terhadap sesama saudara seiman, selanjutnya kepedulian
terhadap masyarakat disekitar jemaat bahkan kepedulian terhadap sesama di muka bumi ini.
Tujuan umum diakonia Kristen :21
a) Memperlihatkan kasih Allah di dunia
b) Diakonia Kristen selalu merujuk pada Yesus Kristus sebagai penebus dosa
Tujuan khusus menurut bidang perhatian :
a) Diakonia dalam jemaat : anggota jemaat saling mempedulikan
b) Diakonia dalam persekutuan jemaat : Gereja saling bersekutu dan membantu sehingga
kualitas hidup memadai
c) Diakonia dalam masyarakat : mempedulikan orang yang kekurangan dalam
masyarakat
d) Diakonia di dunia : sesuai kemampuannya, Gereja aktif menyantuni warga negara lain
yang membutuhkan santunan
Bagi masalah kesehatan, diakonia ditujukan kepada mereka yang cacat fisik maupun
mental, orang jompo, orang dengan penyakit menular maupun tidak menular.
Diakonia pada dibagi dalam tiga bentuk, yakni :
1. Diakonia karikatif yang merupakan bentuk diakonia yang paling tua yang dipraktikan
oleh Gereja dan pekerja sosial. Diakonia karikatif sering diwujudkan dalam bentuk
pemberian makan dan pakaian bagi orang miskin, menghibur orang sakit dan
perbuatan amal kebajikan. Bentuk diakonia ini
didukung dan dipraktikan oleh
institusi Gereja karena dapat memberi manfaat secara langsung, tidak ada resiko
sebab didukung oleh penguasa, bisa digunakan untuk menarik seseorang menjadi
anggota agama, memusatkan perhatian pada hubungan pribadi, dan menciptakan
hubungan subjek-objek.
2. Diakonia reformatif atau pembangunan yang menekankan pada hak asasi dan
martabat manusia. Kasih terhadap sesama manusia harus diterapkan dalam hubungan
dengan manusia dan sesama masyarakat. Gereja harus meletakan pembangunan
dalam proporsi yang sebenarnya dan harus bersikap kritis terhadap ideologi
21
G Riemer, Jemaat yang Diakonial (Jakarta, Yayasan Bina Kasih/ OMF, 2004),11-14.
18
pembangunan. Keterlibatan Gereja dalam pembangunan harus memberi warna dan
arah bagi isi pembangunan. Diakonia tidak lagi sekedar memberikan bantuan dan
perhatian tetapi menyelenggarakan kursus dan pemberian modal bagi masyarakat
untuk diberdayakan bagi keberlangsungan hidup.
3. Diakonia transformatif atau pembebasan yang digunakan untuk menyadarkan dan
memberdayakan hak-hak rakyat kecil. Mendorong rakyat untuk percaya diri sendiri
melalui pemberdayaan dan pengorganisasian. Artinya membebaskan rakyat kecil dari
belenggu struktural yang tidak adil yang mengepung mereka. transformatif yang
berupa pemberdayaan/pengorganisasian yang fokus pada rakyat sebagai subjek
sejarah bukan objek, tidak karikatif tapi preventif, tidak didorong oleh belas kasihan
tetapi ketidakadilan, mendorong partisipasi rakyat dan mengorganisasikan rakyat. 22
Salah satu cara Gereja berdiakonia adalah dengan melakukan pelayanan kesehatan yakni
melayani yang sakit. Pelayanan kesehatan mempunyai arti strategis baik pada masa lalu
dalam
sejarah
pengabaran
Injil,
maupun
sekarang
dan
yang
akan
datang.
Penyembuhan/mujizat dan pelayanan kesehatan seperti yang maksudkan sekarang, harus
ditempatkan dalam perspektif Kerajaan Allah yang telah, sedang, dan akan datang (teologiseskatologis). Pelayanan medis merupakan pelayanan (diakonia) Gereja untuk semua orang.
Gereja dalam pelayanan kesehatan haruslah merupakan pencerminan dari keprihatinan dan
pelayanan Kristus terhadap penderitaan manusia.23 Banyak orang Kristen menaruh perhatian
terhadap pertanyaan-pertanyaan seputar kesehatan dan penyembuhan serta keterlibatan
Gereja dalam hal penyediaan pelayanan pemeliharaan kesehatan.24 Konsep yang paling
penting dalam bidang kesehatan diseluruh dunia telah berkembang pada beberapa dekade
seperti pelayanan kesehatan primer dan relevansinya terhadap kesehatan yang terkait dengan
Gereja. Hal ini dapat dicapai apabila orang kristen dan non kristen dapat menunjukan
solidaritas dan memahami dampak dari hak asasi manusia yang bersifat universal dalam
bidang kesehatan.25 Tujuan keterlibatan Gereja dalam dunia sosial adalah untuk mewujudkan
prinsip-prinsip kerajaan Allah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam Perjanjian Baru nampak jelas bahwa Yesus sangat peduli dengan kesehatan banyak
orang sehingga mengadakan mujizat bagi mereka yang sakit. Allah adalah Allah yang
menyembuhkan dan peduli pada kesehatan. Untuk itu Gereja perlu terlibat dalam bidang22
Josef Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2010),35-49.
Soetarman, Mulai dari Musa dan Segala Nabi (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2003),37-40.
24
Beate Jacob dkk, Penyembuhan yang Mengutuhkan (Yogyakarta, Kanisius, 2003),17.
25
Ibid., hlm. 93.
23
19
bidang kesehatan yang menunjang
manusia dan masyarakat pada umumnya. Gereja di
Indonesia cukup memberi perhatian pada dalam bidang ini dengan mendirikan poliklinik,
Rumahsakit, dan melakukan pelayanan kesehatan gratis pada masyarakat.26 Inilah suatu
gambaran autentik hubungan antara Gereja dan kesehatan dalam pengalaman sebuah jemaat.
Namun hal tersebut tidaklah secara akurat menggambarkan apa yang telah terjadi pada peran
Gereja dalam perawatan kesehatan masyarakat kita. Menurut sejarah dunia kedokteran
mendapat dorongan besar dari Gereja, namun sekarang banyak karya perawatan kesehatan
yang diprakarsai Gereja secara fungsional tidak dapat dibedakan dari karya-karya lembaga
serupa yang sekuler.
Tantangan bagi Gereja adalah mempelajari bagaiamana menyediakan pelayanan
kesehatan dan pengobatan bagi si sakit di suatu zaman dengan kelangkaan ekonomis yang
makin meningkat. Pokok persoalannya makin merupakan suatu konflik antara kekudusan
hidup dan kelangkaan sumber-sumber daya.27 Menurut konsepsi klasik usaha-usaha
kesehatan ini tak lain ialah suatu alat pekabaran Injil. Usaha kesehatan adalah suatu akta,
suatu perbuatan bakti kepada sesama manusia secara badani dan perbuatan itu adalah wujud
dari kesaksian tentang kasih Allah yang bukan hanya menyelamatkan jiwa melainkan juga
tubuh manusia. Dalam menghadapi panggilan tugas pelayanan kesehatan ini terjadilah
pemikiran-pemikiran baru mengenai wujud pekerjaan kesehatan, apakah pelayanan kesehatan
ini merupakan suatu usaha pekabaran Injil ataukah suatu bentuk diakonia. Konsepsi zending
mengenai pelayanan kesehatan dianggap sebagai usaha pekabaran Injil medis, maka sebab
dalam usaha itu Gereja berbuat pekerjaan baik dengan mengharapkan kembali orang-orang
yang dilayani itu menjadi Kristen.28 Kalau Gereja atau jemaat menyadari bahwa tugasnya
tidak hanya mengatur pelayanan kebaktian saja, maka seharusnya di kompleks Gereja itu ada
macam-macam fasilitas seperti kantin murah untuk masyarakat, poliklinik muran biro
konsultasi dan biro ketenagakerjaan lainnya.29 Pelayanan sosial sebagai buah Roh, Gereja
atau jemaat juga perlu meningkatkan wawasan. Didalam jemaat pasti ada orang berbakat
yang bersedia menyumbangkan talentanya.30
26
Jimmy Oentoro, Gereja Impian (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010),229-230.
John Rogers, Etika Medis : Suatu Perspektif Kristen (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2003),25-32.
28
Fridolin ukur, Tuaiannya Sungguh Banyak (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2002),107-108.
29
Gerit Singgih, BerGereja, Berteologi dan Bermasyarakat (Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen,
1997),15.
30
Ibid., hlm. 19.
27
20
3
DATA LAPANGAN
3.1 Profil GKI Salatiga
GKI Salatiga merupakan salah satu Gereja di Salatiga dan merupakan bagian
pelayanan dari klasis Magelang yang berdiri pada awal tahun 1900. Diawali dengan
berkumpulnya orang Tionghoa di rumah pekabar Injil Jasper,Jl. Kotapraja (kini jalan
Sukowati) juga perkumpulan orang pribumi yang dilayani oleh penginjil Kamp di Jl.
Beringin (kini jalan Pattimura). Kedua kelompok kemudian menyatu dan dilayani oleh
pekabar Injil Van der Veen, setalah itu mereka dipimpin oleh pekabar Injil H. Bax karena
Van der Veen harus pindah mengajar di sekolah teologi Ungaran. Pada tahun 1938 pekabar
Injil H. Bax wafat dan digantikan oleh Pdt. Liem Siok Hie. Beliau adalah seorang pegawai
perusahaan Belanda yang taat dan rajin membaca Alkitab sehingga dipercaya menjadi
pekabar Injil dan digaji penuh oleh perusahaan.
Tahun 1935 beliau ditahbiskan menjadi seorang pendeta. Pergolakan perang dunia
kedua terjadi pada tahun 1947 Belanda menyerang wilayah Salatiga dan membuat pekabaran
Injil di Salatiga mengalami gangguan. Setelah dua tahun tidak ada penginjil di Salatiga Ny.
Lo Khoen Giok merasa prihatin dan sepakat untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak kristen
Tionghoa yang tidak dapat bersekolah minggu karena pergolakan tersebut dengan nama
Holland Chinese Zending School. Setelah terjadi penyerahan kedaulatan RI dari Hindia—
Belanda akhirnya nama sekolah pun diganti menjadi Sekolah Rakyat VI Kristen Tionghwa
Salatiga. Karena alasan yang tidak jelas, beberapa tenaga pengajar minta berhenti dari
sekolah tersebut. Pdt. Tan Ik Hay berhasil menarik sdr. Lie Tiek Bie yang adalah kepala
sekolah Rakyat VI Masehi Poncol Semarang untuk menjadi tenaga pengajar di Salatiga.
Berkat bantuan tenaga pengajar dan pinjaman uang dari Belanda maka dibangunlah
enam kelas di belakang tanah yang akan dibangun Gereja (sekarang GKI Salatiga no 111b).
Pada 29 januari 1955 dilakukan peletakan batu pertama Gereja Kristen Indonesia oleh Pdt.
Tan Ik Hay dan diresmikan pada 30 Desember 1959 dengan mengambil tema “Biarlah mata
Tuhan menilik rumah ini siang dan malam” (1 Raj 8 : 29a).31 Secara Geografis GKI Salatiga
terletak di Jl. Jend. Sudirman 111b Kota Salatiga. Dibawah kepemimpinan Pdt. Yefta
Setiawan Krisgunadi GKI Salatiga telah menjadi Gereja yang maju dan mandiri dengan
berbagai kegiatan sosial yang dilakukan dengan visi mewujudkan damai sejahtera di tengah
masyarakat Indonesia, khususnya Gereja Kristen Indonesia Salatiga menjadi mitra Allah
31
Valentino G. Purba, Warung Tiberias (Suatu Studi Kasus tentang Aspek Pelayanan Diakonia di
Lingkungan Warga Jemaat GKI Salatiga) , Skripsi Teologi (Salatiga, 2012),36-38.
21
dalam di Kota Salatiga yang pluralistis. Anggota Jemaat GKI Salatiga berasal dari berbagai
etnis dan latar belakang sosial yang beragam dengan jumlah anggota jemaat sebanyak 2023
jiwa.32 Hal ini membuat GKI Salatiga menjadi Gereja dengan keanggotaan plural dan terbuka
bagi siapa saja yang ingin mengambil bagian bersama dalam jemaat GKI Salatiga. Untuk
memudahkan koordinasi, wilayah pelayanan dibagi menjadi 13 wilayah Jemaat GKI Salatiga
diharapkan untuk dapat berperan secara hakiki dalam melaksanakan visi dan misi Gereja.
GKI Salatiga menekankan perannya yang didasarkan pada panggilan Allah yang
dimengerti sebagai pemberian anugrah, tugas dan tanggung jawab dari Allah kepada
umatNya. Pada sisi lain, peranan tersebut diwujudkan sesuai dengan talenta, kemampuan dan
keahlian dalam anggota jemaat. Berdasarkan hal inilah GKI Salatiga meluaskan
pelayanannya baik diakonia, koinonia maupun marturia yang telah menjadi tugas panggilan
Gereja ditengah-tengah dunia. Struktur organisasi jemaat dalam badan pekerja majelis jemaat
GKI Salatiga terdiri dari 1 ketua majelis jemaat, wakil ketua dan 8 orang majelis pekerja
harian dan 11 orang majelis jemaat dengan total 19 majelis yang bertugas di GKI Salatiga.
Dengan dibagi tiga bidang antara lain bidang keesaan dan persekutuan, bidang kesaksian dan
pelyanan serta bidang organisasi dan kepemimpinan.
3.2 Diakonia di GKI Salatiga
GKI merupakan Gereja yang sangat concern dengan berbagai permasalahan sosial di
lingkungannya. Diakonia di GKI Salatiga menjadi program rutin yang dilakukan dalam
jemaat. Tujuannya adalah untuk memberitakan kasih Tuhan dalam diakonia, dan menyadari
diri sebagai Gereja yang terpanggil untuk peduli terhadap sesama. Dalam komisi diakonia
GKI Salatiga, ada berbagai program yang dilakukan. Antara lain : warung tiberias dan
pelayanan kesehatan. Meskipun merupakan program dalam komisi yang sama namun
pelaksanaannya berbeda. Untuk warung tiberias, sudah ada anggaran yang berikan untuk
menunjang berjalannya program tersebut. Warung tiberias fokus pada pelayanan pemberian
makan gratis kepada siapa saja yang membutuhkan, bukan hanya jemaat tetapi juga
masyarakat umum. Sedangkan pelayanan kesehatan gratis yang memerlukan banyak biaya
untuk obat-obatan dan alat-alat kesehatan tidak disediakan dana untuk menunjang
operasionalnya. Terlepas dari ketersediaan biaya, GKI Salatiga sangat menunjukkan
kepedulian terhadap sesama. Bahkan program ini pun dilakukan bukan hanya di GKI Salatiga
melainkan di seluruh Gereja yang ada dalam naungan sinode GKI.
32
http://gkisalatiga.org/profil/ diunduh pada tanggal 24 Mei, pukul 17:38 WIB.
22
3.3 Pelayanan Kesehatan Gratis GKI Salatiga
Pelayanan Kesehatan Gratis di GKI Salatiga merupakan bentuk kepedulian Gereja
terhadap dinamika dalam masyarakat khususnya permasalahan kesehatan yang menjadi
sorotan GKI Salatiga. Permasalahan kesehatan di masyarakat terutama bagi masyarakat yang
kurang mampu membawa dampak yang buruk bagi masyarakat. Banyak masyarakat yang
karena keterbatasan biaya harus menderita kesakitan karena tidak mampu menjangkau
pelayanan kesehatan di rumah sakit akibat biaya yang terlalu mahal. Sehingga GKI
menyadari keterpanggilannya melayani masyarakat dengan melakukan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat. Sesuai dengan visi Gereja Kristen Indonesia Salatiga menjadi mitra Allah
dalam mewujudkan damai sejahtera ditengah masyarakat Indonesia, khususnya di Kota
Salatiga yang pluralistis.
Hal ini membuat GKI Salatiga merasa perlu merealisasikan visinya lewat pelayanan
kesehatan bagi kesejahteraan Indonesia dimulai dari tempat dimana GKI Salatiga berada.
Komisi diakonia The Khoen Bik
yang merupakan nama dari seorang pendeta di GKI
Salatiga yang melayani sampai masa emiritus. Beliau sempat diminta oleh GKI di Jakarta
untuk menjadi gembala disana namun mengingat pengalaman dan kenangannya di GKI
Salatiga akhirnya beliau memutuskan untuk menetap di GKI Salatiga sampai masa emiritus.
Pada tanggl 1 September 1989 ia mengambil bagian dalam pelayanan oikumenis di
Presbyterian Church di USA. Beliau melayani di Presbitterian Church di Fremont, Ohio,
Amerika Serikat. Rencana selanjutnya beliau meneruskan perjalanan ke Jerman dan Prancis
hal itu dilakukan dalam rangka studi banding dalam hal peninjuan dalam memperoleh bekal
bagi pelayanan di Indonesia khususnya jemaat GKI Salatiga.
Baru satu bulan melayani tepatnya 1 Oktober 1989 beliau meninggal dunia. Total
pelayanannya di GKI Salatiga adalah selama 10 tahun 2 bulan. Setelah meninggal seluruh
hartanya diwariskan untuk GKI Salatiga. Sehingga GKI Salatiga menggunakan namanya
untuk nama komisi dan menggunakan warisan yang diberikan untuk pelayanan kesehatan di
GKI Salatiga. Dibawah komisi diakonia The Khoen Bik yang bekerjasama dengan Lembaga
Konsultasi dan Bantuan Hukum melakukan pelayanan kesehatan kepada orang-orang yang
tidak mampu lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Selain itu komisi diakonia The Khoen Bik
juga melakukan kerjasama dengan beberapa apotik di Salatiga sehingga setelah selesai
diperiksa pasien dapat mengambil obat di apotik tersebut secara gratis. Sedangkan bagi
pasien yang mampu dapat juga melakukan pemeriksaan kesehatan yang dikenakan biaya.
Karena pelayanan kesehatan gratis ini diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak mampu.
23
Tetapi pelayanan kesehatan gratis ini diberhentikan sementara waktu karena kantor
sekretariat lembaga konsultasi dan bantuan hukum WCTUI (Woman Christian Temperance
Union of Indonesia ) yang digunakan untuk ruang pemeriksaan pelayanan kesehatan gratis
tidak dapat lagi dipergunakan karena sekretariat lembaga konsultasi dan bantuan hukum
WCTUI pindah dari Jl. Dr Muwardi 51 ke Jl. Senjoyo 51, Tingkir. Pelayanan kesehatan gratis
bagi kalangan tidak mampu dan terbuka bagi anggota jemaat maupun non jemaat akhirnya
dibatasi pada lingkup GKI Salatiga saja. Dikarenakan alasan tempat pelayanan yang sudah
dipindahkan ke wilayah GKI Salatiga awalnya aula I GKI Salatiga yang digunakan namun
sekarang ruang UKS YPE yang digunakan untuk tempat pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan di GKI Salatiga terhenti beberapa waktu karena tidak adanya tempat untuk
melakukan pelayanan kesehatan gratis setelah sekretariat lembaga konsultasi dan bantuan
hukum WCTUI pindah.33 Akhirnya pada tahun 2014 lalu komisi usia lanjut dan komisi
diakonia The Khoen Bik melanjutkan program pelayanan kesehatan gratis.
Berawal dari Komisi Usia Lanjut yang memiliki seorang dokter pindahan dari
Pekalongan namanya dokter Bintari yang kemudian berbincang mengenai pelayanan
kesehatan dengan beberapa anggota komisi The Khoen Bik ditemukan bahwa di GKI Salatiga
ternyata memiliki 17 anggota jemaat yang berprofesi sebagai dokter. Setelah hal ini
dibicarakan dengan majelis pendamping untuk melanjutkan pelayanan kesehatan. Komisi
usia lanjut yang melakukan persekutuan bulanan sebulan sekali dipagi hari kemudian mulai
melakukan pemeriksaan kesehatan bagi para lansia. Pertama kali dilakukan pelayanan
kesehatan, komisi usia lanjut meminta kerjasama lagi dengan komisi diakonia The Khoen Bik
untuk membantu pengadaan obat-obatan. Karena komisi usia lanjut sama sekali tidak
memiliki dana untuk pelayanan kesehatan tersebut. Akhirnya dengan bantuan dari komisi
diakonia The Khoen Bik pelayanan kesehatan akhirnya dilanjutkan.
Komisi diakonia The Khoen Bik ternyata mempunyai program yang hampir sama
dengan program pada komisi usia lanjut. Pelayanan kesehatan gratis dilakukan dua kali
sebulan pada hari jumat diadakan di aula I setelah persekutuan jumat. Pada minggu kedua
berjalannya pelayanan kesehatan gratis, dokter Bintari menemukan seorang anggota jemaat
yang tidak mampu ke dokter karena alasan biaya. Ia menderita diabetes yang angkanya sudah
diatas 500, dokter Bintari kemudian kaget karena ada anggota jemaat GKI yang sudah sakit
seperah ini tetapi tidak diketahui oleh para anggota jemaat dan majelis jemaat GKI Salatiga.
Kemudian anggota jemaat tersebut diobati, namun gagal karena terlambat diketahui sehingga
33
Hasil wawancara dengan Pdt. Yefta Setyawan Krisgunadi, 14 Desember 2015.
24
tidak ada penanganan awal terhadap penyakit yang diderita. Mulai dari hal ini kemudian
menjadi pelajaran bagi anggota jemaat khususnya yang menjalankan program pelayanan
kesehatan gratis di GKI Salatiga untuk lebih giat melayani dan terus mencari disekitar jemaat
apakah ada anggota jemaat yang menderita penyakit tetapi tidak dapat berobat ke dokter
karena alasan biaya.
GKI Salatiga mulai menghimbau kepada seluruh anggota jemaat yang bekerja
dibidang kesehatan misalnya dokter, perawat, dan apoteker untuk bekerja sama dan ikut
terlibat dalam program pelayanan kesehatan gratis yang diadakan oleh komisi usia lanjut dan
komisi diakonia The Khoen Bik dengan membentuk tim kesehatan jemaat. Tim kesehatan
jemaat melakukan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada anggota jemaat, namun
terkendala bangunan untuk pelayanan kesehatan tidak ada. Sementara seluruh bangunan di
GKI Salatiga telah diisi. Yang dapat digunakan hanya aula 1. Akhirnya tim kesehatan dengan
keterbatasannya, meminta kepada majelis jemaat untuk pengadaan ruangan bagi kesehatan
jemaat. Majelis meminta bantuan YPE (yayasan pendidikan Ebenhaizer) untuk meminjamkan
ruangan bagi tim kesehatan jemaat di ruangan UKS YPE. Tim kesehatan jemaat mulai
bekerja melakukan pelayanan kesehatan gratis setiap hari jumat minggu kedua dan keempat.
Pelayanan kesehatan dilakukan secara umum seperti pemeriksaan diabetes, jantung, kolestrol
dan lainnya yang tidak masuk dalam kategori pemeriksaan penyakit kronis. Awalnya
pelayanan kesehatan dilakukan secara cuma-cuma namun berjalannya waktu, berkurangnya
donatur membuat pelayanan kesehatan gratis kewalahan menangani pengadaan obat-obatan
dan alat-alat kesehatan lainnya.
Akhirnya pelayanan kesehatan dikenakan biaya yang tidak terlalu tinggi dan dapat
dijangkau oleh semua golongan. Meski demikian pelayanan kesehatan di GKI Salatiga tetap
berjalan dengan baik.34 Melihat pelayanan kesehatan yang dilakukan di GKI Salatiga
membawa dampak positif dan dirasa sangat bermanfaat terutama bagi anggota jemaat yang
merupakan kalangan tidak mampu. Pelayanan kesehatan merupakan manifestasi pelayanan
GKI Salatiga kepada masyarakat. Walaupun awalnya memang diperuntukan bagi anggota
jemaat maupun non anggota jemaat dan sekarang dipersempit pada anggota jemaat saja
namun setidaknya pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh GKI Salatiga telah membawa
banyak manfaat bagi masyarakat. Sayangnya dalam melakukan pelayanan seringkali
menemui berbagai kendala, begitu pula dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
GKI Salatiga.
34
Hasil wawancara dengan ketua komisi usia lanjut, Ny. Prayogo 12 Desember 2015.
25
Selain terkendala biaya, mereka juga terkendala pengadaan ruangan untuk melakukan
pelayanan kesehatan. Namun hal ini tidak menyurutkan niat dan semangat dalam melakukan
pelayanan kesehatan sebagai bentuk keterpanggilan Gereja ditengah-tengah dunia yang
peduli terhadap permasalahan empirik yang terjadi dalam masyarakat yakni permasalahan
kesehatan. Pelayanan kesehatan di GKI Salatiga sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam program telah disahkan dalam persidangan jemaat GKI Salatiga. Berdasarkan sejarah
awal GKI Salatiga, memang sangat peduli terhadap kesehatan dan pendidikan. Kedua hal ini
dirasa sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Karena hal itulah, GKI
merasa perlu memperhatikan kedua aspek ini untuk meningkat kesejahtraan bersama dan
menjawab panggilannya ditengah-tengah dunia ini.
Mengembangkan kesaksian dan pelayanan ditengah masyarakat diarahkan pada
meningkatnya kepedulian anggota jemaat terhadap sesamanya. Pelayanan dalam masyarakat
harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Pelayanan diakonia adalah pelayanan nyata bagi
sesama yang membutuhkan. Hal ini merupakan tugas dari seluruh warga jemaat. Diakonia
timbul dan ada karena adanya Gereja dan hal itu dilakukan dan berlangsung meneladani apa
yang telah Yesus buat ketika Dia berada di dunia ini. Di dalam Gereja pelayanan diakonia
menjadi nyata ketika pelayanan itu menyentuh mereka yang miskin, mereka yang tertindas
dan teraniaya, mereka yang sakit dan berduka maupun mereka yang membutuhkan
ketenangan jiwa. Diakonia tidak hanya terbatas dalam membantu sesama secara materi
(memberikan uang), tapi lebih dari itu ialah menunjukkan kasih dan kepedulian dengan
menghibur dan membagikan semangat hidup bagi mereka yang membutuhkannya.
26
4
ANALISA
Dengan melihat kenyataan yang terjadi tentang permasalahan kesehatan maka GKI
Salatiga menunjukkan kepedulian dan keterpanggilannya sebagai Gereja dengan melakukan
pelayanan kesehatan gratis bagi mereka yang membutuhkan. Karena melihat keadaan
disekitar bahwa pelayanan kesehatan tidak merata dan bahkan tidak tersentuh bagi mereka
yang kurang mampu. Menyadari bahwa misinya ditengah-tengah dunia ini sebagai Gereja
yang adalah mitra Allah didunia yang menghadirkan kesejahtraan maka GKI Salatiga ingin
agar kehadirannya ditengah-tengah dunia khususnya di Salatiga dapat memberikan kontribusi
terkait dengan permasalahan kesehatan yang terjadi. Jika kita melihat pemaparan pada bab III
melalui hasil penelitian dari beberapa narasumber menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan
gratis di GKI Salatiga diperuntukkan bagi mereka yang ingin berobat tetapi tidak mempunyai
b
Kesehatan Gratis di Jemaat GKI Salatiga.”
Oleh,
Clara Latupeirissa
712011007
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Program Studi Teologi, Fakultas Teologi Guna Memenuhi Sebagian
Dari Prasyarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains Teologi
Program Studi Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Salatiga
2016
1
2
3
4
5
Motto :
Takut Akan Tuhan Adalah Permulaan Pengetahuan
(Amsal 1:7a)
Allah memberi hikmat, pengetahuan dan kebahagiaan
kepada orang yang menyenangkan hati-Nya
Sebab Segala Sesuatu dari Dia dan oleh Dia dan kepada Dia;
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya
(Roma 11:36)
Ada yang pertama untuk segala sesuatu, perjalanan panjang dimulai dengan
satu langkah kecil. Kalau sudah merasa melakukan 10 langkah gandakanlah
itu menjadi 100 langkah dan seterusnya sampai tiba waktunya untuk berhenti
berjuang karena waktu telah habis di dunia. Kami membantu mengarahkan dan
memenuhi kebutuhanmu tetapi tujuan hidup dan apa yang akan kamu berikan
bagi Tuhanmu, keluarga dan masyarakat adalah keputusanmu. Sesukses
apapun nanti tetap ingat bahwa segalanya dimulai dengan 1 langkah kecil, hal
itu akan mengingatkanmu tentang perjuangan dan proses.
(Papa Mama)
6
KATA PENGANTAR
Terima kasih Tuhan Yesus, untuk semua rencana dan karya-Mu dalam hidupku, yang
telah membentuk dan menempahku menjadi manusia yang dapat mengerti kehendak-Mu
yang sesungguhnya. Terima kasih Tuhan untuk kesehatan, kekuatan, kemampuan dan hikmat
yang Kau beri dalam hidupku, sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan dapat
menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Dalam terang syukur inilah, penulis menyampaikan
terima kasih yang tulus untuk semua pihak yang dipakai Allah untuk membantu dan
menopang penulis dalam proses studi, khususnya dalam penulisan tugas akhir ini, lewat
dukungan doa, maupun material.
Ucapan terima kasih yang setulusnya penulis sampaikan buat papa-mama
(Kel.Latupeirissa-da Costa) yang telah berusaha dengan segala daya dan upaya memberi
dukungan doa, motivasi juga nasehat serta membiayai penulis dalam studi.
Ucapan terima kasih yang diiringi rasa hormat penulis sampaikan kepada Pdt. Prof. John.
Titaley, Th.D dan Pdt. Dr. Retnowati, M.Si yang dengan bijaksana telah membimbing penulis
dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini hingga selesai, terima kasih atas waktu dan
sumbangan pikirannya. Ucapan terima kasih penulis juga sampaikan kepada :
Pimpinan Fakultas Teologi UKSW, Staf dosen dan pegawai tata usaha.
Kakak adik yang tersayang Charles, Netty, Christy, Iren dan Lola. yang
selalu memotivasi dan mendoakan penulis.
Untuk yang terkasih Yulla, yang dengan sabar memotivasi penyelesaian
skripsi.
Terimakasih untuk Nuke, Ryan, Nirwa, Chica, Ina, Vanda, Isno, Daud,
Sonya, K’Moe, K’Buce, K’Ika serta teman-teman Asrama Kartini, Temanteman seangkatan “11” dan kos Monsa Atas dukungan doa dan motivasi.
terima kasih yang tulus, kiranya TUHAN YESUS KRISTUS yang empunya
berkat akan memberkati segala usaha, jerih dan juang kita semua.
Salatiga, 10 Agustus 2016
Clara Latupeirissa
7
DAFTAR ISI
1
2
PENDAHULUAN ................................................................................................ 10
1.1
Latar Belakang Masalah .............................................................................. 10
1.2
Rumusan Masalah ........................................................................................ 13
1.3
Tujuan Penelitian .......................................................................................... 14
1.4
Batasan Masalah ........................................................................................... 14
1.5
Manfaat Penelitian ........................................................................................ 14
1.6
Metode Penelitian .......................................................................................... 14
1.7
Sistematika Penulisan ................................................................................... 15
TEORI................................................................................................................... 16
2.1
3
Teori Diakonia ............................................................................................... 16
DATA LAPANGAN ............................................................................................ 21
3.1
Profil GKI Salatiga ....................................................................................... 21
3.2
Diakonia di GKI Salatiga ............................................................................. 22
3.3
Pelayanan Kesehatan Gratis GKI Salatiga ................................................ 23
4
ANALISA ............................................................................................................. 27
5
PENUTUP............................................................................................................. 31
5.1
Kesimpulan .................................................................................................... 31
5.2
Saran .............................................................................................................. 32
Daftar Pustaka ............................................................................................................ 34
8
Abstrak
Clara Latupeirissa
712011007
Gereja dan Diakonia : Studi Kasus tentang Perubahan Bentuk Pelayanan Kesehatan Gratis
di Jemaat GKI Salatiga
Permasalahan kesehatan dewasa ini menjadi hal yang kompleks terjadi di seluruh
kalangan masyarakat. Apalagi alasan utama permasalahan kesehatan adalah terkendala biaya
yang terlalu mahal dan sulit dicapai oleh masyarakat yang miskin. Dengan kenyataan inilah
GKI Salatiga peduli akan keterpanggilannya sebagai gereja yang menghadirkan damai
sejahtera di tengah-tengah masyarakat yang plural sesuai dengan moto GKI Salatiga. Salah
satunya dengan melakukan diakonia. GKI Salatiga membuat program pelayanan kesehatan
gratis bagi semua anggota masyarakat (jemaat dan non-jemaat) untuk menjawab
permasalahan kesehatan yang terjadi khususnya di wilayah Salatiga. Program ini terbentuk
atas kerjasama komisi usia lanjut dengan komisi The Khoen Bik. Pusat pelayanan kesehatan
di gedung sekretariat lembaga konsultasi dan bantuan hukum WCTUI (Woman Christian
Temperance Union of Indonesia) di Jl. Dr Muwardi 51, Salatiga. Setelah beberapa waktu,
gedung sekretariat ini kemudian pindah ke Jl. Senjoyo di Tingkir maka pelayanan kesehatan
dipindahkan ke aula 1 GKI Salatiga. Kegitana ini sempat diberhentikan beberapa waktu
kemudian dibuka kembali. Namun cakupan sasaran pelayanan kesehatan gratis di GKI
Salatiga diubah hanya untuk jemaat saja dengan membayar dengan setengah harga dari
pemeriksaan di RS atau di klinik-klinik kesehatan. Alasannya karena komisi kekurangan dana
untuk pengadaan obat-obatan dan alat kesehatan. Dengan kata lain, GKI Salatiga
mempersempit sasaran pelayanan dan pelayanan kesehatan tidak diberlakukan secara gratis
lagi.
Keywords : GKI Salatiga, Diakonia, Pelayanan Kesehatan.
9
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Kehadiran Gereja di tengah-tengah masyarakat membuat Gereja tidak bisa lepas atas
keprihatinan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Untuk menyikapi hal tersebut maka
Gereja lewat tri tugas panggilan Gereja yakni Koinonia (persekutuan), Diakonia (pelayanan)
dan Marturia (kesaksian) berkontribusi bagi masyarakat. Sejak semula misi pekabaran Injil
berorientasi pada permasalahan kesehatan dan pendidikan.1 Kesehatan menjadi salah satu hal
yang penting dalam kehidupan seseorang. Indonesia sebagai negara berkembang dengan
jumlah penduduk lebih dari 200 juta jiwa, masalah kesehatan menjadi permasalahan yang
sangat kompleks.2 Permasalahan kesehatan bisa saja terjadi karena pola hidup yang tidak
sehat, faktor ekonomi yang membuat sebagian masyarakat tidak dapat menjangkau biaya
pengobatan yang kian mahal. Melihat hal ini, banyak Gereja yang kemudian peduli terhadap
permasalahan kesehatan. Ditandai dengan munculnya gerakan sosial di Gereja-Gereja yang
menyuarakan tentang kesehatan bahkan dilakukan dalam tindakan yang sangat konkrit
dengan melakukan pelayanan kesehatan untuk menjawab kebutuhan jemaat khususnya yang
tidak dapat menikmati pelayanan kesehatan di rumah sakit karena terkendala biaya. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi permasalahan kesehatan di Indonesia:3
1.
Faktor lingkungan
a.Kurangnya peran serta masyarakat dalam mengatasi kesehatan (masalah-masalah
kesehatan).
b. Kurangnya sebagian besar rasa tanggung jawab masyarakat dalam bidang kesehatan.
2.
Faktor perilaku dan Gaya Hidup masyarakat Indonesia
a.Masih banyak insiden atau kebiasaan masyarakat yang selalu merugikan dan
membahayakankesehatan mereka.
b. Adat istiadat yang kurang atau bahkan tidak menunjang kesehatan.
3. Faktor sosial ekonomi
a. Tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia sebagian besar masih rendah.
b. Kurangnya kesadaran dalam pemeliharaan kesehatan. Budaya sadar sehat belum merata
kesebagian penduduk Indonesia.
c. Tingkat sosial ekonomi dalam hal ini penghasilan juga masih rendah dan memprihatinkan.
1
Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2004),259.
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan (Jakarta, Buku Kedokteran EGC,2005),13.
3
https://www.scribd.com/doc/196090365/Faktor-Penyebab-Terjadinya-Masalah-Kesehatan-DiIndonesia Diunduh Pada Tanggal 25 Mei 2016 Pukul 23:56 WIB.
2
10
4. Faktor pelayanan kesehatan
a. Cakupan pelayanan kesehatan belum menyeluruh dimana ada sebagian propinsi di indonsia
yang belum mendapat pelayanan kesehatan maksimal dan belum merata.
b. Upaya pelayanan kesehatan sebagian masih beriorientasi pada upaya kuratif.
c. Sarana dan prasarana belum dapat menunjang pelayanan kesehatan.
Gereja secara khusus melihat permasalahan kesehatan pada faktor ketiga dan keempat
yakni faktor sosial ekonomi dan pelayanan kesehatan yang kurang memadai. Untuk itulah
Gereja mulai melakukan pelayanan diakonia dalam bentuk pelayanan kesehatan dengan
tujuan agar masyarakat secara khusus jemaat dapat merasakan pelayanan kesehatan terutama
bagi mereka yang tidak mampu. Sejarah Gereja mencatat bahwa para zending yang masuk di
Indonesia pun melihat permasalahan kesehatan menjadi persoalan utama sesuai dengan
kenyataan yang ditemui. Pelayanan kesehatan merupakan sebuah akta pengabdian Gereja
bagi keberadaan jemaatnya. Gereja dengan misinya yang kuat untuk kesejahteraan pribadi
akan memiliki suatu pengaruh penting atas pelaksanaan kesehatan dalam komunitasnya. 4
Salah satu faktor terbesar permasalahan kesehatan adalah permasalahan ekonomi yaitu
kemiskinan. Dulu kemiskinan hanya dirasakan oleh kaum buruh akibat sistem yang
diskriminatif yakni hak-hak kaum buruh dikesampingkan termasuk permasalahan kesehatan.5
Namun kini permasalahan kesehatan sepertinya sudah umum terjadi di berbagai lapisan
masyarakat. Permasalahan kesehatan menjadi topik yang hangat dibicarakan apalagi bagi
orang-orang yang tidak mampu.
Kota Salatiga merupakan salah satu wilayah kota yang sedang mengalami pertumbuhan
dengan adanya rencana pemekaran wilayah mulai tahun 2014 silam. 6 Luas wilayah dan
adanya pertambahan penduduk Kota Salatiga memiliki kaitan yang erat dengan tingkat
kesehatan masyarakat. Tingkat kesehatan masyarakat menentukan tingkat pelayanan
kesehatan, pengetahuan serta kesadaran masyarakat akan kesehatan. Beberapa indikator yang
menilai derajat kesehatan masyarakat menunjukkan bahwa derajat kesehatan di Kota Salatiga
mengalami penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
pelayanan kesehatan yang kurang memadai, sosialisasi kesehatan yang kurang, atau tingkat
pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan yang kurang. Peningkatan pelayanan
kesehatan oleh pemerintah kepada masyarakat menjadi salah satu hal penting untuk
4
John Rogers, Etika Medis : Suatu Perspektif Kristen (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2003),30.
J. B Banawiratma dan J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu (Yogyakarta, Kanisius, 1993),37.
6
Andri Pratiwi, Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi (sig) Untuk Pemetaan Hasil
Proyeksi sarana kesehatan Kota Salatiga Tahun 2016-2035, Jurnal Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi,
1:3, (Yogyakarta, 2015),2
5
11
mengatasi hal tersebut, misalnya dengan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan atau
secara kuantitas menambah sarana kesehatan seperti rumah sakit dan Puskesmas sebagai
fasilitas kesehatan yang memadai.7 Masalah kesehatan bukan lagi menjadi tanggung jawab
pemerintah bagi rakyatnya saja, dalam hal ini Gereja juga turut berperan dalam menyikapi
masalah kesehatan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Gereja dalam melakukan
praktik guna membantu permasalahan sosial ini. Pertama, Gereja memperluas wawasan
pelayanan dari hanya ritual ke suatu pelayanan yang menyeluruh yang meliputi juga hal-hal
etis. Kedua, memperluas pengertian Diakonia sehingga meliputi orang diluar Gereja/jemaat.
Ketiga, memperluas struktur Gereja sehingga meliputi baik yang parokhial maupun yang
kategorial.8 Gereja dapat berkontribusi membantu permasalahan kesehatan bagi jemaat yaitu
melalui pelayanan diakonia.
Diakonia berasal dari bahasa Yunani Diakonein yang jika dimaknai akan membawa kita
pada corak utama pelayanan yakni sikap dan sifat yang dibutuhkan dalam pelayanan. Karena
makna asasi kata dikonein ini merujuk pada “membungkuk-bungkuk dalam debu tanah
merangkak menaklukan diri” maka dapat diartikan sebagai melayani.9 Diakonia merupakan
salah satu tugas panggilan Gereja, yakni melayani sesama. Karena itu, Gereja melaksanakan
pelayanaan diakonia bagi jemaat. Ada tiga macam diakonia yang dapat diaplikasikan yakni :
diakonia karikatif, diakonia transformatif dan diakonia reformatif.10 Salah satu diakonia yang
dapat diambil untuk menyikapi permasalahan kesehatan adalah diakonia karikatif yang
merupakan bentuk diakonia yang paling tua yang dipraktikan oleh Gereja dan pekerja sosial
dan sering diwujudkan dalam bentuk pemberian makan atau layanan kemanusiaan lainnya
yang berdasarkan amal kebijaksanaan.11 Jemaat GKI Salatiga juga melaksanakan pelayanan
diakonia melalui pelayanan kesehatan gratis bagi anggota jemaat maupun non anggota
jemaat. Berawal dari tahun 1884 “Neukirchener Mission” yakni sebuah misi pekabaran Injil
yang dilakukan oleh seorang pendeta Jerman bagi Pekabaran Injil di daratan Eropa.
Kemudian Ia mengutus misionarisnya ke Salatiga yang dikenal dengan “Salatiga Zending”
untuk melakukan pekabaran Injil. Pada tahun 1900-an terjadi bencana kekeringan dan
kelaparan di pulau Jawa, menyadari tugasnya sebagai pekabar Injil maka “Salatiga Zending”
7
Ibid., hlm. 3
Gerrit Singgih, Bergereja, Berteologi dan Bermasyarakat (Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen,
1997),93-99.
9
G. Riemer, Jemaat yang Diakonial (Jakarta, Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2004),47.
10
Jimmy Oentoro, Gereja Impian (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010),79
11
J. Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2010),35-49.
8
12
melakukan pelayanan yang menyentuh seluruh kehidupan masyarakat saat itu yakni
pelayanan kesehatan dan pendidikan.12
Dari sejarah inilah kemudian GKI Salatiga sebagai salah satu Gereja Protestan yang
berdiri tanggal 3 Maret 1959 ini kemudian melakukan pelayanan kesehatan dan pendidikan
bagi jemaat maupun non jemaat. Pelayanan yang sekaligus memperhatikan kesejahtraan
hidup bersama merupakan pelayanan yang paling sesuai dengan situasi kebudayaan Indonesia
yang selalu memperhatikan kesejahteraan bersama kelompok masyarakat.13 Inilah yang
dilihat oleh GKI Salatiga sebagai salah satu cara berdiakonia. Pelayanan kesehatan dan
penyuluhan kesehatan diberikan secara gratis dari komisi pelayanan diakonia GKI Salatiga
kepada siapa saja. Setiap orang yang datang dapat melakukan pemeriksaan ringan seperti
periksa gula darah dan juga berkonsultasi dengan dokter dan tak jarang diberikan obat-obatan
gratis sesuai dengan masalah kesehatan yang dialami. Hal ini cukup rutin dilakukan untuk
menjawab panggilan Gereja dalam hal melayani. GKI Salatiga menyadari kehadirannya
bukan hanya soal relasi vertikal dengan Tuhan saja melainkan relasi dengan sesama yang
diwujudkan dalam sikap toleransi kepada sesama manusia lewat pelayanan kesehatan gratis
ini.
Namun belakangan ini pelayanan kesehatan gratis di GKI Salatiga mengalami perubahan.
Semula pelayanan kesehatan ini diperuntukan bagi anggota jemaat maupun untuk umum
setelah ada perubahan tempat pelayanan kesehatan dari kantor sekretariat lembaga konsultasi
dan bantuan hukum WCTUI (Woman Christian Temperance Union of Indonesia ) yang
beralamat di Jl. Dr. Mumardi 51 Salatiga pindah maka program pelayanan kesehatan ini
akhirnya hanya diberlakukan bagi anggota jemaat dan simpatisan (tidak bersifat umum).14
Dengan kata lain sasaran pelayanan kesehatan di GKI Salatiga berubah dari cakupan yang
luas menjadi sempit hanya bagi anggota jemaat dan simpatisan saja bukan lagi untuk umum.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul :
“Gereja dan Diakonia: Studi Kasus tentang Perubahan Bentuk Pelayanan Kesehatan
Gratis di Jemaat GKI Salatiga.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini ialah :
Mengapa GKI Salatiga tidak lagi memberikan pelayanan kesehatan gratis untuk umum?
12
Th. van den End,J. Weitjens, Ragi Carita: Sejarah Gereja Di Indonesia, Jilid 2 (Jakarta, BPK Gunung
Mulia, 2009),44 – 46,235 – 236.
13
Gerrit Singgih, Reformasi, Transformasi dan Pelayanan Gereja (Yogyakarta, Kanisius, 1997),29.
14
Wawancara Pdt. Yefta Setyawan Krisgunadi hari Sabtu, 14 Nopember 2015 pukul 18.40 WIB.
13
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai ialah :
Mendeskripsikan alasan perubahan bentuk pelayanan kesehatan gratis di GKI Salatiga.
1.4 Batasan Masalah
Penulisan Tugas Akhir ini akan dibatasi pada deskripsi terjadinya perubahan bentuk
pelayanan kesehatan gratis di GKI Salatiga yang mengalami perubahan.
1.5 Manfaat Penelitian
1) Manfaat Teoritis : Diharapkan dalam penulisan ini dapat memberikan sumbangan
pemikiran ilmiah untuk memperkaya konsep dan teori diakonia yang dapat membantu
Gereja melihat masalah sosial kemasyarakatan khususnya masalah kesehatan.
2) Manfaat Praktis : Penelitian ini diharapkan mampu menolong Gereja mengkaji ulang
kebijakan perubahan tersebut demi membawa manfaat bagi Gereja. Dan juga dapat
menjadi acuan untuk membangun kesejahtraan masyarakat salah satunya di bidang
kesehatan.
1.6
Metode Penelitian
Berkaitan dengan penulisan ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan data verbal dan kualifikasinya
bersifat teoritis. Data sebagai bukti dalam menguji kebenaran atau ketidakbenaran hipotesis,
tidak diolah melalui perhitungan matematik dengan berbagai rumus statistika. Pengolahan
data dilakukan secara rasional dengan mempergunakan pola berpikir tertentu menurut hukum
logika.15
Penelitian ini juga akan bersifat diskriptif-analitis yang mana akan memberikan gambaran
secermat mungkin.16 Yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan penyebab perubahan bentuk
pelayanan kesehatan gratis di GKI Salatiga serta memfokuskan pada wawancara Pendeta
GKI Salatiga, majelis Jemaat, badan pengurus harian GKI Salatiga atau komisi pelayanan
serta tenaga medis yang dilibatkan dalam pelayanan kesehatan gratis serta observasi langsung
pada kegiatan pelayanan kesehatan gratis.
9 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1983),32.
16
Koentjoroningrat, Metode Penelitian Masyarakat (Jakarta, Gramedia, 1994),31.
14
1.7
Sistematika Penulisan
Sesuai dengan kajian dalam latar belakang di atas, maka dalam penulisan tugas akhir ini
terdiri dari beberapa bagian:
Bagian I: Pendahuluan
Bagian pertama berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang permasalahan
mengapa penulis tertarik untuk menulis tulisan yang berkaitan dengan masalah pelayanan
diakonia terkhususnya pada pelayanan kesehatan, serta melihat realita yang terjadi di
masyarakat saat ini yang berkaitan dengan masalah-masalah kesehatan terutama yang terjadi
di Salatiga. Pada bagian ini juga dikemukakan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, serta metode penelitian yang akan dipakai untuk mendukung penulisan tugas akhir
ini sebab penulisan tugas akhir ini akan dilakukan studi lapangan. Selain itu juga terdapat
sistematika penulisan yang menjadi dasar acuan penulis menulis tugas akhir ini.
Bagian II: Teori Rujukan
Dalam bagian ini akan dikemukakan teori-teori tentang diakonia agar nantinya dapat
digunakan sebagai kajian dan bahan analisis dari temuan di lapangan dalam melakukan
penulisan tugas akhir ini.
Bagian III: Hasil Penelitian
Pada bagian ini akan dipaparkan hasil temuan di lapangan baik itu data wawancara
maupun observasi langsung pada saat pelayanan kesehatan di GKI Salatiga dilaksanakan.
Bagian IV : Analisa
Hasil dari temuan di lapangan tersebut akan dianalisa menggunakan kajian teori yang telah
dikemukakan yaitu yang berkaitan dengan pelayanan diakonia.
Bagian V: Penutup
Bagian ini berisi kesimpulan dari keseluruhan tugas akhir ini dan berisi saran atau
rekomendasi bagi tempat dimana penulis melakukan penelitian
15
2
TEORI
2.1 Teori Diakonia
Didalam kehidupan Kristen kata pelayanan paling banyak dipakai disamping kata
mengasihi. Akan tetapi pelayanan pada umumnya ditujukan pada pelayanan kepada Tuhan.
Pelayanan kepada Tuhan dalam hal ibadah dan doa. Singkatnya ibadah hanya bersifat
kerohanian yang biasa dilakukan oleh Gereja dan kelompok-kelompok Kristen. Pelayanan ini
hanya terbatas pada kegiatan ritual dan bidang spiritual saja yang bersifat parokial. Jika
mengerti benar arti melayani maka pelayanan yang dilakukan akan sama seperti yang Yesus
lakukan yakni melayani orang banyak tanpa melihat siapa dia?17 Pelayanan gerejawi jangan
disempitkan menjadi pelayanan ibadah saja. Sebab jika demikian iman yang seharusnya
meliputi dunia nyata dan keras masih jauh lebih besar dan luas ini malah kita sempitkan
hanya pada pelayanan ibadah saja. Tekanan yang terlalu kuat pada aspek ritual dan
kelembagaan yang melestarikan aspek ritual ini bisa menyebabkan Gereja lupa bahwa tujuan
Gereja bukan pada dirinya sendiri, melainkan alat untuk menyatakan kemuliaan Tuhan
didunia ini. Maka itu aspek yang dapat dilakukan Gereja adalah Koinonia, Marturia dan
Diakonia. Kalau pelayanan hanya dianggap sebagi aspek ritual atau alat untuk membantu
organisasi Gereja, maka pelayanan tidak pernah akan menjadi pelayanan sosial yang
menjangkau masyarakat luas. Pelayanan yang sekaligus memperhatikan kesejahteraan hidup
bersama merupakan pelayanan yang paling sesuai dengan situasi kebudayaan Indonesia yang
selalu memperhatikan bersama kelompok masyarakat.18
Keberadaan Gereja ditengah-tengah masyarakat tidak dapat dilepaskan dari tanggung
jawab Gereja terhadap permasalahan sosial dalaam masyarakat. Rakyat harus menjadi fokus
pelayanan suatu lembaga pelayanan Kristen. Pada tahun-tahun belakangan ini, hampir
diseluruh dunia Gereja menaruh perhatian semakin banyak terhadap masalah-masalah sosial
yang menjadi keprihatinan Gereja. Karya-karya Gereja di bidang sosial ekonomi merupakan
pelayanan Gereja bagi golongan masyarakat yang paling membutuhkan atau lebih jauh bisa
diartikan sebagai keterlibatan Gereja dalam bidang pembangunan masyarakat. Dimensi sosial
ekonomi sejauh menyangkut kehidupan masyarakat tidak cukup dilihat dari segi yang
kelihatan saja berupa masalah-masalah penggangguran, kemiskinan, bahkan permasalahan
kesehatan sekalipun. Dimensi sosial ekonomi seharusnya merupakan dimensi yang
17
18
Gerrit Singgih, Reformasi dan Transformasi Pelayanan Gereja (Yogyakarta, Kanisius, 1997),16.
Ibid., hlm. 24-28.
16
diperhatikan oleh seluruh karya pelayanan Gereja baik yang intern (bagi kepentingan Gereja
sendiri) maupun ekstern (kepentingan masyarakat luas). Gereja setempat perlu memahami
hal-hal yang menyangkut keberadaannya ditengah-tengah masyarakat atau keterleburannya
dalam masyarakat. Identitas Gereja tidak terlepas dari identitas masyarakat sekitarnya.
Pengembangan Gereja setempat tidak lagi dapat dilepaskan dari pengembangan
masyarakatnya. Demikian apabila Gereja mau sungguh-sungguh menjadi Gereja yang
mendapatkan identitas dari keberadaan masyarakat setempat. Dengan demikian gejolak
masyarakat juga menjadi gejolak Gereja dan keprihatinan masyarakat setempat menjadi
keprihatinan Gereja.19 Secara harafiah kata diakonia berarti memberikan pertolongan atau
pelayanan. Kata diakonia berasal dari bahasa Yunani diakonia (pelayanan), diakonein
(melayani), diakonos (pelayan). Didunia Yunani diakonen dilihat sebagai pekerjaan yang
rendah karena seseorang yang disebut diakonen dalam arti melayani meja merupakan
pekerjaan seorang hamba atau budak. Diakonia sekarang ini lebih dipahami bukan sekedar
sebagai sebuah pekerjaan atau proyek tetapi berupa ungkapan sederhana dalam uluran tangan
atau tanda cinta kasih kepada sesama.20 Jangkauan kegiatan diakonial berbeda-beda, bukan
hanya perkembangan masyarakat dan sosial saja yang dilihat tetapi juga juga pandanganpandangan teologis. Luasnya diakonia suatu Gereja dapat dilihat dari visi dan misi Gereja
tersebut karena diakonia adalah pernyataan dari kehidupan Gereja. Tujuan dalam melakukan
diakonia harus jelas kepada siapa dan apa yang dilakukan Gereja dalam berdiakonia. Gereja
terlebih harus melihat realita sosial yang terjadi dimasyarakat. Karena panggilan Gereja untuk
berdiakonia adalah kehadirannya ditengah-tengah masyarakat dan apa yang akan dilakukan
Gereja.
Diakonia bukan tertutup hanya bagi jemaat saja melainkan kepada sesama dimana Gereja
tersebut hadir untuk menyikapi permasalahan yang ada ditengah-tengah masyarakat. Bentuk
keprihatinan Gereja kepada masyarakat diwujudkan dalam pelayanan diakonia kepada
masyarakat. Diakonia dalam jemaat mula-mula dalam konteks budaya Yunani dan Romawi
yang memerintah adalah raja dan kekaisaran. Moralitas Yunani menekankan kewajiban untuk
memperhatikan sesama (orangtua, orang asing, orang jompo, orang yang mengalami
ketidakadilan) . Diakonia masa kini menggerakan jemaat untuk benar-benar menjadi jemaat
yang diakonal artinya Gereja yang sungguh-sungguh berperan dalam mewujudkan
panggilannya sebagai Gereja yang melayani. Gereja yang tidak diakonal adalah Gereja yang
19
20
Eduard Dopo, Keprihatinan Sosial Gereja (Yogyakarta, Kanisius, 1992),42-92.
Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2004),2-3.
17
mati yang mengabaikan karunia-karunia Allah dan belum sungguh-sungguh menghayati
kasih Kristus. Jangkauan diakonia bukan saja didalam jemaat melainkan juga diluar jemaat
dengan diawali dengan kepedulian terhadap sesama saudara seiman, selanjutnya kepedulian
terhadap masyarakat disekitar jemaat bahkan kepedulian terhadap sesama di muka bumi ini.
Tujuan umum diakonia Kristen :21
a) Memperlihatkan kasih Allah di dunia
b) Diakonia Kristen selalu merujuk pada Yesus Kristus sebagai penebus dosa
Tujuan khusus menurut bidang perhatian :
a) Diakonia dalam jemaat : anggota jemaat saling mempedulikan
b) Diakonia dalam persekutuan jemaat : Gereja saling bersekutu dan membantu sehingga
kualitas hidup memadai
c) Diakonia dalam masyarakat : mempedulikan orang yang kekurangan dalam
masyarakat
d) Diakonia di dunia : sesuai kemampuannya, Gereja aktif menyantuni warga negara lain
yang membutuhkan santunan
Bagi masalah kesehatan, diakonia ditujukan kepada mereka yang cacat fisik maupun
mental, orang jompo, orang dengan penyakit menular maupun tidak menular.
Diakonia pada dibagi dalam tiga bentuk, yakni :
1. Diakonia karikatif yang merupakan bentuk diakonia yang paling tua yang dipraktikan
oleh Gereja dan pekerja sosial. Diakonia karikatif sering diwujudkan dalam bentuk
pemberian makan dan pakaian bagi orang miskin, menghibur orang sakit dan
perbuatan amal kebajikan. Bentuk diakonia ini
didukung dan dipraktikan oleh
institusi Gereja karena dapat memberi manfaat secara langsung, tidak ada resiko
sebab didukung oleh penguasa, bisa digunakan untuk menarik seseorang menjadi
anggota agama, memusatkan perhatian pada hubungan pribadi, dan menciptakan
hubungan subjek-objek.
2. Diakonia reformatif atau pembangunan yang menekankan pada hak asasi dan
martabat manusia. Kasih terhadap sesama manusia harus diterapkan dalam hubungan
dengan manusia dan sesama masyarakat. Gereja harus meletakan pembangunan
dalam proporsi yang sebenarnya dan harus bersikap kritis terhadap ideologi
21
G Riemer, Jemaat yang Diakonial (Jakarta, Yayasan Bina Kasih/ OMF, 2004),11-14.
18
pembangunan. Keterlibatan Gereja dalam pembangunan harus memberi warna dan
arah bagi isi pembangunan. Diakonia tidak lagi sekedar memberikan bantuan dan
perhatian tetapi menyelenggarakan kursus dan pemberian modal bagi masyarakat
untuk diberdayakan bagi keberlangsungan hidup.
3. Diakonia transformatif atau pembebasan yang digunakan untuk menyadarkan dan
memberdayakan hak-hak rakyat kecil. Mendorong rakyat untuk percaya diri sendiri
melalui pemberdayaan dan pengorganisasian. Artinya membebaskan rakyat kecil dari
belenggu struktural yang tidak adil yang mengepung mereka. transformatif yang
berupa pemberdayaan/pengorganisasian yang fokus pada rakyat sebagai subjek
sejarah bukan objek, tidak karikatif tapi preventif, tidak didorong oleh belas kasihan
tetapi ketidakadilan, mendorong partisipasi rakyat dan mengorganisasikan rakyat. 22
Salah satu cara Gereja berdiakonia adalah dengan melakukan pelayanan kesehatan yakni
melayani yang sakit. Pelayanan kesehatan mempunyai arti strategis baik pada masa lalu
dalam
sejarah
pengabaran
Injil,
maupun
sekarang
dan
yang
akan
datang.
Penyembuhan/mujizat dan pelayanan kesehatan seperti yang maksudkan sekarang, harus
ditempatkan dalam perspektif Kerajaan Allah yang telah, sedang, dan akan datang (teologiseskatologis). Pelayanan medis merupakan pelayanan (diakonia) Gereja untuk semua orang.
Gereja dalam pelayanan kesehatan haruslah merupakan pencerminan dari keprihatinan dan
pelayanan Kristus terhadap penderitaan manusia.23 Banyak orang Kristen menaruh perhatian
terhadap pertanyaan-pertanyaan seputar kesehatan dan penyembuhan serta keterlibatan
Gereja dalam hal penyediaan pelayanan pemeliharaan kesehatan.24 Konsep yang paling
penting dalam bidang kesehatan diseluruh dunia telah berkembang pada beberapa dekade
seperti pelayanan kesehatan primer dan relevansinya terhadap kesehatan yang terkait dengan
Gereja. Hal ini dapat dicapai apabila orang kristen dan non kristen dapat menunjukan
solidaritas dan memahami dampak dari hak asasi manusia yang bersifat universal dalam
bidang kesehatan.25 Tujuan keterlibatan Gereja dalam dunia sosial adalah untuk mewujudkan
prinsip-prinsip kerajaan Allah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam Perjanjian Baru nampak jelas bahwa Yesus sangat peduli dengan kesehatan banyak
orang sehingga mengadakan mujizat bagi mereka yang sakit. Allah adalah Allah yang
menyembuhkan dan peduli pada kesehatan. Untuk itu Gereja perlu terlibat dalam bidang22
Josef Widyatmadja, Yesus dan Wong Cilik (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2010),35-49.
Soetarman, Mulai dari Musa dan Segala Nabi (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2003),37-40.
24
Beate Jacob dkk, Penyembuhan yang Mengutuhkan (Yogyakarta, Kanisius, 2003),17.
25
Ibid., hlm. 93.
23
19
bidang kesehatan yang menunjang
manusia dan masyarakat pada umumnya. Gereja di
Indonesia cukup memberi perhatian pada dalam bidang ini dengan mendirikan poliklinik,
Rumahsakit, dan melakukan pelayanan kesehatan gratis pada masyarakat.26 Inilah suatu
gambaran autentik hubungan antara Gereja dan kesehatan dalam pengalaman sebuah jemaat.
Namun hal tersebut tidaklah secara akurat menggambarkan apa yang telah terjadi pada peran
Gereja dalam perawatan kesehatan masyarakat kita. Menurut sejarah dunia kedokteran
mendapat dorongan besar dari Gereja, namun sekarang banyak karya perawatan kesehatan
yang diprakarsai Gereja secara fungsional tidak dapat dibedakan dari karya-karya lembaga
serupa yang sekuler.
Tantangan bagi Gereja adalah mempelajari bagaiamana menyediakan pelayanan
kesehatan dan pengobatan bagi si sakit di suatu zaman dengan kelangkaan ekonomis yang
makin meningkat. Pokok persoalannya makin merupakan suatu konflik antara kekudusan
hidup dan kelangkaan sumber-sumber daya.27 Menurut konsepsi klasik usaha-usaha
kesehatan ini tak lain ialah suatu alat pekabaran Injil. Usaha kesehatan adalah suatu akta,
suatu perbuatan bakti kepada sesama manusia secara badani dan perbuatan itu adalah wujud
dari kesaksian tentang kasih Allah yang bukan hanya menyelamatkan jiwa melainkan juga
tubuh manusia. Dalam menghadapi panggilan tugas pelayanan kesehatan ini terjadilah
pemikiran-pemikiran baru mengenai wujud pekerjaan kesehatan, apakah pelayanan kesehatan
ini merupakan suatu usaha pekabaran Injil ataukah suatu bentuk diakonia. Konsepsi zending
mengenai pelayanan kesehatan dianggap sebagai usaha pekabaran Injil medis, maka sebab
dalam usaha itu Gereja berbuat pekerjaan baik dengan mengharapkan kembali orang-orang
yang dilayani itu menjadi Kristen.28 Kalau Gereja atau jemaat menyadari bahwa tugasnya
tidak hanya mengatur pelayanan kebaktian saja, maka seharusnya di kompleks Gereja itu ada
macam-macam fasilitas seperti kantin murah untuk masyarakat, poliklinik muran biro
konsultasi dan biro ketenagakerjaan lainnya.29 Pelayanan sosial sebagai buah Roh, Gereja
atau jemaat juga perlu meningkatkan wawasan. Didalam jemaat pasti ada orang berbakat
yang bersedia menyumbangkan talentanya.30
26
Jimmy Oentoro, Gereja Impian (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 2010),229-230.
John Rogers, Etika Medis : Suatu Perspektif Kristen (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2003),25-32.
28
Fridolin ukur, Tuaiannya Sungguh Banyak (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2002),107-108.
29
Gerit Singgih, BerGereja, Berteologi dan Bermasyarakat (Yogyakarta, Taman Pustaka Kristen,
1997),15.
30
Ibid., hlm. 19.
27
20
3
DATA LAPANGAN
3.1 Profil GKI Salatiga
GKI Salatiga merupakan salah satu Gereja di Salatiga dan merupakan bagian
pelayanan dari klasis Magelang yang berdiri pada awal tahun 1900. Diawali dengan
berkumpulnya orang Tionghoa di rumah pekabar Injil Jasper,Jl. Kotapraja (kini jalan
Sukowati) juga perkumpulan orang pribumi yang dilayani oleh penginjil Kamp di Jl.
Beringin (kini jalan Pattimura). Kedua kelompok kemudian menyatu dan dilayani oleh
pekabar Injil Van der Veen, setalah itu mereka dipimpin oleh pekabar Injil H. Bax karena
Van der Veen harus pindah mengajar di sekolah teologi Ungaran. Pada tahun 1938 pekabar
Injil H. Bax wafat dan digantikan oleh Pdt. Liem Siok Hie. Beliau adalah seorang pegawai
perusahaan Belanda yang taat dan rajin membaca Alkitab sehingga dipercaya menjadi
pekabar Injil dan digaji penuh oleh perusahaan.
Tahun 1935 beliau ditahbiskan menjadi seorang pendeta. Pergolakan perang dunia
kedua terjadi pada tahun 1947 Belanda menyerang wilayah Salatiga dan membuat pekabaran
Injil di Salatiga mengalami gangguan. Setelah dua tahun tidak ada penginjil di Salatiga Ny.
Lo Khoen Giok merasa prihatin dan sepakat untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak kristen
Tionghoa yang tidak dapat bersekolah minggu karena pergolakan tersebut dengan nama
Holland Chinese Zending School. Setelah terjadi penyerahan kedaulatan RI dari Hindia—
Belanda akhirnya nama sekolah pun diganti menjadi Sekolah Rakyat VI Kristen Tionghwa
Salatiga. Karena alasan yang tidak jelas, beberapa tenaga pengajar minta berhenti dari
sekolah tersebut. Pdt. Tan Ik Hay berhasil menarik sdr. Lie Tiek Bie yang adalah kepala
sekolah Rakyat VI Masehi Poncol Semarang untuk menjadi tenaga pengajar di Salatiga.
Berkat bantuan tenaga pengajar dan pinjaman uang dari Belanda maka dibangunlah
enam kelas di belakang tanah yang akan dibangun Gereja (sekarang GKI Salatiga no 111b).
Pada 29 januari 1955 dilakukan peletakan batu pertama Gereja Kristen Indonesia oleh Pdt.
Tan Ik Hay dan diresmikan pada 30 Desember 1959 dengan mengambil tema “Biarlah mata
Tuhan menilik rumah ini siang dan malam” (1 Raj 8 : 29a).31 Secara Geografis GKI Salatiga
terletak di Jl. Jend. Sudirman 111b Kota Salatiga. Dibawah kepemimpinan Pdt. Yefta
Setiawan Krisgunadi GKI Salatiga telah menjadi Gereja yang maju dan mandiri dengan
berbagai kegiatan sosial yang dilakukan dengan visi mewujudkan damai sejahtera di tengah
masyarakat Indonesia, khususnya Gereja Kristen Indonesia Salatiga menjadi mitra Allah
31
Valentino G. Purba, Warung Tiberias (Suatu Studi Kasus tentang Aspek Pelayanan Diakonia di
Lingkungan Warga Jemaat GKI Salatiga) , Skripsi Teologi (Salatiga, 2012),36-38.
21
dalam di Kota Salatiga yang pluralistis. Anggota Jemaat GKI Salatiga berasal dari berbagai
etnis dan latar belakang sosial yang beragam dengan jumlah anggota jemaat sebanyak 2023
jiwa.32 Hal ini membuat GKI Salatiga menjadi Gereja dengan keanggotaan plural dan terbuka
bagi siapa saja yang ingin mengambil bagian bersama dalam jemaat GKI Salatiga. Untuk
memudahkan koordinasi, wilayah pelayanan dibagi menjadi 13 wilayah Jemaat GKI Salatiga
diharapkan untuk dapat berperan secara hakiki dalam melaksanakan visi dan misi Gereja.
GKI Salatiga menekankan perannya yang didasarkan pada panggilan Allah yang
dimengerti sebagai pemberian anugrah, tugas dan tanggung jawab dari Allah kepada
umatNya. Pada sisi lain, peranan tersebut diwujudkan sesuai dengan talenta, kemampuan dan
keahlian dalam anggota jemaat. Berdasarkan hal inilah GKI Salatiga meluaskan
pelayanannya baik diakonia, koinonia maupun marturia yang telah menjadi tugas panggilan
Gereja ditengah-tengah dunia. Struktur organisasi jemaat dalam badan pekerja majelis jemaat
GKI Salatiga terdiri dari 1 ketua majelis jemaat, wakil ketua dan 8 orang majelis pekerja
harian dan 11 orang majelis jemaat dengan total 19 majelis yang bertugas di GKI Salatiga.
Dengan dibagi tiga bidang antara lain bidang keesaan dan persekutuan, bidang kesaksian dan
pelyanan serta bidang organisasi dan kepemimpinan.
3.2 Diakonia di GKI Salatiga
GKI merupakan Gereja yang sangat concern dengan berbagai permasalahan sosial di
lingkungannya. Diakonia di GKI Salatiga menjadi program rutin yang dilakukan dalam
jemaat. Tujuannya adalah untuk memberitakan kasih Tuhan dalam diakonia, dan menyadari
diri sebagai Gereja yang terpanggil untuk peduli terhadap sesama. Dalam komisi diakonia
GKI Salatiga, ada berbagai program yang dilakukan. Antara lain : warung tiberias dan
pelayanan kesehatan. Meskipun merupakan program dalam komisi yang sama namun
pelaksanaannya berbeda. Untuk warung tiberias, sudah ada anggaran yang berikan untuk
menunjang berjalannya program tersebut. Warung tiberias fokus pada pelayanan pemberian
makan gratis kepada siapa saja yang membutuhkan, bukan hanya jemaat tetapi juga
masyarakat umum. Sedangkan pelayanan kesehatan gratis yang memerlukan banyak biaya
untuk obat-obatan dan alat-alat kesehatan tidak disediakan dana untuk menunjang
operasionalnya. Terlepas dari ketersediaan biaya, GKI Salatiga sangat menunjukkan
kepedulian terhadap sesama. Bahkan program ini pun dilakukan bukan hanya di GKI Salatiga
melainkan di seluruh Gereja yang ada dalam naungan sinode GKI.
32
http://gkisalatiga.org/profil/ diunduh pada tanggal 24 Mei, pukul 17:38 WIB.
22
3.3 Pelayanan Kesehatan Gratis GKI Salatiga
Pelayanan Kesehatan Gratis di GKI Salatiga merupakan bentuk kepedulian Gereja
terhadap dinamika dalam masyarakat khususnya permasalahan kesehatan yang menjadi
sorotan GKI Salatiga. Permasalahan kesehatan di masyarakat terutama bagi masyarakat yang
kurang mampu membawa dampak yang buruk bagi masyarakat. Banyak masyarakat yang
karena keterbatasan biaya harus menderita kesakitan karena tidak mampu menjangkau
pelayanan kesehatan di rumah sakit akibat biaya yang terlalu mahal. Sehingga GKI
menyadari keterpanggilannya melayani masyarakat dengan melakukan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat. Sesuai dengan visi Gereja Kristen Indonesia Salatiga menjadi mitra Allah
dalam mewujudkan damai sejahtera ditengah masyarakat Indonesia, khususnya di Kota
Salatiga yang pluralistis.
Hal ini membuat GKI Salatiga merasa perlu merealisasikan visinya lewat pelayanan
kesehatan bagi kesejahteraan Indonesia dimulai dari tempat dimana GKI Salatiga berada.
Komisi diakonia The Khoen Bik
yang merupakan nama dari seorang pendeta di GKI
Salatiga yang melayani sampai masa emiritus. Beliau sempat diminta oleh GKI di Jakarta
untuk menjadi gembala disana namun mengingat pengalaman dan kenangannya di GKI
Salatiga akhirnya beliau memutuskan untuk menetap di GKI Salatiga sampai masa emiritus.
Pada tanggl 1 September 1989 ia mengambil bagian dalam pelayanan oikumenis di
Presbyterian Church di USA. Beliau melayani di Presbitterian Church di Fremont, Ohio,
Amerika Serikat. Rencana selanjutnya beliau meneruskan perjalanan ke Jerman dan Prancis
hal itu dilakukan dalam rangka studi banding dalam hal peninjuan dalam memperoleh bekal
bagi pelayanan di Indonesia khususnya jemaat GKI Salatiga.
Baru satu bulan melayani tepatnya 1 Oktober 1989 beliau meninggal dunia. Total
pelayanannya di GKI Salatiga adalah selama 10 tahun 2 bulan. Setelah meninggal seluruh
hartanya diwariskan untuk GKI Salatiga. Sehingga GKI Salatiga menggunakan namanya
untuk nama komisi dan menggunakan warisan yang diberikan untuk pelayanan kesehatan di
GKI Salatiga. Dibawah komisi diakonia The Khoen Bik yang bekerjasama dengan Lembaga
Konsultasi dan Bantuan Hukum melakukan pelayanan kesehatan kepada orang-orang yang
tidak mampu lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Selain itu komisi diakonia The Khoen Bik
juga melakukan kerjasama dengan beberapa apotik di Salatiga sehingga setelah selesai
diperiksa pasien dapat mengambil obat di apotik tersebut secara gratis. Sedangkan bagi
pasien yang mampu dapat juga melakukan pemeriksaan kesehatan yang dikenakan biaya.
Karena pelayanan kesehatan gratis ini diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak mampu.
23
Tetapi pelayanan kesehatan gratis ini diberhentikan sementara waktu karena kantor
sekretariat lembaga konsultasi dan bantuan hukum WCTUI (Woman Christian Temperance
Union of Indonesia ) yang digunakan untuk ruang pemeriksaan pelayanan kesehatan gratis
tidak dapat lagi dipergunakan karena sekretariat lembaga konsultasi dan bantuan hukum
WCTUI pindah dari Jl. Dr Muwardi 51 ke Jl. Senjoyo 51, Tingkir. Pelayanan kesehatan gratis
bagi kalangan tidak mampu dan terbuka bagi anggota jemaat maupun non jemaat akhirnya
dibatasi pada lingkup GKI Salatiga saja. Dikarenakan alasan tempat pelayanan yang sudah
dipindahkan ke wilayah GKI Salatiga awalnya aula I GKI Salatiga yang digunakan namun
sekarang ruang UKS YPE yang digunakan untuk tempat pelayanan kesehatan. Pelayanan
kesehatan di GKI Salatiga terhenti beberapa waktu karena tidak adanya tempat untuk
melakukan pelayanan kesehatan gratis setelah sekretariat lembaga konsultasi dan bantuan
hukum WCTUI pindah.33 Akhirnya pada tahun 2014 lalu komisi usia lanjut dan komisi
diakonia The Khoen Bik melanjutkan program pelayanan kesehatan gratis.
Berawal dari Komisi Usia Lanjut yang memiliki seorang dokter pindahan dari
Pekalongan namanya dokter Bintari yang kemudian berbincang mengenai pelayanan
kesehatan dengan beberapa anggota komisi The Khoen Bik ditemukan bahwa di GKI Salatiga
ternyata memiliki 17 anggota jemaat yang berprofesi sebagai dokter. Setelah hal ini
dibicarakan dengan majelis pendamping untuk melanjutkan pelayanan kesehatan. Komisi
usia lanjut yang melakukan persekutuan bulanan sebulan sekali dipagi hari kemudian mulai
melakukan pemeriksaan kesehatan bagi para lansia. Pertama kali dilakukan pelayanan
kesehatan, komisi usia lanjut meminta kerjasama lagi dengan komisi diakonia The Khoen Bik
untuk membantu pengadaan obat-obatan. Karena komisi usia lanjut sama sekali tidak
memiliki dana untuk pelayanan kesehatan tersebut. Akhirnya dengan bantuan dari komisi
diakonia The Khoen Bik pelayanan kesehatan akhirnya dilanjutkan.
Komisi diakonia The Khoen Bik ternyata mempunyai program yang hampir sama
dengan program pada komisi usia lanjut. Pelayanan kesehatan gratis dilakukan dua kali
sebulan pada hari jumat diadakan di aula I setelah persekutuan jumat. Pada minggu kedua
berjalannya pelayanan kesehatan gratis, dokter Bintari menemukan seorang anggota jemaat
yang tidak mampu ke dokter karena alasan biaya. Ia menderita diabetes yang angkanya sudah
diatas 500, dokter Bintari kemudian kaget karena ada anggota jemaat GKI yang sudah sakit
seperah ini tetapi tidak diketahui oleh para anggota jemaat dan majelis jemaat GKI Salatiga.
Kemudian anggota jemaat tersebut diobati, namun gagal karena terlambat diketahui sehingga
33
Hasil wawancara dengan Pdt. Yefta Setyawan Krisgunadi, 14 Desember 2015.
24
tidak ada penanganan awal terhadap penyakit yang diderita. Mulai dari hal ini kemudian
menjadi pelajaran bagi anggota jemaat khususnya yang menjalankan program pelayanan
kesehatan gratis di GKI Salatiga untuk lebih giat melayani dan terus mencari disekitar jemaat
apakah ada anggota jemaat yang menderita penyakit tetapi tidak dapat berobat ke dokter
karena alasan biaya.
GKI Salatiga mulai menghimbau kepada seluruh anggota jemaat yang bekerja
dibidang kesehatan misalnya dokter, perawat, dan apoteker untuk bekerja sama dan ikut
terlibat dalam program pelayanan kesehatan gratis yang diadakan oleh komisi usia lanjut dan
komisi diakonia The Khoen Bik dengan membentuk tim kesehatan jemaat. Tim kesehatan
jemaat melakukan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada anggota jemaat, namun
terkendala bangunan untuk pelayanan kesehatan tidak ada. Sementara seluruh bangunan di
GKI Salatiga telah diisi. Yang dapat digunakan hanya aula 1. Akhirnya tim kesehatan dengan
keterbatasannya, meminta kepada majelis jemaat untuk pengadaan ruangan bagi kesehatan
jemaat. Majelis meminta bantuan YPE (yayasan pendidikan Ebenhaizer) untuk meminjamkan
ruangan bagi tim kesehatan jemaat di ruangan UKS YPE. Tim kesehatan jemaat mulai
bekerja melakukan pelayanan kesehatan gratis setiap hari jumat minggu kedua dan keempat.
Pelayanan kesehatan dilakukan secara umum seperti pemeriksaan diabetes, jantung, kolestrol
dan lainnya yang tidak masuk dalam kategori pemeriksaan penyakit kronis. Awalnya
pelayanan kesehatan dilakukan secara cuma-cuma namun berjalannya waktu, berkurangnya
donatur membuat pelayanan kesehatan gratis kewalahan menangani pengadaan obat-obatan
dan alat-alat kesehatan lainnya.
Akhirnya pelayanan kesehatan dikenakan biaya yang tidak terlalu tinggi dan dapat
dijangkau oleh semua golongan. Meski demikian pelayanan kesehatan di GKI Salatiga tetap
berjalan dengan baik.34 Melihat pelayanan kesehatan yang dilakukan di GKI Salatiga
membawa dampak positif dan dirasa sangat bermanfaat terutama bagi anggota jemaat yang
merupakan kalangan tidak mampu. Pelayanan kesehatan merupakan manifestasi pelayanan
GKI Salatiga kepada masyarakat. Walaupun awalnya memang diperuntukan bagi anggota
jemaat maupun non anggota jemaat dan sekarang dipersempit pada anggota jemaat saja
namun setidaknya pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh GKI Salatiga telah membawa
banyak manfaat bagi masyarakat. Sayangnya dalam melakukan pelayanan seringkali
menemui berbagai kendala, begitu pula dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
GKI Salatiga.
34
Hasil wawancara dengan ketua komisi usia lanjut, Ny. Prayogo 12 Desember 2015.
25
Selain terkendala biaya, mereka juga terkendala pengadaan ruangan untuk melakukan
pelayanan kesehatan. Namun hal ini tidak menyurutkan niat dan semangat dalam melakukan
pelayanan kesehatan sebagai bentuk keterpanggilan Gereja ditengah-tengah dunia yang
peduli terhadap permasalahan empirik yang terjadi dalam masyarakat yakni permasalahan
kesehatan. Pelayanan kesehatan di GKI Salatiga sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam program telah disahkan dalam persidangan jemaat GKI Salatiga. Berdasarkan sejarah
awal GKI Salatiga, memang sangat peduli terhadap kesehatan dan pendidikan. Kedua hal ini
dirasa sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Karena hal itulah, GKI
merasa perlu memperhatikan kedua aspek ini untuk meningkat kesejahtraan bersama dan
menjawab panggilannya ditengah-tengah dunia ini.
Mengembangkan kesaksian dan pelayanan ditengah masyarakat diarahkan pada
meningkatnya kepedulian anggota jemaat terhadap sesamanya. Pelayanan dalam masyarakat
harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Pelayanan diakonia adalah pelayanan nyata bagi
sesama yang membutuhkan. Hal ini merupakan tugas dari seluruh warga jemaat. Diakonia
timbul dan ada karena adanya Gereja dan hal itu dilakukan dan berlangsung meneladani apa
yang telah Yesus buat ketika Dia berada di dunia ini. Di dalam Gereja pelayanan diakonia
menjadi nyata ketika pelayanan itu menyentuh mereka yang miskin, mereka yang tertindas
dan teraniaya, mereka yang sakit dan berduka maupun mereka yang membutuhkan
ketenangan jiwa. Diakonia tidak hanya terbatas dalam membantu sesama secara materi
(memberikan uang), tapi lebih dari itu ialah menunjukkan kasih dan kepedulian dengan
menghibur dan membagikan semangat hidup bagi mereka yang membutuhkannya.
26
4
ANALISA
Dengan melihat kenyataan yang terjadi tentang permasalahan kesehatan maka GKI
Salatiga menunjukkan kepedulian dan keterpanggilannya sebagai Gereja dengan melakukan
pelayanan kesehatan gratis bagi mereka yang membutuhkan. Karena melihat keadaan
disekitar bahwa pelayanan kesehatan tidak merata dan bahkan tidak tersentuh bagi mereka
yang kurang mampu. Menyadari bahwa misinya ditengah-tengah dunia ini sebagai Gereja
yang adalah mitra Allah didunia yang menghadirkan kesejahtraan maka GKI Salatiga ingin
agar kehadirannya ditengah-tengah dunia khususnya di Salatiga dapat memberikan kontribusi
terkait dengan permasalahan kesehatan yang terjadi. Jika kita melihat pemaparan pada bab III
melalui hasil penelitian dari beberapa narasumber menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan
gratis di GKI Salatiga diperuntukkan bagi mereka yang ingin berobat tetapi tidak mempunyai
b