1. Nama Lengkap - LAMPIRAN (RH & LAMPIRAN)

  

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama Lengkap : M. Rifky Indragiri, SHI.

  2. Tempat dan Tanggal Lahir : Banjarmasin, 25 Juli 1985

  3. Agama : Islam

  4. Kebangsaan : Indonesia

  5. Status Perkawinan : Kawin

  

6. Alamat : Jl. Prona I No. 40 RT. 12 Kel. Pemurus

Baru Banjarmasin

  7. Pendidikan :

  a. SD pada SDN Kebun Bunga 6 Banjarmasin Lulus Tahun 1997

  b. SLTP pada MTs Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta Lulus Tahun 2000 c. SLTA pada MAN 3 Banjarmasin Lulus Tahun 2003

  d. S-1 pada IAIN Antasari Banjarmasin Lulus Tahun 2007

  8. Orang Tua : Ayah : Nama : Dr. H. M. Hanafiah, M.Hum Pekerjaan : Dosen (PNS) Alamat : Jl. Bumi Mas Raya No. 17 RT. 04 Kel.

  Pemurus Baru Banjarmasin Ibu : Nama : Dra. Hj. Warsiah Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Jl. Bumi Mas Raya No. 17 RT. 04 Kel.

  Pemurus Baru Banjarmasin

  9. Saudara (Jumlah Saudara) : 3 Orang

  10. Isteri : Nama : Bulkis Tina Pekerjaan : Swasta Alamat : Jl. Prona I No. 40 RT. 12 Kel. Pemurus

  Baru Banjarmasin

  11. Anak : 2 Orang

  12. Pengalaman Kerja :

  a. Sales PT. Bintang 7

  b. Tenaga Honorer pada Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

13. Daftar Karya Ilmiah :

  a. Skripsi Banjarmasin, 15 Oktober 2015 Penulis,

  133

LAMPIRAN-LAMPIRAN

  

1. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi

Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran.

  

2. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang

Ganti Rugi (Ta’widh).

  3. Draft Perjanjian Qardhul Hasan.

  4. Draft Akad Pembiayaan Musyarakah.

  5. Draft Akad Pembiayaan Murabahah Oto.

  6. Draft Akad Pembiayaan Murabahah Modal Kerja.

  7. Draft Akad Pembiayaan Murabahah Griya.

  8. Draft Akad Pengurusan dan Pembiayaan Haji.

  9. Draft Akad Kafalah Garansi Bank.

  10. Draft Akad Wakalah.

  

FATWA

DEWAN SYARI’AH NASIONAL

NO: 17/DSN-MUI/IX/2000

Tentang

  

SANKSI ATAS NASABAH MAMPU

YANG MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN

ِﻢﻴِﺣﺮﻟﺍ ِﻦﻤﺣﺮﻟﺍ ِﷲﺍ ِﻢﺴِﺑ

  Dewan Syari’ah Nasional setelah

Menimbang : a. bahwa masyarakat banyak memerlukan pembiayaan dari

Lembaga Keuangan Syari'ah (LKS) berdasarkan pada prinsip jual beli maupun akad lain yang pembayarannya kepada LKS dilakukan secara angsuran;

  b. bahwa nasabah mampu terkadang menunda-nunda kewajiban pembayaran, baik dalam akad jual beli maupun akad yang lain, pada waktu yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan di antara kedua belah pihak; c. bahwa masyarakat, dalam hal ini pihak LKS, meminta fatwa kepada DSN tentang tindakan atau sanksi apakah yang dapat dilakukan terhadap nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran tersebut menurut syari’ah Islam; d. bahwa oleh karena itu, DSN perlu menetapkan fatwa tentang sanksi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran menurut prinsip syari’ah Islam, untuk dijadikan pedoman oleh LKS.

  Mengingat : 1. Firman Allah QS. al- Ma’idah [5]: 1: … ِﺩﻮﹸﻘﻌﹾﻟﺎِﺑ ﺍﻮﹸﻓﻭﹶﺃ ﺍﻮﻨﻣﺁ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃ ﻳﺂ

  “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”

2. Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:

  ﺎﻣ ﺍﺮﺣ ﱠﻞﺣﹶﺃ ﻭﹶﺃ ﹰﻻﹶﻼﺣ ﻡﺮﺣ ﺎﺤﹾﻠﺻ ﱠﻻِﺇ ﲔِﻤِﻠﺴﻤﹾﻟﺍ ﻦﻴﺑ ﺰِﺋﺎﺟ ﺢﹾﻠﺼﻟﹶﺍ . ﺎﻣﺍﺮﺣ ﱠﻞﺣﹶﺃ ﻭﹶﺃ ﹰﻻﹶﻼﺣ ﻡﺮﺣ ﺎﹰﻃﺮﺷ ﱠﻻِﺇ ﻢِﻬِﻃﻭﺮﺷ ﻰﹶﻠﻋ ﹶﻥﻮﻤِﻠﺴﻤﹾﻟﺍﻭ “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

  3. Hadis Nabi riwayat jama’ah (Bukhari dari Abu Hurairah, Muslim dari Abu Hurairah, Tirmizi dari Abu Hurairah dan Ibn Umar,

  17 Sanksi atas Nasabah

   2 Nasa’i dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Abu Hurairah, Ibn Majah dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Ahmad dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Malik dari Abu Hurairah, dan Darami dari Abu Hurairah):

  … ﻢﹾﻠﹸﻇ ﻲِﻨﻐﹾﻟﺍ ﹸﻞﹾﻄﻣ “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman…”

  4. Hadis Nabi riwayat Nasa’i dari Syuraid bin Suwaid, Abu Dawud dari Syuraid bin Suwaid, Ibu Majah dari Syuraid bin Suwaid, dan Ahmad dari Syuraid bin Suwaid:

  . ﻪﺘﺑﻮﹸﻘﻋﻭ ﻪﺿﺮِﻋ ﱡﻞِﺤﻳ ِﺪِﺟﺍﻮﹾﻟﺍ ﻲﹶﻟ “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.”

  5. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya: . ﺭﺍﺮِﺿﹶﻻﻭ ﺭﺮﺿﹶﻻ

  “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.”

  6. Kaidah fiqh: ﹲﻞﻴِﻟﺩ ﺎ. ﻬِﻤﻳِﺮﺤﺗ ﻰﹶﻠﻋ ﱠﻝﺪﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﱠﻻِﺇ ﹸﺔﺣﺎﺑِﻹﹾﺍ ِﺕﹶﻼﻣﺎﻌﻤﹾﻟﺍ ﻰِﻓ ﹸﻞﺻَﻷ ﹶﺍ

  “Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.” . ﹸﻝﺍﺰﻳ ﺭﺮﻀﻟﹶﺍ

  “Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”

Memperhatikan : a. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional bersama

dengan Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan

  Indonesia pada hari Sabtu, tanggal 7 Rabi'ul Awwal 1421 H./10 Juni 2000.

b. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari Sabtu, 17 Jumadil Akhir 1421 H./16 September 2000.

  

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG

MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN Pertama : Ketentuan Umum

  17 Sanksi atas Nasabah

   3

  1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja.

  2. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi.

  3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi.

  4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta'zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.

  5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.

  6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial.

  

Kedua : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika

terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyele- saiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

  

Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di

kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

  Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 17 Jumadil Akhir 1421 H.

  16 September 2000 M.

  

DEWAN SYARI’AH NASIONAL

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua,

  Sekretaris,

K.H.M.A. Sahal Mahfudh Dr. H.M. Din Syamsuddin

  

FATWA

DEWAN SYARI’AH NASIONAL

NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004

Tentang

GANTI RUGI (TA’WIDH)

  

ِﻢﻴِﺣﺮﻟﺍ ِﻦﻤﺣﺮﻟﺍ ِﷲﺍ ِﻢﺴِﺑ

Dewan Syari’ah Nasional setelah,

Menimbang : a. bahwa lembaga keuangan syari’ah (LKS) beroperasi berdasarkan

prinsip syari’ah untuk menghindarkan praktik riba atau praktik yang menjurus kepada riba, termasuk masalah denda finansial yang biasa dilakukan oleh lembaga keuangan konvensional;

  b. bahwa para pihak yang melakukan transaksi dalam LKS terkadang mengalami risiko kerugian akibat wanprestasi atau kelalaian dengan menunda-nunda pembayaran oleh pihak lain yang melanggar perjanjian; c. bahwa syari’ah Islam melindungi kepentingan semua pihak yang bertransaksi, baik nasabah maupun LKS, sehingga tidak boleh ada satu pihak pun yang dirugikan hak-haknya;

  d. bahwa kerugian yang benar-benar dialami secara riil oleh para pihak dalam transaksi wajib diganti oleh pihak yang menimbulkan kerugian tersebut;

  e. bahwa masyarakat, dalam hal ini para pihak yang bertransaksi dalam LKS meminta fatwa kepada DSN tentang ganti rugi akibat penunda-nundaan pembayaran dalam kondisi mampu;

  f. bahwa dalam upaya melindungi para pihak yang bertransaksi, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang ganti rugi (ta’widh) untuk dijadikan pedoman. Mengingat : 1. Firman Allah SWT.; antara lain:

  a. QS. al-Ma’idah [5]:1: … ِﺩﻮﹸﻘﻌﹾﻟﺎِﺑ ﺍﻮﹸﻓﻭﹶﺃ ﺍﻮﻨﻣﺁ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃﺎﻳ “Hai orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad itu…”.

  b. QS. al-Isra’ [17]: 34: . ﹰﻻﻮﹸﺌﺴﻣ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﺪﻬﻌﹾﻟﺍ ﱠﻥِﺇ ،ِﺪﻬﻌﹾﻟﺎِﺑ ﺍﻮﹸﻓﻭﹶﺃﻭ …

  “…Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggunganjawabannya.” c. QS. al-Baqarah [2]: 194:

  43 Ganti Rugi (Ta’widh)

  2 ،ﻢﹸﻜﻴﹶﻠﻋ ﻯﺪﺘﻋﺍ ﺎﻣ ِﻞﹾﺜِﻤِﺑ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ﺍﻭﺪﺘﻋﺎﹶﻓ ﻢﹸﻜﻴﹶﻠﻋ ﻯﺪﺘﻋﺍ ِﻦﻤﹶﻓ … . ﻦﻴِﻘﺘﻤﹾﻟﺍ ﻊﻣ ﻪﱠﻠﻟﺍ ﱠﻥﹶﺃ ﺍﻮﻤﹶﻠﻋﺍﻭ ،ﻪﱠﻠﻟﺍ ﺍﻮﹸﻘﺗﺍﻭ “…maka, barang siapa melakukan aniaya (kerugian) kepadamu, balaslah ia, seimbang dengan kerugian yang telah ia timpakan kepadamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

d. QS. al-Baqarah [2]: 279-280:

  ﻰﹶﻟِﺇ ﹲﺓﺮِﻈﻨﹶﻓ ٍﺓﺮﺴﻋ ﻭﹸﺫ ﹶﻥﺎﹶﻛ ﹾﻥِﺇﻭ ؛ﹶﻥﻮﻤﹶﻠﹾﻈﺗ ﹶﻻﻭ ﹶﻥﻮﻤِﻠﹾﻈﺗ ﹶﻻ … . ﹶﻥﻮﻤﹶﻠﻌﺗ ﻢﺘﻨﹸﻛ ﹾﻥِﺇ ﻢﹸﻜﹶﻟ ﺮﻴﺧ ﺍﻮﹸﻗﺪﺼﺗ ﹾﻥﹶﺃﻭ ٍﺓﺮﺴﻴﻣ ”... Kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

2. Hadis-hadis Nabi s.a.w.; antara lain:

a. Hadis Nabi riwayat Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf:

  ﺎﻣﺍﺮﺣ ﱠﻞﺣﹶﺃ ﻭﹶﺃ ﹰﻻﹶﻼﺣ ﻡﺮﺣ ﺎﺤﹾﻠﺻ ﱠﻻِﺇ ﲔِﻤِﻠﺴ ﻤﹾﻟﺍ ﻦﻴﺑ ﺰِﺋﺎﺟ ﺢﹾﻠﺼﻟﹶﺍ . ﺎﻣﺍﺮﺣ ﱠﻞﺣﹶﺃ ﻭﹶﺃ ﹰﻻﹶﻼﺣ ﻡﺮﺣ ﺎﹰﻃﺮﺷ ﱠﻻِﺇ ﻢِﻬِﻃﻭﺮﺷ ﻰﹶﻠﻋ ﹶﻥﻮﻤِﻠﺴﻤﹾﻟﺍﻭ “Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”

  b. Hadis Nabi riwayat jama’ah (Bukhari dari Abu Hurairah, Muslim dari Abu Hurairah, Tirmizi dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Nasa’i dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Abu Hurairah, Ibn Majah dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Ahmad dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Malik dari Abu Hurairah, dan Darami dari Abu Hurairah):

  … ﻢﹾﻠﹸﻇ ﻲِﻨﻐﹾﻟﺍ ﹸﻞﹾﻄﻣ “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman…” c. Hadis Nabi riwayat Nasa’i dari Syuraid bin Suwaid, Abu Dawud dari Syuraid bin Suwaid, Ibu Majah dari Syuraid bin

  Suwaid, dan Ahmad dari Syuraid bin Suwaid: . ﻪﺘﺑﻮﹸﻘﻋﻭ ﻪﺿﺮِﻋ ﱡﻞِﺤﻳ ِﺪِﺟﺍﻮﹾﻟﺍ ﻲﹶﻟ

  43 Ganti Rugi (Ta’widh)

  3 “Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya.”

  d. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas, dan Malik dari Yahya: . ﺭﺍﺮِﺿﹶﻻﻭ ﺭﺮﺿﹶﻻ

  “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh

pula membahayakan orang lain.”

3. Kaidah Fiqh; antara lain:

  . ﺎﻬِﻤﻳِﺮﺤ ﺗ ﻰﹶﻠﻋ ﹲﻞﻴِﻟﺩ ﱠﻝﺪﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﱠﻻِﺇ ﹸﺔﺣﺎﺑِﻹﹾﺍ ِﺕﹶﻼﻣﺎﻌﻤﹾﻟﺍ ﻰِﻓ ﹸﻞﺻَﻷﹶﺍ “Pada dasarnya, segala bentuk mu’amalat boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

  . ﹸﻝﺍﺰﻳ ﺭﺮﻀﻟﹶﺍ “Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”

  

Memperhatikan : 1. Pendapat Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, juz IV, hlm 342,

bahwa penundaan pembayaran kewajiban dapat menimbulkan kerugian (dharar) dan karenanya harus dihindarkan; ia menyatakan: ﹶﻥﺎﹶﻛ ﹾﻥِﺈﹶﻓ : ﺎﻧﺮﹶﻈﻧ ﻪﻌﻨﻣ ﻪﻤﻳِﺮﹶﻏ ﺩﺍﺭﹶﺃ ﻭﹶﺃ ﺮﹶﻔﺴﻟﺍ ﺩﺍﺭﹶﺃ ﺍﹶﺫِﺇ ﻦﻳﺪﻟﺍ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ﻦﻣ ﻰﹶﻟِﺇ ﻩﺮﹶﻔﺳ ﹶﻥﻮﹸﻜﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﹸﻞﹾﺜِﻣ ِﺮﹶﻔﺴﻟﺍ ﻦِﻣ ِﻪِﻣﻭ ﺪﹸﻗ ﱢﻞِﺤﻣ ﹶﻞﺒﹶﻗ ِﻦﻳﺪﻟﺍ ﱡﻞِﺤﻣ ﻪﹶﻠﹶﻓ ،ِﺔﺠِﺤﹾﻟﺍ ﻱِﺫ ﻭﹶﺃ ِﻡﺮﺤﻤﹾﻟﺍ ﻲِﻓ ﱡﻞِﺤﻳ ﻪﻨﻳﺩﻭ ٍﺮﹶﻔﺳ ﻲِﻓ ﱠﻻِﺇ ﻡﻮﹸﻘﻳﹶﻻ ﺞﺤﹾﻟﺍ ﻡﺎﹶﻗﹶﺃ ﹾﻥ ِﺈﹶﻓ ؛ِﻪﱢﻠِﺤﻣ ﺪﻨِﻋ ِﻪﱢﻘﺣ ِﺮﻴِﺧﹾﺄﺗ ﻲِﻓ ﺍﺭﺮﺿ ِﻪﻴﹶﻠﻋ ﱠﻥَﻷ ،ِﺮﹶﻔﺴﻟﺍ ﻦِﻣ ﻪﻌﻨﻣ ﺭﺮﻀﻟﺍ ﱠﻥَﻷ ،ﺮﹶﻔﺴﻟﺍ ﻪﹶﻠﹶﻓ ،ﱢﻞِﺤﻤﹾﻟﺍ ﺪﻨِﻋ ِﻦﻳﺪﻟﺎِﺑ ﻲِﻔﻳ ﺎﻨﻫﺭ ﻊﹶﻓﺩ ﻭﹶﺃ ﺎﻨﻴِﻤﺿ . ﻚِﻟﹶﺬِﺑ ﹸﻝﻭﺰﻳ “Jika orang berutang (debitur) bermaksud melakukan perjalanan, atau jika pihak berpiutang (kreditur) bermaksud melarang debitur (melakukan perjalanan), perlu kita perhatikan sebagai berikut. Apabila jatuh tempo utang ternyata sebelum masa kedatangannya dari perjalanan --misalnya, perjalanan untuk berhaji di mana debitur masih dalam perjalanan haji sedangkan jatuh tempo utang pada bulan Muharram atau Dzulhijjah-- maka kreditur boleh melarangnya melakukan perjalanan. Hal ini karena ia (kreditur) akan menderita kerugian ( dharar) akibat keterlambatan (memperoleh) haknya pada saat jatuh tempo. Akan tetapi, apabila debitur menunjuk penjamin atau menyerahkan jaminan (qadai) yang cukup untuk membayar utangnya pada saat jatuh tempo, ia boleh melakukan perjalanan tersebut, karena dengan demikian, kerugian kreditur dapat dihindarkan.”

  43 Ganti Rugi (Ta’widh)

  4

2. Pendapat beberapa ulama kontemporer tentang dhaman atau

  ta’widh; antara lain sebagai berikut:

  a. Pendapat Wahbah al-Zuhaili, Nazariyah al-Dhaman, Damsyiq: Dar al-Fikr, 1998: ( ٨٧ ) ِﺄﹶﻄﺨﹾﻟﺍ ِﻭﹶﺃ ﻱﺪﻌﺘﻟﺎِﺑ ِﻊِﻗﺍﻮﹾﻟﺍ ِﺭﺮﻀﻟﺍ ﹸﺔﻴِﻄﻐﺗ ﻮﻫ : ﺾﻳِﻮﻌﺘﻟﹶﺍ ،ﺎﻨﻴﻋ ِﺭﺮﻀﻟﺍ ﹸﺔﹶﻟﺍﺯِﺇ ﻮﻫ : ِﺾﻳِﻮﻌﺘﻟﺍ ِﻭﹶﺃ ِﻥﺎﻤﻀﻟﺍ ﻲِﻓ ﻡﺎﻌﹾﻟﺍ ﹸﻞﺻَﻷﹶﺍ

  ﹶﻥﺎﹶﻛ ﺎ ﻤﹶﻛ ﺎﺤﻴِﺤﺻ ﻪﺗﺩﺎﻋِﺇﻭ ِﻒﹶﻠﺘﻤﹾﻟﺍ ﺮﺒﺟ ﻭﹶﺃ ... ِﻂِﺋﺎﺤﹾﻟﺍ ِﺡﹶﻼﺻِﺈﹶﻛ ﺐﺟﻭ ﻚِﻟﹶﺫ ﺭﱠﺬﻌﺗ ﹾﻥِﺈﹶﻓ ،ﺎﺤﻴِﺤﺻ ِﺭﻮﺴﹾﻜﻤﹾﻟﺍ ِﺓﺩﺎﻋِﺈﹶﻛ ِﻥﺎﹶﻜﻣِﻹﹾﺍ ﺪﻨِﻋ ( ٩٤ ) ﻱِﺪﹾﻘﻨﻟﺍ ِﻭﹶﺃ ﻲِﻠﹾﺜِﻤﹾﻟﺍ ﺾﻳِﻮﻌﺘﻟﺍ ِﻱﹶﺃ ) ِﺓﺪﱠﻛﺆﻤﹾﻟﺍ ﺮﻴﹶﻏ ﹸﺓﺮِﻈﺘﻨﻤﹾﻟﺍ ﹸﺓﺭﺎﺴﺨﹾﻟﺍﻭ ِﺢِﻟﺎﺼﻤﹾﻟﺍ ﻉﺎﻴِﺿ ﺎﻣﹶﺃﻭ

  ﻲِﻓ ﺎﻬﻨﻋ ﺽﻮﻌﻳ ﹶﻼﹶﻓ ﹸﺔﻳِﻮﻨﻌﻤﹾﻟﺍ ِﻭﹶﺃ ﹸﺔﻴِﺑﺩَﻷﹾﺍ ﺭﺍﺮﺿَﻷﹾﺍ ِﻭ ﹶﺃ ( ﹸﺔﹶﻠﺒﹾﻘﺘﺴﻤﹾﻟﺍ ﺩﻮﺟﻮﻤﹾﻟﺍ ﹸﻝﺎﻤﹾﻟﺍ ﻮﻫ ِﺾﻳِﻮﻌﺘﻟﺍ ﹶﻞﺤﻣ ﱠﻥَﻷِ ،ﻲِﻬﹾﻘِﻔﹾﻟﺍ ِﻢﹾﻜﺤﹾﻟﺍ ِﻞﺻﹶﺃ ﺔﻳﺮﻈﻧ ،ﻲﻠﻴﺣﺰﻟﺍ ﺔﺒﻫﻭ ) ( ٩٦ ) ﺎﻋﺮﺷ ﻡﻮﹶﻘﺘﻤﹾﻟﺍﻭ ﹰﻼﻌِﻓ ﻖﱠﻘﺤﻤﹾﻟﺍ ( ١٩٩٨ ،ﻖﺸﻣﺩ ،ﺮﻜﻔ ﻟﺍ ﺭﺍﺩ ،ﻥﺎﻤﻀﻟﺍ “Ta’widh (ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan” (h. 87). “Ketentuan umum yang berlaku pada ganti rugi dapat berupa: (a) menutup kerugian dalam bentuk benda (dharar, bahaya),

seperti memperbaiki dinding...

(b) memperbaiki benda yang dirusak menjadi utuh kembali seperti semula selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda yang dipecahkan menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut sulit dilakukan, maka wajib menggantinya dengan benda yang sama (sejenis) atau dengan uang” (h. 93). Sementara itu, hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang belum pasti di masa akan datang atau kerugian immateriil, maka menurut ketentuan hukum fiqh hal tersebut tidak dapat diganti (dimintakan ganti rugi). Hal itu karena obyek ganti rugi adalah harta yang ada dan konkret serta berharga (diijinkan syariat untuk memanfaat-kannya” (h. 96).

b. Pendapat `Abd al-Hamid Mahmud al-Ba’li, Mafahim

  Asasiyyah fi al-Bunuk al-Islamiyah, al-Qahirah: al-Ma’had al-‘Alami li-al-Fikr al-Islami, 1996: ِﺮﻴِﺧﺄﺘﻟﺍ ِﺀﺍﺮﺟ ﻦِﻣ ﹰﻼﻌﹶﻓ ِﻞِﺻﺎﺤﹾﻟﺍ ِﺭﺮﻀﻟﺍ ﻰﹶﻠﻋ ﻩﺭﺍﺪﻣ ِﻞﹾﻄﻤﹾﻟﺍ ﹸﻥﺎﻤﺿ ( ١١٥ ) ِﺩﺍﺪﺴﻟﺍ ِﻡﺪﻌِﻟ ﹰﺔﻴِﻌﻴِﺒﹶﻃ ﹰﺔﺠﻴِﺘﻧ ﺭﺮﻀﻟﺍ ﹶﻥﺎﹶﻛﻭ ،ِﺩﺍﺪﺴﻟﺍ ﻲِﻓ

  43 Ganti Rugi (Ta’widh)

  5 “Ganti rugi karena penundaan pembayaran oleh orang yang mampu didasarkan pada kerugian yang terjadi secara riil akibat penundaan pembayaran dan kerugian itu merupakan akibat logis dari keterlambatan pembayaran tersebut.” c. Pendapat ulama yang membolehkan ta’widh sebagaimana dikutip oleh `Isham Anas al-Zaftawi, Hukm al-Gharamah al-

  Maliyah fi al-Fiqh al-Islami, al-Qahirah: al-Ma’had al-

‘Alami li-al-Fikr al-Islami, 1997:

،ِﺾﻳِﻮﻌﺘﻟﺎِﺑ ﱠﻻِﺇ ﹶﺔﹶﻟﺍﺯِﺇ ﹶﻻﻭ ،ِﺔﻌﻳﺮﺸﻟﺍ ِﺪِﻋﺍﻮﹶﻗ ﺐﺴﺣ ﹸﻝﺍﺰﻳ ﺭﺮﻀﻟﹶﺍ . ﺭﻭﺮﻀﻤﹾﻟﺍ ﻦ ِﺋﺍﺪﻟﺍ ﺪﻴِﻔﺗ ﹶﻻ ِﻞِﻃﺎﻤﻤﹾﻟﺍ ِﻦﻳِﺪﻤﹾﻟﺍ ﹸﺔﺒﹶﻗﺎﻌﻣﻭ ﻮﻫﻭ ،ﻪﻤﹾﻜﺣ ﹶﺬﺧﺄﻳ ﹾﻥﹶﺃ ﻲِﻐﺒﻨﻳﻭ ،ﺐﺼﻐﹾﻟﺍ ﻪِﺒﺸﻳ ﻖﺤﹾﻟﺍ ِﺀﺍﺩﹶﺃ ﺮﻴِﺧﹾﺄﺗ ،ِﺭﻮﻬﻤﺠﹾﻟﺍ ﺪﻨِﻋ ِﺐﺼﻐﹾﻟﺍ ﹶﺓﺪﻣ ِﺏﻮﺼﻐﻤﹾﻟﺍ ﻊِﻓﺎﻨﻣ ﻦﻤﻀﻳ ﺐِﺻﺎﻐﹾﻟﺍ ﱠﻥﹶﺃ

  ( ١٦ - ١٥ ) ﻚ ﹶﻠﻫ ﻮﹶﻟ ِﺏﻮﺼﻐﻤﹾﻟﺍ ﹶﺔﻤﻴِﻗ ِﻪِﻧﺎﻤﺿ ِﺐﻨﺟ ﻰﹶﻟِﺇ “Kerugian harus dihilangkan berdasarkan kaidah syari’ah dan kerugian itu tidak akan hilang kecuali jika diganti; sedangkan penjatuhan sanksi atas debitur mampu yang menunda-nunda pembayaran tidak akan memberikan manfaaat bagi kreditur yang dirugikan. Penundaan pembayaran hak sama dengan ghashab; karena itu, seyogyanya stastus hukumnya pun sama, yaitu bahwa pelaku ghashab bertanggung jawab atas manfaat benda yang di-ghasab selama masa ghashab, menurut mayoritas ulama, di samping ia pun harus menanggung harga (nilai) barang tersebut bila rusak.”

  3. Fatwa DSN No.17/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran.

  4. Fatwa DSN No 18/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pencadangan

Penghapusan Aktiva Produktif dalam LKS

  5. Rapat BPH DSN MUI – BI – Perbankan Syari’ah, 18 Juli 2004 di Lippo Karawaci-Tangerang.

  6. Rapat Pleno DSN-MUI, hari Rabu, 24 Jumadil Akhir 1325 H/11 Agustus 2004.

  

Dengan memohon taufiq dan ridho Allah SWT

MEMUTUSKAN

  Menetapkan : FATWA TENTANG GANTI RUGI (TA’WIDH) : Ketentuan Umum Pertama

  1. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.

  43 Ganti Rugi (Ta’widh)

  2. Jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan kerugian riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak.

  11 Agustus 2004 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL

  Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 24 Jumadil Akhir 1425 H

  Keempat : Ketentuan Penutup Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan, jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

  Ketiga : Penyelesaian Perselisihan Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiaannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

  4. Pihak yang cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya lainnya yang timbul akibat proses penyelesaian perkara.

  3. Besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad.

  1. Ganti rugi yang diterima dalam transaksi di LKS dapat diakui sebagai hak (pendapatan) bagi pihak yang menerimanya.

  6

  Kedua : Ketentuan Khusus

  6. Dalam akad Mudharabah dan Musyarakah, ganti rugi hanya boleh dikenakan oleh shahibul mal atau salah satu pihak dalam musyarakah apabila bagian keuntungannya sudah jelas tetapi tidak dibayarkan.

  5. Ganti rugi (ta`widh) hanya boleh dikenakan pada transaksi (akad) yang menimbulkan utang piutang (dain), seperti salam, istishna’ serta murabahah dan ijarah.

  4. Besar ganti rugi (ta`widh) adalah sesuai dengan nilai kerugian riil (real loss) yang pasti dialami (fixed cost) dalam transaksi tersebut dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi (potential loss ) karena adanya peluang yang hilang (opportunity loss atau al-furshah al-dha-i’ah ).

  3. Kerugian riil sebagaimana dimaksud ayat 2 adalah biaya-biaya riil yg dikeluarkan dalam rangka penagihan hak yg seharusnya dibayarkan.

  2. Kerugian yang dapat dikenakan ta’widh sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 adalah kerugian riil yang dapat diperhitungkan dengan jelas.

  

MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua, Sekretaris,

K.H.M.A. Sahal Mahfudh Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin

  

PERJANJIAN QARDHUL HASAN

Nomor : ....................

  Kami yang melakukan perjanjian yaitu : Pada hari ini, .............. tanggal ..................., yang bertanda tangan dibawah ini : I.

  (PIMPINAN), Pemimpin Kantor Cabang Banjarmasin PT. Bank ......................., dalam hal ini bertindak sesuai jabatannya tersebut berdasarkan surat kuasa nomor 41 tanggal 21 Juni 2010, dengan demikian berdasarkan Anggaran Dasar Perseroan sebagaimana Akta nomor 160 tanggal

  22 Maret 2010, yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Akta Nomor 41 tanggal 25 September 2013 yang dibuat di hadapan

  ……………………….., Notaris di Jakarta yang telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 14 November 2013 nomor 101 dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia nomor 132352, berwenang bertindak untuk dan atas nama PT. Bank ......................., berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta Selatan, dengan alamat Jalan ………………………, untuk selanjutnya disebut :

  BANK

  II. (NASABAH), bertempat tinggal di Jalan ............................................, Pemegang Kartu Tanda Penduduk Republik Indonesia Nomor ......................... dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama diri sendiri untuk selanjutnya disebut :

  MUQTARIDH

  Bank dan muqtaridh selanjutnya disebut para pihak Para pihak dengan ini menerangkan bahwa : (1) Muqtaridh dalam rangka keperluan tambahan modal istri membeli tabung gas LPG 3 kg, dan untuk memenuhi hal ini muqtaridh telah meminta kepada bank untuk memberikan pembiayaan sejumlah Rp.2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah). (2) Bank menyetujui untuk menyediakan pembiayaan tersebut kepada muqtaridh. Berdasarkan hal di atas, para pihak sepakat mengikatkan diri untuk mengadakan perjanjian pembiayaan Qardhul Hasan dengan ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:

  

Pasal 1

LANDASAN PEMBERIAN PEMBIAYAAN Perjanjian pemberian pembiayaan ini semata-mata dilandasi oleh ketaqwaan kepada Allah SWT,

  saling percaya, semangat ukhuwah Islamiyah dan rasa tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility).

  

Pasal 2

JUMLAH PEMBIAYAAN

  1. Bank dengan ini setuju memberikan pembiayaan sampai jumlah Rp 2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) dengan cara angsuran sesuai dengan permohonan muqtaridh.

  2. Pembiayaan tersebut pada ayat 1 Pasal ini dapat ditarik selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 (lima) hari setelah muqtaridh telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Pembiayaan.

  

Pasal 3

TUJUAN PEMBIAYAAN Tujuan pembiayaan ini semata-mata dipergunakan untuk tambahan modal istri membeli tabung gas LPG 3 kg.

Pasal 4

BENTUK PEMBIAYAAN Bentuk pembiayaan adalah pembiayaan yang wajib dibayar (dilunasi) muqtaridh berupa pokok

  pembiayaan pada Pasal 2 di atas kepada bank pada waktu yang telah ditentukan dengan cara angsuran.

  

Pasal 5

JANGKA WAKTU PEMBIAYAAN Jangka waktu pembiayaan adalah 12 (dua belas) bulan, terhitung mulai sampai

  dengan

  7. Menyelenggarakan administrasi keuangan secara tertib, jujur dan transparan.

  6. Melaksanakan usaha-usahanya berdasarkan prinsip- prinsip syari’ah.

  5. Mengirimkan kepada bank setiap keterangan, bahan-bahan atau dokumen-dokumen yang diminta oleh bank kepada muqtaridh.

  4. Mengelola secara benar usahanya.

  3. Mengelola semua kekayaan miliknya, bebas dan bersih dari segala beban jaminan kepada pihak ketiga kecuali bagi kepentingan bank.

  2. Memberikan pemberitahuan pendahuluan dalam hal adanya perubahan yang menyangkut muqtaridh maupun usahanya.

  1. Mengembalikan seluruh jumlah pokok pembiayaan pada saat jatuh tempo, sesuai jadwal terlampir.

  2. Memindahtangankan dan/atau menyewakan usaha dalam bentuk dan maksud apapun kepada pihak lain.

  melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Memindahtangankan usaha yang dibiayai dengan pembiayaan ini kepada pihak ketiga.

  

Pasal 9

PEMBATASAN TERHADAP TINDAKAN MUQTARIDH Tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari bank, muqtaridh tidak diperkenankan untuk

  penyelenggaraan perjanjian pembiayaan ini, sebesar Rp. 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) yang dibayar di muka.

  

Pasal 8

BEBAN BIAYA Muqtaridh wajib membayar kepada bank biaya administrasi yang timbul dengan adanya

  3. Bilamana setelah berakhirnya jangka waktu pembiayaan ini, muqtaridh tidak menyelesaikan pembayaran (pelunasan pembiayaan) sebagaimana mestinya, maka bank pertama-tama akan menempuh jalan musyawarah untuk mufakat guna penyelesaian kewajiban muqtaridh dalam jangka waktu yang disepakati.

  2. Tempat pembayaran kembali atas pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada muqtaridh adalah di kantor PT. Bank ....................... Kantor Cabang Syariah Banjarmasin, dengan cara menyetorkan sejumlah angsuran pembiayaan pokok kepada bank.

  1. Muqtaridh wajib mengembalikan seluruh jumlah pembiayaan sebesar pokok secara penuh kepada bank sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat 1 di atas dan Pasal 5 perjanjian ini.

  

Pasal 7

PELUNASAN (PENYELESAIAN PEMBIAYAAN)

  2. Realisasi (penarikan pembiayaan) dari maksimum pembiayaan adalah seperti tercantum dalam lampiran perjanjian ini yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.

  b) Persyaratan Qardhul Hasan telah ditandatangani.

  1. Bank hanya mengizinkan muqtaridh melakukan penarikan pembiayaan setelah: a) Memenuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan dalam perjanjian ini.

  

Pasal 6

REALISASI (PENARIKAN PEMBIAYAAN)

Pasal 10 KEWAJIBAN MUQTARIDH Muqtaridh berkewajiban untuk melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

Pasal 11 JAMINAN Untuk menjamin pembayaran pembiayaan (hutang) yang diperoleh oleh muqtaridh, maka :

  1. Muqtaridh wajib menyetor dan memelihara dana sebesar Rp. 208.333,00 (dua ratus delapan ribu tiga ratus tiga puluh tiga rupiah) ke rekening Tabungan Ku yang menjadi rekening afiliasi untuk diblokir (berdasarkan kuasa yang diberikan muqtaridh kepada bank sebagaimana disebutkan pada Pasal 13 perjanjian ini) yang digunakan untuk menutupi keterlambatan angsuran.

  

Pasal 15

PELANGGARAN ATAS SYARAT-SYARAT PERJANJIAN Muqtaridh dianggap melanggar syarat-syarat perjanjian, bilamana melakukan salah satu atau semua

  2. Semua dokumen, data, dan keterangan yang diberikan sehubungan dengan perjanjian ini adalah benar dan lengkap serta bersedia memperpanjang masa berlaku dokumen yang akan jatuh tempo.

  1. Saat ini tidak sedang tersangkut perkara atau sengketa apapun yang dapat mengancam harta kekayaannya.

  

Pasal 17

PERNYATAAN DARI MUQTARIDH Muqtaridh dengan ini menyatakan bahwa :

  muqtaridh, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan hal ini secara langsung ataupun tidak langsung seperti mengambil foto (pemotretan) dan tindakan lain.

  

Pasal 16

PEMERIKSAAN Bank dan/atau pemegang kuasa yang ditunjuk bank berhak untuk memeriksa pembukuan hasil usaha

  3. Muqtaridh lalai dalam memenuhi kewajibannya kepada pihak lain.

  2. Muqtaridh melakukan pengalihan usahanya dengan cara apapun termasuk penggabungan, konsolidasi ataupun akuisisi dengan pihak lain.

  1. Muqtaridh menggunakan pembiayaan yang diberikan oleh bank untuk hal-hal diluar tujuan pembiayaan sebagaimana ditetapkan Pasal 2 perjanjian ini.

  ketentuan dalam Pasal ini dan/atau perjanjian ini:

  2. Sebagian atau keseluruhan harta kekayaan muqtaridh disita oleh badan peradilan.

  2. Muqtaridh memberikan jaminan berupa : Tidak ada jaminan

  namun tidak terbatas pada hal-hal sebagai berikut: 1. Muqtaridh melanggar prinsip- prinsip syari’ah.

  

Pasal 14

PERISTIWA KELALAIAN JANJI (WANPRESTASI) Muqtarid dianggap lalai atau cedera janji jika terbukti melanggar dan atau menyimpangi antara lain

  3. Memblokir, membebani rekening Tabungan Ku atau rekening lain atas nama muqtaridh yang ada pada bank. Guna pembayaran pembiayaan (hutang) dan segala biaya yang timbul karena pelaksanaan perjanjian ini.

  2. Mencairkan, mendebet, dan memindahbukukan saldo yang diblokir yang ada pada Tabungan Ku.

  1. Pendebetan dan memindahbukukan rekening Tabungan Ku milik muqtaridh ke rekening piutang Qardhul Hasan.

  ini. Kuasa tersebut tidak akan berakhir disebabkan oleh hal yang diatur dalam Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang sewaktu-waktu dapat melakukan :

  

Pasal 13

KEKUASAAN BANK TERHADAP REKENING MUQTARIDH Bank berhak dan diberi kuasa oleh muqtaridh sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian

  2. Penyelenggaraan rekening pembiayaan tersebut dilakukan di PT. Bank ....................... Kantor Cabang Syariah Banjarmasin.

  1. Untuk pelaksanaan perjanjian ini, muqtaridh wajib membuka rekening atas namanya yang disebut Rekening Piutang Qardhul Hasan.

  

Pasal 12

PENYELENGGARAAN REKENING PEMBIAYAAN

  3. Bertanggung jawab melaksanakan semua kewajiban yang dituangkan dalam perjanjian ini.

  4. Menggunakan pembiayaan yang diberikan bank sesuai dengan tujuan yang ditetapkan Pasal 2 perjanjian ini.

Pasal 18 HAK BANK UNTUK MENOLAK PENARIKAN PEMBIAYAAN ATAU MENGAKHIRI JANGKA WAKTU PEMBIAYAAN Bank berhak menolak penarikan pembiayaan lebih lanjut yang dilakukan oleh muqtaridh atau

  mengakhiri jangka waktu, sehingga muqtaridh wajib melunaskan sekaligus pembiayaan yang telah ditariknya atau melunasi sisa kewajibannya dalam jangka waktu yang akan ditetapkan bank, bila :

  1. Muqtaridh tidak memenuhi ketentuan perjanjian ini sebagaimana mestinya

  2. Melakukan tindakan atau perbuatan dan terlibat peristiwa yang mengancam kelangsungan kerja atau usahanya, sehingga kewajiban kepada bank tidak terjamin seperti yang semestinya.

  3. Telah terjadi perpindahan tempat tinggal, pekerjaan, atau lokasi usaha yang menyebabkan bank sulit melakukan penagihan.

  

Pasal 19

PENYELESAIAN PERSELISIHAN MELALUI ARBITRASE

  1. Sengketa yang timbul akibat perjanjian ini akan diselesaikan secara musyawarah untuk memperoleh mufakat. Jika dengan cara tersebut tidak tercapai kesepakatan, maka akan diputuskan melalui Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).

  2. Arbitrase akan dilaksanakan di Banjarmasin.

  3. Keputusan arbitrase merupakan keputusan yang mengikat kedua belah pihak.

  

Pasal 20

HUKUM YANG DIGUNAKAN DAN DOMISILI HUKUM 1. Perjanjian ini menggunakan ketentuan hukum Indonesia.

  2. Bila keputusan Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang dimaksud Pasal 19 perjanjian ini tidak dapat dilaksanakan, maka para pihak memilih penyelesaiannya secara hukum di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Agama Banjarmasin di Banjarmasin.

  

Pasal 21

ADDENDUM Hal-hal yang belum diatur dan/atau belum cukup diatur dan/atau diperlukan perubahan syarat-

  syarat dalam perjanjian ini, para pihak sepakat untuk menuangkan dalam suatu perjanjian tambahan (addendum) yang ditandatangani oleh para pihak, yang merupakan satu kesatuan serta bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini.

  Lampiran perjanjian merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian ini. Perjanjian ini ditandatangani di Banjarmasin tanggal ....................... dan dibuat rangkap 2 (dua) bermaterai, sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang sama.

  MUQTARIDH BANK (NASABAH) (PIMPINAN) Pemimpin

  

WAKALAH

  Dengan ini menyatakan bahwa saya : Nama : (PIMPINAN) Jabatan : Pemimpin PT. Bank .......................

  Kantor Cabang Syariah Banjarmasin Memberikan kuasa kepada Nama : (NASABAH) Alamat : .............................

  ................................ Untuk keperluan tambahan modal istri membeli tabung gas LPG 3 kg senilai Rp. 2.500.000,00 menurut menurut Surat Keputusan Pembiayaan Nomor ...................... tanggal ................. dan Akad Pembiayaan Qardhul Hasan Nomor .................. tanggal ......................

  Banjarmasin, ......................... Pemberi Kuasa PT. Bank ....................... Penerima Kuasa Kantor Cabang Syariah Banjarmasin (NASABAH) (PIMPINAN)

  Pemimpin

  

SURAT KUASA

  Dengan ini menyatakan bahwa saya : Nama : (NASABAH) Alamat : ...............................

  .................................. Bukti Kenal Diri : ...................................... Pemilik Rekening Nomor : ..................................

  Tabungan Ku PT Bank ....................... Memberikan kuasa kepada : PT Bank .......................

  Kantor Cabang Syariah Banjarmasin Untuk mendebet saldo rekening Tabungan Ku sebagai pembayaran angsuran Pembiayaan Qardhul Hasan atas nama (NASABAH) menurut Akad Pembiayaan Qardhul Hasan Nomor .................... tanggal ..................... hingga pembiayaan tersebut lunas. Kepada Penerima Kuasa diberikan kewenangan untuk menandatangani bukti yang diperlukan berkaitan dengan Tabungan Ku di atas. Kuasa yang diberikan merupakan bagian dan tidak terpisahkan dari Akad Pembiayaan Qardhul Hasan Nomor ...................... tanggal ......................... Karena itu tidak dapat ditarik dan tidak akan berakhir disebabkan Pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

  Banjarmasin, ..................... Pemberi Kuasa

  Penerima Kuasa (NASABAH)

  (PIMPINAN) Pemimpin

  

BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM

  “Hai orang-orang yang beriman penuhilah Akad itu” (QS. Al-Maaidah ayat 1)

  

AKAD PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

  Nomor : ../../ …/ .. /…… Pada hari ini, tanggal yang bertandatangan di bawah ini : -----------------

  I. (PIMPINAN), Pemimpin Cabang Banjarmasin PT Bank ................, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut berdasarkan surat kuasa nomor 41 tanggal 21 Juni 2010, dengan demikian berdasarkan Anggaran dasar Perseroan sebagaimana Akta nomor 160 tanggal 22 Maret 2010, yang telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 11 Februari 2011 nomor 12 dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia nomor 1455 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Akta Nomor 41 tanggal 25 September 2013 yang dibuat dihdapan (NOTARIS), Notaris di Jakarta dan telah memperoleh persetujuan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Keputusan nomor AHU-58699.AH.01.02 Tahun 2013 tanggal 14 November 2013, berwenang bertindak untuk dan atas nama PT Bank ................, berkedudukan dan berkantor pusat di Jakarta selatan, dengan alamat Jalan …………………………….. untuk selanjutnya disebut :

  • BANK -----------------------------------------------------

  II. .................. sebagaimana Kartu Tanda penduduk Nomor 6303050110770005 bertempat tinggal di ………………………………………………… dalam jabatannya sebagai Direktur.

  .................. sebagaimana Kartu Tanda penduduk Nomor 6303052507940009 bertempat tinggal di ………………………………………………… dalam jabatannya sebagai Komisaris.

  Bertindak untuk dan atas nama serta sah mewakili Perseroan Terbatas “PT. ..................”, berkedudukan di Kabupaten Banjar, Propinsi Kalimantan Selatan yang Anggaran Dasarnya dimuat dalam Akta Nomor 01 tanggal 03 Desember 2012 yang dibuat dihadapan …………………., Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan, Notaris di Kota Banjarbaru dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor AHU-02997.AH.01.01.Tahun 2013 tanggal 28 Januari 2013 untuk selanjutnya disebut:

  • NASABAH -------------------------------------------------

  

Bank dan Nasabah selanjutnya disebut Para Pihak, bertindak dalam kedudukannya masing-

masing sebagaimana tersebut diatas, terlebih dahulu menerangkan bahwa :

  • Berdasarkan permohonan pembiayaan tanggal 12 Februari 2014, Nasabah telah mengajukan permohonan pembiayaan BNI iB Wirausaha Hasanah.