EFEK TERATOGEN KAPSUL ISOTRETINOIN PADA FETUS MENCIT DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN AKTIVITAS SGPT-SGOT INDUK MENCIT PUTIH.

(1)

EFEK TERATOGEN KAPSUL

ISOTRETINOIN PADA FETUS MENCIT

DAN PENGARUHNYA TERHADAP

PERUBAHAN AKTIVITAS SGPT-SGOT

INDUK MENCIT PUTIH

SKRIPSI SARJANA FARMASI

Oleh

META SUKMA WARDANI

No. BP 0811012032

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2012


(2)

(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR LAMPIRAN ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR TABEL xii

I. PENDAHULUAN 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Isotretinoin 4 2.1.1. Tinjauan Umum 4

2.1.2. Monografi Zat 5

2.1.3. Farmakologi 6 2.1.3.1Farmakodinamik 6 2.1.3.2Farmakokinetik 6 2.1.4. Indikasi 7 2.1.5. Kontra Indikasi 7 2.1.6. Efek Samping 7

2.2 Teratologi 8 2.2.1. Proses Kehamilan 8 2.2.2. Periode Perkembangan Janin secara Umum 9 2.2.3. Transfer Obat Melalui Plasenta 11 2.2.4. Kerentanan Genetik 12


(4)

2.2.5. Daur Estrus 13

2.2.6. Mekanisme Teratogenesis 14

2.2.7. Metoda Uji Efek Teratogen 16

2.3. Hati 18

2.3.1. Morfologi 18

2.3.2. Fungsi Hati 19

2.3.3. Kelainan Enzim pada Penyakit Hati 20

2.3.4. Tes Fungsi Hati 21

2.3.5. Penyaki Hati 23

2.3.5.1Etiologi dan Patogenesis 23

2.3.5.2Klasifikasi Penyakit Hati 23

2.3.5.3Gejala Klinis 26

2.3.5.4Diagnosa Penyakit Hati 26

2.4. Enzim Glutamic Pyruvic Transaminase 27

2.4.1. Tinjauan Umum 27

2.4.2. Penentuan Aktivitas SGPT 28

2.5. Enzim Glutamat Oxaloacetat Transaminase 29

2.5.1. Tinjauan Umum 29

2.5.2. Penentuan Aktivitas SGOT 30

III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1.Waktu dan Tempat Penelitian 31

3.2. Alat dan Bahan 31

3.2.1 Alat 31

3.2.2 Bahan 31


(5)

3.3.1 Perencanann Dosis 32

3.3.2 Persiapan Hewan Percobaan 32

3.3.3 Aklimatisasi Hewan Percobaan dan Penentuan Daur Estrus 33

3.3.4 Pengawinan Hewan Percobaan 33

3.3.5 Pembuatan Sediaan Uji 33

3.3.6 Pemberian Sediaan Uji 34

3.3.7 Pengamatan Selama Pemberian Sediaan Uji 34

3.3.8 Pembuatan Larutan Alizarin Merah dan Larutan Bouin’s 34 3.3.9 Pengambilan Sampel Darah untuk Penentuan SGPT SGOT 35

3.3.10 Laparaktomi 36

3.3.11 Fiksasi dan Pengamatan Cacat Morfologi 36

3.4. Analisa Data 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil 38

4.2. Pembahasan 40 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 52 5.2. Saran 52

RUJUKAN 53

LAMPIRAN 56


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Tabel Konversi Perhitungan Dosis

2. Perhitungan Dosis

3. Isotretinoin

4. Skema Kerja Pengamatan Isotretinoin

5. Hasil Uji Teratogenitas Isotretinoin pada Induk Mencit Selama Kehamilan

6. Hasil Pengamatan Efek Teratogenitas Isotretinoin pada Fetus Mencit Setelah Laparaktomi Pada Hari Ke-18

7. Hasil Pengamatan Pengaruh Isotretinoin Terhadap Aktivitas SGPT SGOT Induk Mencit

8. Perhitungan Statistik Secara Analisa Varian Terhadap Penurunan Berat Badan Induk Mencit Selama Kehamilan

9. Perhitungan Statistik Secara Analisa Varian Terhadap Jumlah Fetus Setelah Laparaktomi

56

57

58

59

64

67


(7)

10.Perhitungan Statistik Secara Analisa Varian Terhadap Berat Badan Fetus Setelah Laparaktomi

11.Perhitungan Statistik Secara Analisa Varian Terhadap Perubahan Aktivitas SGPT Induk Mencit

12.Perhitungan Statistik Secara Analisa Varian Terhadap Perubahan Aktivitas SGOT Induk Mencit

13.Foto Hasil Penelitian

14.Diagram Batang Hasil Pengamatn Isotretinoin Terhadap Aktivitas SGPT Induk Mencit

15.Diagram Batang Hasil Pengamatn Isotretinoin Terhadap Aktivitas SGOT Induk Mencit

71

73

74

75

76

77

81

82

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur kimia isotretinoin

2. Periode kritis kehamilan

5


(8)

3. Prinsip reaksi transaminasi

4. Reaksi penentuan aktivitas SGPT

5. Prinsip reaksi transaminasi

6. Reaksi penentuan aktivitas SGOT

7. Kapsul isotretinoin yang digunakan dalam penelitian

8. Skema kerja pengamatan isotretinoin secara keseluruhan

9. Skema kerja pengamatan efek teratogen isotretinoin terhadap fetus mencit putih

10.Laparaktomi

11.Fiksasi fetus dan pengamatan cacat morfologi

12.Skema kerja penentuan aktivitas SGPT/SGOT terhadap induk mencit

13.Diagram batang rata-rata persentase perubahan berat badan induk mencit setiap kelompok

14.Diagram batang jumlah rata-rata fetus pada masing-masing kelompok

15.Diagram batang berat rata-rata fetus pada masing-masing kelompok

16.A. Mencit yang tidak estrus B. Mencit yang sedang estrus

17.Sumbat vagina

18.Mencit setelah dilaparaktomi

19.Fetus mencit sebelum direndam larutan Bouin’s dari masing-masing kelompok

20.Fetus mencit setelah direndam dengan larutan Bouin’s

21.Fetus mencit tampak dari depan dari masing-masing kelompok

22.A. Fetus normal

B. Fetus lambat pertumbuhan

23.Fetus dengan tubuh bongkok

24.Fetus mencit setelah disayat pada bagian tengah daun telinga

27 28 29 30 58 59 60 61 62 63 66 67 68 77 77 77 78 78 78 79 79 79


(9)

25.Fetus mencit setelah direndam dengan larutan merah Alizarin

26.Diagram batang pengaruh dosis dan lama kehamilan selama pemberian isotretinoin terhadap aktivitas SGPT induk mencit

27.Diagram batang pengaruh dosis dan lama kehamilan selama pemberian isotretinoin terhadap aktivitas SG0T induk mencit

80

80

80

81


(10)

ABSTRAK

Telah dilakukan uji efek teratogen isotretinoin pada fetus mencit dan pengaruhnya terhadap perubahan aktivitas SGPT-SGOT induk mencit putih betina. Mencit yang telah hamil diberikan isotretinoin secara oral selama masa organogenesis pada hari ke-6 sampai hari ke-15 kehamilan dengan variasi dosis 9,1; 18,2 dan 36,4 mg/kgBB. Sebagai kelompok kontrol hewan uji hanya diberi vegetable oil. Pengamatan yang dilakukan menggunakan serum untuk menentukan aktivitas SGPT-SGOT pada hari 10, 14 dan 18 kehamilan. Pada hari ke-18 kehamilan selain mengamati serum, juga mengamati fetus yang kemudian dua pertiga jumlah fetus direndam dalam larutan Bouin’s dan sisanya dalam larutan Alizarin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian isotretinoin mempengaruhi aktivitas SGPT-SGOT secara bermakna berdasarkan faktor dosis dan lama pemberian (p<0,05). Sementara pengamatan terhadap fetus menyebabkan fetus lambat pertumbuhan, kelainan pada jari-jari kaki dan ekor bengkok (curling) yang ditemukan pada setiap perlakuan. Pada dosis 18,2 mg/kgBB juga menyebabkan edema pada seluruh tubuh (anasarca), haemoragi, kematian fetus dan tubuh bongkok. Dosis tertinggi 36,4 mg/kgBB ditemukan fetus dengan celah pada langit-langit, kematian fetus dan fetus dengan tangan bengkok.


(11)

I. PENDAHULUAN

Pemakaian obat pada wanita hamil dapat menimbulkan masalah bukan hanya

menimbulkan masalah pada ibu, tetapi juga pada fetus. Zat aktif obat dapat masuk ke peredaran

darah janin dan mempengaruhi proses pembentukan organ pada fetus yang akhirnya berefek

teratogen (Baillie et al., 1980). Pada masa kehamilan banyak keluhan yang dirasakan wanita

hamil sehingga membutuhkan obat untuk menanganinya. Contoh keluhan yang mungkin

terjadi pada kulit seperti alergi, gatal-gatal atau bahkan ada yang karena jerawat.

Jerawat merupakan kelainan kulit yang bersifat umum, yang terjadi akibat peradangan

menahun folikel pilosebasea diantaranya komedo, papula, pustule dan abses yang setelah

regresi dapat meninggalkan bekas luka (Warsitaatmadja, 2005). Ini mempengaruhi 80% dari

remaja, tetapi juga dapat diamati pada 54% wanita dewasa dan 40% pria dewasa. Setelah usia

20 tahun sebagian besar anak laki-laki dan perempuan dapat terus mengalami jerawat pada

masa dewasa (Marcia Ramos, 2009).

Isotretinoin adalah obat efektif yang digunakan untuk pengobatan jerawat yang parah

seperti acne vulgaris nodulocystic. Kadang-kadang digunakan dalam pencegahan kanker kulit

tertentu. Banyak pihak yang menganggapnya sebagai obat pilihan untuk pityriasis rubra pilaris,

lichen planus parah, penyakit Darier, dan ichthyosis (Roslindo et al., 2002). Isotretinoin adalah

suatu retinoid, yang berarti berasal dari vitamin A dan ditemukan dalam jumlah kecil secara

alami dalam tubuh (Ofusori et al., 2007). Isotretinoin oral menjadi pilihan dalam kasus yang

parah, dimana pengobatan lain tidak mampu mengobatinya.

Meskipun isotretinoin menjadi obat yang dikontraindikasikan pada wanita hamil,

penggunaannya tetap menjadi pilihan dan efektif dalam pengobatan jerawat. Tidak hanya

jerawat yang parah, tetapi untuk konsumsi kecantikan sering digunakan. Hal ini dikarenakan


(12)

bersifat teratogenik ini timbul karena banyak digunakan oleh wanita usia muda (13-19th) untuk

pelaksanaan akne berat, dengan gejala kelainan jantung dan kraniofasial.

Isotretinoin masih saja digunakan secara topikal dan sistemik dalam perawatan

dermatologis bahkan setelah dijelaskan bahwa hal ini menyebabkan efek samping yang fatal

(Amichai et al., 2006). Asam retinoat, turunan vitamin A seperti isotretinoin telah dilaporkan

mengakibatkan kelainan pembentukan celah atau langit-langit mulut (Hendrickx et al., 1980).

Efek-efek isotretinoin dan retinoid oral lainnya mirip dengan vitamin A, umumnya

reversibel dan berhubungan dengan dosis. Yang paling umum adalah kekeringan pada selaput

lendir dan kulit, yang sering dapat berkembang menjadi cheilitis, epistaksis, pruritus, ruam

eritematosa dll. Selain itu isotretinoin juga dapat menyebabkan gejala psikotik dan depresi

(Sweetman, 2009).

Isotretinoin memiliki BM 300,4. Menurut literatur senyawa yang memiliki BM <600

mudah melewati pori - pori membran plasenta tergantung pada kelarutan senyawa dalam lemak

dan derajat ionisasi. Bila perbedaan konsentrasi senyawa kimia dalam tubuh ibu dan janin

tinggi, senyawa polar tetap akan melewati plasenta dalam jumlah besar (Katzung, 2004).

Frekuensi pemakaian senyawa kimia yang berulang dapat menyebabkan akumulasi pada janin.

Sementara janin belum mempunyai sistem metabolisme yang berfungsi secara sempurna

(Manson, 1986).

Isotretinoin dimetabolisme terutama di hati. Belum diketahui pasti bahwa isotretinoin

mengganggu kerja enzim di hati. Parameter yang digunakan untuk mengetahui kerusakan

fungsi hati dengan melakukan pemeriksaan SGOT (serum glutamat oksaloasetat transaminase)

dan SGPT (serum glutamat piruvat transaminase) dalam serum (Wibowo, 2009). Jika kadar

SGOT dan SGPT naik dari batas normal maka diindikasikan bahwa terjadi kerusakan fungsi


(13)

Berdasarkan hal diatas, maka dilakukan uji teratogenesis untuk mengetahui dan melihat

kecacatan pengaruh isotretinoin yang diberikan kepada mencit putih betina. Sejumlah kelainan

pada skeletal dan visceral akan diamati sebagai indikator teratogen, disamping ada tidaknya

kelainan morfologis yang terjadi pada fetus. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui efek

isotretinoin terhadap peningkatan SGPT dan SGOT pada induk mencit. Penelitian ini dilakukan


(1)

3. Prinsip reaksi transaminasi 4. Reaksi penentuan aktivitas SGPT 5. Prinsip reaksi transaminasi 6. Reaksi penentuan aktivitas SGOT

7. Kapsul isotretinoin yang digunakan dalam penelitian 8. Skema kerja pengamatan isotretinoin secara keseluruhan

9. Skema kerja pengamatan efek teratogen isotretinoin terhadap fetus mencit putih

10.Laparaktomi

11.Fiksasi fetus dan pengamatan cacat morfologi

12.Skema kerja penentuan aktivitas SGPT/SGOT terhadap induk mencit 13.Diagram batang rata-rata persentase perubahan berat badan induk

mencit setiap kelompok

14.Diagram batang jumlah rata-rata fetus pada masing-masing kelompok 15.Diagram batang berat rata-rata fetus pada masing-masing kelompok 16.A. Mencit yang tidak estrus

B. Mencit yang sedang estrus 17.Sumbat vagina

18.Mencit setelah dilaparaktomi

19. Fetus mencit sebelum direndam larutan Bouin’s dari masing-masing kelompok

20. Fetus mencit setelah direndam dengan larutan Bouin’s

21.Fetus mencit tampak dari depan dari masing-masing kelompok 22.A. Fetus normal

B. Fetus lambat pertumbuhan 23.Fetus dengan tubuh bongkok

24.Fetus mencit setelah disayat pada bagian tengah daun telinga

27 28 29 30 58 59 60 61 62 63 66 67 68 77 77 77 78 78 78 79 79 79


(2)

25.Fetus mencit setelah direndam dengan larutan merah Alizarin

26.Diagram batang pengaruh dosis dan lama kehamilan selama pemberian isotretinoin terhadap aktivitas SGPT induk mencit

27.Diagram batang pengaruh dosis dan lama kehamilan selama pemberian isotretinoin terhadap aktivitas SG0T induk mencit

80 80 80 81


(3)

ABSTRAK

Telah dilakukan uji efek teratogen isotretinoin pada fetus mencit dan pengaruhnya terhadap perubahan aktivitas SGPT-SGOT induk mencit putih betina. Mencit yang telah hamil diberikan isotretinoin secara oral selama masa organogenesis pada hari ke-6 sampai hari ke-15 kehamilan dengan variasi dosis 9,1; 18,2 dan 36,4 mg/kgBB. Sebagai kelompok kontrol hewan uji hanya diberi vegetable oil. Pengamatan yang dilakukan menggunakan serum untuk menentukan aktivitas SGPT-SGOT pada hari 10, 14 dan 18 kehamilan. Pada hari ke-18 kehamilan selain mengamati serum, juga mengamati fetus yang kemudian dua pertiga jumlah fetus direndam dalam larutan Bouin’s dan sisanya dalam larutan Alizarin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian isotretinoin mempengaruhi aktivitas SGPT-SGOT secara bermakna berdasarkan faktor dosis dan lama pemberian (p<0,05). Sementara pengamatan terhadap fetus menyebabkan fetus lambat pertumbuhan, kelainan pada jari-jari kaki dan ekor bengkok (curling) yang ditemukan pada setiap perlakuan. Pada dosis 18,2 mg/kgBB juga menyebabkan edema pada seluruh tubuh (anasarca), haemoragi, kematian fetus dan tubuh bongkok. Dosis tertinggi 36,4 mg/kgBB ditemukan fetus dengan celah pada langit-langit, kematian fetus dan fetus dengan tangan bengkok.


(4)

I. PENDAHULUAN

Pemakaian obat pada wanita hamil dapat menimbulkan masalah bukan hanya menimbulkan masalah pada ibu, tetapi juga pada fetus. Zat aktif obat dapat masuk ke peredaran darah janin dan mempengaruhi proses pembentukan organ pada fetus yang akhirnya berefek teratogen (Baillie et al., 1980). Pada masa kehamilan banyak keluhan yang dirasakan wanita hamil sehingga membutuhkan obat untuk menanganinya. Contoh keluhan yang mungkin terjadi pada kulit seperti alergi, gatal-gatal atau bahkan ada yang karena jerawat.

Jerawat merupakan kelainan kulit yang bersifat umum, yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea diantaranya komedo, papula, pustule dan abses yang setelah regresi dapat meninggalkan bekas luka (Warsitaatmadja, 2005). Ini mempengaruhi 80% dari remaja, tetapi juga dapat diamati pada 54% wanita dewasa dan 40% pria dewasa. Setelah usia 20 tahun sebagian besar anak laki-laki dan perempuan dapat terus mengalami jerawat pada masa dewasa (Marcia Ramos, 2009).

Isotretinoin adalah obat efektif yang digunakan untuk pengobatan jerawat yang parah seperti acne vulgaris nodulocystic. Kadang-kadang digunakan dalam pencegahan kanker kulit tertentu. Banyak pihak yang menganggapnya sebagai obat pilihan untuk pityriasis rubra pilaris, lichen planus parah, penyakit Darier, dan ichthyosis (Roslindo et al., 2002). Isotretinoin adalah suatu retinoid, yang berarti berasal dari vitamin A dan ditemukan dalam jumlah kecil secara alami dalam tubuh (Ofusori et al., 2007). Isotretinoin oral menjadi pilihan dalam kasus yang parah, dimana pengobatan lain tidak mampu mengobatinya.

Meskipun isotretinoin menjadi obat yang dikontraindikasikan pada wanita hamil, penggunaannya tetap menjadi pilihan dan efektif dalam pengobatan jerawat. Tidak hanya jerawat yang parah, tetapi untuk konsumsi kecantikan sering digunakan. Hal ini dikarenakan pemakaiannya cukup aman pada seseorang/wanita biasa. Masalah analog vitamin A yang


(5)

bersifat teratogenik ini timbul karena banyak digunakan oleh wanita usia muda (13-19th) untuk pelaksanaan akne berat, dengan gejala kelainan jantung dan kraniofasial.

Isotretinoin masih saja digunakan secara topikal dan sistemik dalam perawatan dermatologis bahkan setelah dijelaskan bahwa hal ini menyebabkan efek samping yang fatal (Amichai et al., 2006). Asam retinoat, turunan vitamin A seperti isotretinoin telah dilaporkan mengakibatkan kelainan pembentukan celah atau langit-langit mulut (Hendrickx et al., 1980). Efek-efek isotretinoin dan retinoid oral lainnya mirip dengan vitamin A, umumnya reversibel dan berhubungan dengan dosis. Yang paling umum adalah kekeringan pada selaput lendir dan kulit, yang sering dapat berkembang menjadi cheilitis, epistaksis, pruritus, ruam eritematosa dll. Selain itu isotretinoin juga dapat menyebabkan gejala psikotik dan depresi (Sweetman, 2009).

Isotretinoin memiliki BM 300,4. Menurut literatur senyawa yang memiliki BM <600 mudah melewati pori - pori membran plasenta tergantung pada kelarutan senyawa dalam lemak dan derajat ionisasi. Bila perbedaan konsentrasi senyawa kimia dalam tubuh ibu dan janin tinggi, senyawa polar tetap akan melewati plasenta dalam jumlah besar (Katzung, 2004). Frekuensi pemakaian senyawa kimia yang berulang dapat menyebabkan akumulasi pada janin. Sementara janin belum mempunyai sistem metabolisme yang berfungsi secara sempurna (Manson, 1986).

Isotretinoin dimetabolisme terutama di hati. Belum diketahui pasti bahwa isotretinoin mengganggu kerja enzim di hati. Parameter yang digunakan untuk mengetahui kerusakan fungsi hati dengan melakukan pemeriksaan SGOT (serum glutamat oksaloasetat transaminase) dan SGPT (serum glutamat piruvat transaminase) dalam serum (Wibowo, 2009). Jika kadar SGOT dan SGPT naik dari batas normal maka diindikasikan bahwa terjadi kerusakan fungsi hati.


(6)

Berdasarkan hal diatas, maka dilakukan uji teratogenesis untuk mengetahui dan melihat kecacatan pengaruh isotretinoin yang diberikan kepada mencit putih betina. Sejumlah kelainan pada skeletal dan visceral akan diamati sebagai indikator teratogen, disamping ada tidaknya kelainan morfologis yang terjadi pada fetus. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui efek isotretinoin terhadap peningkatan SGPT dan SGOT pada induk mencit. Penelitian ini dilakukan selama gestasi pada mencit putih dengan berbagai dosis.