RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA

BAB IV PROFIL KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Profil Kabupaten Aceh Barat Daya digambarkan dalam beberapa

  aspek : kondisi geografis dan administrasi wilayah, demografi, topografi, geohidrologi, geologi, klimatologi, serta kondisi sosial dan ekonomi.

  4.1. Gambaran Geografis dan Administratif Wilayah

  Kabupaten Aceh Barat Daya merupakan salah satu dari 23 Kabupaten/Kota yang berada di wilayah administrasi Provinsi Aceh. Berada di bagian barat Provinsi Aceh yang menghubungkan lintasan koridor barat dengan berbatasan langsung laut lepas (Samudera Hindia), menjadi hilir dari sungai-sungai besar serta mempunyai topografi yang sangat fluktuatif, mulai dari datar (pantai) sampai bergelombang (gunung dan perbukitan).

  Secara geografis Kabupaten Aceh Barat Daya terletak pada

  96 34’57”–97 09 ’19” Bujur Timur dan 3 34’24”-4 05’37” Lintang Utara. Secara administrasi Kabupaten Aceh Barat Daya memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

  • Sebelah Utara : Kabupaten Gayo Lues;
  • Sebelah Selatan : Samudera Hindia;

  : Kabupaten Nagan Raya; dan

  • Sebelah Barat • Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Selatan.

  Kabupaten Aceh Barat Daya dengan ibukotanya Blangpidie yang

  2

  sesuai RTRW Kabupaten memiliki luas wilayah sebesar 1.882,05 Km atau 188.205,02 Ha, terbagi menjadi 9 Kecamatan, 20 Mukim, 3 Mukim persiapan serta 132 Gampong dan 20 Gampong persiapan.

Tabel 4.1 Nama Dan Luas Kecamatan Dalam Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya

  1 Babah Rot Pante Rakyat 52.828 52,828.08 28.07%

  2 Kuala Batee Pasar Kuta Bahagia 17.699 17,698.76 9.40%

  3 Jeumpa Alue Sungai Pinang 36.712 36,712.31 19.51%

  4 Susoh Padang Baru 1.905 1,905.41 1.01%

  5 Blangpidie Pasar Blangpidie 47.368 47,368.20 25.17%

  6 Setia Lhang 4.392 4,391.59 2.33%

  7 Tangan-Tangan Tanjung Bunga 13.291 13,291.48 7.06%

  8 Manggeng Kedai Manggeng 4.094 4,094.13 2.18%

  9 Lembah Sabil Cot Bak U 9.915 9,915.06 5.27% 188.205 188,205.02 100.00% Luas (Ha) % Luasan Jumlah No Nama Kecamatan Ibukota Kecamatan Luas (Km2)

  Sumber : Qanun RTRW Kab. Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033 Sumber : Qanun RTRW Kab. Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033

Gambar 4.1 Peta Administrasi Kabupeten Aceh Barat Daya

  4.2. Gambaran Demografi

  Sesuai dengan dokumen Aceh Barat Daya Dalam Angka Tahun 2013, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya tahun 2012 merupakan angka hasil proyeksi penduduk dari sensus penduduk 2010 yang dilaksanakan oleh BPS serta data-data sekunder sebagai data pendukung. Jumlah penduduk Aceh Barat Daya pada tahun 2010, 2011, dan 2012 berturut-turut yaitu 126.036, 128.922, dan 131.087 jiwa. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Aceh Barat Daya tiap tahunnya dari tahun 2010 hingga 2012 sebesar 0,02.

  Ukuran distribusi penduduk bermanfaat untuk mengetahui persebaran penduduk tiap wilayah. Di Kabupaten Aceh Barat Daya pada tahun 2012 distribusi penduduk terbesar ada di wilayah kecamatan Susoh sebesar 16,5 persen, artinya 16,5 persen penduduk Aceh Barat Daya berada di Kecamatan Susoh. Sementara distribusi penduduk terkecil ada di kecamatan Setia, sebesar 5,9 persen. Kepadatan penduduk bermanfaat untuk mengetahui konsenterasi penduduk di suatu wilayah. Angka kepadatan penduduk terbesar berada di Kecamatan Susoh sebesar 676 artinya bahwa secara rata- rata tiap 1 kilometer persegi wilayah di kecamatan susoh didiami oleh 676 penduduk. Angka kepadatan penduduk terkecil ada di Kecamatan Kuala Batee sebesar 28.

  Pada tahun 2012, rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya berada di bawah 100. Ini berarti bahwa jumlah penduduk perempuan di Kabupaten Aceh Barat Daya lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Setiap 100 penduduk perempuan terdapat 98 penduduk laki-laki. Banyaknya rumah tangga di Aceh Barat Daya pada tahun 2012 sebanyak 29.714 rumah tangga, dimana tiap- tiap rumah tangga rata-rata memiliki 4 anggota rumah tangga.

  Dalam wilayah administratif Kabupaten Aceh Barat Daya selama tahun 2012, banyaknya peristiwa kelahiran sebesar 1410 dan peristiwa. Kematian sebesar 626, sehingga didapat perubahan reproduksi sebesar 784. Banyaknya migrasi masuk sebesar 590 dan migrasi keluar sebesar 496, sehingga di dapat migrasi netto sebesar 4.

  Kepemilikan KTP juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan, tercatat tahun 2010, jumlah KTP yang dikeluarkan sebanyak 97.166 buah, sedangkan sepanjang tahun 2011 meningkat menjadi sebanyak 100.420 buah. Adapun untuk penerbitan akta kelahiran pada tahun 2011, tercatat jumlah penerbitan paling tinggi pada bulan Desember, yaitu sebanyak 3.400, sedangkan pada bulan Juli tidak ada akta kelahiran yang diterbitkan.

Tabel 4.2. Kondisi Jumlah Penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2012-2032

  

Sumber : Qanun RTRW Kab. Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033

  Masalah tenaga kerja merupakan masalah yang cukup pelik yang dihadapi oleh banyak negara berkembang. Tercatat sebanyak 5.525 orang pencari kerja yang belum ditempatkan menurut Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Aceh Barat Daya. Dari total tersebut, 2.137 orang laki-laki dan sisanya perempuan.

  4.3. Gambaran Topografi

  Kondisi topografi Kabupaten Aceh Barat Daya merupakan daratan yang relatif berbukit-bukit dengan tingkat kemiringan lereng yang relatif curam dan beragam, yang dibagi menjadi 4 (empat) bagian, yaitu :

  a. 0

  • – 3%; Berada di bagian Barat Kabupaten Aceh Barat Daya, pada sebagian besar wilayah Kecamatan Blangpidie, Kecamatan Susoh dan Kecamatan Babahrot;

  b. 8%; Berada di bagian Tengah Kabupaten Aceh Barat Daya, pada sebagian besar wilayah Kecamatan Babahrot, Kecamatan Setia, Kecamatan Jeumpa dan sebagian kecil di Kecamatan Kuala Batee;

  c. 15

  • – 30%; Berada di bagian Utara Kabupaten Aceh Barat Daya, pada sebagian besar wilayah Kecamatan Blangpidie, Kecamatan Jeumpa dan Kecamatan Setia;

  d. 30%; Berada di bagian Timur Kabupaten Aceh Barat Daya, yang membentang dari atas hingga bawah tepatnya berada di Kecamatan Manggeng, sebagian besar Kecamatan Setia, Kecamatan Jeumpa dan Kecamatan Kuala Batee.

  Kondisi wilayah yang merupakan daerah dataran rendah, umumnya memiliki ketinggian 0-25 mdpl tersebar di sepanjang jalan utama kabupaten yang sebagian besar terletak pada Kecamatan Susoh, bagian Barat Kecamatan Babahrot, Kecamatan Kuala Batee, Kecamatan Blangpidie, Kecamatan Setia, Kecamatan Tangan-Tangan dan Kecamatan Manggeng. Untuk wilayah dengan ketinggian di atas 500 mdpl berada di bagian tengah Kabupaten Aceh Barat Daya pada sebagian besar wilayah Kecamatan Jeumpa, Kecamatan Kuala Batee, Kecamatan Setia, Kecamatan Tangan-Tangan dan Kecamatan Lembah Sabil. Sedangkan wilayah dengan ketinggian diatas 1000 mdpl sebagian besar berada di sebelah Timur Kabupaten Aceh Barat Daya, berada di Kecamatan Jeumpa, Kecamatan Tangan-Tangan, Kecamatan Manggeng dan bagian Utara Kecamatan Babahrot serta bagian Timur Kecamatan Lembah Sabil.

  Kabupaten Aceh Barat Daya memiliki iklim tropis basah dengan variasi curah hujan rata

  • – rata 3.228 mm – 4.912 mm pertahun, curah hujan turun sekitar bulan September sampai dengan awal Januari, sedangkan sisanya merupakan musim kering yang disertai curah hujan secara terbatas. Sekitar 66,5% wilayah kabupaten merupakan dataran rendah yang subur yang dipenuhi dengan hutan rakyat, hutan negara, sawah, ladang, dan kebun lainnya.

  

Sumber : Qanun RTRW Kab. Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033

Gambar 4.2 Peta Kemiringan Kabupeten Aceh Barat Daya

  4.4. Gambaran Geohidrologi

  Sumber mata air di Kabupaten Aceh Barat Daya berasal dari pegunungan. Hal ini dapat terlihat dari morfologi wilayahnya. Daerah cekungan yang merupakan rawa belakang dan didominasi oleh tanah orgonosol terdapat di Kuala Batee, daerah tersebut merupakan daerah genangan permanen. Prospek air tanah di Kabupaten Aceh Barat Daya diantaranya :

  • Dataran rendah di Kecamatan Blangpidie, yang tersusun dari sedimen lepas atau setengah padu (kerikil, pasir, danau dan lempung). Wilayah ini memiliki prospek air tanah yang tinggi, sedangkan wilayah dengan endapan yang sama namun tersusun dari tanah mineral, mempunyai potensi dan prospek air tanah yang tergolong rendah.
  • Dataran tinggi yang tersusun dari batuan beku atau malihan dan sedimen padu (tak terbedakan). Wilayah ini memiliki prospek air tanah yang sangat rendah. Penyebaran daerah ini menempati areal terluas.

  Ketersediaan sumber daya air di wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya dapat bersumber dari air permukaan, air sungai dan air tanah. Wilayah di bagian Barat Kabupaten Aceh Barat Daya seperti di Kecamatan Kuala Batee, Kecamatan Blangpidie dan Kecamatan Jeumpa mempunyai sumber air tanah dan air permukaan yang besar. Sumber air permukaan dapat diperoleh dari air yang terdapat di sungai-sungai.

  Pada umumnya penduduk dalam memenuhi kebutuhan air untuk berbagai keperluan sehari-hari menggunakan air sungai dan mata air, hal ini di karenakan bagian Timur Kabupaten Aceh Barat Daya yang memiliki kawasan hutan dengan pegunungan yang luas secara otomatis menyimpan sumber air baku yang di alirkan oleh anak sungai. Selain banyaknya sungai kecil yang mengalir sebagai konsumsi pemakaian air bersih untuk keperluan sehari-hari, kondisi air tanah juga telah mulai di manfaatkan oleh sebagaian masyakarat di perkotaan Kabupaten Aceh Barat Daya.

  Sebagai Kabupaten yang memiliki daerah ketinggian (dataran tinggi) dan berada pada Daerah Aliran Sungai Krueng Babahrot dan Krueng Batee Kabupaten Aceh Barat Daya merupakan wilayah yang banyak memiliki lokasi mata air dimana arah aliran sungainya mengalir ke bagian Selatan maupun Timur. Sumberdaya air yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya selain diperoleh dari mata air dan air tanah juga diperoleh dari sungai.Berdasarkan data yang diperoleh, Kabupaten Aceh Barat Dayatermasuk kedalam 4 (empat) daerah aliran sungai (DAS).

A. Peraiaran Terbuka

  Sumber daya air yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya selain diperoleh dari mata air dan air tanah juga diperoleh dari sungai yang semuanya berhulu di dataran tinggi bukit barisan dan bermuara ke Lautan Samudra Hindia. Kabupaten Aceh Barat Daya termasuk ke dalam 4 (empat) daerah aliran sungai (DAS) yang cukup besar, yaitu: DAS Seumanyam, DAS Babahrot, DAS Susoh dan DAS Manggeng. Sedangkan sub das lainnya, diantaranya: Krueng Ie Mirah, Krueng Batee, Alue Sungai Pinang, Krueng Tangan-Tangan dan Krueng Manggeng.

  Jika dilihat bentuk pola alirannya, maka sungai-sungai yang mengalir di wilayah ini berbentuk sub pararel di bagian hulu hal ini karena wilayah yang bergunung sehingga pola aliran yang terbentuk mengikuti lereng dari suatu jalur pegunungan, sedangkan pada bagian hilir berbentuk linier. Keadaan sungai-sungai tersebut sebagian ada yang sudah terkena erosi yang mengakibatkan lingkungan rusak dan rawan bahaya banjir. Banjir ini disebabkan karena terjadinya penggundulan hutan di wilayah hulu sungai.

B. Daerah Irigasi

  Potensi sumberdaya air di Kabupaten Aceh Barat Daya sudah mampu dimanfaatkan secara maksimal untuk pemenuhan kebutuhan pertanian lahan basah melalui pembangunan jaringan irigasi di seluruh Lahan Sawah yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya, saat ini terdapat 3 unit bendung irigasi yang melayani luasan lahan dalam kapasitas besar yaitu Irigasi Susoh di bawah kewenangan pusat, Irigasi Babahrot dan Irigasi Manggeng di bawah kewenangan propinsi, sedangkan sejumlah irigasi lainnya berada di bawah kewenangan Kabupaten difungsikan untuk mengairi luasan sawah dalam kapasitas kecil.

Tabel 4.3. Nama Lokasi Daerah Irigasi Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2011

DI SUSOH DI PUSU DI ALUE PADEE

  2

  3 DI BABAHROT DI PANTON_CUT DI PAYA RIEMUNG MATE

  3

  4 DI MANGGENG DI ALUE BATEE LEUKAT DI SUKA DAMAI

  4

  5 DI COT MANE 1 DI ALUE SABONG DI LADANG NEUBOK

  5

  6 DI COT MANE 2 DI PANTON TEUNGKU DI PUTROE IJO

  6

  7 DI GUNONG CUT DI BLANG_DALAM DI KUTA PAYA

  7

  8 DI ALUE THOE DI ALUE DRIEN DI PANTO MUE

  8

  9 DI LH. GEULUMPANG DI BLANG THO DI GUNUNG SAMARINDA

  9 DI MUKABLANG DI PANTE CERMIN DI MEURANDEH

  1 DI ALUE BULUH DI ALUE PISANG

  1 DI TANGAN-TANGAN DI TUWI KARENG

  1

  2 Sumber : Qanun RTRW Kab. Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033

C. Daerah Resapan Air

  Daerah Resapan Air berupa Cekungan Air Tanah (CAT) suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. CAT dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu topografi, curah hujan, jenis tanah, vegetasi, iklim dan media pembawa. Daerah resapan air dapat terjadi pada tipe batuan (akuifer) yaitu: Tipe akuifer endapan gunung api (endapan lahar dan endapan gunung api muda); Tipe akuifer endapan sedimen (endapan kipas aluvial, endapan aluvial sungai, endapan aluvial delta, endapan aluvial pantai, endapan batu gamping karst); Tipe akuifer masa batuan (batuan sedimen terkekarkan, batuan beku terkekarkan). Daerah cekungan air tanah Kabupaten Aceh Barat Daya berada disepanjang recharge area pada kawasan pegunungan dengan luas 47.004,52 Ha.

  Daerah Resapan Air berupa daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami dengan batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Daerah resapan air di Kabupaten Aceh Barat Daya meliputi DAS Seumayam, DAS Babahrot, DAS Susoh, DAS Manggeng yang berhulu di dataran tinggi bagian utara yang merupakan lembah, punggung pegunungan dan bukit yang berfungsi untuk menangkap air hujan, terdapat 47 (empat puluh tujuh) sungai yang mengaliri wilayah ini dengan luas 1.797,21 Ha.

  4.5. Gambaran Geologi

  Struktur geologi batuan di Kabupaten Aceh Barat Daya meliputi batuan beku dan struktur geologi dan tektonik. Batuan ekstrusif atau endapan volkanik di terjadi pada Jura akhir-awal Kapur yaitu Formasi Tapaktuan (Muvt) yang didominasi oleh komposisi basalt dan andesit, aglomerat, breksi dan tufa. Satuan batuan ini umumnya terdistribusi di bagian zona pantai barat. Sesar besar Sumatera (Sumateran Fault System) menjadi elemen tektonik yang paling signifikan.

  Struktur geologi mempengaruhi pula pembentukan jenis tanah yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya, selain faktor curah hujan dan iklim. Hal inilah yang membuat adanya perbedaan sifat antara jenis tanah yang satu dengan yang lainnya. Ada 6 jenis tanah di Kabupaten Aceh Barat Daya, yaitu: histosols, entisols, inseptisols, andisols, alfisols dan ultisols. Jenis yang dominan adalah inseptisols yang lokasinya berada di bagian Utara dan Selatan Kabupaten Aceh Barat Daya atau tepatnya di Kecamatan Tangan-Tangan dan sebagian kecil di Kecamatan Manggeng, untuk jenis tanah oxisols dan ultisols lokasinya berada di bagian Tengah Kabupaten Aceh Barat Daya, tepatnya di Kecamatan Blangpidie dan sebagian di Kecamatan Kuala Batee dan Kecamatan Jeumpa. Sedangkan untuk jenis mollisols hanya berada di Kecamatan Babahrot.

  Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya mempunyai kedalaman efektif lebih dari 90 cm, maka dapat dikatakan bahwa kondisi lahan di Kabupaten Aceh Barat Daya berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan budidaya baik kawasan budidaya pertanian maupun kawasan budidaya non pertanian.

  4.6. Gambaran Klimatologi

  Kabupaten Aceh Barat Daya beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 3.785,5 mm per tahun. Bulan Januari sampai Agustus merupakan bulan musim kemarau, sedangkan musim hujan biasanya terjadi pada bulan September sampai Desember. Dengan curah hujan yang tinggi ini, sering terjadi penyimpangan dimana pada musim kemarau sering juga terjadi hujan. Tidak pernah terjadi curah hujan kurang dari 100 mm di bulan kering, sedangkan rata-rata bulan basah dengan curah hujan kurang dari 100 mm, sedangkan rata-rata bulan basah dengan curah hujan lebih dari 200 mm adalah 9,5 bulan. Hujan pada umumnya terjadi pada bulan Oktober hingga April. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Desember dengan perbedaan temperatur antara siang dan malam sebesar 50 – 70 C.

  Ditinjau dari jumlah hari hujan menurut data yang diperoleh dari Kantor Stasion Meteorologi Pertanian Khusus Kabupaten Aceh Barat Daya pada tahun 2010 jumlah hari hujan berkisar antara 9 hingga 17 hari, dengan rata – rata setiap bulannya sebanyak 13 hari.

4.7. Kondisi Sosial dan Ekonomi

4.7.1. Sosial Budaya

  Sistem sosial pada masyarakat Kabupaten Aceh Barat Daya merupakan perwujudan dari beberapa buah keluarga inti yang menjadi suatu kelompok masyarakat yang disebut “Gampong” (Kampung). Keluarga inti mempengaruhi keluarga inti lainnya, sehingga hubungan antara satu keluarga inti dengan keluarga inti lainnya cukup erat. Pola karakteristik budaya sebagian besar diatur oleh hukum adat yang berlandaskan kaidah-kaidah hukum Islam melalui hubungan persaudaraan yang kuat.

  Pengembangan budaya di Kabupaten Aceh Barat Daya telah memberikan arah bagi perwujudan identitas daerah sebagai bagian dari nilai-nilai luhur budaya bangsa. Disamping itu, pengembangan budaya juga telah menciptakan iklim kondusif dan harmonis sehingga nilai-nilai kearifan lokal mampu merespon secara positif dan produktif terhadap modernisasi sejalan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang hidup di dalam masyarakat. Secara keseluruhan, pertimbangan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal sudah baik, namun demikian dengan semakin menguatnya pengaruh modernisasi yang berakibat semakin menguatnya nilai-nilai materialisme dan kecenderungan individualisme harus menjadi perhatian yang serius agar identitas daerah yang berupa nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan keramahtamahan sosial dapat tetap terpelihara dan dapat menjadi kekuatan pemersatu masyarakat.

  Kebijakan pengembangan budaya di Kabupaten Aceh Barat Daya adalah melalui pengembangan nilai budaya, pengelolaan keragaman dan kekayaan budaya dengan cara meningkatkan fungsi dan mengembangkan sarana pendukung kehidupan adat, tradisi dan kegiatan seni budaya serta melestarikan warisan seni dan budaya masyarakat. Pengembangan nilai budaya masyarakat dilakukan dengan cara memelihara aset budaya masyarakat seperti kekayaan budaya, sejarah dan simbol kebanggaan masyarakat Aceh Barat Daya sehingga kehidupan budaya masyarakatnya dapat berjalan dengan kondusif dan harmonis.

  Pengelolaan keragaman budaya masyarakat dilakukan dengan cara merehabilitasi sarana, prasarana dan situs/benda cagar budaya sehingga dapat terpeliharanya BCB/situs, museum dan bangunan tua bersejarah yang ada di Kabupaten Aceh Barat Daya. Pengelolaan kekayaan budaya dilakukan dengan cara memulihkan seluruh potensi industri budaya yang ada melalui kelompok

  • –kelompok masyarakat seperti lembaga adat, budayawan, sejarawan, seniman dan pemuka agama sehingga nilai-nilai kekayaan budaya dapat lestari.

4.7.2. Ekonomi

  Dampak dari pembangunan ekonomi sebagai suatu kebijaksanaan pembangunan adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut dilakukan upaya seperti memperluas lapangan kerja, meningkatkan pemerataan pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain arah dari pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat naik secara mantap, dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.

  Sesuai dengan data pada dokumen PDRB Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2009-2012, nilai PDRB Aceh Barat Daya ADHB pada tahun 2012 meningkat sebesar Rp. 0,21 triliun dibanding tahun 2011 atau bertambah sebesar Rp. 0,57 triliun dibanding tahun 2009. Capaian ini mengindikasikan tren peningkatan agregat ekonomi di Aceh Barat Daya selama empat tahun terakhir. Sementara itu, nilai PDRB Aceh Barat Daya ADHK 2000 pada tahun 2012 mencapai Rp 0,74 triliun, meningkat sebesar Rp 0,04 triliun dibanding tahun 2011 atau bertambah sebesar Rp 0,10 triliun dibanding tahun 2009. Dengan demikian, PDRB Aceh Barat Daya ADHK 2000 menggambarkan tren nilai yang terus meningkat selama tahun 2009-2012.

  Perekonomian Aceh Barat Daya mencerminkan kondisi yang semakin membaik, mencapai pertumbuhan positif dan terus menguat. Meski masih di bawah capaian angka pertumbuhan Aceh tanpa migas pada tahun 2012 yang mencapai 6,06 persen, ekonomi Aceh Barat Daya telah tumbuh hingga mencapai 5,27 persen. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun yang sama, sekaligus ini juga merupakan laju pertumbuhan ekonomi Aceh Barat Daya yang tertinggi sejak tahun 2000. Sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi Aceh Barat Daya dari 4,44 persen pada tahun 2009, menjadi 4,92 persen pada tahun 2010, dan 5,08 persen pada tahun 2011.

  Secara lebih rinci, pada tahun 2012 semua sektor ekonomi Aceh Barat Daya mengalami pertumbuhan. Sektor dengan pertumbuhan tertinggi adalah sektor konstruksi yaitu sebesar 6,91 persen, disusul sektor perdagangan, hotel, dan restoran yakni sebesar 6,82 persen, sektor jasa-jasa sebesar 6,19 persen dan sektor listrik, gas, dan air bersih yakni sebesar 5,78 persen, serta sewa bangunan dan jasa perusahaan sebesar 5,45 persen. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi pada sektor pertanian, pertambangan dan penggalian serta industri pengolahan, hanya tumbuh rata-rata di bawah 5,27 persen. Struktur PDRB Aceh Barat Daya pada tahun 2012 menunjukkan bahwa dua sektor yang merupakan leading sektor bagi perekonomian Aceh Barat Daya adalah sektor pertanian yang mencapai 30,12 persen dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 21,71 persen.

  Sektor yang mempunyai peranan cukup besar di atas 10 persen dalam struktur perekonomian Aceh Barat Daya yaitu sektor bangunan yang mencapai 16,16 . Sektor berikutnya yang mendekati nilai kontribusi 5 persen ialah sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 5,11 persen, sektor keuangan, sewa bangunan dan jasa perusahaan sebesar 4,08 persen, sektor industri pengolahan sebesar 2,92 persen. Sektor pertambangan dan penggalian hanya sebesar 0,43 persen, dan sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 0,34 persen.

  Selama tahun 2009-2012, PDRB Aceh Barat Daya telah mengalami kenaikan tingkat pendapatan regional per kapita yang disebabkan oleh pertumbuhan PDRB Aceh Barat Daya lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan jumlah penduduknya. Hal ini ditunjukkan oleh capaian pendapatan regional per kapita Aceh Barat Daya ADHB pada tahun 2012 sebesar Rp 14,19 juta, tumbuh sebesar 10,99 persen dibanding tahun 2011 yang mencapai Rp 12,79 juta. Sedangkan tinjauan pendapatan regional per kapita Aceh Barat Daya ADHK 2000, untuk melihat pendapatan regional per kapita secara riil, menunjukkan capaian Rp 5,62 juta atau tumbuh sebesar 3,53 persen dibanding tahun 2011. Secara rata-rata, pertumbuhan pendapatan regional per kapita ADHB selama periode 2009-2012 mencapai 10,87 persen dan ADHK 2000 mencapai 3,07 persen.

  Sektor listrik, gas dan air bersih merupakan sektor penunjang seluruh kegiatan ekonomi, dan sebagai infrastruktur yang mendorong aktivitas proses produksi sektoral maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat. Produksi listrik sebagaian besar di hasilkan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan sebagian kecil oleh non PLN. Sedangkan air bersih dihasilkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Kontribusi sektor ini selama kurun waktu empat tahun terakhir relatif stabil yaitu sekitar 0,35 persen tiap tahunnya. Dilihat secara spesifik, kontribusi sektor ini sejak tahun 2009 paling utama didukung oleh subsektor listrik. Sedangkan aktivitas ekonomi di subsektor air bersih sangatlah kecil hingga tahun 2012 hanya mencapai 0,018 persen atau Rp 326,97 juta sehingga nilai tambah bruto, kontribusi dan pertumbuhan subsektor air bersih tidak memberikan peranan yang signifikan bagi sektor listrik, gas dan air bersih.

  4.8. Gambaran Kondisi Prasarana Keciptakaryaan

  Sesuai dengan RTRW Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013- 2033, panjang jaringan jalan nasional dalam wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya adalah 63,78 Km dan jalan strategis nasional sebagai jalan alternatif antar jalan nasional adalah sepanjang 3,34 Km yang menghubungkan ruas jalan Kota Blangpidie dengan ruas jalan Cot Mane, Kecamatan Jeumpa. Untuk jaringan jalan provinsi sebagai ruaas jalan kolektor primer adalah sepanjang 27,57 Km, yang menghubungkan Babahrot dengan batas Kabupaten Gayo Luwes yang ada di Utara Kabupaten Aceh Barat Daya, sementara jalan strategis provinsi yang menghubungkan wilayah-wilayah pesisir dalam kabupaten memiliki panjang 76,16 Km. Sebagaimana daerah lainnya, kondisi jalan kabupaten ini masih memprihatinkan karena kondisi jalannya belum memadai dalam mendukung proses produksi dan distribusi barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat.

  Kondisi prasarana dan sarana dasar keciptakaryaan Kabupaten Aceh Barat Daya secara keseluruhan perlu ditingkatkan guna memberikan kesempatan tumbuh dan berkembangnya aktivitas kawasan homogenitas kegiatan perkotaan belum memungkinkan berkembangnya sektor usaha jasa dan perdagangan secara luas. Kondisi yang dihadapi dalam proses pembangunan keciptakaryaan, diantaranya :

  a. Prasarana Air Minum : Rendahnya cakupan pelayanan; Terbatasnya jaringan pipa distribusi; Volume penjualan air tidak memenuhi target; Sarana dan prasarana pendukung tidak memadai; Sumber daya manusia kurang memadai.

  

Sumber : Qanun RTRW Kab. Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033

Gambar 4.3 Peta Rencana Sistem Air Minum b. Prasarana Persampahan, meliputi : Sistem pembuangan sampah yang dilaksanakan secara swadaya masyarakat, sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga didominasi dengan cara membuangnya ke lubang dan dibakar, dikubur/ditanam atau oleh warga membuang ke sungai atau ke lahan kosong di perkotaan. Sebagian lainnya memanfaatkan sarana

  • – sarana pembuangan sampah yang disediakan oleh pemerintah berupa Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

  

Sumber : Qanun RTRW Kab. Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033

Gambar 4.4 Peta Rencana Jaringan Persampahan

  c. Prasarana Pengolahan Limbah, meliputi : Limbah rumah tangga seperti limbah mandi dan kakus menggunakan septick tank dan cubluk. Sedangkan limbah dapur dan mencuci dibuang melalui saluran yang dibuat sendiri oleh masyarakat menuju saluran pembuang dan seterusnya ke sungai

  • – sungai. Limbah cair rumah tangga pada pemukiman apabila tidak ditangani dengan baik akan mempengaruhi kualitas lingkungan, diantaranya penurunan kualitas air permukaan dan air tanah serta penurunan estitika kawasan.

  d. Prasarana Drainase : Pelayanan jaringan drainase di Kabupaten Aceh Barat Daya umumnya merupakan sistem drainase tercampur, limpasan air hujan dan air limbah rumah tangga/domestik mengalir dalam satu saluran dan sebagian mengandalkan drainase alam dengan memanfaatkan sungai

  • – sungai yang ada disekitar pemukiman penduduk dan ruas jalan. Jaringan drainase belum tersedia sebagaimana yang diinginkan, hanya beberapa ruas jalan yang telah ada saluran drainase, terutama di kawasan permukiman dan perkantoran pemerintah.

  e. Tata Bangunan dan Lingkungan : Bangunan yang dibangun banyak melanggar garis sempadan; Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan bangunan gedung; Belum optimalnya pembangunan lingkungan pemukiman berbasis budaya untuk mendorong kemandirian masyarakat dalam mengembangkan lingkungan berkelanjutan.

  f. Pengembangan Permukiman : Secara umum memperlihatkan semakin perlunya pembangunan permukiman yang lebih berbasis wilayah bukan sektor. Sifat dikotomis yang menimbulkan pertentangan, antara yang baru dengan lama, lokal dan pendatang, antar satu sektor kegiatan dengan sektor kegiatan lainnya, modern dan tradisional, kota dan desa, dan seterusnya. Perlu pengalihan orientasi dari membangun rumah ke membangun permukiman.

  

Sumber : Qanun RTRW Kab. Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033