Hermeneutika Sastra Barat dan Timur - Repositori Institusi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
^^^ermmeutika O&astra
^^arat dan ^imur
PERPUSTAKAAN
PUSAT BAHASA
departemen pendidikan nasional
Abdul Hadi W.M.
00003739
HADlAJd IKJHLAS
PUSAT BAHASA
departemen pendidikan nasionae
PUSAT BAHASA
departemen pendidikan nasional
JAKARTA
2008
PERPUSTAKAAN PUSAT BAHASA
,
KSasifikasi
No. Induk
-trf
Tgl.
ltd.
ISBN 978-979-685-750-0
Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
Jalan Daksinapati Barat IV
Rawamangun, Jakarta 13220
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
Isi buku ini, baik sebagian maupun seluruhnya,
dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun
tanpa izin tertulis dari penerbit,
kecuali dalam hal pengutipan
untuk keperluan artikel a|au karangan ilmiah
Hermeneueika Sascra Barac dan Timur iii
KATA PENGANTAR
KEPALA PUSAT BAHASA
Sastra merupakan cermin kehidupan masyarakat pendukungnya, bahkan sastra menjadi ciri identitas suatu bangsa.
Melalui sastra, orang dapat mengidentifikasi perilaku kelompok
masyarakat, bahkan dapat mengenali perilaku dan kepribadian
masyarakat pendukungnya. Sastra Indonesia merupakan cermin
kehidupan masyarakat Indonesia dan identitas beingsa Indonesia.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah teijadi berbagsd
perubahan, baik sebagai akibat tatanan baru kehidupan dunia dan
perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi informasi maupun
akibat peristiwa alam. Dalam kaitan dengan tatanan baru kehidup
an dunia, globalisasi, arus barang dan jasa—termasuk tenaga keija
asing—yang masuk Indonesia makin tinggi. Tenaga keija tersebut
masuk Indonesia dengan membawa budaya mereka dalam kehidup
an masyarakat Indonesia. Kondisi itu telah menempatkan budaya
asing pada posisi strate'gis yang memungkinkan pengaruh budaya
jtu memasuki berbagai sendi kehidupan bangsa dan mempengaruhi
perkembangain sastra Indonesia. Selain itu, gelombang reformasi
yang bergulir sejak 1998 telah membawa perubahan sistem pemerintEihan dari sentralistik ke desentralistik. Di sisi Iain, reformasi
yang bemapaskan kebebassin telah membawa dampak ketidakteraturan dalam berbagai tata cara bermasyarakat. Sementara itu, ber
bagai peristiwa alam, seperti banjir, tanah longsor, gunung meletus,
gempa bumi, dan tsunami, telah membawa korban yang tidak
sedikit. Kondisi itu menambah kesulitan kelompok masyarakat tertentu dalam hidup sehari-haii. Berbagai fenomena tersebut dipadu
dengan wawasan dan ketajaman-imajinasi serta kepekaan estetika
telah melahirkan karya sastra. Karya sastra berbicara tentang
interaksi sosial antara manusia dan sesama manusia, manusia dan
alam lingkungannya, serta manusia dein Tuhannya. Dengan demikian, kauya sastra merupakan cermin berbagai fenomena kehidupan
manusia.
Berkenaan dengan sastra sebagai cermin kehidupan ter
sebut, Pusat Bahasa menerbitkan Hermeneutika Sastra: Barat dan
IV Hernneneutika Sastra Banat dan Tinnur
Timur tulisan Abdul Hadi W.M. ini. Buku ini memuat berbagai alirsin
dsin teori hermeneutik, baik yang berasal dari baxat maupun dari
timur. Di sini juga diungkapkan bahwa estetika merupakan salah
satu cabang filsafat yang mendorong bangkitnya hermeneutik
modem. Sebagai pusat informasi tentang bahasa dan sastra di
Indonesia, penerbitan buku ini memiliki manfaat besar bagi upaya
pengayaan number rujukan tentang sastra. Di samping itu, buku ini
dapat memperkaya khazanah kepustakaan Indonesia dalam meinajukan sastra di Indonesia dan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap sastra di Indonesia
Mudah-mudahan penerbitan buku ini dapat memberi man
faat masyarakat luas, khususnya generasi muda dan cendekiawan,
dalam melihat berbagai fenomena kehidupan dan alam yang ter-
tuang dalam karya sastra sebagai pelajaran ysing amat berharga
Halam menjgilani kehidupan ke depsm yang makin ketat dengan
persaingan global.
Jakarta, 16 September 2008
Dendy Sugono
Henmeneutika Sascna Banat dan Timur V
PRAKATA
uku tentang hermeneutika belum banyak ditulis di
Indonesia. Dari yang tidak banyak itu pula sangat
sedikit yang memberikan perhatian khusus pada
hermeneutika sastra atau seni, bidang yang bertaUan langsung
dengan estetika yang justru sangat ditekankan serta mendorong
bangkitnya kembali hermeneutika modem, hu dapat dimaklumi
karena para sarjana filsafat dan ihnu kemanusiaan atau humaniora
sejak lama memang kurang memberikan perhatian pada persoalan
estetika, dan dengan sendirinya juga terhadap seni berikut cabang.
Dalam kajiem filsafat, estetika yang mempakan salah satu
cabangnya yang penting, terkesan dianggap sebagai pelajeiran sampingan atau kajian pelengkap. Bahkein, di jurusan-jurusan seni dan
sastra sekahpim, perhatian terhadap perlunya pengajaran estetika
cenderung merosot belakangan ini. Apalagi perhatian yang diberikan
estetika yang lahir di luar tradisi Barat seperti India, Cina, Jepang,
Arab, Persia, Jawa, dan Mela)ru. Jika tidak dapat dikatakan sangat
menyedihkan, perhatian terhadap estetika dari tradisi Timur ini
sangatlah kurang diberikan,
Merosotnya perhatian terhadap estetika ini sudah pasti memengaruhi hasil-hasd penelitian yang dilakukan terhadap karya para
seniman dan sastrawan bangsa kita, terutama karya-karya yang digolongkan klasik dan tradisional yang sebagian besar lahir dan
vi Hermeneutika Sastra Banat dan Timun
tumbuh di luar tradisi estetika Barat. Karya-karya tersebut tidak da-
pat sepenuhnya diteliti berdasarkan estetika Barat yang asas metafisik dan landasan epistemologisnya berbeda. Misalnya saja bagaimana mungkin kita meneliti Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa atau
syair-syair tasawuf Hamzah Fansuri hanya dengan mengandalkan
pada pengetahuan kita tentang estetika dan teori Barat. Karya-karya
tersebut sudah tentu sangat berbeda ciri dan wawasan estetiknya
dari karya penulis abad ke-20 M seperti Annijn Pane dan Chairil
Anwar.
Pengaruh lain yang tidak sukar untuk dilihat ialah terhadap pemahaman dan penzifsiran karya, bidang yang menjadi perhatian
utama hermeneutika. Dalam tradisi neopositivisme, yang selama ini
dominan, karya sastra yang seharusnya juga dilihat berdasarkan
aspek-aspek estetiknya, telah berubah menjadi objek kajian yang
tidak ada hubung kaitnya langsimg dengan kodrat sastra itu sendiri.
Kita tahu bahwa bahwa karya sastra pertama-tama merupakan
imgkapan kejiwaan atau pengalaman estetik peniilisnya. Akan tetapi,
di bawah cahaya teori sastra modem yang ditekankan ialah kalau
bukan segi formal intrinsiknya, pastilah segi ekstrinsiknya. Begitulah
dalam lingkup atau konteks teori-teori formahs dan neopositivisme,
termasuk sosiologisme dan historisme, yang dicari dari karya sastra
lebih banyak yang berkaitan dengan masalah sosial, ideologi, dan
kecenderungan-kecendenmgan semasa yang berlaku dalam masyarakat pembacanya seperti selera dan fakor-faktor lahir yang mem-
buat karya sastra mendapat penerimaan luas. Hal ini jelas tidak
membantu pemahaman yang benar terhadap sastra, yang dalam
kodratnya berupaya menyajikan dunianya sendiri, yaitu pengalaman
batin penulisnya. Karya sastra juga bukan sekadar representasi atau
tiraan dari realitas di luamya sehingga menghubung-hubungkan
sastra semata dengan realitas sosial tidak seharusnya menjadi
perhatian utama kritik sastra.
Harus dikemukakan bahwa perlunya estetika diberi perhatian
bukanlah imtuk kepentingan perkembangan sastra itu sendiri dan
juga bukan imtuk kepentingan ilmu sastra dan sejarah seni sematamata. Keperluan yang lebih besar terbentang di dalamnya, yaitu bagi
Menr-neneutika Sastr^a Banat dan Timun vii
perkembangan ilmu kebudayaan atau humaniora secara umum. Kita
tabu bahwa yang memberi ciri utama pada suatu kebudayaan adalah
dasar-dasar pandangan hidup {way oflife), gambaran dunia (feJeltanschauung), dan sistem nilai. Ciri ini terjelma terutama dalam dasardasar etika dan estetika yang dijadikan suatu komunitas dalam mengembangkan kebudayaan dari jati dirinya. Sebagai ungkapan
estetik, sastra mencerminkan dinamika kebudayaan yang berkembang dalam suatu masyarakat Oleh karena itu, penelitian sastra
yang memperhatikan aspek-aspek estetik dan asas metafisika atau
falsafah hidup yang ikut melahirkan suatu karya, dapat memperkaya
dan memperkukuh perkembangan ilmu kebudayaan dan humaniora.
Bahwa estetika memainkan peranan penting dalam kehidupan
manusia dan sejarah peradaban, khususnya dalam membentuk tra-
disi kebudayaan suatu umat atau kamiv dapat dilihat dalam sejarah
bangsa-bangsa yang memiliki peradaban agung seperti Ytmani Kuna,
Romawi, India, Cina, Jepang, Arab Persia atau Islam, Eropa Renais
sance dan Pencerahan. Hal yang sama dapat kita saksikan pula da
lam sejarah kebudayaan Jawa dan Melayu. Peradaban-peradaban
yang telah disebutkan itu terbentuk dalam sejarahnya melalui interaksi yang dinamis dengan tradisi-tradisi besar dari luar yang mereka
jumpai, baik di bidang intelektual, keagamaan, mauptm pemerintahan. Kebudayaan Jawa dan Melayu tumbuh sedemikian rupa dan berkembang menjadi tradisi besar setelah perjtunpaannya dengan ke
budayaan India, Arab, Persia, Cina, dan Eropa, serta dengan agamaagama besar seperti Hindu, Buddha, dan Islam. Dalam proses
transformasinya yang berkelanjutan sepanjang sejarahnya itu, tidaklah kecil peranan sastra dan seni. Kita tahu bahwa melalui karya
sastralah cita-cita budaya dan falsafah hidup suatu bangsa, begitu
pula sistem nilai dan pandangan dunia {Weltanschauung)nya disebarluaskan dan meresap dalam kehidupan khalayak luas.
Marilah kita ambil contoh. Apabila kita mempelajari kebudaya
an Ytmani, kita tidak akan bisa melepaskan diri dari keharusan mem
pelajari epos dan mitologi mereka, termasuk juga arsitektur, seni
patung, dan filsafatnya. Dalam pemikiran filosof Ytmani seperti
Plato, Aristoteles, Phdo, dan Plotinus, persoalan estetika merupakan
viii Henmeneutika Sastna Barat dan Tinnun
pembahasan yang cukup sentral karena ia terkait dengan masalah
etika dan metafisika. Peribahasa Melayu dalam bentuk gurmdam
berikut ini mencerminkan kebenaran pemyata^ tersebut, "Yang
kurik kundi,yang merah saga. Yang baik budi, yang indah bahasa.
Konfusianisme dan Taoisme merupakan dua sistem filsafat
yang mendasari kebudayaan Cina. Selama berad-abad pula kedua
sistem pemikiran dijadikan dasar filsafat pendidikan bangsa Cina.
Dalam sistem pendidikan yang didasarkan pada Konfusianisme dan
Taoisme itu, pengajaran estetika dan seni, khususnya lagi sastra,
melainkan peranan penting. Bagi bangsa Cina, estetika bukan suatu
yang terpisah dari kehidupan keseharian. Hal yang tidak berbeda,
kecuali kaidah dan caranya, kita jumpai dalam sejarah peradaban
Hindu dan Islam. Oleh karena itu tidak mengjierankan selama masa
k^ayaan perkembangannya, baik peradaban Hindu maupim Islam,
melahirkan banyak sastrawan dan^eniman besar sejajar dengan para
ulama, filosof, dan cendikiawan yang lahir dari peradaban yang
sama.
Dalam peradaban Hindu persoalan menyangkut seni dibicarakan dalam Upaveda dan Vedanga, kitab-kitab yang merupakan
turunan dari Veda. Dalam tradisi intelektual Islam, persoalan sastra
dan puitika dibahas bersama-sama dengan pembahasan linguistik,
retorika {balaghah). Begitu pula kaitan sastra dan filsafat, serta spiritualitas, sejak lama telah menjadi bahasan menonjol di lingkungan
cendikiawan Muslim. Tidak kalah penting untuk dikemukakan ialah
betapa hermeneutika sebenamya tumbuh dan berkembang di lingkimgan tradisi intelektual yang sangat memperhatikan relevansi
estetika dan pengucapan puitik dalam kebudayaan. Inilah terutama
yang ditekankan oleh kaum cendekiawan dan filosof sejak lama, sebagaimana digatmgkan kembah oleh ahh-ahh hermeneutika modem
seperti Schleiermacher,Diltiiey, Gadamer,dan Ricoeur.
Abdul HadiW.M.
Henmeneutika Sastra Banat dan Timun ixzyxwvu
□
AFTAR ISI
KATAPENGANTARKEPALAPUSATBAHASA
iii
PRAKATA
V
DAFTARISI
xi
BABI
HERMENEUTIKA DAN SASTRA
1
BABH
SEJARAH HERMENEUTIKA
29
BAB III HERMENEUTIKA DILTHEY DAN ESTETIKA
SASTRA
63
BAB IV HANS-GEORG GADAMER, ESTETIKA, DAN
HERMENEUTIKA HLSAFAT
BABY
98
TA'WIL: HERMENEUTIKA ISLAM DAN
RELEVANSINYA
132
BAB VI RASA DHVANI DAN HERMENEUTIKA ESTETIKDI
INDIA
167
DAFTAR PUSTAKA
192
Henmeneutika Sastna Banat dan Tinnun 1
BAB I
HERMENEUTIKA DAN SASTRA
etelah lebih kurang tiga setengah dasawarsa kebangikitaimya kembali, kini hermeneutika kian men^rlihatkan relevansi dan daya tariknya yang semula tersembunyi. Wacana yang semtila hanya met^adi perbincangan ramai
di kalangan ahli-ahh filsafat di Eropa Daratan, kini beralih. met^adi
bahan perbincangan ramai pula dalam disiplin ilmu sosial dan
humaniora, termasuk ilmu sastra. Maraknya penerbitan buku
tentang tokoh-tokoh dan pemikiran mereka, kian melimpahnya esai
serta karangan ilmiah dalam jumal-jumal filsa£at dan ilmiah terke-
muka,sebagaimana kian banyaknya tesis dan disertasi ditulis menggunakan asas-asas hermeneutika adalah bukti luasnya sambutan
yang diberikan terhadap hermeneutika. Baik sebagai teori penafsitan
maupun sebagai asas-asas imiversal pemahaman,kehadiran komhalj
hermeneutika sedikit banyak mampu memberi arah baru bagi perkembangan estetika dan ilmu sastra, yang selama lebih setengah
abad diharu-biru bahkan diredupkan oleh teori-teori neopositivisme
dan formalisme.
Keantusiasan terhadap hermeneutika tampak pula dengan
bangkitnya minat meneliti teks-teks klasik Timur yang selama ini
kurang di^ggap penting dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Di bawah pengaruh kuat teori-teori neopositivisme
dan juga belakangan sebagai dampak dari pandangan negatif
posmodernisme,teks-teks klasik itu dianggap kurang relevan karena
2 HermeneuCika SasCra BaraC dan Timun
■ ■
..
%l
%zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDC
■ '
0'
w
''"■ ""Ci! -i",
V
i . S^- ' 1.
*«5v
Henmeneutika Sastna Banac dan Timur 3
merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan semangat zaman baru. Apalagi teks-teks Asia yang lahir di luar tradisi
Aufklaerung (pencerahan) dan neopositivisme. Akan tetapi, dengan
bangunnya kemb
^^arat dan ^imur
PERPUSTAKAAN
PUSAT BAHASA
departemen pendidikan nasional
Abdul Hadi W.M.
00003739
HADlAJd IKJHLAS
PUSAT BAHASA
departemen pendidikan nasionae
PUSAT BAHASA
departemen pendidikan nasional
JAKARTA
2008
PERPUSTAKAAN PUSAT BAHASA
,
KSasifikasi
No. Induk
-trf
Tgl.
ltd.
ISBN 978-979-685-750-0
Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional
Jalan Daksinapati Barat IV
Rawamangun, Jakarta 13220
HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
Isi buku ini, baik sebagian maupun seluruhnya,
dilarang diperbanyak dalam bentuk apa pun
tanpa izin tertulis dari penerbit,
kecuali dalam hal pengutipan
untuk keperluan artikel a|au karangan ilmiah
Hermeneueika Sascra Barac dan Timur iii
KATA PENGANTAR
KEPALA PUSAT BAHASA
Sastra merupakan cermin kehidupan masyarakat pendukungnya, bahkan sastra menjadi ciri identitas suatu bangsa.
Melalui sastra, orang dapat mengidentifikasi perilaku kelompok
masyarakat, bahkan dapat mengenali perilaku dan kepribadian
masyarakat pendukungnya. Sastra Indonesia merupakan cermin
kehidupan masyarakat Indonesia dan identitas beingsa Indonesia.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah teijadi berbagsd
perubahan, baik sebagai akibat tatanan baru kehidupan dunia dan
perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi informasi maupun
akibat peristiwa alam. Dalam kaitan dengan tatanan baru kehidup
an dunia, globalisasi, arus barang dan jasa—termasuk tenaga keija
asing—yang masuk Indonesia makin tinggi. Tenaga keija tersebut
masuk Indonesia dengan membawa budaya mereka dalam kehidup
an masyarakat Indonesia. Kondisi itu telah menempatkan budaya
asing pada posisi strate'gis yang memungkinkan pengaruh budaya
jtu memasuki berbagai sendi kehidupan bangsa dan mempengaruhi
perkembangain sastra Indonesia. Selain itu, gelombang reformasi
yang bergulir sejak 1998 telah membawa perubahan sistem pemerintEihan dari sentralistik ke desentralistik. Di sisi Iain, reformasi
yang bemapaskan kebebassin telah membawa dampak ketidakteraturan dalam berbagai tata cara bermasyarakat. Sementara itu, ber
bagai peristiwa alam, seperti banjir, tanah longsor, gunung meletus,
gempa bumi, dan tsunami, telah membawa korban yang tidak
sedikit. Kondisi itu menambah kesulitan kelompok masyarakat tertentu dalam hidup sehari-haii. Berbagai fenomena tersebut dipadu
dengan wawasan dan ketajaman-imajinasi serta kepekaan estetika
telah melahirkan karya sastra. Karya sastra berbicara tentang
interaksi sosial antara manusia dan sesama manusia, manusia dan
alam lingkungannya, serta manusia dein Tuhannya. Dengan demikian, kauya sastra merupakan cermin berbagai fenomena kehidupan
manusia.
Berkenaan dengan sastra sebagai cermin kehidupan ter
sebut, Pusat Bahasa menerbitkan Hermeneutika Sastra: Barat dan
IV Hernneneutika Sastra Banat dan Tinnur
Timur tulisan Abdul Hadi W.M. ini. Buku ini memuat berbagai alirsin
dsin teori hermeneutik, baik yang berasal dari baxat maupun dari
timur. Di sini juga diungkapkan bahwa estetika merupakan salah
satu cabang filsafat yang mendorong bangkitnya hermeneutik
modem. Sebagai pusat informasi tentang bahasa dan sastra di
Indonesia, penerbitan buku ini memiliki manfaat besar bagi upaya
pengayaan number rujukan tentang sastra. Di samping itu, buku ini
dapat memperkaya khazanah kepustakaan Indonesia dalam meinajukan sastra di Indonesia dan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap sastra di Indonesia
Mudah-mudahan penerbitan buku ini dapat memberi man
faat masyarakat luas, khususnya generasi muda dan cendekiawan,
dalam melihat berbagai fenomena kehidupan dan alam yang ter-
tuang dalam karya sastra sebagai pelajaran ysing amat berharga
Halam menjgilani kehidupan ke depsm yang makin ketat dengan
persaingan global.
Jakarta, 16 September 2008
Dendy Sugono
Henmeneutika Sascna Banat dan Timur V
PRAKATA
uku tentang hermeneutika belum banyak ditulis di
Indonesia. Dari yang tidak banyak itu pula sangat
sedikit yang memberikan perhatian khusus pada
hermeneutika sastra atau seni, bidang yang bertaUan langsung
dengan estetika yang justru sangat ditekankan serta mendorong
bangkitnya kembali hermeneutika modem, hu dapat dimaklumi
karena para sarjana filsafat dan ihnu kemanusiaan atau humaniora
sejak lama memang kurang memberikan perhatian pada persoalan
estetika, dan dengan sendirinya juga terhadap seni berikut cabang.
Dalam kajiem filsafat, estetika yang mempakan salah satu
cabangnya yang penting, terkesan dianggap sebagai pelajeiran sampingan atau kajian pelengkap. Bahkein, di jurusan-jurusan seni dan
sastra sekahpim, perhatian terhadap perlunya pengajaran estetika
cenderung merosot belakangan ini. Apalagi perhatian yang diberikan
estetika yang lahir di luar tradisi Barat seperti India, Cina, Jepang,
Arab, Persia, Jawa, dan Mela)ru. Jika tidak dapat dikatakan sangat
menyedihkan, perhatian terhadap estetika dari tradisi Timur ini
sangatlah kurang diberikan,
Merosotnya perhatian terhadap estetika ini sudah pasti memengaruhi hasil-hasd penelitian yang dilakukan terhadap karya para
seniman dan sastrawan bangsa kita, terutama karya-karya yang digolongkan klasik dan tradisional yang sebagian besar lahir dan
vi Hermeneutika Sastra Banat dan Timun
tumbuh di luar tradisi estetika Barat. Karya-karya tersebut tidak da-
pat sepenuhnya diteliti berdasarkan estetika Barat yang asas metafisik dan landasan epistemologisnya berbeda. Misalnya saja bagaimana mungkin kita meneliti Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa atau
syair-syair tasawuf Hamzah Fansuri hanya dengan mengandalkan
pada pengetahuan kita tentang estetika dan teori Barat. Karya-karya
tersebut sudah tentu sangat berbeda ciri dan wawasan estetiknya
dari karya penulis abad ke-20 M seperti Annijn Pane dan Chairil
Anwar.
Pengaruh lain yang tidak sukar untuk dilihat ialah terhadap pemahaman dan penzifsiran karya, bidang yang menjadi perhatian
utama hermeneutika. Dalam tradisi neopositivisme, yang selama ini
dominan, karya sastra yang seharusnya juga dilihat berdasarkan
aspek-aspek estetiknya, telah berubah menjadi objek kajian yang
tidak ada hubung kaitnya langsimg dengan kodrat sastra itu sendiri.
Kita tahu bahwa bahwa karya sastra pertama-tama merupakan
imgkapan kejiwaan atau pengalaman estetik peniilisnya. Akan tetapi,
di bawah cahaya teori sastra modem yang ditekankan ialah kalau
bukan segi formal intrinsiknya, pastilah segi ekstrinsiknya. Begitulah
dalam lingkup atau konteks teori-teori formahs dan neopositivisme,
termasuk sosiologisme dan historisme, yang dicari dari karya sastra
lebih banyak yang berkaitan dengan masalah sosial, ideologi, dan
kecenderungan-kecendenmgan semasa yang berlaku dalam masyarakat pembacanya seperti selera dan fakor-faktor lahir yang mem-
buat karya sastra mendapat penerimaan luas. Hal ini jelas tidak
membantu pemahaman yang benar terhadap sastra, yang dalam
kodratnya berupaya menyajikan dunianya sendiri, yaitu pengalaman
batin penulisnya. Karya sastra juga bukan sekadar representasi atau
tiraan dari realitas di luamya sehingga menghubung-hubungkan
sastra semata dengan realitas sosial tidak seharusnya menjadi
perhatian utama kritik sastra.
Harus dikemukakan bahwa perlunya estetika diberi perhatian
bukanlah imtuk kepentingan perkembangan sastra itu sendiri dan
juga bukan imtuk kepentingan ilmu sastra dan sejarah seni sematamata. Keperluan yang lebih besar terbentang di dalamnya, yaitu bagi
Menr-neneutika Sastr^a Banat dan Timun vii
perkembangan ilmu kebudayaan atau humaniora secara umum. Kita
tabu bahwa yang memberi ciri utama pada suatu kebudayaan adalah
dasar-dasar pandangan hidup {way oflife), gambaran dunia (feJeltanschauung), dan sistem nilai. Ciri ini terjelma terutama dalam dasardasar etika dan estetika yang dijadikan suatu komunitas dalam mengembangkan kebudayaan dari jati dirinya. Sebagai ungkapan
estetik, sastra mencerminkan dinamika kebudayaan yang berkembang dalam suatu masyarakat Oleh karena itu, penelitian sastra
yang memperhatikan aspek-aspek estetik dan asas metafisika atau
falsafah hidup yang ikut melahirkan suatu karya, dapat memperkaya
dan memperkukuh perkembangan ilmu kebudayaan dan humaniora.
Bahwa estetika memainkan peranan penting dalam kehidupan
manusia dan sejarah peradaban, khususnya dalam membentuk tra-
disi kebudayaan suatu umat atau kamiv dapat dilihat dalam sejarah
bangsa-bangsa yang memiliki peradaban agung seperti Ytmani Kuna,
Romawi, India, Cina, Jepang, Arab Persia atau Islam, Eropa Renais
sance dan Pencerahan. Hal yang sama dapat kita saksikan pula da
lam sejarah kebudayaan Jawa dan Melayu. Peradaban-peradaban
yang telah disebutkan itu terbentuk dalam sejarahnya melalui interaksi yang dinamis dengan tradisi-tradisi besar dari luar yang mereka
jumpai, baik di bidang intelektual, keagamaan, mauptm pemerintahan. Kebudayaan Jawa dan Melayu tumbuh sedemikian rupa dan berkembang menjadi tradisi besar setelah perjtunpaannya dengan ke
budayaan India, Arab, Persia, Cina, dan Eropa, serta dengan agamaagama besar seperti Hindu, Buddha, dan Islam. Dalam proses
transformasinya yang berkelanjutan sepanjang sejarahnya itu, tidaklah kecil peranan sastra dan seni. Kita tahu bahwa melalui karya
sastralah cita-cita budaya dan falsafah hidup suatu bangsa, begitu
pula sistem nilai dan pandangan dunia {Weltanschauung)nya disebarluaskan dan meresap dalam kehidupan khalayak luas.
Marilah kita ambil contoh. Apabila kita mempelajari kebudaya
an Ytmani, kita tidak akan bisa melepaskan diri dari keharusan mem
pelajari epos dan mitologi mereka, termasuk juga arsitektur, seni
patung, dan filsafatnya. Dalam pemikiran filosof Ytmani seperti
Plato, Aristoteles, Phdo, dan Plotinus, persoalan estetika merupakan
viii Henmeneutika Sastna Barat dan Tinnun
pembahasan yang cukup sentral karena ia terkait dengan masalah
etika dan metafisika. Peribahasa Melayu dalam bentuk gurmdam
berikut ini mencerminkan kebenaran pemyata^ tersebut, "Yang
kurik kundi,yang merah saga. Yang baik budi, yang indah bahasa.
Konfusianisme dan Taoisme merupakan dua sistem filsafat
yang mendasari kebudayaan Cina. Selama berad-abad pula kedua
sistem pemikiran dijadikan dasar filsafat pendidikan bangsa Cina.
Dalam sistem pendidikan yang didasarkan pada Konfusianisme dan
Taoisme itu, pengajaran estetika dan seni, khususnya lagi sastra,
melainkan peranan penting. Bagi bangsa Cina, estetika bukan suatu
yang terpisah dari kehidupan keseharian. Hal yang tidak berbeda,
kecuali kaidah dan caranya, kita jumpai dalam sejarah peradaban
Hindu dan Islam. Oleh karena itu tidak mengjierankan selama masa
k^ayaan perkembangannya, baik peradaban Hindu maupim Islam,
melahirkan banyak sastrawan dan^eniman besar sejajar dengan para
ulama, filosof, dan cendikiawan yang lahir dari peradaban yang
sama.
Dalam peradaban Hindu persoalan menyangkut seni dibicarakan dalam Upaveda dan Vedanga, kitab-kitab yang merupakan
turunan dari Veda. Dalam tradisi intelektual Islam, persoalan sastra
dan puitika dibahas bersama-sama dengan pembahasan linguistik,
retorika {balaghah). Begitu pula kaitan sastra dan filsafat, serta spiritualitas, sejak lama telah menjadi bahasan menonjol di lingkungan
cendikiawan Muslim. Tidak kalah penting untuk dikemukakan ialah
betapa hermeneutika sebenamya tumbuh dan berkembang di lingkimgan tradisi intelektual yang sangat memperhatikan relevansi
estetika dan pengucapan puitik dalam kebudayaan. Inilah terutama
yang ditekankan oleh kaum cendekiawan dan filosof sejak lama, sebagaimana digatmgkan kembah oleh ahh-ahh hermeneutika modem
seperti Schleiermacher,Diltiiey, Gadamer,dan Ricoeur.
Abdul HadiW.M.
Henmeneutika Sastra Banat dan Timun ixzyxwvu
□
AFTAR ISI
KATAPENGANTARKEPALAPUSATBAHASA
iii
PRAKATA
V
DAFTARISI
xi
BABI
HERMENEUTIKA DAN SASTRA
1
BABH
SEJARAH HERMENEUTIKA
29
BAB III HERMENEUTIKA DILTHEY DAN ESTETIKA
SASTRA
63
BAB IV HANS-GEORG GADAMER, ESTETIKA, DAN
HERMENEUTIKA HLSAFAT
BABY
98
TA'WIL: HERMENEUTIKA ISLAM DAN
RELEVANSINYA
132
BAB VI RASA DHVANI DAN HERMENEUTIKA ESTETIKDI
INDIA
167
DAFTAR PUSTAKA
192
Henmeneutika Sastna Banat dan Tinnun 1
BAB I
HERMENEUTIKA DAN SASTRA
etelah lebih kurang tiga setengah dasawarsa kebangikitaimya kembali, kini hermeneutika kian men^rlihatkan relevansi dan daya tariknya yang semula tersembunyi. Wacana yang semtila hanya met^adi perbincangan ramai
di kalangan ahli-ahh filsafat di Eropa Daratan, kini beralih. met^adi
bahan perbincangan ramai pula dalam disiplin ilmu sosial dan
humaniora, termasuk ilmu sastra. Maraknya penerbitan buku
tentang tokoh-tokoh dan pemikiran mereka, kian melimpahnya esai
serta karangan ilmiah dalam jumal-jumal filsa£at dan ilmiah terke-
muka,sebagaimana kian banyaknya tesis dan disertasi ditulis menggunakan asas-asas hermeneutika adalah bukti luasnya sambutan
yang diberikan terhadap hermeneutika. Baik sebagai teori penafsitan
maupun sebagai asas-asas imiversal pemahaman,kehadiran komhalj
hermeneutika sedikit banyak mampu memberi arah baru bagi perkembangan estetika dan ilmu sastra, yang selama lebih setengah
abad diharu-biru bahkan diredupkan oleh teori-teori neopositivisme
dan formalisme.
Keantusiasan terhadap hermeneutika tampak pula dengan
bangkitnya minat meneliti teks-teks klasik Timur yang selama ini
kurang di^ggap penting dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Di bawah pengaruh kuat teori-teori neopositivisme
dan juga belakangan sebagai dampak dari pandangan negatif
posmodernisme,teks-teks klasik itu dianggap kurang relevan karena
2 HermeneuCika SasCra BaraC dan Timun
■ ■
..
%l
%zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDC
■ '
0'
w
''"■ ""Ci! -i",
V
i . S^- ' 1.
*«5v
Henmeneutika Sastna Banac dan Timur 3
merupakan warisan masa lalu yang tidak sesuai lagi dengan semangat zaman baru. Apalagi teks-teks Asia yang lahir di luar tradisi
Aufklaerung (pencerahan) dan neopositivisme. Akan tetapi, dengan
bangunnya kemb