Preparasi dan Performa Pemisahan Gas Mixed Matrix Membrane PSf/KTZ pada Variasi Jumlah KTZ. - ITS Repository

  SKRIPSI

PREPARASI DAN PERFORMA PEMISAHAN GAS MIXED

MATRIX MEMBRANE

   PSf/KTZ PADA VARIASI JUMLAH KTZ AFIFAH NUR UBAIDILLAH NRP. 01211440000072 Dosen Pembimbing I : Nurul Widiastuti, Ph.D. Dosen Pembimbing II : Dr. Zulhairun Abdul Karim DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS ILMU ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2018

  SCRIPT

PREPARATION AND GAS SEPARATION PERFORMANCE OF

PSF/ZTC MIXED MATRIX MEMBRANE AT VARIOUS AMOUNT

OF ZTC AFIFAH NUR UBAIDILLAH NRP. 01211440000072 Supervisor I : Nurul Widiastuti, Ph.D. Supervisor II : Dr. Zulhairun Abdul Karim CHEMISTRY DEPARTMENT FACULTY OF NATURAL SCIENCE SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2018

PREPARASI DAN PERFORMA PEMISAHAN GAS MIXED

  

KTZ

SKRIPSI

  Disusun Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah Tugas Akhir di Departemen Kimia

  Fakultas Ilmu Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

  

Disusun Oleh:

AFIFAH NUR UBAIDILLAH

NRP. 01211440000072

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS ILMU ALAM

  

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2018

  

LEMBAR PENGESAHAN

PREPARASI DAN PERFORMA PEMISAHAN GAS MIXED

MATRIX MEMBRANE PSF/KTZ PADA VARIASI JUMLAH

  

KTZ

SKRIPSI

  Oleh:

  

AFIFAH NUR UBAIDILLAH

NRP. 01211440000072

  Surabaya, 24 Januari 2018 Menyetujui,

  Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

  Nurul Widiastuti, Ph.D. Dr. Zulhairun Abdul Karim NIP.19710425 199412 2 001

  Mengetahui, Kepala Departemen Kimia

Prof. Dr. Didik Prasetyoko, S.Si., M.Sc.

  

NIP. 19710616 199703 1 002

  

Karya ini kupersembahkan untuk

Bapak, ibu, serta keluarga tercinta,

Sahabatku yulinar, nabila, suci, dan teman-teman GALAXY

PREPARASI DAN PERFORMA PEMISAHAN GAS MIXED

  

KTZ

  Nama : Afifah Nur Ubaidillah NRP : 01211440000072 Departemen : Kimia Pembimbing I : Nurul Widiastuti, Ph.D Pembimbing II : Dr. Zulhairun Abdul Karim

  

ABSTRAK

  Pada penelitian ini, mixed matrix membrane PSf/KTZ serat berongga pada variasi jumlah KTZ telah dipreparasi melalui metode inversi fasa dry/wet jet spinning untuk pemisahan gas. Karakteristik MMM PSf/KTZ dipelajari dari hasil karakterisasi X-

  

Ray Diffraction (XRD), Fourier Transform Infrared (FTIR),

Scanning Electron Microscopy

  (SEM), Atomic Force Microscopy (AFM), Thermal Gravimetric Analisys (TGA), dan Differential

  Scanning Calorimetry

  (DSC). Performa pemisahan gas pada

  4

  2

  2 MMM PSf/KTZ dipelajari dari hasil permeasi gas CH , CO , O ,

  N

  2 , dan H 2 . MMM PSf/KTZ dengan jumlah penambahan KTZ

  sebesar 0,5% berat memiliki nilai permeabilitas dan selektivitas terbaik. Nilai permeabilitas untuk MMM PSf/KTZ (0,5% berat) adalah H

  2 (240,38 GPU), CO 2 (77,12 GPU), O 2 (26,85 GPU), CH

  4

  (24,14 GPU), dan N

  2 (17,74 GPU). Sedangkan nilai selektivitas

  2

  4

  2

  2

  untuk MMM PSf/KTZ (0,5% berat) adalah CO /CH (3,21), O /N (1,52), H

  2 /CH 4 (10,03), dan CO

2 /N

2 (4,37).

  Kata Kunci

  : pemisahan gas, serat berongga, mixed matrix

  membrane , polisulfon, karbon tertemplat zeolit-Y.

  

PREPARATION AND GAS SEPARATION

PERFORMANCE OF PSF/ZTC MIXED MATRIX

MEMBRANE AT VARIOUS AMOUNT OF ZTC

  Name : Afifah Nur Ubaidillah NRP : 01211440000072 Department : Chemistry supervisor I : Nurul Widiastuti, Ph.D. supervisor II : Dr. Zulhairun Abdul Karim

  

ABSTRACT

  In this study, a PSf/ZTC mixed matrix hollow fiber membrane with various amount of ZTC have been prepared by dry/wet jet spinning phase inversion method. Characteristics of MMM PSf/ZTC have been studied from results of X-Ray Diffraction (XRD), Fourier Transform Infrared (FTIR), Scanning Electron Microscopy (SEM), Atomic Force Microscopy (AFM), Thermal Gravimetric Analisys (TGA) and Differential Scanning Calorimetry (DSC). Gas separation performance of MMM PSf/ZTC have been studied from gas permeation of CH

  4 , CO 2 , O 2 ,

  2

2 N , and H . MMM PSf/ZTC with addition 0.5% wt of ZTC have

  hight permeability and selectivity. The permeability of MMM PSf/ZTC (0.5% wt) were H

  2 (240.38 GPU), CO 2 (77.12 GPU), O

  2

  4

  2

  (26.85 GPU), CH (24.14 GPU), and N (17.74 GPU). The selectivity of MMM PSf/ZTC (0.5% wt) were CO

  2 /CH 4 (3.21),

  O

  2 /N 2 (1.52), H 2 /CH 4 (10.03), and CO 2 /N 2 (4, 37).

  Keywords

  : gas separation, hollow fiber, mixed matrix membrane, polysulfone, zeolite-Y templated carbon.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga naskah skripsi yang berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Mixed Matrix

  

Membrane PSf/KTZ dengan Variasi Jumlah KTZ untuk Aplikasi

  Pemisahan Gas” dapat diselesaikan dengan baik. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang mendukung atas terselesaikannya tulisan ini, yaitu : 1.

  Nurul Widiastuti, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyelesaian naskah ini.

  2. Dr. Zulhairun Abdul Karim selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam proses penyelesaian naskah ini.

  3. Prof. Dr. Didik Prasetyoko, M.Sc selaku ketua jurusan kimia yang telah memberikan fasilitas sehingga naskah ini dapat diselesaikan.

  4. Prof. Dr. Taslim Ersam selaku dosen wali atas pengarahan dalam pengambilan mata kuliah.

  5. Orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan hingga naskah ini selesai.

  6. Semua pihak yang telah membantu, yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penulisan naskah ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk meningkatkan kualitas dan perbaikan lebih lanjut.

  Surabaya, 24 Januari 2018 Penulis

  

DAFTAR ISI

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Pemisahan Komponen pada Membran ...... 7Gambar 2.2 Mekanisme transport pada membran berpori, (a)

  

  

  

Gambar 2.3 Skema mekanisme transport gas pada lapisan rapat

  

Gambar 2.4 Struktur polisulfon ............................................... 13Gambar 2.4 Prosedur sintesis KTZ ......................................... 15Gambar 2.5 Molekul sukrosa (a) yang dapat masuk ke dalam pori window zeolit-Y, (b) yang tidak dapat masuk

  

Gambar 2.7 Difraktogram XRD dari (a) zeolit-Y, (b) komposit karbon/zeolit-Y .................................... 19Gambar 2.8 Grafik adsorpsi desorpsi isotermal dari KTZ,

  

Gambar 2.9 Hasil SEM permukaan membran (a) PSf murni, (b)

  

  

Gambar 2.10 Spektra FTIR dari (a) membran PSf, (b) MMM

  

Gambar 2.11 Hasil AFM membran (a) PSf/CNF

  

  

Gambar 2.12 Kurva TGA membran PSf dan MMM PSf/TNT dengan variasi jumlah penambahan TNT ............ 25Gambar 3.1 Skema alat dry/wet jet spinning............................35Gambar 3.2 Skema alat pemisahan gas ................................... 37Gambar 4.1 Zeolit-Y ............................................................... 43Gambar 4.2 Karbon tertemplat zeolit-Y (KTZ)....................... 45Gambar 4.3 Difraktogram XRD dari (a) standar JCPDS No. 39-

  

Gambar 4.4 Hasil SEM dari (a) Zeolit-Y (b)KTZ ................... 48Gambar 4.10 Hasil SEM (1) penampang lintang dan (2) penampang permukaan dari (a) membran PSf, (b)

  

Gambar 4.14 Perubahan relatif selektivitas MMM PSf/KTZ terhadap membran PSf ......................................... 67Gambar 4.13 Perubahan relatif permeabilitas MMM PSf/KTZ terhadap membran PSf ......................................... 66

  

Gambar 4.12 Kurva TGA membran PSf dan MMM PSf/KTZ

  

Gambar 4.11 Hasil AFM dari (a) membran PSF, (b) MMM

  

  

Gambar 4.5 Skema pengisian karbon ke dalam pori zeolit-Y dengan adanya lapisan karbon ekternal dan tanpaGambar 4.9 Skema ikatan hidrogen antara KTZ dan matriks PSf

  

Gambar 4.8 Spektra FTIR dari (a) membran PSf, (b) MMM

  

Gambar 4.7 Difraktogram XRD dari (a) KTZ, (b) membran PSf,

  

Gambar 4.6 (a) Membran PSf, (b) MMM PSf/KTZ (0,4% berat),

  

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Performa pemisahan gas pada membran polimer ...... 9Tabel 2.2 Performa pemisahan gas pada membran anorganik 10Tabel 2.3 Performa pemisahan gas pada mixed matrix membrane

  

Tabel 3.1 Komposisi larutan cetak membran............................33Tabel 3.2 Parameter kondisi saat fabrikasi Mixed Matrix

  

Tabel 4.1 Karakteristik pori dari hasil sintesis zeolit-Y dan

  

Tabel 4.2 Nilai kekasaran permukaan pada membran ............. 59Tabel 4.3 Suhu transisi gelas dari membran PSf dan MMM

  

Tabel 4.4 Suhu dekomposisi dari membran PSf dan MMM

  

Tabel 4.5 Permeabilitas gas pada membran PSf dan MMM

  

Tabel 4.6 Selektivitas membran PSf dan MMM PSf/KTZ terhadap gas ............................................................. 66Tabel 4.7 Koefisien difusi gas ................................................. 67Tabel 4.8 Permeabilitas gas pada MMM PSf dengan berbagai jenis pengisi ............................................................. 69Tabel 4.9 Selektivitas MMM PSf dengan berbagai jenis pengisi terhadap gas ............................................................. 69

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

  

DAFTAR LAMPIRAN

  

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Teknologi membran merupakan teknologi sederhana yang telah digunakan dan dikembangkan sejak 30 tahun terakhir untuk proses pemisahan gas (Scott dan Hughes, 1996). Pemisahan gas dengan teknologi membran dipilih karena memiliki beberapa sifat unggul seperti efisiensi tinggi, kecepatan tinggi dan sistem operasional yang sederhana (Scott dan Hughes, 1996). Pemisahan gas merupakan salah satu aplikasi terpenting yang sering digunakan dalam proses industri, seperti pemisahan gas hidrogen, pemisahan gas oksigen - nitrogen, pemurnian gas alam, pemisahan gas karbon dioksida, dan pemisahan uap (Aroon dkk., 2010).

  Terdapat beberapa jenis membran yang telah dikembangkan untuk aplikasi pemisahan gas. Jenis membran yang pertama adalah membran polimer. Membran polimer merupakan membran tak berpori, sehingga jalur transport gas pada membran tersebut melalui mekanisme solution-diffusion. Oleh sebab itu, sifat intrinsik material polimer adalah faktor pengontrol utama untuk menentukan performa pemisahan gas (Dong dan Chen, 2013). Membran polimer memiliki keunggulan sifat mekanik dan proses operasional yang ekonomis (Chung dkk., 2007). Namun, performa pemisahan gas pada membran polimer berada dibawah garis upper

  bound

  pada plot Robeson (Lloyd M Robeson, 1991). Hal ini menunjukkan bahwa membran polimer memiliki selektivitas yang tinggi dengan permeabilitas yang rendah. Disisi lain performa pemisahan gas ditunjukkan oleh membran dengan material anorganik yang memiliki stabilitas termal dan kimia yang baik, serta permeabilitas yang tinggi dibandingkan membran polimer (Chung dkk., 2007). Namun tingginya biaya material dan proses fabrikasi yang tidak mudah untuk diproduksi dalam skala besar merupakan kekurangan dari membran anorganik (Dong dan Chen, 2013). Oleh karena itu untuk mengatasi kelemahan dari kedua jenis membran tersebut, maka membran polimer digabungkan dengan material anorganik menjadi mixed matrix membrane (MMM), yang harapannya dapat menghasilkan membran dengan sifat mekanik dan kimiawi yang baik, ketahanan termal dan performa pemisahan gas yang tinggi, serta dapat dikomersialisasikan dalam skala besar.

  Mixed matrix membrane (MMM) merupakan jenis membran

  yang terbentuk karena adanya penambahan material anorganik ke dalam matriks polimer. Material anorganik berfungsi sebagai pengisi yang dapat menyediakan jalur transport gas melalui mekanisme molecular sieving, knudsen diffusion, surface diffusion dan capillary condensation (Ismail dkk., 2011). Mekanisme transport gas tersebut menyebabkan peningkatan permeabilitas dan selektivitas membran (Chung dkk., 2007). Penelitian sebelumnya telah banyak melaporkan mengenai MMM dengan peningkatan performa pemisahan gas yang lebih baik dibandingkan dengan membran polimer murni. Hasil peningkatan performa pemisahan gas tersebut telah dilaporkan oleh Magueijo dkk. (2013) dengan menggunakan membran gabungan PSf/CX (carbon xerogel) dapat

  

2

  meningkatkan permeabilitas CO dari 182 menjadi 262 GPU dan selektivitas CO

  2 /O 2 dari 1,4 menjadi 1,5. Hasil yang sama juga

  dilaporkan oleh Zulhairun dkk. (2017) dengan menggunakan membran gabungan PSf/TNT dapat meningkatkan permeabilitas H

  2 dari 111,95 menjadi 269,07 GPU dan selektivitas H 2 /CH 4 dari

  5,3 menjadi 57,86. Hasil peningkatan performa pemisahan gas juga dilaporkan oleh Dehghani Kiadehi dkk. (2015) dengan menggunakan membran gabungan PSf/CNF (carbon nanofiber) dapat meningkatkan permeabilitas CO

  2 dari 0,71 menjadi 4,87

  2

  4

  barrer dan selektivitas CO /CH dari 3,73 menjadi 12,17. Dari hasil penelitian-penelitian tersebut dapat diketahui bahwa performa pemisahan gas pada MMM dapat meningkat dibandingkan dengan membran polimer murni. Hasil penelitian tersebut juga memberikan informasi bahwa jenis material polimer/anorganik yang digunakan sangat mempengaruhi peningkatan performa pemisahan gas pada MMM. Oleh karena itu, ketepatan dalam pemilihan material polimer/anorganik untuk preparasi MMM merupakan permasalahan lanjutan.

  Pemilihan material polimer/anorganik untuk pembuatan MMM sangat penting dalam meningkatkan performa pemisahan gas. Pemilihan material polimer dengan selektivitas yang tinggi menyebabkan performa pemisahan gas yang lebih baik. Oleh karena itu, polimer glassy yang bersifat kaku (rigid) lebih berpotensi untuk digunakan dalam preparasi MMM, karena memiliki selektivitas yang tinggi, dibandingkan dengan polimer

  

rubbery yang memiliki permeabilitas yang tinggi namun

  selektivitas yang kurang baik (Aroon dkk., 2010). Salah satu jenis polimer glassy yang banyak digunakan untuk pembuatan MMM sebagai aplikasi pemisah gas murni maupun gas campuran adalah polisulfon. Polisulfon merupakan material yang cukup menarik ketika digabungkan dengan material anorganik berpori, karena memiliki kombinasi selektivitas dan permeabilitas yang baik serta mudah dalam prosesnya (Zimmerman dkk., 1997; Zulhairun, Ismail, dkk., 2014). Polisulfon juga bersifat polar karena adanya gugus sulfon, sehingga polisulfon dapat meningkatkan interaksi kimia dengan gas yang memiliki momen kuadrat polar tinggi (Bastani dkk., 2013). Akibatnya, gas tersebut dapat dengan mudah teradsorp ke dalam matriks polisulfon dan meningkatkan selektivitas.

  Faktor lain yang mempengaruhi performa pemisahan gas pada MMM adalah pemilihan material anorganik yang ditambahkan sebagai pengisi. Pemilihan material anorganik tersebut didasarkan pada komposisi kimia, bentuk partikel, dan kesesuaian dengan matriks polimer yang digunakan (Goh dkk., 2011). Salah satu material anorganik yang telah banyak digunakan sebagai pengisi adalah zeolit. Zeolit memiliki struktur pori yang tetap dan seragam, serta memiliki sifat fisika, kimia, adsorpsi dan difusi yang baik (Dong dan Chen, 2013; Goh dkk., 2011). Zeolit yang digabungkan dengan polimer glassy memiliki stabilitas mekanik dan sifat transport gas yang baik, namun akan cenderung menghasilkan void. Void merupakan celah yang disebabkan karena rendahnya sifat adhesi antarmuka diantara zeolit dan polimer

  glassy

  (Goh dkk., 2011). Void tersebut akan menyediakan jalur alternatif bagi molekul gas, sehingga selektivitas membran terhadap gas akan menurun. Di sisi lain, terdapat MMM dengan material anorganik berupa karbon aktif yang memiliki sifat adhesi antarmuka yang lebih tinggi, luas permukaan yang besar

  2 -1

  (>500m g ), volume pori yang besar, stabil secara termal dan mekanik, serta bersifat ringan (Dong dan Chen, 2013; Goh dkk., 2011; Konwar dan De, 2013). Sifat-sifat karbon aktif tersebut dapat meningkatkan performa pemisahan gas seperti yang ditunjukkan pada penelitian Anson dkk., (2004). Anson dkk., (2004) menggunakan dua jenis karbon aktif (AC1 dan AC2) yang digabungkan dengan polimer ABS (acrylonitrile butadiene

  

styrene ) untuk preparasi MMM. MMM ABS/AC1 memiliki

  peningkatan permeabilitas CO

  2 dari 4,72 barrer menjadi 18,40

  2

  4 barrer dan selektivitas CO /CH dari 13,80 menjadi 19,96.

  Sedangkan MMM ABS/AC2 memiliki peningkatan permeabilitas CO

  2 dari 4,72 barrer menjadi 10,13 barrer dan selektivitas

  2

4 CO /CH dari 13,80 menjadi 15,42. Peningkatan permeabilitas dan

  selektivitas MMM ABS/AC2 lebih rendah dibandingkan MMM ABS/AC1. Hal tersebut disebabkan karena AC2 memiliki distribusi ukuran pori yang lebih lebar dibandingkan AC1 (Anson dkk., 2004). Lebarnya distribusi ukuran pori dapat mengakibatkan peningkatan performa pemisahan gas tidak signifikan. Oleh karena itu, untuk memperbaiki sifat dari zeolit dan karbon aktif, maka perlu adanya modifikasi dengan cara mensintesis material karbon jenis baru berupa karbon tertemplat zeolit (KTZ) (Choi dkk., 2015).

  KTZ merupakan material karbon jenis baru yang unik dan berpotensi, serta belum mendapat perhatian untuk digunakan sebagai pengisi pada MMM (Choi dkk., 2015; Nishihara dkk., 2009; Nishihara dan Kyotani, 2012). Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan strategi baru menggunakan KTZ sebagai pengisi pada MMM. KTZ yang telah berhasil disintesis sebelumnya oleh Anggarini (2013) memiliki karakteristik berupa ukuran partikel yang relatif kecil (0,414 µm), ukuran pori yang relatif besar (3,339 nm), distribusi ukuran pori berupa mesopori (44,97%) dan mikropori (55,03%) serta luas permukaan yang

  2

  relatif tinggi (1359 m /g). Ukuran partikel KTZ yang relatif kecil dapat meningkatkan distribusi partikel secara merata di dalam matriks polimer, sehingga tidak terdapat aglomerasi partikel yang dapat menurunkan nilai selektivitas (Aroon dkk., 2010). Ukuran pori berupa mesopori dapat memungkinkan rantai polimer berpenetrasi ke dalam pori KTZ, sehingga kompatibilitas antara KTZ dengan polimer dapat meningkat (Rezakazemi dkk., 2014). KTZ dengan ukuran pori sebesar 3,339 nm juga dapat menyediakan mekanisme transport gas berupa knudsen diffusion atau surface diffusion, dimana mekanisme tersebut dapat meningkatkan permeabilitas dan selektivitas pada MMM.

  1.2 Rumusan Masalah

  Pada penelitian ini, KTZ merupakan material karbon jenis baru yang digunakan sebagai pengisi pada mixed matrix

  membrane

  , karena memiliki ukuran pori berupa mikropori yang seragam, luas permukaan yang besar, serta memiliki sifat adhesi antarmuka yang tinggi. Namun, belum diketahui kondisi optimum saat preparasi dan performa pemisahan gas dari mixed matrix

  

membrane PSf/KTZ. Oleh karena itu, perlu dipreparasi dan

  dipelajari performa pemisahan gas mixed matrix membrane PSf/KTZ pada variasi jumlah KTZ.

  1.3 Tujuan

  Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempreparasi dan mempelajari performa pemisahan gas mixed matrix membrane PSf/KTZ pada variasi jumlah KTZ.

  1.4 Manfaat

  Hasil dari penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada pengembangan material mixed matrix membrane untuk pemisahan gas.

1.5 Batasan Masalah

  Pada penelitian ini, MMM dipreparasi menggunakan metode inversi fasa dry/wet jet spinning dengan bentuk serat berongga. Material yang digunakan pada mixed matrix membrane (MMM) terdiri dari karbon tertemplat zeolit (KTZ) sebagai pengisi dan polisulfon (PSf) sebagai matriks polimer. Pengaruh KTZ pada karakteristik MMM PSf/KTZ dipelajari menggunakan XRD, FTIR, SEM, AFM, TGA, dan DSC. Sedangkan pengaruh KTZ pada performa pemisahan gas pada MMM PSf/KTZ dipelajari

  2

  4

  2

  2

  2 menggunakan uji permeasi gas CO , CH , O , N , dan H .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Membran Sebagai Pemisah Gas

  Pemisahan gas merupakan salah satu aplikasi terpenting yang sering digunakan dalam proses industri, seperti pemisahan gas hidrogen, pemisahan gas oksigen - nitrogen, pemurnian gas alam, pemisahan gas karbon dioksida, dan pemisahan uap (Aroon dkk., 2010). Salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam aplikasi pemisahan gas adalah membran. Membran merupakan lapisan tipis selektif yang dapat melewatkan satu komponen dan menahan komponen yang lain (Mulder, 1996), skema pemisahan komponen pada membran ditunjukkan pad

Gambar 2.1 Skema Pemisahan Komponen pada Membran

  (Mulder, 1996) Proses pemisahan gas pada membran dapat terjadi karena adanya gaya dorong (driving force) dan proses fisika-kimia antara membran dengan gas (Mulder, 1996). Gaya dorong dapat berupa gradien konsentrasi (ΔC), gradien tekanan (ΔP), gradien temperatur (ΔT), dan gradien potensial (ΔE). Sedangkan proses fisika-kimia antara membran dengan gas dapat dipelajari dari mekanisme transport gas. Mekanisme transport gas pada membran dibedakan menjadi 5 macam yaitu, knudsen diffusion, surface

  

diffusion , capillary condensation, molecular sieving dan solution

diffusion

  seperti yang ditunjukkan pada(Ismail dkk., 2015).

Gambar 2.2 Mekanisme transport pada membran berpori, (a)

  Knudsen diffusion , (b) surface diffusion, (c) capillary condensation

  , (d) molecular sieving (Ismail dkk., 2015)

  Mekanisme transport knudsen diffusion terjadi pada gas yang memiliki berat molekul kecil dan juga melewati membran yang memiliki pori kecil (Wenten dkk., 2010). Pada prosesnya, tumbukan gas dengan dinding pori lebih sering terjadi dibandingkan tumbukan antar molekul gas itu sendiri (Wenten dkk., 2010). Di sisi lain, terdapat mekanisme transport surface

  diffusion

  yang berbanding terbalik dengan mekanisme knudsen

  diffusion

  . Mekanisme surface diffusion terjadi pada gas yang memiliki berat molekul dan polaritas yang besar, pada prosesnya molekul gas tersebut akan diserap pada dinding pori membran dan berpindah disepanjang permukaannya (Ismail dkk., 2015). Selanjutnya, mekanisme transport capillary condensation terjadi pada gas yang dapat terkondensasi di dalam pori membran (Ismail dkk., 2015). Mekanisme molecular sieving terjadi ketika ukuran molekul gas sesuai dengan ukuran pori dari membran, sehingga membran secara selektif dapat melewatkan gas tertentu (Ismail dkk., 2015). Selain itu, terdapat mekanisme solution diffusion yang pada umumnya terjadi pada membran polimer. pada prosesnya, gas melewati membran melalui 3 tahap yaitu adsorpsi, difusi dan desorpsi. Pada tahap adsorpsi, kesesuaian sifat antara gas dengan membran dibutuhkan agar gas dapat masuk ke dalam membran.

  Sedangkan pada tahap difusi, gas dengan diameter kinetik yang kecil dibutuhkan agar gas dapat berdifusi dengan cepat (Ismail dkk., 2015).

2.2 Mixed Matrix Membrane Sebagai Pemisahan Gas

  Terdapat beberapa jenis membran yang banyak digunakan untuk aplikasi pemisahan gas, jenis membran yang pertama adalah membran polimer. Membran polimer memiliki kemudahan dalam proses preparasi dan fabrikasi, biaya produksi yang rendah, serta mudah dalam pembuatan variasi bentuk modul (Vinoba dkk., 2017). Namun, membran polimer memiliki kekurangan yaitu tidak dapat stabil secara termal dan kimia, ukuran pori tidak dapat dikontrol serta memiliki permeabilitas yang rendah dengan selektivitas yang tinggi, seperti yang ditunjukkan pada (Lloyd M Robeson, 1991; Vinoba dkk., 2017).

Tabel 2.1 Performa pemisahan gas pada membran polimer

  

Membran Uji gas Kinerja pemisahan Pustaka

Permeabilitas Selektivitas PSf CO 2 /CH 4 P CO2 = 5,6 barrer 22,4 (McHattie dkk., 1991)

  

HFPC O /N P = 6,9 barrer 4,06 (Hellums dkk., 2 2 O2 1989) PSf CO 2 /N 2 P CO2 = 4,9 barrer 24,5 (L M Robeson, 2000) PA O 2 /N 2 P O2 = 1,7 barrer 5,15 (Babari dkk., 1989)

  DMPSF CO 2 /CH 4 P CO2 = 2,1 barrer 30 (McHattie dkk., 1991) (PA = polyarylate; HFPC = hexafluoro bisphenol-A polycarbonate; DMPSF = dimethyl bisphenol-A polysulfone )

  Di sisi lain, terdapat membran anorganik yang bersifat stabil secara kimia dan termal, ukuran pori dapat dikontrol, serta memiliki selektivitas dan permeabilitas yang lebih tinggi daripada membran polimer, seperti yang ditunjukkan pada (Vinoba dkk., 2017). Namun, membran anorganik memiliki kekurangan yaitu bersifat rapuh, biaya produksi tinggi dan tidak mudah diproduksi dalam skala besar. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan dari kedua jenis membran tersebut maka dilakukan kombinasi antara membran polimer dengan material anorganik. Kombinasi tersebut dapat menghasilkan membran jenis lain yang dinamakan mixed matrix membrane (MMM).

Tabel 2.2 Performa pemisahan gas pada membran anorganik

  Membran Uji gas Kinerja pemisahan Pustaka Permeabilitas Selektivitas CMS O 2 /N 2 P O2 = 411 barrer 4 (Wey dkk., 2013)

  Karbon CH 4 /N 2 P CH4 = 320 barrer 2,6 (Fuertes, 2000) -7 Silica CO 2 /N 2 P CO2 = 1,9×10 -2 -1 -1 46 (Nagasawa mol m s Pa dkk., 2017)

  • -10 GO H 2 /N
  • 2 P H2 = 446×10 -2 -1 -1 64 (Zhu dkk., mol m s Pa 2017) (CMS= carbon molecular sieve; GO = graphene Oxide)

      

    Mixed matrix membrane (MMM) merupakan jenis membran

      yang terdiri dari matriks polimer dan material anorganik (Magueijo dkk., 2013). Adanya material anorganik di dalam matriks polimer menyebabkan MMM memiliki sifat yang lebih unggul dibandingkan membran polimer dan membran anorganik. Sifat tersebut berupa kestabilan secara termal dan kimia, dapat dikomersialisasikan dalam skala besar, serta memiliki selektivitas dan permeabilitas yang lebih tinggi, seperti yang ditunjukkan pada (Vinoba dkk., 2017).

      MMM memiliki morfologi ideal yang dapat meningkatkan nilai permeabilitas dan selektivitas. Morfologi ideal pada MMM terdiri dari (1) lapisan rapat (dense) dan (2) substrat berpori (Dong dan Chen, 2013). Lapisan rapat merupakan lapisan selektif, dimana material anorganik diinginkan berada pada lapisan tersebut, untuk menjamin transport gas dapat melewati fase anorganik lebih banyak daripada fase polimer. Ketika transport gas dapat melewati fase anorganik lebih banyak, maka performa pemisahan gas dapat diperbaiki secara maksimal. Sedangkan, substrat berpori merupakan lapisan yang hanya berfungsi untuk mendukung performa pemisahan gas MMM secara fisik (Dong dan Chen, 2013). Skema mekanisme transport gas pada lapisan rapat MMM ditunjukkan ol

    Gambar 2.3 Skema mekanisme transport gas pada lapisan rapat

      MMM (Rezakazemi dkk., 2014)

    Tabel 2.3 Performa pemisahan gas pada mixed matrix

      = 4,97 barrer α = 20,98 P CO2 = 18,72 barrer

      Faktor yang dapat mempengaruhi performa pemisahan gas pada MMM adalah pemilihan material polimer dan anorganik. Pemilihan material polimer dengan selektivitas yang tinggi menyebabkan performa pemisahan gas yang lebih baik. Oleh karena itu, polimer glassy yang bersifat kaku (rigid) lebih berpotensi untuk digunakan dalam preparasi MMM, karena memiliki selektivitas yang tinggi, dibandingkan dengan polimer

      α = 57,86 P H2 = 269,07 GPU (Zulhairun dkk., 2017a)

      P H2 = 111,95 GPU

      (Mohamad dkk., 2016) PSF/TNT H 2 /CH 4 α = 53,31

      = 12,33 GPU α = 3,37 P CO2 = 78,90 GPU

      CO 2 /CH 4 α = 2,63 P CO2

      (Kim dkk., 2007) PSf/Zeolit- T

      P O2 = 0,84 barrer α = 5,35 P O2 = 1,23 barrer

      (Zulhairun, Ismail, dkk., 2014) PSf/SWNT O 2 /N 2 α = 5,07

      PSf/C15 CO 2 /CH 4 α = 23,12 P CO2

      membrane Komposisi Membran

      α = 29,90 P CO2 = 74,42 GPU (Zahri dkk., 2016)

      P CO2 = 65,24 GPU

      = 5,60 GPU α = 18,82 P CO2 = 7,24 GPU (Ahmad dkk., 2017) PSf/GO CO 2 /N 2 α = 17,26

      4-IL6 CO 2 /N 2 α = 6,15 P CO2

      α = 5,97 P O2 = 7,96 barrer (Ismail dkk., 2011) PSf/SAPO3

      P O2 = 1,58 barrer

      α = 12,17 P CO2 = 4,87 barrer (Dehghani Kiadehi dkk., 2015) PSf/CMS O 2 /N 2 α = 5,50

      P CO2 = 0,71 barrer

      Gas Performa Membran Pustaka Polimer Polimer/pengisi PSf/CNF CO 2 /CH 4 α = 3,73

    2.3 Pemilihan Material Mixed Matrix Membrane

      

    rubbery yang memiliki permeabilitas yang tinggi namun

      selektivitas yang kurang baik (Aroon dkk., 2010). Salah satu jenis polimer glassy yang banyak digunakan untuk pembuatan MMM sebagai aplikasi pemisah gas adalah polisulfon.

      Polisulfon merupakan material yang cukup menarik ketika digabungkan dengan material anorganik berpori, karena memiliki kombinasi selektivitas dan permeabilitas yang baik serta mudah dalam prosesnya (Zimmerman dkk., 1997; Zulhairun, Ismail, dkk., 2014). Polisulfon juga bersifat polar karena adanya gugus sulfon seperti yang ditunjukkan pada sehingga polisulfon dapat meningkatkan interaksi kimia dengan gas yang memiliki momen kuadrat polar tinggi (Bastani dkk., 2013). Akibatnya, gas tersebut dapat dengan mudah teradsorp ke dalam matriks polisulfon dan meningkatkan selektivitasnya.

    Gambar 2.4 Struktur polisulfon

      Nilai selektivitas dan permeabilitas yang baik dengan menggunakan polisulfon ditunjukkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Magueijo dkk. (2013), dimana nilai permeabilitas CO

      2 dan selektivitas CO 2 /O 2 secara berturut-turut dapat mencapai

      262 GPU dan 1,5. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Zulhairun dkk., (2017), dimana nilai permeabilitas H

      2 dan selektivitas H 2 /CH 4 secara berturut-turut dapat mencapai 196 GPU dan 69,40.

      Faktor lain yang dapat meningkatkan performa pemisahan gas pada MMM adalah pemilihan material anorganik. Pemilihan material anorganik tersebut didasarkan pada komposisi kimia, bentuk partikel, dan kesesuaian dengan matriks polimer yang digunakan (Goh dkk., 2011). Salah satu material yang banyak digunakan sebagai pengisi pada MMM adalah zeolit (Vinoba dkk.,

      2017). Zeolit memiliki struktur pori yang tetap dan seragam, serta memiliki sifat fisika, kimia, adsorpsi dan difusi yang baik (Dong dan Chen, 2013; Goh dkk., 2011). Sifat zeolit tersebut dapat meningkatkan performa pemisahan gas seperti yang ditunjukkan pada penelitian Mohamad dkk., (2016). Pada penelitian tersebut, MMM PSf/zeolit-T (4% berat) memiliki peningkatan permeabilitas CO

      2 dari 12,33 menjadi 78,90 GPU dan selektivitas

      2

    4 CO /CH dari 2,63 menjadi 3,37. Namun, terdapat hasil yang

      berbeda pada penelitian yang dilakukan oleh Husain dan Koros, (2007), dimana MMM ultem/zeolit HSSZ-13 (4,4% berat) tidak memiliki peningkatan performa pemisahan gas. Hal tersebut disebabkan karena adanya cacat pada morfologi membran yang disebut “sieve-in-a-cage”. Cacat dapat terjadi ketika adhesi antarmuka zeolit-polimer bersifat lemah.

      Di sisi lain, terdapat material anorganik berupa karbon aktif yang memiliki sifat adhesi antarmuka diantara polimer-

      2

    • 1

      anorganik yang lebih tinggi, luas permukaan yang besar (>500m g

      ), volume pori yang besar, stabil secara termal dan mekanik, serta bersifat ringan (Dong dan Chen, 2013; Goh dkk., 2011; Konwar dan De, 2013). Sifat-sifat karbon aktif tersebut juga dapat meningkatkan performa pemisahan gas seperti yang ditunjukkan pada penelitian Anson dkk., (2004). Pada penelitian tersebut dua jenis karbon aktif (AC1 dan AC2) digabungkan dengan polimer ABS (acrylonitrile butadiene styrene) untuk preparasi MMM. MMM ABS/AC1 (10% berat) memiliki peningkatan permeabilitas CO

      2 dari 4,72 menjadi 18,40 barrer dan selektivitas CO 2 /CH 4 dari

      13,80 menjadi 19,96. Sedangkan MMM ABS/AC2 (20% berat)

      2

      memiliki peningkatan permeabilitas CO dari 4,72 menjadi 10,13 barrer dan selektivitas CO

      2 /CH 4 dari 13,80 menjadi 15,42.

      Peningkatan permeabilitas dan selektivitas MMM ABS/AC2 lebih rendah dibandingkan MMM ABS/AC1, hal tersebut disebabkan karena AC2 memiliki distribusi ukuran pori yang lebih lebar dibandingkan AC1 (Anson dkk., 2004). Lebarnya distribusi ukuran pori dapat mengakibatkan performa pemisahan gas tidak dapat meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, untuk memperbaiki sifat dari zeolit dan karbon aktif, maka perlu adanya modifikasi dengan cara mensintesis material karbon jenis baru berupa karbon tertemplat zeolit (KTZ) (Choi dkk., 2015).

      KTZ merupakan material karbon jenis baru yang unik dan berpotensi serta belum mendapat perhatian untuk digunakan sebagai pengisi pada MMM (Choi dkk., 2015; Nishihara dkk., 2009; Nishihara dan Kyotani, 2012). KTZ disintesis menggunakan zeolit sebagai templat dan prekursor karbon dengan metode impregnasi. Salah satu jenis zeolit yang sering digunakan sebagai templat adalah zeolit-Y, karena sangat murah dan telah diproduksi dalam skala industri. Serta prekursor karbon yang dapat digunakan adalah sukrosa, karena memiliki ukuran molekul 0,7 × 0,9 nm (Ramm dkk., 1982). Ukuran molekul dari sukrosa sesuai dengan ukuran pori dari zeolit-Y, sehingga molekul sukrosa dapat masuk ke dalam pori dari zeolit-Y (0,74 nm) (Vinoba dkk., 2017). Prosedur sintesis KTZ secara umum ditunjukkan ol

    Gambar 2.5 Prosedur sintesis KTZ (Nishihara dkk., 2008)

      Namun tantangan terbesar dalam mensintesis KTZ adalah saat proses sintesis komposit karbon/zeolit-Y, karena terdapat kemungkinan karbon tidak dapat masuk ke dalam pori dari zeolit- Y seperti yang ditunjukkan olKarbon tersebut akan menghalangi karbon lain untuk masuk ke dalam pori zeolit-Y, sehingga karbon dapat membentuk lapisan rapat pada permukaan luar kristal zeolit-Y sebelum pori terisi penuh oleh karbon. Akibatnya, KTZ yang dihasilkan setelah proses pencucian komposit karbn/zeolit-Y memiliki karakteristik pori yang tidak sesuai untuk digunakan sebagai material anorganik pada mixed matrix membrane .

    Gambar 2.6 Molekul sukrosa (a) yang dapat masuk ke dalam pori window zeolit-Y, (b) yang tidak dapat masuk ke

      dalam pori window zeolit-Y (Gunawan, 2015) KTZ yang berhasil disintesis menggunakan metode impregnasi ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh

      Anggarini (2013). KTZ tersebut memiliki karakteristik berupa ukuran partikel yang relatif kecil (0,414 µm), distribusi ukuran pori berupa mesopori (44,97%) dan mikropori (55,03%), luas

      2

      permukaan yang relatif tinggi (1359 m /g), serta ukuran pori yang relatif besar (3,339 nm). Ukuran partikel KTZ yang relatif kecil dapat meningkatkan distribusi partikel secara merata di dalam matriks polimer, sehingga tidak adanya aglomerasi partikel yang dapat menurunkan nilai selektivitas (Aroon dkk., 2010). Ukuran pori berupa mesopori dapat memungkinkan rantai polimer berpenetrasi ke dalam pori KTZ, sehingga kompatibilitas antara KTZ dengan polimer dapat meningkat (Rezakazemi dkk., 2014). Luas permukaan KTZ yang relatif tinggi dapat memaksimalkan adsorpsi gas (Aroon dkk., 2010; Dong dan Chen, 2013). Ukuran pori yang relatif besar (3,339 nm) juga dapat menyediakan mekanisme transport gas berupa knudsen diffusion atau surface

      diffusion

      , dimana mekanisme tersebut dapat meningkatkan permeabilitas dan selektivitas pada MMM.

      2.4 Metode Preparasi Mixed Matrix Membrane

      Preparasi MMM menggunakan metode inversi fasa dry/wet

      

    jet spinning . Metode tersebut digunakan untuk mempreparasi

      membran dengan bentuk serat berongga. Secara umum preparasi membran dengan metode inversi fasa dry/wet jet spinning melibatkan 3 komponen utama yaitu polimer, pelarut, dan non pelarut. Pada penelitian ini inversi fasa dilakukan dengan cara merendam membran di dalam wadah koagulasi yang berisis air (non pelarut). Pada saat perendaman, pelarut akan berdifusi menuju wadah koagulasi, dan non pelarut akan berdifusi menuju polimer. selama proses tersebut larutan akan mengalami demixing (Wenten dkk., 2000).

      2.5 Karakterisasi

    2.6.1 X-Ray Diffraction (XRD)

      Sinar-X adalah radiasi elektromagnetik dengan energi foton antara 100 eV sampai 100 KeV. Sinar ini digunakan dalam berbagai bidang seperti kedokteran, sipil, keamanan, dan sains. Pada bidang sains sinar-X digunakan untuk menganalisis komposisi unsur-unsur kimia suatu bahan/zat dan juga mineralogi/struktur kristal dari suatu bahan. Untuk mengetahui mineralogi atau struktur kristal dari suatu bahan, teknik sinar-X yang digunakan adalah difraksi atau lebih lengkapnya disebut sebagai teknik difraksi sinar-X (XRD) (Prasetyoko dkk., 2016).

      Prinsip kerja dari XRD adalah sinar-X ditembakkan pada bidang kristal suatu zat dan berinteraksi dengan atom dalam sampel tersebut untuk menghasilkan hamburan cahaya. Ketika sinar-X dihamburkan oleh suatu zat dengan keteraturan seperti kristal, maka akan dihasilkan difraktogram karena memiliki kesamaan panjang gelombang dengan sinar X (Skoog dkk., 2007 dan willard, 1988). Hamburan yang terjadi pada XRD menuruti hukum Bragg yang ditunjukkan oleh persamaan 2.1.

      (2.1) =2

      Dimana n adalah tingkat difraksi, adalah jarak antar bidang kristal, λ adalah panjang gelombang sinar X dan θ adalah sudut jatuh difraksi (Bragg, 1975). Saat proses karakterisasi, sinar- X yang dipakai pada umumnya adalah radiasi Cu-K α dengan panjang gelombang 1,54 Å (Millward dan Yaghi, 2005) merupakan hasil difraktogran XRD dari komposit karbon/zeolit-Y dan zeolit-Y.

      Pada hasil difraktogram XRD dari zeolit-Y memiliki puncak dengan intensitas tertinggi pada 2 θ = 6° (111), puncak tersebut merupakan puncak khas dari zeolit-Y. Difraktogram dari komposit karbon/zeolit-Y juga memiliki puncak khas dari zeolit- Y, hal tersebut menunjukkan bahwa karbon dapat masuk ke dalam pori zeolit-Y tanpa merusak struktur dari zeolit-Y (Youn dkk., 2011).

      Zeolit-Y merupakan material kristalin dengan atom-atom penyusunnya tersusun sedemikian rupa sehingga bentuknya menyerupai bidang-bidang dengan jarak antar bidang yang tertentu dan tiap atom tersebut dapat memantulkan berkas sinar-X. Susunan atom-atom yang teratur seperti itu tidak terdapat pada material bersifat amorf, karena pada material amorf atom-atom penyusunnya tersusun secara acak. Apabila ada keteraturan susunan pada material amorf, maka keteraturan tersebut hanya terjadi/ada dalam jarak yang sangat pendek dan daerah yang sangat kecil saja. Oleh karena itu, hanya material yang bersifat kristalin saja yang dapat menghasilkan pola difraksi yang menunjukkan struktur kristalinnya, sedangkan fasa amorf tidak dapat (Prasetyoko dkk., 2016).

    Gambar 2.7 Difraktogram XRD dari (a) zeolit-Y, (b) komposit karbon/zeolit-Y (Youn dkk., 2011)

      2

      2.6.2 (BET) Analisa Adsorpsi Desorpsi Gas N

      Adsorpsi desorpsi gas N

      2 digunakan untuk analisa material

      mikropori dan mesopori. Dalam adsorpsi fisis, gas inert dengan jumlah tertentu, pada temperatur yang sangat rendah (77 K), dan tekanan vakum diadsorb pada permukaan material berpori. Adsorpsi fisis tidak tergantung pada sifat dari sampel, tetapi hanya tergantung pada luas permukaan dan struktur pori. Luas permukaan material yang dianalisa diukur dari jumlah molekul yang terdeposit di monolayer. Sedangkan ukuran pori ditentukan oleh tekanan kondensasi. Dari analisa ini diperoleh luas area spesifik total, distribusi ukuran pori, dan volume total pori (Prasetyoko dkk., 2016). menunjukkan grafik adsorpsi desorpsi isotermal dari KTZ, SCM30 dan A20.

    Gambar 2.8 Grafik adsorpsi desorpsi isotermal dari KTZ,

      SCM30 (karbon aktif), dan A20 (karbon aktif) (Nishihara dan Kyotani, 2012)

      menunjukkan grafik adsorpsi desorpsi isotermal dari KTZ yang mengikuti tipe I. Tipe I pada grafik adsorpsi desorpsi isotermal dapat mengndikasikan bahwa material karbon yang berhasil disintesis memiliki pori berukuran mikropori (Nishihara dan Kyotani, 2012).

    2.6.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)