Poros propeler pada kendaraan berat - USD Repository

  

T H E P R O P E L L E R S H A F T

O F

H E A V Y T R U C K

T h e s i s

  P r e s e n t e d A s T h e P a r t i a l F u l f i l l m e n t R e q u i r e m n t s T o O b t a i n T h e S a r j a n a T e h n i k D e g r e e

  I n Mechanical Engineering U

By:

  

Yakobus Dwi Daryono

Student Number : 0 0 5 2 1 4 0 8 5

MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT

SCIENCE AND TECHNOLOGI FACULTY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

  

2007 ii

  P O R O S P R O P E L E R U N T U K K E N D A R A A N B E R A T T U G A S A K H I R

  D i a j u k a n U n t u k M e m e n u h i S a l a h S a t u S y a r a t M e m p e r o l e h G e l a r S - 1 S a r j a n a T e k n i k

  P r o g r a m s t u d i t e k n i k m e s i n

  oleh : U Yakobus Dwi Daryono NIM : 0 0 5 2 1 4 0 8 5 Kepada JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007 iii

  1 November 2007 iv

  HALAMAN PENGESAHAN

  

PRAKATA

  Skripsi ini di tulis guna mencoba merancang sebuah poros propeler yang akan digunakan pada kendaraan berat. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang saya anggab sebagai sahabat, teman, dan, guru panutan saya, sehingga skripsi ini dapat terwujud. Sebagai ungkapan syukur dan terimakasih saya, Semoga hasil ungkapan doa ataupun dukungan yang sangat membantu ini dapat saya pergunakan sebaik- baiknya di kemudian hari.

  Dan saya sebagi penulis mohon maaf jika dalam penulisan skripsi yang saya tulis ini terdapat kesalahan-kesalahan yang dapat menimbulkan kesaahn penafsiran.

  Penulis Yakobus Dwi Daryono v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya dari orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 1 November 2007 Penulis

  Yakobus Dwi Daryono vi

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Yakobus Dwi Daryono Nomor Mahasiswa : 0 0 5 2 1 4 0 8 5

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  The Propeller Saft of Heavy Truck beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me- ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

  Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 1 November 2007 Yang menyatakan (Yakobus Dwi Daryono ) vii

  

INTISARI

  Bagi penulis, pemulisan skripsi ini betujuan sebagai hasil pendalaman materi selama belajar di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis memilih materi p o r o s p r o p e l e r u n t u k k e n d a r a a n b e r a t ini karena komponen kendaraan yang semacam ini sangat utama fungsinya dan umum digunakan pada komponen permesinan dan kendaraan. Diharapkan, penulis dapat merancang sendiri fungsi komponen yang semacam ini untuk dapat digunakan pada komponen mesin penggerak yang lain, yang umum digunakan pada masyarakat. viii

  

ABSTRACT

  As a writer, this thesis to obtain comprehension the knowledge during of the course in Mechanical Engineering Department of Science And Technologi Faculty of Sanata Dharma University in Yogyakarta.

  So, the plan of product resullt this thesis, can be used increasing in the others one of the society machine part, due to this part is commonly actualy exist in the vehicle machine. ix

  x

  21

  34

  32

  29

  

8

  26

  26

  15

  

DAFTAR ISI

PRAKATA..............................................................................................................................................V

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................................................................... VI

  5

  2

  12

  10

  ............................................................................................................................... 8

  

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1

5

  

  36

  37

  40

  44

  45

  48

  

  0

  0

  1

  ...................................................................... 51

  

  2

  3

  53

  4

  4

  5

  

  ........................................................................ 55

  6

  7

  

  

  

  

  ...................................................................... 59

  

  1

  61

  63

  63

  

5

BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP........................................................................................... 69

  69

  9

  69

  xi

  70

  70

  70

  70

  70

  71

  72

  72

  73

  6

2

  xii

  xiii

  

DAFTAR GAMBAR

T

Gambar 2.1 T T Poros Propeler T ..................................... Error! Bookmark not defined. TGambar 2.2 T T Universal Joint T .................................... Error! Bookmark not defined. TGambar 2.3 T T Spider T .................................................. Error! Bookmark not defined. TGambar 2.4 T T Bantalan spider T ................................... Error! Bookmark not defined. TGambar 2.5 T T Baut. T .................................................... Error! Bookmark not defined. TGambar 2.6 T T Spline T .................................................. Error! Bookmark not defined. TGambar 2.7 T T Flens T .................................................... Error! Bookmark not defined. TGambar 2.8 T T Bantalan Bola T ...................................... Error! Bookmark not defined. TGambar 2.9 T T Susunan Bantalan T ................................ Error! Bookmark not defined. TGambar 3.1 T T Flens T .................................................... Error! Bookmark not defined. TGambar 3.2 T T Baut T ..................................................... Error! Bookmark not defined. TGambar 3.3 T T Rancangan Penempatan Baut T ............. Error! Bookmark not defined. TGambar 3.4 T T Panjang Baut Yang Diperlukan T .......... Error! Bookmark not defined. TGambar 3.4 T T Keterangan Tabel Spline T ..................... Error! Bookmark not defined.

  

DAFTAR LAMPIRAN

   xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Kendaraan merupakan salah satu dari hasil karya teknologi manusia yang hingga saat ini masih terus dikembangkan untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri, sebagai alat untuk memindahkan barang atau manusia antar tempat. Kendaraan yang di rancang juga akan disesuaikan dengan kondisi medan kerja, kapasitas angkutan dan fungsinya.

  Heavy truck merupakan kendaraan yang dirancang untuk mengangkut

  barang dalam jumlah yang besar dan bobot yang lebih berat. Sehingga membutuhkan daya mesin yang cukup besar. Sebagai penyeimbangnya, setiap komponen yang dirancang pada kendaraan ini harus dapat berfungsi dengan baik dalam hal keamanan, kemudahan pengoperasiannya dan umur komponen yang cukup. Sehingga dapat berfungsi pada medan dan fungsi yang tepat. Diharapkan dengan menggunakan truk jenis ini, perawatan kendaraaan dan pengangkutan barang akan lebih ringkas dan ekonomis, jika dibandingkan dengan menggunakan alat angkutan yang lain, karena dapat mengangkut lebih banyak.

  Sebagai konsekuensinya, perancangan komponen-komponen pendukung dari kendaraan ini juga harus disesuaikan dengan kebutuhan kemampuan komponennya. Memang dari segi artistik, biasanya untuk kendaraan jenis truk kelas berat tidak begitu diutamakan dan kurang begitu menarik penampilannya, namun pada jenis kendaraan ini akan lebih mengutamakan kemampuan pada jumlah muatan, serta umur kendaraan yang lebih efektif dibandingkan dengan kendaraan jenis lain. Sebagai contoh: bahan bak truk hanya terbuat dari kayu, karena biaya pembuatan akan lebih murah, sementara kekuatan, umur, bobot, kemudahan perbaikan, akan lebih baik jika dibandingkan dengan bahan dari besi. Badan kendaraan dan bagian komponen kendaraan dibuat lebih kokoh agar mampu menopang beban kendaraan terebut serta muatannya.

  Poros propeler adalah salah satu komponen yang umum dipergunakan dalam sistem kendaraan bermotor. Terutama kendaraan yang beroda empat atau lebih. Poros propeler digunakan sebagai penerus daya dari mesin ke roda penggerak kendaraan tersebut.

  Dalam perancangan ini akan dibahas secara lebih khusus pada bagian poros propeler kendaraan angkutan barang untuk jenis truk besar.

1.2 Batasan Masalah

  Pada perancangan ini penulis akan membahas mengenai rangkaian poros propeler yang digunakan pada kendaraan truk pengangkut barang dengan Merk

  HINO dengan tipe mesin FM 260 JD. Hal ini meliputi:

  1. Rangkaian universal joint

  2. Poros berlubang (hollow shaft)

  3. Spline

  4. Bantalan tengah (center bearing) 5. Pelumasan pada rangkaian poros propeler tersebut.

  1.3 Tujuan Dan Manfaat Perancangan

  Tujuan penulisan perancangan ini adalah sebagai berikut:

  1. Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada jenjang pendidikan S1.

  2. Melatih diri menerapkan teori yang di pelajari di kampus guna mempersiapkan diri dalam menghadapi kenyataan di dunia kerja.

  3. Mendapatkan nilai keamanan serta dimensi minimal yang harus diikuti dalam merancang salah satu komponen dalam kendaraan bermotor.

  1.4 Metode perancangan 1. Studi pustaka.

  2. Observasi lapangan untuk mendapatkan gambaran yang nyata pada pada poros propeler.

  3. Analisis perhitungan.

  1.5 Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

  1. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan membahas tentang latar belakang permasalahan yang timbul pada perancangan poros propeler. Batasan masalah ditentukan untuk memfokuskan perancangan dan penulisan pada ruang lingkup pembahasan, sehingga hasil perancangan akan lebih fokus. Hal tersebut yang akan diuraikan pada sub metode perancangan. Selain hal di atas, pada bab ini juga menguraikan sistematika perancangan, untuk memudahkan penulisan dalam penyusunan analisis perhitungan.

  2. BAB II DASAR TEORI

  Bab ini berisi tentang berbagai acuan penulisan yang mendukung pokok permasalahan/pembahasan ataupun perhitungannya. Pada bab ini akan diuraikan mengenai bagian-bagian dari poros propeler, serta gambaran secara umum tentang poros propeler.

  3. BAB III PERANCANGAN POROS PROPELER Pada bab ini akan membahas mengenai urutan dan cara perancangan poros propeler. Yang meliputi: bentuk dan dimensi, kekuatan, serta gambaran dari poros propeler yang di rancang.

  4. BAB IV PELUMASAN DAN PERAWATAN Pada bab ini akan membahas mengenai perawatan yang seharusnya dilakukan agar propeleryang dirancang tetap dalam kondisi yang baik digunakan dan

  5. BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP

BAB II DASAR TEORI Pada kendaraan truk letak mesin berada di bagian depan kendaraan, sehingga

  untuk menggerakkan roda belakang diperlukan poros penerus daya dari transmisi roda gigi ke roda gigi differensial rear shaft. Poros penerus daya tersebut disebut universal joint. Panjang universal joint disesuaikan dengan daya yang dihasilkan oleh mesin, yang akan berpengaruh pada daya angkut sebuah truk yang mempengaruhi dimensi panjang dari truk tersebut.

Gambar 2.1 Poros Propeler

  

(sumber: Industrial Universal Joint, Dana Corp., Toledo Oiho, hal 361) Hal yang harus diperhatikan jika menggunakan poros propeler:

  1. Ketika kendaraan berjalan dengan kondisi jalan yang tidak rata terjadi aksi dari pegas suspensi roda belakang, yang mengakibatkan terjadi perbedaan jarak antara poros differensial gear dan poros transmisi. Sehingga diperlukan komponen poros propeler yang dapat mengatasi hal tersebut, yaitu rangkaian

  splin .

  2. Dari aksi pegas susensi roda belakang serta posisi antara poros differensial gear dan poros transmisi tersebut juga mengakibatkan poros propeler tidak pada kondisi yang satu garis lurus dan mempunyai sudut kerja propeler yang berubah- ubah. Sehingga diperlukan jenis sambungan yang dapat mengatasi hal tersebut, yaitu jenis universal joint.

  3. Jarak antara poros differensial gear dan poros transmisi panjangnya berbeda-beda yang disesuaikan dengan kebutuhan dari rancangan pemakaiannya. Jika panjang dari poros penerus daya ini terlalu panjang, dapat mengakibatkan ketidakstabialan dari putaran poros propeler tersebut. Sehingga diperlukan sambungan sambungan untuk menjaga agar putarannya tetap stabil, maka diperlukan sambungan universal joint yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhannya.

2.1 Universal Joint

  Universal joint memungkinkan daya penggerak disalurkan ke poros yang

  mempunyai sudut berubah-ubah. Sambungan universal joint ini adalah sambungan engsel ganda yang terdiri sepasang kuk dan yoke yang berbentuk Y dan bagian poros engsel (spider) yang berbentuk melintang yang dinamakan spider.

  Salah satu kuk tersebut adalah poros penggerak dan yang lainnya adalah poros yang digerakkan. Empat lengan dari spider dinamakan trunion yang dirakit dengan bantalan yang terdapat diujungnya. Poros penggerak dan kuk menyebabkan spider berputar dan dua trunion yang lain memutar kuk yang dibelakangnya. Ketika dua poros membentuk sudut antara satu dengan yang lainnya, bantalan pada kuk menyebabkan kuk dapat mengayun pada trunion pada setiap putarannya.

  B a n t a l a n s p i d e r c i r c l i p s K u k Y o k e

Gambar 2.2 Universal Joint

  (sumber: Industrial Universal Joint, Dana Corp., Toledo Oiho) Universal joint 1 terdiri dari: a Yoke b Spider c Bantalan spider d Circlips

2.1.1 Yoke

  Yoke adalah salah satu bahan pada rangkaian universal joint yang seperti bentuk huruf ’Y’, atau batang ketapel. Yoke ini disambungkan dengan poros berlubang, spline, atau flens, sesuai dengan kebutuhan atau fungsinya.

  Dalam perancangan universal joint terdiri dari 3 jenis yoke yaitu: yoke flens, yoke output, dan Yoke spline dalam.

  1. Yoke flens adalah jenis yoke yang di bagian salah satu sisinya berupa flens.

  2. Yoke output adalah yoke yang pada salah satu sisinya berupa poros pejal lurus.

  3. Yoke spline dalam jenis yoke yang di bagian salah satu sisinya berupa spline dalam, yang akan berpasangan dengan splin

  B B

  Tegangan geser ijin pada yoke (T ) diperoleh dengan persamaan 2.1 (Sumber :

  a

Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT.

  Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal. 8)

   ba  ........................................................................ (2.1)

  sfsf 1 2 Dengan:  = tegangan geser ijin pada yoke B B B P P

  Sf B B 1 = faktor koreksi karena pengaruh massa Sf 2 = faktor koreksi karena pengaruh konsentrasi tegangan B B

  Sf 1 menyatakan harga 0,18 % dari kekuatan tarik bahan yang

  digunakan.untuk itu, fakktor keamanan diambil sebesar 1/0,18 = 5,6. Jika bahan yang digunakan adalah SF besarnya dalah 5.6. dan jika bahan yang digunakan itu adalah S- C harganya 6,0.

  Selanjutnya perlu ditinjau apakakh poros tersebut akandiberi alur pasak atau dibut bertangga, karena pengaruh tegangan cukup besar. Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan. Untuk memasukkan pengaruh-pengaruh ini B B dalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan sebagai Sf

  2 dengan harga

  sebesar 1,3-3,0. (Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan

  Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta, hal. 8) B B

  Menghitung diameter yoke (d ) diperoleh dengan persamaan 2.2 (Sumber : Sularso,

  y Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta, hal. 8) 1 3

    5 .

  1 dKCT ...................................................... (2.2) y t b

   

   a

   

  Dengan:

  a

   = tegangan geser ijin pada yoke t

  K

  = faktor koreksi terhadap tumbukan b

  C

  = faktor lenturan bahan yoke T = torsi yang bekerja pada yoke

  Dalam perancangan yoke ini untuk merancang diameter lubang baut serta penempatannya akan ditentukan setelah memperhitungkan dimensi baut yang akan digunakan. Luasan pada cabang yoke diperhitungkan dengan memperhitungkan perbandingan antara gaya geser ijin dan gaya geser yang bekerja pada yoke.

  Faktor koreksi

2.1.2 Spider

Gambar 2.3 Spider

  (sumber: Industrial Universal Joint, Dana Corp., Toledo Oiho, hal 361)

  Poros Universal Joint atau Spider adalah salah satu dari rangkaian universal

  • + joint yang seperti bentuk seperti tanda ’ ’, dengan bantalan jarum di tiap ujung porosnya. Spider ini yang dapat membuat poros bergerak secara universal.

  Gaya geser yang bekerja pada spider pada jarak D/2 diperoleh dengan persamaan 2.3

  

(Sumber : , Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen

Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta, hal. 8) M t F .......................................................................... (2.3)

   D

  2 

2 Dengan:

  F = gaya geser yang bekerja pada spider B B M t = moment puntir yang bekerja pada spider D = diameter lengan spider

  Tegangan geser maksimum ( 

  a) pada spider diperoleh dengan persamaan 2.1  b

    a

  sfsf 1 2 Diameter poros spider akibat gaya geser diperoleh dengan persamaan 2.4

(Sumber : Eurasia Publishing House, Ram Nagar, New Delhi, India, 1980. hal

4) 3

16 T

  ....................................................................... (2.4)

  D  

    a Dengan:

  D = diameter poros spider T = torsi yang bekerja pada poros spider a

   = tegangan geser maksimum ijin dari bahan poros

2.1.3 Bantalan Spider

  Bantalan adalah salah satu elemen konstruksi yang berfungsi menopang beban dan menjaga posisi dari elemen konstruksi lain yang berputar, terutama poros penyangga T

  (axle) T

  dan poros transmisi T

(shaft).

Bantalan yang digunakan adalah jenis bantalan gelinding. Keuntungan : - Momen awalan dan momen kerja hampir sama besar.

  • Kebutuhan pelumas sedikit sekali
  • Pemeliharaan mudah - Mempunyai ukuran standar sehingga mudah mencari suku cadangnya. Kerugian :
  • Sangat peka terhadap beban kejut
  • Umur pakai dan tingginya angka putaran terbatas - Sangat peka terhadap debu/kotoran, jadi membutuhkan perapat atau sil.

2.1.3.1 Perancangan Bantalan spider Bantalan spider pada umumnya menggunakan bantalan bambu/batalan jarum.

  Bantalan spider terletak pada setiap ujung dari poros spider tersebut.

Gambar 2.4 Bantalan spider

  (sumber: Hand Book Of Fastening And Joining Of Metal Part, Mc Grow Hill, 1956 hal 421) Faktor kecepatan bantalan ( f ) diperoleh dengan persamaan 2.5 (Sumber : Sularso, n

  

Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya

Pratama, 1997, Jakarta , hal. 136) 1 3 .

  3   f  33  ....................................................................... (2.5) n n

    3 10 .

  3   f ...................................................................... (2.6) n  33  n

   

  Dengan:

  n = putaran spider B B Faktor umur bantalan (f h ) diperoleh dengan persamaan 2.6 (Sumber : Sularso, Ir.

  

MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama,

1997, Jakarta , hal.136)

  C ff  ........................................................................... (2.7) h n P

  Dengan; C = beban nominal dinamis spesifik P = beban ekivalen dinamis B B Umur nominal bantalan (L h ) diperoleh dengan persamaan 2.7 (Sumber : Sularso, Ir.

  

MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama,

1997, Jakarta , hal.136)

  Untuk bantalan bola: 3 L  500  f h h   ..................................................................... (2.8) Untuk bantalan rol: 10 3 L   f h h

500   .................................................................. (2.9)

  Dengan: Lh = umur nominal bantalan

  f n

  = faktor kecepatan bantalan

  f = faktor umur bantalan dengan nilai, h B B

  Umur bantalan dalam jam operasi (L n ) diperoleh dengan persamaan 2.7 (Sumber

:Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT.

  Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal. 136) 6

  10  L h

  Ln  ....................................................................... (2.10)

  60  n Dengan: B B

  L n = umur nominal bantalan B B L h = umur bantalan dalam jam operasi n = putaran poros propeler

  Umur bantalan dalam jarak tempuh kendaraan (Ls) diperoleh dengan persamaan 2.11

  

(Sumber :Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin”

PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal. 136)

  

  L   DLn .......................................................... (2.11) s r h

  100 Dengan: Dr = diameter roda kendaraan B B

  L = umur nominal bantalan dalam jam operasi h

  Ls = umur bantalan dalam jarak tempuh kendaraan n = putaran poros propeler

2.1.3.2 Koefisien gesek Bantalan Spider

  Koefisen gesek adalah perbandingan antara besarnya gaya gesek normal terhadap gaya gesek tangensial atau dua gaya yang saling bertemu atau berlawanan.

2.1.4 Circlip

  Adalah salah satu jenis komponen pengunci berbentuk cincin dengan gaya geser yang kecil. Circlips di bedakan dalam beberapa jenis dan funsi.(dapat di lihat di lampiran tabel circlip). Pemilihan circlip dengan melihat pada tabel dan menyesuaikan dengan diameter poros yang akan dikunci dengan circlip.

2.2 Baut

  Baut adalah suatu alat untuk menyambung 2 bagian atau lebih yang dimaksudkan agar mudah dalam pemasangan ataupun pelepasan, serta bahan yang disambung tidak mengalami kerusakan, seperti pada cara pengelasan. Alat inipun tidak mengalami kerusakan seperti pena, paku keling, rivet, dll.

  Pada yoke dan flens ini juga memerlukan perancangan untuk menentukan posisi penempatan dan ukuran baut yang akan di gunakan.

Gambar 2.5 Baut.

  (sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal.:293)

  Namun dalam penggunaan baut ini harus memperhatikan kekuatan bahan baut, ukuran baut, jumlah , type baut, dan penempatan baut.

  Gaya geser masing-masing baut dapat diperoleh dengan persamaan 2.12 (Sumber :

Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT.

  Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal.:299) M T

  

  W   ....................................................................... (2.12) a nr

  Dengan :

  W = beban tarik aksial baut. B B M T = moment puntir maksimum pada baut n = jumlah baut yang direncanakan. r = radius penempatan baut terdekat (cm.)

   a = tegangan aksial ijin untuk mengecek tegangan aksial yang terjadi (  ) dan tegangan aksial ijin t (  ), maka dapat diperoleh dengan persamaan 2.10 (Sumber : Sularso, Ir. MSME, a

  

“Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997,

Jakarta , hal.:296) W

    ..................................................... (2.13) t a   2

  ( )  ( , 8 d )

  4

  dengan :  t

  = tegangan tarik yang terjadi

  W = baban tarik aksial yang terjadi d = diameter baut

   a = tegangan tarik ijin

  Kemudian nilai  berdasarkan tegangan tarik ijin pada bahan baut, untuk bahan a SS, SC, SF. Nilainya 6-8 Jika difinis tinggi, dan 8-10 jika difinis biasa.

2.3 Poros Berlubang

  Poros berlubang digunakan dalam rangkaian poros propeler. Pada bagian ini merupakan bagian yang paling besr dimensinya dan paling panjang. Untuk mengurangi berat dan bahan yang digunakan, serta tanpa mengurangi fungsi sebagai penerus daya, maka digunakan poros yang berlubang (hollow shaft).

  Menghitung defleksi puntir poros I (  ) diperoleh dengan persamaan 2.12

  

(Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen

Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta, hal 18) TL 1

   584   ............................................. (2.14) 11 4 4

   11 10  ( Dd ) B B

  Menghitung bobot poros propeler (W ) :

  1 P P -3 P P

  3 Massa jenis (  ) S 55 C = 7.86x 10 kg/cm

  Tegangan geser maksimum poros berlubang ( 

  a) diperoleh dengan persamaan (2.1)  b

    a

  sfsf 1 2 Diameter luar poros dihitung dengan persamaan diperoleh dengan persamaan 2.14

(Sumber : Eurasia Publishing House, Ram Nagar, New Delhi, India, 1980. hal

4) 3 16  T

  D

  ......................................................................... (2.15)    a

  Menghitung diameter dalam poros berlubang diperoleh dengan persamaan 2.15

  (Sumber : Eurasia Publishing House, Ram Nagar, New Delhi, India, 1980. hal 2) 3

16 T

  d  ......................................................... (2.16) 4

    fs   1  k Putaran kritis poros propeler (Nc) diperoleh dengan persamaan 2.16 (Sumber :

Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT.

  Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal. 16) D 1 L NC  52700  

  ........................................ (2.17) 1 /

  2 L  1 /

  2 L W  diperoleh dengan persamaan 2.17 (Sumber : Sularso, Ir. MSME,

  Defleksi puntir

  

“Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997,

Jakarta, hal. 18) TL

    584  6 4 4 11  10  Dd

   

  ............................................. (2.18)  )

  Sudut Kerja Propeler ( Adalah kemiringan poros, yang diukur dari posisi horisontal. Poros I dan II atau P P poros penghubung berikutnya, yang mempunyai kemiringan 0 Sudut kerja P P propeler ke 3 adalah 12 .

  h  sin   L

2.4 Poros Spline 1

  Poros spline 1 merupakan poros yang bertujuan untuk menempatkan bantalan yang akan di gunakan untuk menjaga agar propelerselalu berada pada posisinya.

  Untuk menentukan dimensinya, ada beberapa langkah, yaitu: 1. merancang diameter poros spline 2. menentukan diameter poros untuk penempatan bearing, yang disesuaikan dengan

  

  lubang bearing, yang diameter luar splin 3. merancang mur dan ulir yang akan dipakai.

  4. menentukan panjang poros

2.4.1 Spline

  Spline adalah suatu bentuk alur kotak panjang (seperti pada gambar)dengan alur dalam dan alur luar sepanjang lingkaran poros, yang dapat disatukan. Hal ini akan memungkinkan poros dapat meneruskan daya meskipun mengalami perubahan panjang dan poros tetap sejajar dengan poros tersambung. Ukuran dari alur tersebut mempunyai standar ukuran secara internasional (ANSI).

  Pada splin yang akan dirancang ini adalah pasangan yang akan hubungakan tanpa pengait yang tetap. Dengan bentuk spline yang akan dirancang ini diharapakan dapat mengatasi kendala perubahan panjang dari poros ketika digunakan.

Gambar 2.6 Spline

  P nd P

  (sumber: Liangaiah, K., Machine Design Data Handbook 2 Edition, Suma Publishers, Bangalore, India, 1986)

  Idealnya panjang spline yang diperlukan hanya sepanjang kekuatan tegangan geser bahan (alur), ditambah dengan tegangan geser torsional poros tersebut. Tetapi jika diinginkan ukuran alur yang lebih teliti, dapat diperhitungkan dengan persamaan 1.9 (Sumber : Sularso, Ir. MSME, “Dasar Perencanaan dan Pemilihan

  Elemen Mesin” PT. Pradnya Pratama, 1997, Jakarta , hal. 18) 3 4 4 d ( r i r 1  d / d ) l  ................................................................. (2.19) 2 B B B B d P

  Dengan d r adalah diameter luar spline, dan d i adalah diameter dalam spline (jika B B poros dalamnya berlubang), dan d P adalah diameter jarak bagi spline.

  Tegangan geser dapat di hitung dengan menggunakan asumsi SAE yang hanya 25% dari beban aktual. Sementara itu, hanya ¼ dari pergeseran yang ditegangkan.

  Sedangkan jumlah dari alur tersebut antara 6 sampai dengan 50 gigi. Jumlah gigi akan disesuaikan jaga dengan besar poros yang akan digunakan dalam perancangan splin. Hal ini dapat dilihat pada tabel splin dong, masak tabel yang lain.? ketentuan perancangan splin beserta pasangannya.

2.5 Flens

  Flens adalah sambungan yang akan dikaitkan dengan poros splin 1, yang juga mempunyai fungsi sebagai penahan bantalan tengah poros propeler. Flens ini juga akan dihubungkan dengan Yoke yang dikaitkan dengan mur-baut yang ukurannya telah dirancang sebelumnya. Dalam perancangan flens lebih sederhana.

  Karena untuk merancang alur splin hanya mengacu pada splin pasangannya. Kemudian untuk perancangan lubang baut dan diameter luar splin hanya menyesuaian dengan diameter Yoke.

Gambar 2.7 Flens P nd P

  

(sumber: Robert L. Mott, P.E. . Machine Elements In Mechanical Design 2 Edition, Prentice Hall

Upper Saddle, New Jersey)

2.6 Bantalan Gelinding

Gambar 2.8 Bantalan Bola P P nd

  

(sumber: Robert L. Mott, P.E. . Machine Elements In Mechanical Design 2 Edition, Prentice Hall

Upper Saddle, New Jersey)

  Bantalan gelinding pada umumnya lebih cocok dipergunakan untuk beban kecil daripada bantalan luncur, tapi tergantung pada bentuk elemen gelindingnya. Putaran pada bantalan ini dibatasi oleh gaya sentrifugal yang timbul pada elemen gelinding tersebut. Karena konstruksinya yang sukar dan ketelitiannya yang tinggi, maka bantalan gelinding hanya dapat dibuat oleh pabrik-pabrik tertentu saja. Adapun harganya pada umumnya lebih mahal daripada bantalan luncur. Untuk menekan biaya pembuatan serta memudahkan pemakaian, bantalan gelinding diproduksikan menurut standar dalam berbagai ukuran dan bentuk. Keunggulan bantalan ini adalah pada gesekannya yang sangat rendah. Pelumasannya pun sangat sederhana, cukup dengan gemuk, bahkan pada jenis yang memakai sil sendiri tak perlu pelumasan tambahan lagi. Meskipun ketelitiannya sangat tinggi, namun karena adanya gerakan elemen gelinding dan sangkar, pada putaran tinggi bantalan ini agak berisik dibandingkan dengan bantalan luncur.

  Pada waktu memilih bantalan, ciri masing-masing harus dipertimbangkan sesuai dengan pemakaian, lokasi, dan macam beban yang akan dialami.

  Susunan bantalan gelinding: 1) Ring luar 2) Ring dalam 3) Elemen gelinding 4) Sangkar

Gambar 2.9 Susunan Bantalan

  

(sumber: Sudibyo, B, Ing.HTL, Perancangan Pelumasan, Akademi Teknik Mesin Industri

(ATMI), Surakarta hal.4)

  bantalan bola berfungsi sebagai penahan untuk menempatkan posisi poros agar stabil pada tempatnya.

  Perhitungan perancangan Bantalan bola:

  • - Beban ekivalen dinamik ( P )

  Beban ekivalen dinamik dapat dihitung dengan Persamaan 2.20 P =x•Fr+y•Fa...................................................................... (2.20)

  Dengan : X = faktor radial dinamik y = faktor aksial dinamik Fr = gaya resultan radial (kg) Fa = gaya resultan aksial (kg)

  Harga x = 1, diperoleh dari lampiran tabel bantalan

  2.6.1 Umur Pakai Bantalan gelinding ( L )

  Umur pakai bantala gelinding ( L ) dan angka putaran nominal ( Lh ) dapat dihitung dengan Persamaan 2.21 (Sumber : B. Sudibyo, Bantalan Gelinding, hal.

  19) q  

  L = .......................................................................... (2.21)

  C  

  P  

  Dengan : C = beban nominal dinamis spesifik P = beban ekivalen dinamis q = konstanta untuk bantalan bola

  3.6.2 Batas Putaran Tertinggi ( ng )

  Sebuah bantalan gelinding dapat berfungsi dengan baik (aman) dan mencapai umur pakai seperti yang telah dihitung sebelumnya, apabila angka putarannya tidak melampaui batas angka putaran ( n < n B

  g B ).

  Batas angka putaran dapat dihitung dengan Persamaan 2.22

  ng = k D

  A x  10

  3

  ................................................................... (2.22) dengan :

  ng = Batas putaran tertinggi bantalan A = konstanta bantalan (dilihat dari Tabel lampiran bantalan ) k = faktor koreksi (jika hanya ada beban radial maka k = 1)

BAB III PERHITUNGAN DAN PERANCANGAN POROS PROPELER Dalam perancangan poros propeler ini digunakan data spesifikasi dari truk HINO dengan kode kendaraan FM 260 JD dan model mesin J08E-UF. Dalam perancangan poros propeler ini digunakan perbandingan gigi transmisi

  dengan beban poros maksimum pada perbandingan 13210 : 1 putaran, pada putaran mesin 1500 rpm.

  Daya truk = 260 HP x 0.735 watt = 191.1 KW Torsi maksimum pada output transmisi

  = 76 kgm x 13.210 B B = 1003.96 kg.m T maks = 76 kg.m pada putaran 1500 rpm

  n 2 in 3 N2 = putaran mesin pada saat mencapai torsi maksimal

  N3 = putaran poros propeler pada saat mencapai torsi maksimal

  n 2 n3 i

  1500  13 . 210  113 .

  55 Rpm T pada 113.55 Rpm adalah : 5 P T = 9 . 74  10 

  n

  Dengan: P = daya mesin kendaraan

  n = putaran poros pada daya maksimum

  Maka, 5 P = 9 . 74  10  5 191 Kw 113 . 55 rpm = 9 . 74  10  5 113 . 55 rpm B B

  = 16 . 38 

  10 Kg . mm (T pada gigi mundur)

  maks

3.1 Universal Joint

  Universal joint merupakan susunan dari beberapa bagian elemen permesinan,

  sehingga memungkinkan poros penerus daya bergerak dengan sudut berubah-ubah atau tidak sejajar dengan poros penggerak.

  Bagian bagian universal joint tersebut adalah:

3.1.1 Yoke

  P P

  2

   ): 35 Kg/mm Bahan yoke menggunakan FC 35, dengan kekuatan tarik ( B

   ) diperoleh dengan persamaan 2.1 Tegangan geser ijin pada yoke ( a

   b   a

  sfsf 1 2 Dengan: B B Sf B B 1 =

  4 Sf =

  1.3

  2

  35   a 4 

  1 .

  3 P

  2

  = 6.73 kg/mm B B Menghitung diameter yoke (d y ) diperoleh dengan persamaan 2.2 1 3

    5 .

  1 d K C T y t b   

   

   a

   

  Dengan:  a P P

  2

  = 6.73 kg/mm

  K t

  =

  1.0 C b =

  1.0 P P

5 T = 16, 38 x 10 kg.mm

  Maka, 1 3 5 .

  1 

  38

   dy 1 .  1 .  16 .

  10 5  6 .

  73  

  =107.47 mm Maka di pilih diameter yoke 120 mm

  Menghitung ukuran tangkai/lengan yoke.

  Perhitungan tangkai yoke ini dengan menggunakan perbandingan antara tegangan geser yang terjadi pada rumah bantalan dan tegangan geser ijin dari bahan yoke.

  Luas minimal tangkai yoke

  Torsi yang bekerja pada poros adalah 16, 38 x 105 kg mm Jarak titik tekan pada pusat rumah bantalan adalah 120 mm Maka torsi pada titik tersebut adalah 5 B B 16 . 38 

  10 T i = 120 P P

  = 13650 kg Jika terdapat 4 titik, maka 5 13650 kg

  =

  4 P P = 3412, 5 kg P P

  2 Tegangan geser ijin bahan yoke adalah 6.73 kg/mm

  Maka luasan idealnya adalah: 5 3412,5 kg

  =

  4 = 853, 125 kg

  Jka tebal coran : 30 mm, maka panjang sisinya adalah 853,125 kg

  =

  30 Dengan: T = 16, 38 x 105 (torsi yang bekerja pada yoke) Ds = 120 (diameter yoke)

   a = 6.73 (tegangan geser ijin pada yoke)

  Maka, 5   16 . 38 

  10  

  2

  35 A =    

  120

  2 

   2  = 7 8 0

  Jka tebal coran : 30 mm, maka panjang sisinya adalah  

  = 780 

  2  

  30  

  = 13 mm Untuk menentukan posisi maupun besarnya lubang baut yoke akan di perhitungkan dalam perhitungan baut. Demikian juga dalam menentukan besarnya lubang untuk menempatkan bantalan spider akan diperhitungkan pada perhitungan bantalan spider.

3.1.2 Spider

  B B

  Bahan spider menggunakan SNC-3, dengan tegangan tarik (  b ) = 95 P

2 P

  kg/mm

  Tegangan geser maksimum ( 

  a) diperoleh dengan persamaan 2.1  b

    a

  sfsf 1 2 Dengan :

   b B B = 95 kg/mm2

  Sf =

  1.5 B B

  1 Sf 2 =

  6 Maka:

  95  a

   1 . 5 

  6 P

2 P

  =15.83 kg/mm Diameter poros spider akibat gaya geser diperoleh dengan persamaan 2.4 3

  16 T D  

    a Dengan: 5 16 . 38 

  10 T =  a

  = 15 .

  83 5

  4 16 .

  38

  10 3

  D   3 .

  14 15 .

  83 D

  11  Dipilih diameter poros spider 22.1 mm. Disesuaikan dengan ukuran bantalan yang tersedia dan memenuhi dalam perhitungan. Ukuran yang menyertainya dapat dilihat pada lampiran tabel bantalan spider. Gaya geser yang bekerja pada spider pada jarak D/2 diperoleh dengan persamaan 2.3

  M t FD

  2 

2 Dengan:

  B B 5 M t = 16 . 38 

  10 D = 22.1 mm 5 16 .

  38 

10 F  22 .

  1 2 

  2

  = 74116 kg

3.1.3 Bantalan Spider

  Bantalan spider terletak pada setiap ujung dari poros spider tersebut. Bantalan spider pada umumnya menggunakan bantalan bambu/batalan jarum.

  Jenis bantalan spider adalah needle bearing medium series yang sesuai dengan diameter lengan poros spider sebesar 22.1 mm adalah, dengan kode (Na 2015S/Bi) NRB. Bantalan dengan kode (Na 2015S/Bi) NRB Dengan spesifikasi Basic capacity load:

  Dinamic(c) : 24320 kg B B Static(C o ) : 21570 kg

  Limited speed(n) : 17200 rpm Diameter luar(D) : 35 mm Lebar(B) : 22 mm Catatan.

  h B