BAB I - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP TINDAKAN PERATAAN LABA (INCOME SMOOTHING)PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG GO PUBLIC DI BURSA EFEK JAKARTA(BEJ) - UNISNU Repository
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktifitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. (Munawir, 2002).
Laporan keuangan harus mampu menggambarkan posisi keuangan dan hasil-hasil usaha perusahaan pada saat tertentu secara wajar (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:27).
Berdasarkan Statement Financial Accounting Concept (SFAC) nomor 1 dalam Ghozali dan Chariri (2005:89) mengatakan bahwa laporan keuangan harus menyajikan informasi yang berguna untuk investor dan calon investor, kreditur dan pengguna lain dalam pengambilan keputusan investasi, kredit dan keputusan lain yang sejenis dan rasional. Informasi tersebut harus dapat dipahami oleh mereka yang memiliki wawasan bisnis dan ekonomi, supaya informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan, maka penyajian laporan keuangan dalam laporan tahunan harus disertai pengungkapan yang penuh (full disclosure), artinya bahwa pengungkapan yang disajikan memberikan informasi secara lengkap dan terbuka, sehingga tidak menyesatkan orang yang membacanya.
Salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam laporan keuangan untuk pengambilan keputusan adalah informasi atas laba. Informasi laba secara umum menjadi perhatian utama dalam penaksiran kinerja atau pertanggungjawaban manajemen. Informasi laba merupakan
kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang
representatif dalam jangka panjang, dan menaksir resiko investasi atau
meminjamkan dana (Kirschenheiter dan Melumad, 2002) dalam (Juniarti
dan Corolina, 2005:148). Pentingnya informasi laba ini disadari oleh
manajemen, sehingga manajemen cenderung melakukan disfunctional
behaviour (perilaku tidak semestinya), yaitu dengan melakukan perataan
laba untuk mengatasi berbagai konflik yang timbul antara manajemen
dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan (Sugiarto,
2003). Disfunctional behaviour tersebut dipengaruhi oleh adanya asimetri
informasi (information asymetry) dalam konsep teori keagenan.Hubungan keagenan muncul ketika seorang individu atau lebih yang
disebut pemilik (principal) memperkerjakan individu yang lain atau
organisasi (agent) untuk melaksanakan pekerjaan dan kemudian
mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan oleh agen tersebut
(Brigham and Houston, 2001:2). Konflik keagenan akan muncul apabila
masing-masing pihak mempunyai perbedaan kepentingan dan ingin
memperjuangkan kepentingan masing-masing. Dalam hubungan keagenan,
manajer mempunyai asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan,
seperti kreditur dan investor.Asimetri informasi antara agent dan principal dapat memicu manajer
untuk melakukan disfunctional behaviour. Asimetri informasi terjadi ketika
manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak
dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Adanya asimetri informasi akan
mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya
terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja
manajer (Halim, dkk. 2005:120) Kesenjangan informasi antara kedua belah
pihak memicu munculnya perataan penghasilan Topik perataan laba (income
smoothing) terkait erat dengan konsep manajemen laba (earnings
management). Seperti halnya manajemen laba. Penjelasan konsep perataan
ini menyatakan bahwa manajemen laba dipengaruhi oleh konflik
kepentingan antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) yang
timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan
tingkat kemakmurannya (Salno dan Baridwan, 2000) Tindakan perataan
penghasilan bersih atau laba merupakan tindakan umum atau rasional bagi
para manajer untuk meratakan laba dengan menggunakan metode akuntansi
tertentu (Jatiningrum, 2000). Praktik perataan laba merupakan usaha
manajemen untuk menekan variasi dalam laba (Dwiatmini dan Nurkholis,
2001:30). Tindakan perataan laba berhubungan dengan bonus compensation
plan yang dikaitkan dengan kinerja manajemen yang dinilai melalui laporan
laba rugi. Perataan laba juga ditujukan untuk memperbaiki citra perusahaan
di mata pihak eksternal bahwa perusahaan memiliki risiko yang rendah
(Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:30). Bagi manajemen, seringkali tidak
penting untuk melaporkan laba maksimal, bahkan manajemen lebih
cenderung melaporkan laba yang dianggap normal bagi perusahaan untuk
beberapa periode (Samlawi dan Sudibyo, 2000) Tindakan perataan laba ini
menyebabkan pengungkapan informasi mengenai penghasilan bersih atau
laba menjadi menyesatkan, sehingga akan mengakibatkan terjadinya
kesalahan dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan, khususnya pihak eksternal (Jatiningrum,
2000). Perataan laba menjadi suatu hal yang merugikan investor, karena
investor tidak akan memperoleh informasi yang akurat mengenai laba untuk
mengevaluasi tingkat pengembalian dari portofolionya. Tindakan perataan
laba mengakibatkan pengungkapan dalam laporan keuangan menjadi tidak
memadai (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:28). Fenomena ini merupakan
dampak negatif asimetri informasi dalam konsep teori keagenan.Perataan laba dalam laporan keuangan merupakan hal yang biasa dan
dianggap masuk akal (Dwiatmini dan Nurkholis, 2001:28). Praktik perataan
laba didorong oleh berbagai faktor. Faktor-faktor pendorong perataan laba
dapat dibedakan atas faktor konsekuensi ekonomi dari pilihan akuntansi dan
faktor-faktor laba. Faktor-faktor konsekuensi dari pilihan akuntansi
merupakan kondisi yang dipengaruhi oleh angka-angka akuntansi, sehingga
perubahan akuntansi yang mempengaruhi angka-angka akuntansi akan
mempengaruhi kondisi itu. Sedangkan faktor-faktor laba adalah pengaruh
dari angka-angka laba periodik yang dengan sendirinya juga mendorong
perilaku perataan laba. Perataan laba tidak akan terjadi jika laba yang
diharapkan tidak terlalu berbeda dengan laba yang sesungguhnya (Prasetio,
dkk. 2002)Berangkat dari fenomena di atas maka penelitian ini akan
membuktikan faktor-faktor yang berhubungan dengan tindakan perataan
laba yang belum sepenuhnya menunjukkan hasil yang konsisten antara
penelitian yang satu dengan penelitian yang lainnya. Dalam penelitian ini
hanya akan mengambil tiga faktor saja yaitu Profitabilitas, Total Debt to
Total Asset (DAR), dan Price Earning Ratio (PER).Profitabilitas, menggambarkan tingkat kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan atau laba. Perhatian investor yang besar pada
tingkat profitabilitas perusahaan dapat mendorong manajer untuk
melakukan perataan laba. Profitabilitas dapat digunakan sebagai pengukur
kinerja perusahaan dan dapat mempengaruhi para investor maupun kreditur
untuk keputusan investasi dan pemberian kredit. Perusahaan dengan
profitabilitas rendah akan cenderung melakukan perataan laba dibandingkan
dengan perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi. Perataan laba
dilakukan agar perusahaan terlihat bagus. Laba yang rata diharapkan dapat
menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai kinerja yang baik walaupun
profitabilitas nya rendah (Purwanto, 2004:161).Total Debt to Total Asset (DAR), rasio ini merupakan salah satu
bentuk dari leverage keuangan. Rasio ini menunjukkan berapa bagian aktiva
yang digunakan untuk menjamin hutang. Perusahaan yang lebih banyak menggunakan hutang cenderung untuk melakukan perataan laba untuk menjaga kredibilitas terhadap perusahaannya.
(PER) menggambarkan besarnya perbandingan Price Earning Ratio antara harga pasar saham per lembar dengan laba per saham (Elyzabeth, 2003:5), selain itu PER merupakan salah satu rasio pasar yang digunakan oleh para investor untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di masa mendatang. PER menunjukkan hubungan antara harga pasar saham biasa dengan EPS (Resmi, 2002 : 281-282). Murtanto (2004:7) mengemukakan bahwa pengukuran tindakan perataan laba kemungkinan dilakukan melalui EPS (laba per lembar saham). Perusahaan percaya harga saham di pasar saham yang terukur dalam PER akan meningkat apabila laba bersih per lembar saham (EPS) mereka meningkat secara konstan tiap tahunnya, akibatnya mereka akan memilih prosedur akuntansi yang menghasilkan laba tertentu untuk memenuhi target yang dikehendaki, yang salah satunya adalah metode perataan laba.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan mengangkat judul “Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tindakan Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di BEJ “
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah profitabilitas yang ditunjukkan dalam ROA, DAR dan PER secara signifikan mempengaruhi tindakan perataan laba (income smoothing ) secara Parsial?
2. Apakah profitabilitas yang ditunjukkan dalam ROA, DAR dan PER secara signifikan mempengaruhi tindakan perataan laba (income smoothing ) secara Simultan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka peneliti memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis apakah Profitabilitas yang diproksikan dalam Return On Assets, Total Debt to Total Assets Ratio dan Price Earning Ratio secara signifikan mempengaruhi tindakan perataan laba (income smoothing ) secara parsial pada industri yang go public di BEJ periode tahun2007 dan 2008.
2. Untuk menganalisis apakah Profitabilitas yang diproksikan dalam Return On Assets, Total Debt to Total Assets Ratio dan Price Earning Ratio secara signifikan mempengaruhi tindakan perataan laba (income smoothing ) secara simultan pada industri yang go public di BEJ periode tahun2007 dan 2008.
1.4. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :
1. Manfaat Teoritis
a. Memberikan sumbangan konseptual bagi perkembangan kajian ilmu pengetahuan khususnya mengenai penerapan praktik perataan laba.
b. Memberikan stimulasi kepada peneliti lebih lanjut dalam melakukan penelitian lanjutan dengan topik dan pembahasan yang berkaitan dengan penelitian ini.
c. Memberikan informasi tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tindakan perataan laba (income smoothing) kepada pembaca.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Investor dan masyarakat Dapat memberikan gambaran mengenai praktik perataan laba pada perusahaan sektor manufaktur yang terdaftar di BEJ. Sehingga investor maupun masyarakat dapat membuat keputusan investasi yang tepat.
b. Dunia penelitian dan akademisi.
Dapat menambah literatur mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba pada perusahaan publik di Indonesia. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memacu penelitian yang lebih baik mengenai praktik perataan laba pada masa yang akan datang.
c. Peneliti.
Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba pada perusahaan-perusahaan publik di Indonesia, khususnya perusahaan yang termasuk dalam sektor manufaktur.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui secara jelas mengenai isi dari Skripsi ini,maka sistematika penulisan disusun sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN Berisi Latar belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA Berisi mengenai pengertian Laporan Keuangan, Pemakai Laporan Keuangan, Komponen Laporan Keuangan,
Praktik Akuntansi Kreatif(Creative Accounting Practises), Manajemen Laba (Earning Manajement), Peratan laba(IncomeSmoothing), Hubungan antara Profitabilitas,Total Debt to Total Assets Ratio, dan Price Earning Ratio , Penelitian Terdahulu, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Berisi mengenai Populasi dan Sampel, Variabel Penelitian,
Metode Pengumpulan Data dan Metode Analisis Data
BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN Berisi mengenai gambaran umum perusahaan, analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tindakan perataan laba (income smoothing).BAB V PENUTUP Berisi mengenai kesimpulan dari hasil analisis yamg telah dilakukan dan saran-saran yang mungkin bermanfaat bagi perusahaan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Konsep Agency Theory adalah kontrak antara principal dan agent.
Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas yang diinginkan principal ).
Positive Accounting Theory (PAT) dalam Ghozali dan Chariri (2005:46) secara implisit mengatakan ada tiga bentuk hubungan keagenan yaitu : a. Antara pemilik perusahaan dengan manajemen.
b. Kreditur dengan manajemen c. Pemerintah dengan manajemen.
Michelson et al. (2000), mendefinisikan keagenan sebagai suatu hubungan yang berdasarkan pada persetujuan antara dua pihak, dimana satu pihak (agent) setuju untuk bertindak atas nama pihak lain (principal) mempekerjakan individu yang lain atau organisasi (agent) untuk melaksanakan pekerjaan dan kemudian mendelegasikan otoritas pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Dalam teori agency terdapat dua macam kontrak. Kontrak tersebut bisa dalam bentuk kontrak kerja maupun kontrak pinjaman. Dalam kontrak kerja pemilik perusahaan merupakan principal dan manajer puncak adalah seorang agent, sedangkan dalam kontrak pinjaman, pemberi pinjaman merupakan merupakan principal dan manajer perusahaan adalah agent (Surifah, 2001) Pada perusahaan, pemilik perusahaan bertindak sebagai principal dan manajer bertindak sebagai agent. Agency Theory memiliki asumsi bahwa masing- masing individu baik itu pemilik perusahaan maupun manajer, termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan. Anggapan yang melekat pada teori keagenan adalah bahwa kepentingan bisa terjadi antara seorang manajer yang ingin memaksimumkan kekayaannya/dan tidak memaksimumkan kekayaan pemegang saham. Sehingga untuk mengatasi masalah perbedaan kepentingan antara agent dan principal maka manajer melakukan upaya perataan laba melalui pemilihan prosedur akuntansi (Pratamasari, 2006:14).
Masalah keagenan (agency problem) muncul karena adanya perilaku opportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraan sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk mendapatkan bonus dari principal (Halim, dkk. 2005:119). Sehingga mengakibatkan asimetri informasi pada kedua belah pihak.
Menurut Suranta dan Merdistuti (2004), permasalahan yang terjadi akibat adanya saling kepentingan antara pemilik perusahaan dengan manajer dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Informasi mengenai laba yang merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja manajemen.
2. Adanya fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan dimana manajemen tidak merasakan adanya kesalahan secara langsung dalam pembuatan keputusan bisnis karena resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemegang saham.
2.2. Asimetri Informasi (Information Asymmetry)
Asimetri informasi antara agent dengan principal dapat memicu manajer untuk melakukan disfunctional behaviour. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih cepat dibandingkan dengan pihak eksternal. Dalam kondisi tersebut, manajer dapat menggunakan yang diketahuinya untuk memanipulasi laporan keuangan
sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmurannya (Salno dan Baridwan,
2000).Asimetri informasi adalah suatu keadaan dimana manajer memiiliki
akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar
perusahaan (Halim, dkk. 2005:120). Agency theory mengimplikasikan
adanya asimetri informasi antara manajer (agent) dengan pemilik
(principal). Penelitian Richardson (2000) menunjukkan adanya hubungan
antara asimetri informasi dengan manajemen laba. Ketika asimetri informasi
tinggi, stake holder tidak memiliki sumber daya yang cukup memadai atau
akses atas informasi yang relevan untuk memonitor tindakan manajer,
dimana hal ini memberikan kesempatan atas praktek manajemen laba.
Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan
informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan
dengan pengukuran kinerja manajer.Terdapat dua tipe utama asimetri informasi, yaitu adverse selection
dan moral hazard. Adverse selection berhubungan dengan keterbukaan
informasi yang tersebar kepada pihak lain. Moral hazard berkenaan dengan
perilaku pengambilan keuntungan oleh manajemen (Scott, 2003 : 7-8)
Secara lebih lanjut, Irfan (2002) menjelaskan bahwa adverse selection
terjadi ketika para manajer serta orang-orang dalam perusahaan mengenal
lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan
investor sebagai pihak luar. Informasi mengenai fakta yang mungkin dapat
mempengaruhi keputusan pemegang saham tersebut tidak disampaikan
kepada pemegang saham. Sedangkan moral hazard terjadi ketika kegiatan
yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh
pemegang saham yang merupakan pemberi pinjaman.Asimetri Informasi adalah suatu kondisi dimana ada
ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai
penyedia informasi (preparer) dengan pihak pemegang saham. Atau dengan
istilah lain, ketidakseimbangan informasi antara agent dari satu dengan
principal pada sisi lainnya (Irfan, 2002). Konsep Asimetri Informasi terkait
erat dengan signalling theory, Positive Accounting Theory (PAT), agency
theory .Signalling theory menyatakan bahwa didalam pasar modal terjadi
asimetri informasi antara pemilik perusahaan dan pemakai laporan keuangan
yang disebabkan oleh pihak lain (manajer dan direktur) yang lebih banyak
memiliki informasi penting dan bersifat privat mengenai keadaan
perusahaan (Suranta dan Merdistuti, 2004). Teori sinyal berkaitan dengan
asimetri informasi yang dapat terjadi apabila salah satu pihak mempunyai
sinyal yang lebih lengkap daripada pihak lain (Narsa, dkk., 2003) Positive
Accounting Theory (PAT) berusaha memaparkan pengaruh faktor-faktor
ekonomi terhadap perilaku manajer untuk memilih suatu metode akuntansi.
Manajer adalah individu rasional yang akan memperhitungkan kepentingan
dirinya. Konsisten dengan asumsi tersebut, maka motivasi yang
mempengaruhi pilihan manajer atas kebijakan tertentu adalah
memaksimumkan kepentingannya (Scott, 2003:273) Agency theory
menyatakan bahwa manajemen laba dipengaruhi oleh konflik kepentingan
antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) yang timbul ketika
seorang pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat
kemakmurannya (Salno dan Baridwan, 2000) Disfunctional behaviour yang
dipengaruhi adanya asimetri informasi dalam konsep teori keagenan
menyebabkan laporan keuangan yang disajikan menjadi bias orang yang
membacanya, sehingga akan mengakibatkan terjadinya kesalahan dalam
pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya
pihak eksternal. Sehingga laporan keuangan diharapkan menyajikan
informasi yang akurat bagi pihak eksternal dalam memprediksi
pengembalian investasi atau pendapatan devidennya.2.3. Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan salah satu sarana pertanggungjawaban pihak manajemen kepada pihak intern maupun ekstern yang berkepentingan terhadap perusahaan. Laporan keuangan melaporkan prestasi historis suatu perusahaan dilengkapi dengan analisis bisnis dan ekonomi, sehingga seringkali dijadikan dasar untuk membuat proyeksi dan ramalan masa depan.
Sebagai hasil akhir dari suatu proses akuntansi, laporan keuangan dirancang untuk menyediakan kebutuhan informasi keuangan bagi investor,
kreditor, dan pemakai eksternal lainnya untuk pengambilan keputusan.
Tujuan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002 : 12).
Sedangkan tujuan laporan keuangan menurut (Hanafi dan Halim, 2002 : 31).
1. Tujuan umum Memberikan informasi yang bermanfaat bagi investor, kreditur dan pemakai lainnya, sekarang atau masa yang akan datang (potensial) untuk membuat keputusan investasi, pemberian kredit dan keputusan lainnya yang serupa dan rasional.
2. Tujuan eksternal (pemakai) Memberikan informasi yang bermanfaat untuk investor, kreditur dan pemakai lainnya saat ini atau masa yang akan datang (potensial), untuk memperkirakan jumlah, waktu (timing), dan ketidakpastian dari penerimaaan kas dari deviden atau bunga, dan dari penjualan, pelunasan surat-surat berharga atau pinjaman.
Memberi informasi untuk menolong investor, kreditur dan pemakai lainnya untuk memperkirakan jumlah, waktu (timing), dan ketidakpastian aliran kas masuk bersih keperusahaan (lembaga).
4. Tujuan spesifik
a. Memberi informasi sumber daya ekonomi kewajiban, dan modal saham.
b. Memberi informasi pendapatan yang komprehensif.
c. Memberi informasi aliran kas.
Laporan keuangan yang biasanya diberikan kepada pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi berupa informasi yang bersifat kuantitatif
dan hanya menggambarkan pengaruh dari kejadian masa lalu.Adapun tujuan kualitatif yang dirumuskan APB Statements No. 4 dalam Harahap (2003 : 127) adalah sebagai berikut :
1. Relevance Memilih informasi yang benar-benar dapat membantu pemakai laporan dalam proses pengambilan keputusan.
2. Understandability Informasi yang dipilih untuk disajikan bukan saja yang penting tetapi juga harus informasi yang dapat dimengerti para pemakainya.
3. Verifiability Hasil akuntansi itu harus dapat diperiksa oleh pihak yang akan menghasilkan pendapat yang sama.
4. Neutrality Laporan akuntansi itu netral terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.
Informasi dimaksudkan untuk pihak umum bukan pihak-pihak tertentu saja.
5. Timeliness Laporan akuntansi hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan apabila diserahkan pada saat yang tepat
6. Comparability Informasi akuntansi harus dapat saling dibandingkan artinya akuntansi harus memiliki prinsip yang sama baik untuk suatu perusahaan maupun perusahaan lain.
7. Completeness Informasi akuntansi yang dilaporkan harus mencakup semua kebutuhan yang layak dari para pemakai.
2.3.1 Pemakai laporan keuangan
Standar Akuntansi Keuangan menyatakan bahwa pemakai laporan keuangan menggunakan informasi yang ada dalam laporan tersebut untuk berbagai kebutuhan yang berbeda. Pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan antara lain :
1. Investor Penanam modal (investor) membutuhkan informasi untuk menentukan keputusan investasi yang harus diambil. Pemegang saham membutuhkan informasi yang dapat membantu mereka untuk menilai kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.
2. Karyawan Karyawan memerlukan informasi untuk menilai kemampuan perusahaan (stabilitas dan profitabilitas) dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja.
3. Pemberi pinjaman Pemberi pinjaman memerlukan informasi untuk memutuskan apakah akan memberi pinjaman atau tidak, berdasarkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang beserta bunganya pada saat jatuh tempo.
4. Pemasok dan kreditur usaha lainnya Pemasok dan kreditur usaha lainnya memerlukan informasi untuk memutuskan apakah akan memberi pinjaman atau tidak, berdasarkan kemampuan perusahaan untuk membayar hutang beserta bunganya pada saat jatuh tempo. Berbeda dengan pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya berkepentingan pada perusahaan dalam tenggang waktu yang lebih pendek.
5. Pelanggan Pelanggan memerlukan informasi tentang kelanjutan usaha perusahaan, terutama apabila mereka terikat dalam perjanjian jangka panjang atau tergantung pada perusahaan tersebut.
6. Pemerintah Pemerintah memerlukan informasi terutama untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan pajak dan sebagai dasar untuk
menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
7. Masyarakat Laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.
2.3.2 Komponen Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, dan laporan perubahan ekuitas yang disusun berdasarkan dasar akrual, laporan arus kas yang disusun berdasarkan dasar kas dan catatan atas laporan keuangan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Dewi (2007:5) mendefinisikan beberapa komponen laporan keuangan
1. Laporan laba rugi adalah suatu ikhtisar pendapatan dan beban selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.
2. Laporan ekuitas pemilik adalah suatu ikhtisar perubahan ekuitas pemilik yang terjadi selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.
3. Neraca adalah suatu daftar aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik pada
tanggal tertentu, biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun.
4. Laporan arus kas adalah suatu ikhtisar penerimaan kas dan pembayaran kas selama periode waktu tertentu, misalnya sebulan atau setahun.
Selain keempat komponen laporan keuangan di atas, masih ada satu komponen lagi yang terdapat dalam laporan keuangan, yaitu catatan atas laporan keuangan.
2.4. Praktik Akuntansi Kreatif (Creative Accounting Practises)
Manajemen laba dan perataan laba merupakan salah satu bentuk dari praktik-praktik akuntansi kreatif (creative accounting practices) dalam rangka memanipulasi data akuntansi dengan berbagai tujuan yang mendasarinya. Praktik akuntansi kreatif adalah:
Semua langkah yang digunakan untuk mempermainkan angka- angka akuntansi, termasuk pemilihan dan penerapan prinsip-prinsip akuntansi agresif, kecurangan dalam pelaporan keuangan, dan beberapa langkah untuk manajemen laba dan perataan laba (Mulford dan Comiskey, 2002: 15) Mulford dan Comiskey (2002: 9-13). mengklasifikasikan praktik akuntansi kreatif ke dalam lima kategori, sebagai berikut :
1. Recognition premature or fictitous revenue Pengakuan pendapatan prematur atau fiktif merupakan komponen yang sangat diperlukan dalam permainan angka-angka keuangan
pada pengakuan pendapatan untuk penjualan yang sah secara lebih awal
dari yang ditetapkan oleh GAAP. Sebaliknya, fictitous revenue
recognition merupakan pencatatan pendapatan untuk penjualan yang
semu (non-existent sale).2. Agrressive capitalization and extended amortization policies Tindakan ini bertujuan untuk meningkatkan pelaporan laba dengan cara meminimalkan beban-beban. Dalam kategori ini, perusahaan akan meminimalisasi beban-beban dengan cara mengkapitalisasi pengeluaran yang seharusnya dimasukkan sebagai beban atau dengan cara mengamortisasi jumlah yang telah dikapitalisasi selama periode yang panjang.
3. Misreported assets and liabilities Bertujuan untuk meminimalisasi beban dan kerugian, misalnya dengan cara mempertinggi estimasi kolektibilitas piutang
dan menurunkan ketetapan doubtful account serta menurunkan beban
operasi.4. Getting creative with the income statement Merupakan langkah-langkah yang diambil untuk
mengkomunikasikan tingkat kekuatan laba yang berbeda dengan
menggunakan format laporan laba rugi. Dalam kategori ini,komponen pendapatan dan beban dapat dimasukkan dalam caption
yang berbeda dari yang seharusnya tanpa harus merubah jumlah lababersih yang dilaporkan. Misalnya melaporkan pendapatan yang
berulang sebagai pendapatan lain-lain.5. Problems with cash-flow reporting Perusahaan dapat mengkomunikasikan laba yang lebih
tinggi tidak hanya dengan melaporkan laba yang lebih tinggi tetapi juga dengan cara melaporkan cash flow yang lebih tinggi dan stabil. operasi sebagai komponen investasi keuangan. Selain itu, aktivitas masukan untuk investasi dan pendanaan dapat diklasifikasikan sebagai komponen operasi.
Perataan laba (income smoothing) merupakan salah satu aspek dalam manajemen laba (earnings management). Menurut Surifah (2001) . Terdapat dua cara yang bisa dilakukan oleh manajemen untuk mempengaruhi angka pada laporan keuangan, yaitu dengan melakukan manajemen laba dan perataan laba.
2.5. Manajemen Laba (Earnings Manajemen)
2.5.1 Pengertian manajemen laba
Menurut Halim, dkk.(2005:118) manajemen laba adalah pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer untuk mencapai tujuan khusus. Halim, dkk (2005:119) mengungkapkan terdapat dua cara yang saling melengkapi dalam berfikir tentang manajemen laba yaitu :
1. Perilaku oportunistik manajemen untuk memaksimumkan utilitasnya dalam kompensasi, kontrak, dan kos politik.
2. Perspektif kontrak efisien ketika manajemen laba dilakukan untuk menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam kontrak.
Akan tetapi manajemen laba sering disimpulkan sesuatu yang tidak baik untuk dilakukan oleh manajemen, sehingga banyak definisi yang menekankan manajemen laba sebagai suatu perilaku oportunistik manajemen.
Menurut Hall (2000) menyatakan bahwa earnings management sebagai distorsi dari Generally Accepted Accounting Principles (GAAP). Manajemen laba dipandang sebagai suatu bentuk pemanipulasian akuntansi (Juniarti dan Corolina, 2005:150). Sedangkan menurut Arthur Levitt (2004) Juniarti dan Corolina (2005:150) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu praktek pelaporan earnings yang lebih merefleksikan keinginan manajemen daripada performa perusahaan Manajemen laba merupakan intervensi manajemen dalam proses menyusun pelaporan keuangan eksternal, sehingga manajemen dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi sesuai dengan kepentingannya Pratamasari (2006:17). Menurut Sutrisno (2001, terdapat dua macam perilaku dalam praktik manajemen laba, yaitu: manajemen laba myopic (myopic earnings management) dan perataan laba (income smoothing ). Manajemen laba myopic merupakan wacana manajer untuk perencanaan jangka pendek dan bias laba yang dilaporkan sampai dengan jumlah maksimum yang dimungkinkan.
Sedangkan dalam perataan laba, manajer mempunyai perencanaan jangka panjang, yaitu dengan menggeser keuntungan saat ini dengan kemungkinan keuntungan di masa depan.
2.5.2 Bentuk-bentuk Manajemen Laba (Earnings Management)
Pratamasari (2006:19) mengemukakan bentuk-bentuk manajemen laba yang dilakukan oleh manajer antara lain : a. Taking a bath Pola ini dilakukan pada saat kinerja perusahaan sedang buruk atau pada saat ada peristiwa yang jarang terjadi seperti perubahan manajemen, merger dan restrukturisasi yang menyebabkan perusahaan terpaksa harus melaporkan kerugian pada awal periode pergantian manajemen; sehingga dalam periode tersebut secara ekstrim pengakuan laba diturunkan dan biaya dinaikkan.
b. Income Minimization S e r u p a dengan taking a bath, tetapi kurang ekstrim. Pola ini dipilih perusahaan yang secara politis memiliki profitabilitas yang tinggi. Kebijakan ini dapat mencakup penangguhan aset modal dan periklanan serta pengeluaran biaya riset dan pengembangan.
c. Income Maximization P o l a ini bertujuan untuk memaksimalkan pendapatkan yang dilaporkan untuk tujuan bonus. Selain itu, perusahaan yang mendekati pelanggaran perjanjian hutang juga dapat melakukan pola manajemen laba ini.
d. Income Smoothing M e r u p a k a n pola manajemen laba yang paling menarik.
Tindakan ini dapat menyebabkan i ncome hi l ang secara temporer atau permanen untuk tujuan bonus. Jika manajer adalah penentang risiko, maka mereka akan lebih menyukai aliran bonus yang stabil sehingga perlu melakukan tindakan perataan laba.
2.5.3 Pemicu Manajemen Laba (Earnings Management)
Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Praktik manajemen laba akan menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai hasil rekayasa tersebut sebagai angka-angka atas laporan keuangan tanpa rekayasa.
PAT yang diformulasikan oleh Pratamasari (2006:11) terdiri dari 3 hipotesis yang telah teruji secara empiris mengenai berbagai faktor yang mendorong manajer perusahaan untuk melakukan earnings management, yaitu:
a. The Bonus Plan Hypotesis Menurut hipotesis ini, manajer perusahaan yang menggunakan kebijakan rencana bonus cenderung memilih prosedur akuntansi untuk memindahkan pelaporan laba periode yang akan datang ke periode
(risk- averse), maka dia akan memilih kebijakan akuntansi yang dapat meratakan laba, karena aliran bonus yang kurang bervariasi (stabil) diharapkan dapat memberikan manfaat yang lebih tinggi daripada bonus yang berubah-ubah.
b. The debt covenant hypothesis Hipotesis ini menyebutkan bahwa manajer perusahaan yang mempunyai berbagai perjanjian hutang akan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat memindahkan pelaporan laba pada masa yang akan datang menjadi laba masa kini. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan technical default dan
memenuhi persyaratan kredit yang diajukan oleh kreditur.
c. The political cost hypothesis Berdasarkan hipotesis ini, manajer perusahaan akan memilih prosedur-prosedur akuntansi yang dapat menunda pelaporan laba periode sekarang ke periode yang akan datang. Hal ini bertujuan untuk menghindari kewajiban pajak dan berbagai aturan/batasan-batasan yang kurang menguntungkan bagi perusahaan.
Semakin besar biaya politik yang dihadapi oleh perusahaan menyebabkan semakin besarnya usaha manajer untuk memilih kebijakan akuntansi yang dapat sekarang ke periode yang akan datang
2.6. Perataan Laba (Income Smoothing)
2.6.1 Definisi Perataan Laba (Income Smoothing)
Perataan laba (i n c o m e smoothing) merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan (Assi h dan Gudono, 2000) (Pratamasari, 2006:21). Dwiatmini dan pengurangan yang disengaja terhadap fluktuasi pada beberapa level laba supaya dianggap normal bagi perusahaan. Menurut Pratamasari (2006:21), perataan laba adalah proses manipulasi waktu terjadinya laba atau laporan laba agar laba yang dilaporkan kelihatan stabil. Selain itu, Yurianto dan Gudono (2002:21) memandang perataan laba sebagai pemilihan metode akuntansi sedemikian rupa oleh manajemen dalam membuat laporan keuangan yang bertujuan untuk mengelabui stake holder mengenai kinerja ekonomis dari perusahaan.
Suwito dan Herawaty (2005:137), mendefinisikan perataan laba sebagai suatu sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan pelaporan penghasilan relatif terhadap beberapa urut-urutan target yang terlihat karena adanya manipulasi variabel- variabel (akuntansi) semu atau (transaksi) riil. Selain itu, Dwiatmini dan Nurkholis (2001:28-29), mengungkapkan bahwa tindakan perataan laba sebagai tindakan sukarela manajemen yang didorong oleh aspek perilaku dalam perusahaan dan lingkungannya.
Rivard, et.al, (2003) Mendefinisikan income smoothing sebagai sebuah praktik dengan menggunakan teknik-teknik akuntansi untuk mengurangi fluktuasi laba bersih selama beberapa periode waktu. Misalnya penundaan pembukuan pendapatan (revenues) pada saat kinerja perusahaan baik jika diperkirakan pada tahun berikutnya produktivitas perusahaan menurun. Seperti halnya kemungkinan penundaaan pembukuan beban-beban (expenses) pada suatu periode yang buruk.
2.6.2 Klasifikasi dan Dimensi Perataan Laba
Pratamasari (2006:22), mengklasifikasikan perataan laba menjadi dua tipe, yaitu:
a. Perataan alami (natural smoothing)
menghasilkan laba.
b. Perataan yang disengaja (intentionally smoothing) Adalah tipe perataan laba yang disengaja dan merupakan
hasil dari artificial smoothing dan real smoothing. Artificial
smoothing muncul ketika manajemen memanipulasi waktu
pencatatan akuntansi untuk menghasilkan perataan laba. Artificial
smoothing adalah implementasi dari prosedur-prosedur akuntansi untuk memindahkan beban dan atau pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Sedangkan r e a l smoothing muncul ketikamanajemen melakukan tindakan untuk mengendalikan kejadian
ekonomi tertentu yang mempengaruhi laba yang akan datang. Real
smoothing mengacu pada transaksi aktual yang dilakukan atau
tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan mengenai bagaimana
pengaruh perataan laba terhadap laba yang dilaporkan.Prihatmoko, dkk (2004:262), menyatakan bahwa perataan laba
atas laba yang dilaporkan dapat dicapai dengan dua jenis perataan,
yaitu real smoothing dan artificial smoothing. Real smoothing adalah
perataan laba yang dilakukan melalui transaksi keuangan sesungguhnya
dengan mempengaruhi laba melalui perubahan dengan sengaja atas
kebijakan operasi dan waktunya. Sedangkan artificial smoothing
adalah perataan laba melalui prosedur akuntansi yang diterapkan
untuk memindahkan biaya dan atau pendapatan dari satu periode ke
periode yang lain. Oleh sebab itu, artificial smoothing sering juga
disebut accounting smoothing.Murtanto (2004:5), membedakan dimensi perataan laba menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Perataan melalui keterjadian atau pengakuan suatu peristiwa
(s m o o t h i n g through on event strategic management occurance or
Seperti pengeluaran biaya riset dan pengembangan. Banyak juga perusahaan yang menerapkan kebijakan diskon dan kredit sehingga dapat menyebabkan meningkatnya jumlah piutang dan penjualan, sehingga laba terlihat stabil pada periode tertentu.
2. Perataan melalui alokasi dari waktu ke waktu (smoothing through
allocation overtime ).Manajer memiliki kewenangan untuk mengalokasikan pendapatan atau beban untuk periode tertentu. Misalnya: jika penjualan meningkat, maka manajemen dapat membebankan biaya riset dan penelitian serta amortisasi goodwill pada periode tersebut untuk menstabilkan harga.
3. Perataan melalui klasifikasi (classificatory smoothing).