KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PENYAKIT BERDASARKAN ICD- 10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA | Pramono | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 58 194 1 PB

KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PENYAKIT BERDASARKAN ICD10 DI PUSKESMAS GONDOKUSUMAN II KOTA YOGYAKARTA
Angga Eko Pramono1,Nuryati2
Program Diploma Rekam MedisSekolah Vokasi UGM1,2
1,
anggaekopramono@gmail.com nur3yati@yahoo.com2

ABSTRAK
Sistem klasifikasi penyakit merupakan pengelompokan penyakit-penyakit yang sejenis dengan
International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem Tenth Revisions
(ICD-10) untuk istilah penyakit dan masalah yang berkaitan dengan kesehatan. Penerapan
pengodean harus sesuai ICD-10 guna mendapatkan kode yang akurat karena hasilnya digunakan
untuk mengindeks pencatatan penyakit, pelaporan nasional dan internasional morbiditas dan
mortalitas, analisis pembiayaan pelayanan kesehatan, serta untuk penelitian epidemiologi dan
klinis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui keakuratan kode diagnosis penyakit berdasarkan
ICD-10 di Puskesmas Gondokusuman II Kota Yogyakarta pada tahun 2012. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan rancangan penelitian secara cross sectional.
Populasi obyek dalam penelitian ini adalah seluruh berkas rekam medis pasien rawat jalan pada
periode bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2012 sedangkan populasi subyeknya adalah
seluruh dokter dan perawat. Sampel pada penelitian ini berjumlah 385 berkas rekam medis dengan
menggunakan teknik simple random sampling sedangkan sampel subyeknya adalah 2 orang dokter
dan 2 orang perawat. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah kode yang akurat sebanyak 174

kode (45,2%), dan tidak akurat sebanyak 211 kode (54,8%). Ada beberapa faktor penyebab
ketidakakuratan kode diagnosis di Puskesmas Gondokusuman II Kota Yogyakarta diantaranya
tidak sesuainya kualifikasi SDM yang bertugas untuk mengode diagnosis, tidak adanya Standard
Operating Procedure (SOP) untuk pengodean diagnosis, data diagnosis dan kodenya yang ada di
sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS) tidak lengkap, serta tidak optimalnya
penggunaan buku ICD-10 sebagai panduan untuk mengode diagnosis penyakit.
Kata Kunci : ICD-10, keakuratan kode diagnosis, SIMPUS

ABSTRACT
Disease classification system is a grouping of diseases that are similar to the International
Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems Tenth Revisions (ICD-10) for
the term of diseases and health-related issues. The implementation should be appropriate with
ICD-10 in order to obtain the accuracy of codes because the results are used to index the
recording of diseases, national and international reporting of morbidity and mortality, the
analysis of health care financial, as well as for research and clinical epidemiology. The purpose of
this study to determine the accuracy of the diagnosis codes based on ICD-10 at Public Health
Center of Gondokusuman II Yogyakarta in 2012. This research was using qualitative research
with cross sectional design. The population of objects in this study was all files of outpatient
medical records for the period of January to June in 2012 while the population of subjects was the
whole doctors and nurses. The sample of objects in this research was 385 medical records used

simple random sampling technique while the sample of subject was 2 doctors and 2 nurses. The
analysis showed that the amount of codes that accurate was 174 codes (45.2%) and inaccurate
was 211 codes (54.8%). There were several factors that cause the codes was inaccurate at Public
Health Centerof Gondokusuman II Yogyakarta such as incompatibility among qualified human
resources assigned to code the diagnosis, the absence of the Standard Operating Procedure (SOP)
for diagnosis of coding, diagnosis data and the codes at management information system of public
health center (SIMPUS) were not completed, and the use of ICD-10 book as a guide to code the
diagnosis was not optimal.
Keywords: ICD-10, the accuracy of diagnosis codes, SIMPUS

42

morbiditas dan mortalitas, tabulasi data

PENDAHULUAN
Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas)

pelayanan kesehatan bagi proses evaluasi

merupakan sebuah organisasi di bawah


perencanaan pelayanan medis, menentukan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

bentuk pelayanan yang harus direncanakan

yang

menyediakan

dan dikembangkan sesuai kebutuhan zaman,

pelayanan kesehatan kepada masyarakat di

analisis pembiayaan pelayanan kesehatan,

peringkat

serta untuk penelitian epidemiologi dan


berfungsi

untuk

kecamatan,

pelayanan

yang

ditawarkan bersifat menyeluruh, berpadu,
dapat

diterima

dan

dijangkau


klinis

oleh

Pelaksanaan pengodean diagnosis harus

masyarakat (Depkes RI, 2000). Puskesmas

lengkap dan akurat sesuai dengan arahan

juga

aktif

ICD-10 (WHO, 2002). Keakuratan kode

hasil

diagnosis pada berkas rekam dipakai sebagai


dan

dasar pembuatan laporan. Kode diagnosis

teknologi yang sesuai dengan upaya dan

pasien apabila tidak terkode dengan akurat

kemampuan pemerintah serta masyarakat

maka

(Depkes

medis

mempunyai tingkat validasi data yang

merupakan salah satu sumber daya yang


rendah, hal ini tentu akan mengakibatkan

terlibat dalam puskesmas.

ketidakakuratan dalam pembuatan laporan,

mengutamakan

masyarakat,

keterlibatan

penggunaan

pengembangan

ilmu

RI,


Menurut

pengetahuan

2002).

Perekam

Kepmenkes

yang

dihasilkan

akan

Nomor

misalnya laporan morbiditas rawat jalan,


Standar

laporan sepuluh besar penyakit ataupun

Profesi Perekam Medis dan Informasi

klaim Jamkesmas. Dengan demikian, kode

Kesehatan, seorang perekam medis harus

yang akurat mutlak harus diperoleh agar

mampu menetapkan kode penyakit dan

laporan

tindakan dengan tepat sesuai klasifikasi yang

dipertanggungjawabkan.


377/Menkes/SK/III/2007

RI

informasi

tentang

diberlakukan di Indonesia (ICD-10) tentang
penyakit

dan

tindakan

pelayanan

dan

Penerapan


pengodean

medis

manajemen

dibuat

dapat

Di Puskesmas Gondokusuman II Kota

dalam

Yogyakarta,

kesehatan.

penentuan

kode

diagnosis

penyakit tidak dilakukan oleh petugas rekam

untuk

medis melainkan oleh dokter dan perawat.

mengindeks pencatatan penyakit, masukan

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan

bagi sistem pelaporan diagnosis medis,

terhadap masing-masing 5 sampel berkas

memudahkan

proses

dan

rekam medis yang dikode oleh dokter

pengambilan

data

diagnosis

maupun perawat, diketahui bahwa ada 60%

karakteristik pasien dan penyedia layanan,

diagnosis penyakit yang dikode dokter dan

bahan dasar dalam pengelompokan DRG’s

40% diagnosis penyakit yang dikode oleh

(diagnostic related groups) untuk sistem

perawat

penagihan pembayaran biaya pelayanan,

wawancara yang dilakukan dengan salah

pelaporan

satu petugas di Puskesmas Gondokusuman

nasional

digunakan

yang

penyimpanan
terkait

dan

internasional

43

tidak

akurat.

Berdasarkan

II

Kota

Yogyakarta,

petugas

tersebut

Menurut

Kepmenkes

RI

No.

menyatakan bahwa kode diagnosis yang

377/Menkes/SK/III/2007

akurat sangat penting gunanya. Dikarenakan

Standar

ketidakakuratan kode diagnosis, ada klaim

Informasi Kesehatan, rekam medis adalah

Jamkesmas

berkas yang berisi catatan dan dokumen

menjadi

tidak

terlaksana

Profesi

tentang

Perekam

tentang

Medis

dan

sehingga Puskesmas Gondokusuman II Kota

tentang

Yogyakarta

pengobatan, tindakan dan pelayanan lain

mengalami

kerugian.

identitas

pasien,

pemeriksaan,

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti

kepada

tertarik

penelitian

kesehatan. Rekam medis bersifat rahasia

mengenai “Keakuratan Kode Diagnosis

karena menyangkut data pribadi seseorang

Penyakit Berdasarkan ICD-10 Di Puskesmas

dengan penyakit yang diderita, riwayat

Gondokusuman II Kota Yogyakarta Pada

penyakit dan diagnosis lainnya. Mengingat

Tahun 2012”.

begitu pentingnya isi serta peranan rekam

untuk

melakukan

Penelitian

bertujuan

keakuratan

kode

di

sarana

pelayanan

untuk

medis, seharusnya setiap rumah sakit dan

diagnosis

institusi pelayanan kesehatan menyimpan,

penyakit berdasarkan ICD-10 dan faktor

menyusun dan merawat rekam medis dengan

penyebab ketidakakuratan kode diagnosis

baik

penyakit di Puskesmas Gondokusuman II

kerusakan dan penyalahgunaan oleh pihak-

Kota Yogyakarta.

pihak tertentu yang tidak berhak, dan juga

mengetahui

ini

pasien

serta

menjaga

keamanannya

dari

menyediakan berkas rekam medis tersebut
setiap kali dibutuhkan.

Rekam Medis
Menurut Huffman (1994), rekam medis

Menurut Hatta (2008), rekam medis

adalah fakta berkaitan dengan keadaan

adalah berkas yang berisikan catatan dan

pasien, riwayat penyakit dan pengobatan

dokumen

masa lalu serta saat ini yang ditulis oleh

pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan

profesi

memberikan

pelayanan lain kepada pasien pada sarana

pelayanan kepada pasien tersebut. Rekam

pelayanan kesehatan. Sedangkan rekam

medis

pelayanan

kesehatan

merupakan

wadah

informasi

kesehatan sehingga berkas fisiknya menjadi

pelayanan

kesehatan

pasien

(konsep

milik institusi. Dengan kata lain institusi

elektronik).

pelayanan kesehatan mempunyai media

Coding (Pengodean Diagnosis)

kesehatan

dibuat

oleh

yang

institusi

tentang

identitas

pesien,

Menurut Depkes RI (1997), coding

yang digunakan untuk dokumentasi (kertas,
komputer, tape, dan lain-lain). Sedangkan

merupakan

isinya atau informasi yang terkandung dalam

dengan menggunakan huruf atau angka atau

berkas

kombinasi

rekam

medis

merupakan

milik

pasien.

pemberian

huruf

penetapan

dalam

angka

kode

yang

mewakili komponen data. Menurut Kasim

44

dalam Hatta (2008), pengodean yang sesuai

memengaruhi nomor kode, sehingga

dengan ICD-10 adalah:

semua

a. Tentukan tipe pernyataan yang akan

diperhitungkan).

kata-kata

diagnostik

harus

dikode, dan buka volume 3 Alfabetical

e. Ikuti secara hati-hati setiap rujukan

Indeks (kamus). Bila pernyataan adalah

silang (cross references) dan perintah see

istilah penyakit atau cidera atau kondisi

dan see also yang terdapat dalam indeks.

lain yang terdapat pada Bab I-XIX dan

f. Lihat daftar tabulasi (Volume 1) untuk

XXI (Z00-Z99), lalu gunakan ia sebagai

mencari nomor kode yang paling tepat.

“lead term” untuk dimanfaatkan sebagai

Lihat kode tiga karakter di indeks dengan

panduan menelusuri istilah yang dicari

tanda minus pada posisi keempat yang

pada seksi 1 indeks (Volume 3).Bila

berarti bahwa

pernyataan

luar

keempat itu ada di dalam volume 1 dan

(external cause) dari cedera (bukan nama

merupakan posisi tambahan yang tidak

penyakit) yang ada di Bab XX (Volume

ada dalam indek (Volume 3). Perhatikan

1), lihat dan cari kodenya pada seksi II di

juga perintah untuk membubuhi kode

Indeks (Volume 3).

tambahan (additional code) serta aturan

adalah

penyebab

b. “Lead term” (kata panduan) untuk

cara

penulisan

isian untuk karakter

dan

pemanfaatannya

penyakit dan cedera biasanya merupakan

dalam pengembangan indeks penyakit

kata benda yang memaparkan kondisi

dan dalam sistem pelaporan morbiditas

patologisnya.

dan mortalitas.

Sebaiknya

jangan

menggunakan istilah kata benda anatomi,

g. Ikuti pedoman Inclusion dan Exclusion

kata sifat atau kata keterangan sebagai

pada kode yang dipilih atau bagian

kata

bawah

panduan.

Walaupun

demikian,

beberapa kondisi ada yang diekspresikan
sebagai

kata

sifat

(menggunakan

nama

atau
penemu)

suatu

bab

(chapter),

blok,

kategori, atau subkategori.

eponim

h. Tentukan kode yang anda pilih.

yang

i. Lakukan

analisis

kuantitatif

dan

tercantum di dalam indeks sebagai “lead

kualitatif data diagnosis yang dikode

term”.

untuk memastikan kesesuaiannya dengan

c. Baca dengan seksama dan ikuti petunjuk

pernyataan dokter

tentang

diagnosis

catatan yang muncul di bawah istilah

utama di berbagai lembar formulir rekam

yang akan dipilih pada Volume 3.

medis pasien, guna menunjang aspek

d. Baca istilah yang terdapat dalam tanda

legal rekam medis yang dikembangkan.

kurung “()” sesudah lead term (kata

Keakuratan Kode

dalam tanda kurung = modifier, tidak

Keakuratan kode diagnosis merupakan

akan mempengaruhi kode). Istilah lain

penulisan kode diagnosis penyakit yang

yang ada di bawah lead term (dengan

sesuai dengan klasifikasi yang ada di dalam

tanda (-)minus = idem = indent) dapat

ICD-10. Kode dianggap tepat dan akurat bila

45

sesuai dengan kondisi pasien dengan segala

a. Tenaga

tindakan yang terjadi, lengkap sesuai aturan
klasifikasi

yang digunakan.

Bila

medis

dalam

menetapkan

diagnosis;

kode

b. Tenaga rekam medis yang memberikan

mempunyai 3 karakter dapat diasumsikan

kode diagnosis;

bahwa kategori tidak dibagi. Seringkali bila

c. Tenaga kesehatan lainnya yang terkait

kategori dibagi, kode nomor pada indeks

dalam

akan memberikan 4 karakter. Suatu dash

medis.

pada posisi ke-4 (mis. O03.-) mempunyai

melengkapi

pengisian

rekam

Kompetensi Perekam Medis

arti bahwa kategori telah dibagi dan karakter

Berdasarkan

Kepmenkes

RI

Nomor

tentang

Standar

ke-4 yang dapat ditemukan dengan merujuk

377/Menkes/SK/III/2007

ke daftar tabular. Sistem dagger (†) dan

profesi Perekam Medis, ada dua kategori

asterisk (*) mempunyai aplikasi pada istilah

kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang

yang akan diberi dua kode (WHO, 2004).

perekam

Terincinya kode klasifikasi penyakit dan
masalah

terkait

Kategori

kompetensi

tersebut adalah kompetensi pokok dan

dapat

kompetensi pendukung. Kompetensi pokok

menyebabkan terjadinya kesalahan dalam

perekam medis dan informasi kesehatan

menetapkan suatu kode. Faktor-faktor yang

meliputi:

dapat

a. klasifikasi

menyebabkan

menetapkan

kode

kesehatan

medis.

kesalahan

dalam

berdasarkan

hasil

dan

kodifikasi

penyakit,

masalah-masalah yang berkaitan dengan

penelitian Institute of Medicine (Abdelhak,

kesehatan serta tindakan medis;

dkk, 2001) adalah:

b. aspek hukum dan etika profesi;

a. Kesalahan dalam membaca diagnosis

c. manajemen rekam medis dan informasi

yang terdapat dalam berkas rekam medis,

kesehatan;

dikarenakan rekam medis tidak lengkap

d. menjaga mutu rekam medis; dan

b. Kesalahan dalam menentukan diagnosis

e. statistik kesehatan.

utama yang dilakukan oleh dokter
c. Kesalahan

dalam

menentukan

Kompetensi
kode

pendukung

perekam

medis dan informasi kesehatan meliputi:

diagnosis ataupun kode tindakan

a. manajemen unit kerja rekam medis; dan

d. Kode diagnosis atau tindakan tidak valid

b. kemitraan profesi.

atau tidak sesuai dengan isi dalam berkas
rekam medis

METODOLOGI PENELITIAN

e. Kesalahan dalam menuliskan kembali

Jenis penelitian

atau memasukkan kode dalam komputer.

Penelitian

ini

menggunakan

metode

Kecepatan dan ketepatan pengodean dari

penelitian deskriptif dengan pendekatan

suatu diagnosis sangat tergantung kepada

kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti

pelaksana yang menangani rekam medis,

bermaksud memberikan gambaran tentang

yaitu:

pelaksanaan kegiatan pengodean diagnosis

46

dan sejauh mana tingkat keakuratan kode

di tempat kegiatan subjek yang diteliti dan

diagnosis

ikut terlibat dalam kegiatan subjek.

serta

faktor-faktor

yang

mempengaruhi keakuratan kode diagnosis
berdasarkan

ICD-10

di

Wawancara
Dalam

Puskesmas

wawancara,

peneliti

Gondokusuman II Kota Yogyakarta.

mengumpulkan data dengan mengajukan

Populasi dan Sampel Penelitian

pertanyaan

secara

langsung

kepada

responden

dengan

bantuan

panduan

Menurut

Sugiyono

(2007),

populasi

adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

wawancara, dan jawaban dicatat dengan

objek/subjek yang mempunyai kualitas dan

menggunakan alat pencatat serta direkam

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

menggunakan recorder.

peneliti untuk dipelajari dan kemudian

Validitas data

ditarik kesimpulannya. Populasi objek dalam

Triangulasi

diartikan

pengumpulan

medis pasien rawat jalan pada periode bulan

menggabungkan

Januari sampai dengan bulan Juni tahun

pengumpulan data dan sumber data yang

2012 yang dikode oleh dokter dan perawat

telah ada (Sugiyono, 2007). Triangulasi

di Puskesmas Gondokusuman II

Kota

yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Jumlah

triangulasi teknik yang berarti peneliti

populasi objek sebesar 10.224 berkas rekam

menggunakan teknik pengumpulan data

medis. Populasi subjek penelitian meliputi

yang berbeda-beda untuk mendapatkan data

semua perawat dan dokter di Puskesmas

dari sumber yang sama. Teknik triangulasi

Gondokusuman II Kota Yogyakarta.

dalam

Teknik

pada

tahun

pengambilan

2012.

sampel

dari

penelitian

membandingkan

pada

yang

teknik

penelitian ini adalah seluruh berkas rekam

Yogyakarta

data

sebagai

bersifat

berbagai

ini
data

dicapai
hasil

teknik

dengan

wawancara

penelitian ini adalah purposive sampling.

terhadap

Besar sampel obyek adalah 385 berkas

observasi.

rekam

sampel

berbeda, maka peneliti melakukan diskusi

subyeknya adalah 2 orang dokter dan 2

kepada sumber data yang bersangkutan

orang perawat.

untuk memastikan mana yang dianggap

Studi Lapangan

benar.

Pengamatan (observasi)

Analisis Hasil

medis

sedangkan

besar

responden
Bila

dengan

data

yang

data

hasil

dihasilkan

Reduksi Data

Observasi yang dilakukan adalah dengan
pengodean

Reduksi data dapat diartikan pemilahan

diagnosis, serta melihat keadaan yang terkait

data dari penelitian yang dilakukan di

dengan pelaksanaan pengodean diagnosis di

lapangan. Semua catatan-catatan tertulis saat

Puskesmas Gondokusuman II Yogyakarta.

penelitian dikumpulkan dan dipilah baik

Jenis observasi yang digunakan adalah

yang

observasi partisipasif, yaitu peneliti berada

digunakan.

melihat

proses

pelaksanaan

47

akan

digunakan

maupun

tidak

Penyajian Data

berdasarkan diagnosis terkait di SIMPUS.

Penyajian data adalah proses setelah

Namun,

apabila

perawat

belum

hapal

dilakukan reduksi data. Setelah dilakukan

diagnosis yang tertera maka yang dilakukan

pengolahan maka data disajikan baik berupa

adalah dengan mengetikkan kata kunci dari

angka maupun bukan angka. Penelitian ini

diagnosis

adalah

sehingga

kemudian menekan tombol enter sehingga

penyajian data bukan berupa angka namun

muncul beberapa pilihan kode. Selanjutnya,

berupa teks yang bersifat naratif. Penyajian

perawat

seperti itu dapat memberikan informasi yang

diagnosis yang tertulis di berkas rekam

detail dan paham.

medis. Cara lain yang dilakukan untuk

Menarik kesimpulan/verifikasi

menentukan kode diagnosis adalah dengan

penelitian

Langkah

kualitatif

terakhir

adalah

pada

tinggal

kolom

yang

memilih

kode

tersedia

sesuai

penarikan

melihat buku pintar atau buku panduan yang

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan yang

berisi daftar diagnosis beserta kodenya yang

dikemukakan didukung oleh bukti-bukti

merupakan kumpulan penyakit yang sering

yang valid saat peneliti mengumpulkan data

muncul di puskesmas.

di lapangan. Oleh karena itu, kesimpulan

Berikut merupakan tahapan memasukkan

yang dikemukakan merupakan kesimpulan

kode ke dalam SIMPUS:

yang dapat dipertanggungjawabkan.

a. Hal pertama yang harus dilakukan adalah
petugas harus masuk ke dalam software

HASIL dan PEMBAHASAN

SIMPUS

Proses Pengodean Diagnosis Penyakit

mengetikkan username dan password

Berdasarkan
dilakukan

hasil

terhadap

observasi
proses

halaman pertama SIMPUS:

pengodean,

diperoleh hasil bahwa proses pengodean
diagnosis penyakit sudah dilaksanakan di
Gondokusuman

II

Yogyakarta.

Petugas

melakukan

yang

Kota

kegiatan pengodean adalah dokter dan
perawat. Tidak semua berkas rekam medis
dikode oleh dokter. Jika

kode sudah

dituliskan oleh dokter di berkas rekam medis
maka perawat tinggal memasukkan kode
tersebut di SIMPUS. Akan tetapi, jika kode
belum ada maka perawat yang bertugas
mencari kode di SIMPUS. Perawat sudah
hapal

sebagian

besar

kode

dahulu.

Petugas

lalu klik tombol login. Berikut tampilan

yang

Puskesmas

terlebih

diagnosis

sehingga perawat tinggal mengetikkan kode

48

Gambar 3. Tampilan Halaman Data
Kunjungan Pasien

Gambar 1. Tampilan Halaman Pertama
SIMPUS
depan

d. Apabila petugas tidak dapat menemukan

SIMPUS petugas dapat memilih menu

data yang akan dirubah atau ditambah

utama yang sudah tersedia di layar.

pada tampilan tersebut, petugas dapat

Untuk memasukkan kode penyakit, menu

mencarinya

yang dipilih oleh seorang petugas adalah

Misal apabila petugas akan mencari data

menu pemeriksaan. Berikut tampilannya:

pasien melalui nomor rekam medis,

b. Setelah

masuk

ke

halaman

berdasarkan

kategorinya.

petugas hanya perlu memilih kategori
NORM,
medis

mengetikkan
lalu

nomor

memasukkan

rekam
tanggal

registrasi, tanggal lahir dan selanjutnya
klik tombol cari pada tampilan tersebut.
Maka akan muncul pada layar data
pasien yang dicari, lalu petugas tinggal
memilih aksi yang akan dilakukan.

Gambar 2. Tampilan Halaman
SIMPUS Setelah Proses Login
c. Setelah memilih menu pemeriksaan,
tampilan yang terlihat dalam layar adalah
tampilan seluruh kunjungan pasien pada
hari itu. Apabila petugas akan mengubah
ataupun menambah data pada pasien
yang datang berobat pada hari tersebut
Gambar 4. Tampilan Halaman Entry
Nomor Rekam Medis

maka petugas hanya butuh mengklik
logo (+) pada kolom aksi yang artinya

e. Selain nomor rekam medis, kategori

menambah data.

yang juga dapat dipilih untuk mencari

49

data pasien yang berkunjung adalah

g. Dari gambar 6, selanjutnya petugas

nama pasien. Sama seperti pada kategori

tinggal

memasukkan

nomor pasien, langkah

beserta

kodenya.

tombol

[…]

dilakukan

adalah

yang harus

petugas

memilih

data

diagnosis

Petugas

mengklik

pada

baris

diagnosis

kategori nama, mengetikkan nama lalu

sehingga akan muncul tampilan seperti

memasukkan tanggal registrasi, tanggal

gambar di bawah dimana petugas tinggal

lahir dan selanjutnya klik tombol cari.

memasukkan

Maka akan muncul pada layar data

selanjutnya dikode.

data

diagnosis

untuk

pasien yang dicari, lalu petugas tinggal
memilih aksi yang akan dilakukan.

Gambar 7. Tampilan Halaman
Pencarian Data Diagnosis dan Kodenya

Gambar 5. Tampilan Halaman Entry
Nama Pasien

h. Apabila petugas ingin mengode dan
petugas tersebut hafal dengan kode

f. Setelah muncul beberapa data pasien
yang mendekati dengan kategori yang

diagnosis

sudah dimasukkan sebelumnya, petugas

mengetikkan kodenya setelah memilih

hanya tinggal memilih satu nama pasien

kategori kode. Setelah muncul beberapa

yang

kode, petugas hanya tinggal memilih

akan

dirubah

atau

ditambah

tesebut

petugas

dapat

datanya.

kode yang paling tepat di kolom aksi.

Gambar 6. Tampilan Halaman Entry
Data Diagnosis dan Kodenya

Gambar 8. Tampilan Halaman
Pencarian Diagnosis dan Kodenya
Berdasarkan Kode

50

i. Selain kategori kode, ada juga kategori

b) Kode tepat sesuai diagnosis dan tindakan
(validity)

“Nama Eng” atau “Nama English” (nama
diagnosis dalam bahasa inggris). Petugas

c) Mencakup semua diagnosis dan tindakan

hanya perlu mengetikkan nama. Petugas

yang ada di rekam medis (completeness)

lalu memilih kode yang paling sesuai

d) Tepat waktu (timeless)

dengan yang diharapkan.

Di bawah ini merupakan data tentang
analisis keakuratan kode diagnosis yang ada
pada

berkas

rekam

medis

pasien

di

Puskesmas Gondokusuman II Yogyakarta.
Tabel 1.Jumlah Item Keakuratan Kode
Diagnosis Penyakit

No
1
2

Gambar 9. Tampilan Halaman
Pencarian Diagnosis dan Kodenya
Berdasarkan Nama Diagnosis

Kategori
Akurat
Tidak
akurat

Jumlah
174

Jumlah

Persentase
(%)
45,2

211

54,8

385

100,
0

j. Apabila kode sudah ditetapkan, maka
Tabel

petugas tinggal menyimpan data tersebut

berkas

Kode diagnosis yang tepat adalah kode

dari

(45,2%)

dan

selebihnya

kode

diagnosisnya tidak akurat yaitu sebesar 211

diagnosis yang ditulis spesifik sesuai dengan

berkas (54,8%). Berikut disajikan diagram

kode yang ada pada ICD-10 dan pemilihan

keakuratan kode diagnosis penyakit di

kode alfabet beserta nomor dan jumlah digit
dibandingkan

bahwa

yang kode diagnosisnya akurat sebesar 174

Keakuratan Kode Diagnosis

dihasilkan

menunjukkan

sampel sebanyak 385 berkas, jumlah berkas

dengan mengklik tombol simpan.

yang

1

Puskesmas

dengan

Gondokusuman

II

Kota

Yogyakarta.

diagnosis adalah benar dan tepat. Kode
penyakit yang berupa kode alfanumerik
memiliki digit yang berbeda sesuai dengan
penyakit dan kelompok penyakit. Ada kode
yang memiliki 3 digit atau 4 digit. Kode 3
digit dianjurkan untuk datapelaporan WHO
mortality database dan perbandingan umum
internasional (WHO, 2002). Menurut Hatta
(2008), proses ketepatan pengodean harus

Gambar 10. Keakuratan Kode
Diagnosis Penyakit di Puskesmas
Gondokusuman II Kota Yogyakarta

memonitor beberapa elemen, yaitu :
a) Konsisten bila dikode petugas berbeda
kode tetap sama (reliability)

51

(43,4%) dan selebihnya kode diagnosisnya

Tabel 2. Jumlah Item Keakuratan Kode
Diagnosis Penyakit (Coder : Dokter)
No
1
2

Kategori
Akurat
Tidak
akurat
Jumlah

Jumlah

tidak akurat yaitu sebesar 111 berkas

Persentase
(%)

63

33,3

126

66,7

189

100,0

(56,6%).

Berikut

disajikan

diagram

keakuratan kode diagnosis oleh perawat di
Puskesmas

Gondokusuman

II

Kota

Yogyakarta.

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari sampel
sebanyak 189 berkas, jumlah berkas yang
kode diagnosisnya akurat sebesar 63 berkas
(33,3%) dan selebihnya kode diagnosisnya
tidak akurat yaitu sebesar 126 berkas
(66,7%).

Berikut

disajikan

diagram

keakuratan kode diagnosis oleh dokter di
Puskesmas

Gondokusuman

II

Gambar 12. Keakuratan Kode diagnosis
(Coder : Perawat)

Kota

Yogyakarta.

Berdasarkan data hasil studi observasi,
kriteria

ketidakakuratan

kode

dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Kode tidak sesuai/tidak tepat
Beberapa diagnosis yang dituliskan oleh
dokter pada berkas rekam medis dikode
secara tidak tepat. Berikut disajikan
contoh-contoh diagnosis dan kodenya
yang tidak tepat.
Gambar 11. Keakuratan Kode diagnosis
(Coder : Dokter)

Tabel

4.

Daftar

Kode

Diagnosis

TidakTepat
Tabel 3. Jumlah Item Keakuratan Kode
diagnosis (Coder : Perawat)
Persentase
(%)
No
Kategori
Jumlah
85
43,4
1 Akurat
2

Tidak
akurat
Jumlah

1

Arthralgia

M13

Kode
yang
Tepat
M25.5

2

Dyslipidemia

E75.6

M78.8

Dyspepsia
LBP (Low
back pain)

K29

K30

M13

M54.5

No

111

56,6

3

196

100,0

4

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari sampel

Diagnosis

Kode pada
RM

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebanyak 196 berkas, jumlah berkas yang

masih banyak

kode diagnosisnya akurat sebesar 85 berkas

terutama untuk diagnosis Arthralgia. Kode

52

kode

yang

tidak tepat

yang akurat seharusnya adalah M25.5 tetapi

Penggunaan kode yang tepat harus

pada kenyataannya kode yang dituliskan

ditegakkan untukmengidentifikasi diagnosis

adalah M13. Ketidakakuratan penentuan

yang spesifik dan prosedur klinik pada

kode lain yang sering muncul yaitu pada

klaim,

diagnosis Dyslipidemia yang biasanya diberi

elektronik lainnya (AHIMA, 2010). Kualitas

kode E75.6, seharusnya kodenya adalah

data terkode merupakan hal penting bagi

E78.8.

kalangan

b. Kode tidak akurat

Informasi

Tabel 5. Daftar Kode Diagnosis Tidak

kesehatan, dan para profesional Manajemen

Akurat

Informasi

Kesehatan.

diagnosis

sangat

asuhan dan pelayanan kesehatan (Hatta,

1

Arthritis

M13

Kode
yang
Tepat
M13.9

2

Asma
Diabetes
Mellitus
Gout
Arthritis

J45

J45.9

E11

E11.9

M10

M10.0

No

3
4

Kode
pada RM

Diagnosis

pengisian

tenaga

form,

dan

personel

Kesehatan,

transaksi

Manajemen

fasilitas

Ketepatan

krusial

di

asuhan

data
bidang

manajemen data klinis, penagihan kembali
biaya, beserta hal-hal yang berkaitan dengan

2008).
Sumber Daya Manusia
Menurut Hatta (2008), sumber daya
manusia

Ketidakakuratan penulisan kode yang

adalah

yang

mampu

bekerja

terjadi di Puskesmas Gondokusuman II Kota

bertanggungjawab

Yogyakarta sebagian besar juga disebabkan

secara optional untuk mencapai tujuan

karena sebagian besar kode hanya dituliskan

organisasi. Sedangkan menurut Sulistiyani

dalam tiga digit padahal masih ada digit

(2009), sumber daya manusia (SDM) adalah

keempat yang menentukan keakuratan kode.

potensi yang merupakan assetdan berfungsi

Hal ini sesuai dengan teori WHO (2004)

sebagai modal (non material/non financial)

bahwa subkategori 4 karakter digunakan

di dalam organisasi bisnis, yang dapat

paling tepat untuk identifikasi, misalnya,

diwujudkan menjadi potensi yang nyata

variasi tempat yang berbeda pada kategori 3

(real) secara fisik dan non fisik dalam

karakter

atau

mewujudkan eksistensi organisasi. Selain itu

penyakit yang berdiri sendiri pada kategori 3

menurut Hasibuan (2008), sumber daya

karakter untuk kondisi yang berkelompok.

manusia adalah kemampuan terpadu dari

untuk

penyakit

tunggal,

dan

petugas

Arthritis

daya pikir dan daya fisik yang dimiliki

hanya dikode M13, seharusnya agar akurat

individu. Perilaku dan fisiknya ditentukan

maka kodenya M13.9. contoh lainnya adalah

oleh keturunan lingkungan. Berdasarkan

Asma yang dikode J45, seharusnya kodenya

hasil wawancara yang dilakukan, diketahui

adalah J45.9 agar kode menjadi akurat.

bahwa pelaksanaan pengodean diagnosis di

Sebagai

contoh,

diagnosis

Puskesmas Gondokusuman II Yogyakarta
memang dilakukan oleh dokter atau perawat.

53

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan

kode

terhadap proses pengodean, diperoleh hasil

kesalahan kode yang dihasilkan.

bahwa proses pengodean diagnosis penyakit
sudah

dilaksanakan

di

diagnosisnya

Di

untuk

Puskesmas

memperkecil

Gondokusuman

II,

Puskesmas

petugas yang bertugas untuk mengode

Gondokusuman II Kota Yogyakarta. Petugas

diagnosis adalah perawat atau dokter yang

yang melakukan kegiatan pengodean adalah

tentunya jika ditinjau dengan Kemenkes No.

dokter dan perawat.

377/Menkes/SK/III/2007

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
377/Menkes/SK/III/2007tentang

tentang

Standar

Profesi Perekam Medis maka kompetensinya

Standar

tidak sesuai. Selain itu, petugas (dokter dan

Profesi Perekam Medis menyebutkan salah

perawat) juga belum pernah mengikuti

satu kompetensi perekam medis adalah

pelatihan mengenai pengodean. Oleh karena

klasifikasi dan kodifikasi penyakit, masalah-

itu sebaiknya dilakukan pembinaan dan

masalah yang berkaitan dengan kesehatan

pelatihan kepada dokter mengenai penentuan

dan tindakan medis artinya bahwa seorang

diagnosis dan kode yang sesuai dengan

profesi

ketentuan ICD-10 (Yuniarti, 2005). Karena

perekam

medis

dan

informasi

kesehatan harus mampu menetapkan kode

tidak

diagnosis penyakit dan tindakan dengan

memadahi mengenai pengodean diagnosis,

tepat sesuai klasifikasi yang diberlakukan di

petugas bisa saja melakukan kesalahan

Indonesia

dalam

(ICD-10).

Oleh

karena

itu,

perekam medis atau coder harus mengode

mempunyai

pengetahuan

memberikan

kode

yang

sehingga

keakuratan kode diagnosis berkurang.

diagnosis penyakit atau diagnosis seakurat

Penelitian dari Santosa & Malek (2011)

mungkin agar tidak terjadi kesalahan dalam

dinyatakan bahwa salah satu faktor yang

pengambilan keputusan.

mempengaruhi

Hsia (2009) menyebutkan bahwa 61,7%
kesalahan

pengodean

yang

terjadi

kualitas

pelayanan

di

puskesmas adalah sumberdaya manusia,

di

meliputi dokter, perawat, bidan, dan tenaga

pelayanan kesehatan tersebar pada dokter

kesehatan lain, sehingga

dan petugas administrasi rumah sakit yang

peningkatan

bertugas menangani kegiatan pengodean.

sumberdaya tersebut. Sejalan dengan hasil

Kesalahan ini mayoritas dilakukan oleh

penelitian

petugas

coding

yang

tidak

mampu

perlu adanya

profesionalisme

ini,

penelitiannya

Yuniarti

dari

(2005)

menyatakan

dalam

bahwa

ada

memahami dalam pemilihan kode untuk

hubungannya antara mutu dalam dokumen

penyakit yang lebih kompleks. Berdasarkan

rekam medis dengan kelengkapan dokumen,

penelitian tersebut dapat diketahui bahwa

sehingga

petugas coding dalam melakukan pengodean

dokter dokter dalam pengisian dokumen

harus benar-benar memahami penyakit yang

rekam medis dan memeberikan pelatihan

diderita pasien untuk kemudian ditentukan

interen mengenai penentuan diagnosis sesuai
ketentuan

54

diperlukan

dalam

pembinaan

ICD-10.

kepada

Berdasarkan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

2. Keterampilan:

mengembangkan

Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga

perubahan perilaku dalam menjalankan

Kesehatan, pelatihan di bidang kesehatan

kewajiban-kewajiban

diarahkan untuk meningkatkan keterampilan

tugas.

pekerjaan

dan

atau penguasaan pengetahuan di bidang

3. Sikap: menciptakan ketertarikan dan

teknis kesehatan. Oleh karena itu pelatihan

kesadaran akan pentingnya pelatihan.

tentang ilmu pengodean sangat diperlukan

Pelatihan yang dapat dilakukan dan

untuk

meningkatkan

dan

diprioritaskan dalam hal ini adalah pelatihan

pengetahuan petugascoding terhadap ilmu

coding yang termasuk ke dalam pelatihan

pengodean.

pengetahuan sekaligus keterampilan.

Pelatihan

yang

Bloom (Notoatmodjo, 2003) mengatakan

dimaksud di sini antara lain memuat tentang

bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan

segala hal yang berkaitan dengan ilmu

domain

pengodean, antara lain proses pengodean,

tindakan seseorang. Dalam hal ini, petugas

sarana dan prasarana yang dibutuhkan,

yang terlibat dalam pengodean di Puskesmas

manfaat, serta fungsi dari kode. Menurut

Gondokusuman II dilakukan oleh dokter

Mathis

(2006),

atau perawat, padahal puskesmas memiliki

pelatihan(training) adalah sebuah proses di

petugas dengan lulusan Diploma Rekam

mana orang mendapatkan kapabilitas untuk

Medis.

pengodean

dan

mencapai
Dalam

ilmu

pemahaman

Jackson

tujuan-tujuan
pengertian

organisasional.

Dokter

dalam

hanya

terbentuknya

sesekali

mengode

pelatihan

diagnosis yang telah dituliskannya di berkas

memberikan karyawan pengetahuan dan

rekam medis. Dokter biasanya mengode

keterampilan

dapat

diagnosis yang telah dituliskannya di berkas

dalam

rekam medis secara langsung tanpa merujuk

saat ini.

Sedangkan

pada buku ICD-10. Dokter biasanya hanya

Sastrohadiwiryo

(2003),

mengode diagnosis-diagnosis yang sering

programpendidikan dan pelatihan harus

muncul di puskesmas tanpa menggunakan

dihubungkan dengandeskripsi pekerjaan (job

ICD-10. Dapat dikatakan bahwa dokter

description) dan syarat-syarat pekerjaan (job

hanya mengode diagnosis secara hafalan.

spesification).

Sebagai contoh, diagnosis-diagnosis yang

yang

diidentifikasi
pekerjaan

spesifik

untuk

mereka

menurut

terbatas,

terpenting

dan

digunakan

Menurut Mathis dan Jackson (2006), ada

sering

dikode

oleh

dokter

adalah

tiga jenispelatihan yang dapat ditempuh

Hypertension (I10) dan Common Cold

dalam menentukan tujuan dan prioritas

(J00).Jika

pelatihan yaitu:

dituliskan tidak diketahui kodenya, maka

1. Pengetahuan:
kognitif

menanamkan

danperincian

untuk

informasi

kebetulan

diagnosis

yang

dokter tidak menuliskan kodenya sehingga

peserta

yang bertugas mengode adalah perawat.

pelatihan.

55

Tidak semua berkas rekam medis dikode

ICD-10

oleh dokter. Jika dokter belum menuliskan
kode

diagnosis

penyakit,

di

Puskesmas

Gondokusuman II Kota Yogyakarta.

yang

Jika kode sudah dituliskan oleh dokter di

bertugas mengode adalah perawat. Perawat

berkas rekam medis maka perawat tinggal

mengode diagnosis dengan menggunakan

memasukkan kode tersebut di SIMPUS.

software

Informasi

Akan tetapi, jika kode belum ada maka

Manajemen Puskesmas (SIMPUS) yang di

perawat mencari kode di SIMPUS. Perawat

dalamnya sudah tersedia database diagnosis

sudah hapal sebagian besar kode diagnosis

penyakit beserta kodenya. Dalam mengode

sehingga perawat tinggal mengetikkan kode

diagnosis

berdasarkan diagnosis terkait di SIMPUS.

berupa

maka

tersedia

Sistem

penyakit,

perawat

hanya

memasukkan kode tanpa menuliskannya di

Namun,

dalam berkas rekam medis. Hal ini tidak

diagnosis yang tertera maka yang dilakukan

sejalan

adalah dengan mengetikkan kata kunci dari

dengan

Hatta

(2008)

yang

apabila

menyatakan bahwa berkas rekam medis

diagnosis

mempunyai

pada

kolom

belum

yang

hapal

tersedia

utama

yaitu

kemudian menekan tombol enter sehingga

pelayanan

yang

muncul beberapa pilihan kode. Selanjutnya,

tujuan

mendokumentasikan

perawat

diberikan oleh tenaga kesehatan, penunjang

perawat

medis dan tenaga lain yang bekerja dalam

diagnosis yang tertulis di berkas rekam

berbagai

medis.

fasilitas

pelayanan

kesehatan.

Dengan demikian rekaman itu membantu
pengambilan

keputusan

tentang

terapi,

Rekam

sebagai

sebagai

kode

sesuai

satu upaya peningkatan kualitas pelayanan
di

juga

memilih

Menurut Santosa & Malek (2011), salah

tindakan, dan penentuan diagnosis pasien.
medis

tinggal

sarana

puskesmas

adalah

pedoman

faktor

dalam

kebijakan

menjalankan

komunikasi antar tenaga lain yang sama-

aktivitas puskesmas. Rockwell & Alton

sama terlibat dalam menangani dan merawat

(1990)

pasien. Kode pada berkas rekam medis

sumber daya manusia termasuk dalam hal

digunakan

klinik,

manajemen konflik dan hubungan antar

juga

karyawan juga merupakan tanggung jawab

mencakup identifikasi gejala yang harus

manajerial yang utama. Penelitian serupa

dievaluasi,

Mardiyanto

penelitian

untuk
dan

perawatan

pendidikan.

peringatan

Kode

kepada

tenaga

menjelaskan

(2005)

bahwa

manajemen

menyatakan

bahwa

kesehatan tentang alergi penderita, informasi

evaluasi pelaksanaan diintensifkan guna

pelayanan

untuk

meningkatkan

untuk

manajemen. Dengan demikian, peran dari

administrasi pelayanan (AHIMA, 2010). Di

Kepala Puskesmas sangat penting dalam hal

Puskesmas

pemanfaatan

keperluan

yang

telah

diberikan

pembayaran,

Gondokusuman

dan

II,

Perawat

mengode diagnosis penyakit juga tanpa

puskesmas.

merujuk pada buku ICD-10 meskipun buku

56

kemampuan

sumberdaya

yang

dalam

ada

di

Menurut Sabarguna (2008), prosedur

Prosedur Tetap
Menurut Lumenta (2001), kebijakan

tetap dibuat bertujuan untuk:

adalah rangkaian konsep dan asas (ketentuan

a. Bahan acuan dalam cara melaksanakan

pokok) yang menjadi garis besar dan dasar

tugas tertentu dan menjadi tolak ukur

bagi rencana dalam pelaksanaan suatu

pelaksanaannya

pekerjaan, serta konsisten dengan tujuan

b. Menghindari kesalahan dan kebingungan

organisasi. Kebijakan yang efektif haruslah
rasional,

relevan,

wajar,

direvisi

dalam pelaksanaan tugas

bila

c. Menjamin

diperlukan, disosialisasikan dengan adekuat.

terlaksananya

pekerjaan

menurut aturan yang benar secara efisien

Kebijakan dapat berupa prosedur tetap.

d. Memperjelas garis tanggung jawab

Menurut Terry dalam Hartono (2005),

e. Sebagai perlindungan hukum baik bagi

prosedur adalah suatu rangkaian tugas yang

karyawan maupun institusi pelayanan

mewujudkan urutan waktu dan rangkaian itu

kesehatan.

harus dilaksanakan. Menurut Fitzgeral dan

Belum ada peraturan yang mengatur

Stallings dalam Hartono (2005) prosedur

siapa yang bertugas untuk memberi kode

adalah

diagnosis, penulisan kode diagnosis, dan

urutan-urutan

tahapan-tahapan

yang

tepat

yang

langkah

harus

Puskesmas Gondokusuman II. Tidak ada

dikerjakan, siapa (who) yang mengerjakan,

peraturan yang jelas atau SOP tentang

kapan (when) dikerjakan, dan bagaimana

pelaksanaan pengodean diagnosis tersebut

(how) mengerjakan.

menyebabkan

menerangkan

instruksi

dari

apa

(what)

yang

Prosedur tetap adalah suatu perangkat
instruksi

atau

langkah-langkah

untuk

mengode

diagnosis

ketidakakuratan

di

kode

diagnosis yang ada pada berkas rekam

yang

medis. Petugas mengode sesuai dengan

dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses

pengetahuannya. Oleh karenanya, petugas

kerja rutin tertentu, memberikan langkah-

tidak mengode diagnosis sesuai petunjuk

langkah yang benar dan terbaik untuk

atau langkah-langkah pengodean.

melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi.
Prosedur

tetap

merupakan

bersama

untuk

jalan

Penulisan diagnosis sesuai dengan ICD-

konsensus

10 akan menghasilkan kode yang akurat

terbaik.

sehingga klaim yang dihasilkan juga tepat.

Memberikan pelayanan juga

membantu

Walaupun penyakit yang sering muncul di

mengurangi

pelayanan

puskesmas

dibawah

kesalahan

standar

yang

dan

penyakit-penyakit

memberikan

yang mudah dihafal kodenya, namun apabila

langkah-langkah yang sudah diuji dan

dari awal kode yang ditetapkan sudah tidak

disetujui

berbagai

akurat, maka kemungkinan penetapan kode-

kegiatan (Komisi Akreditasi Rumah Sakit,

kode diagnosis penyakit untuk seterusnya

2001).

akan

dalam

dengan

merupakan

melaksanakan

selalu

memperlancar

57

tidak

akurat.

pengodean,

maka

Untuk
perlu

disusun suatu petunjuk teknis atau prosedur

al., (2005) dinyatakan bahwa database

tetap tentang pengodean penyakit. Sadiyah

diagnosis yang digunakan untuk pengodean

(2004) juga menyatakan bahwa faktor

harus dievaluasi secara rutin terkait update

ketidaksesuian

diagnosis

diagnosis maupun kode, sehingga proses

dikarenakan belum ada aturan khusus yang

pengodean sesuai dengan perkembangan

tertulis

yang terjadi dalam ICD-10. Akan tetapi

(SOP)

penulisan

mengenai

pengodean

diagnosis berdasarkan ICD-10.

database di Pusmas Gondokusuman II
Yogyakartatidak dilakukan evaluasi oleh
pihak

SIMPUS

puskesmas,

hal

ini

dikarenakan

Menurut Hatta (2008), sistem informasi

kewenangan pihak puskesmas hanya sebagai

kesehatan di puskesmas memiliki tanggung

user. Keputusan terkait evaluasi program

jawab untuk melakukan kegiatan-kegiatan:

dalam SIMPUS terkait kewenangan Dinas

a. Mencatat dan mengumpulkan data, baik

Kesehatan

Kota

Yogyakarta.

Sehingga

kegiatan dalam gedung maupun luar

dalam

gedung

hambatan, diantaranya adalah ketika petugas

pelaksanannya

terjadi

banyak

b. Mengolah data

mencari kode diagnosis yang diinginkan

c. Membuat laporan berkala ke dinas

tidak ketemukan petugas akan mengode

kesehatan kabupaten/kota

diagnosis dengan kode diagnosis yang

d. Memelihara bank data

mendekati, sehingga tidak spesifik. Hal ini

e. Mengupayakan penggunaan data dan

dapat mengakibatkan ketidakakuratan dalam

informasi untuk manajemen pasien dan

pembuatan laporan Puskesmas. Beberapa

manajemen unit puskesmas

kode yang seharusnya spesifik hingga empat

f. Memberikan

pelayanan

dan

digit hanya ada tiga digit. Sedangkan kode-

informasi kepada masyarakat dan pihak-

kode yang bahkan jarang digunakan ada

pihak yang berkepentingan lainnya di

lengkap hingga empat digit. Hal ini tentunya

wilayah kerjanya.

mempengaruhi hasil pengodean diagnosis

Database penyakit beserta kodenya yang

dari petugas. Sebagai contoh adalah kode

ada di dalam SIMPUS pada Puskesmas

untuk diagnosis Diabetes Mellitus dengan

Gondokusuman II Kota Yogyakarta tidak

kode E11. Padahal di ICD-10, kode E11

selengkap daftar penyakit pada ICD-10.

bervariasi mulai dari E11.0 sampai dengan

Sistem Informasi Manajemen untuk kode

E11.9. Dengan demikian, jika perawat

diagnosis yang ada pada komputer di

menentukan kode Diabetes Mellitus, maka

Puskesmas

perawat hanya bisa memilih kode E11 saja.

Gondokusuman

data

II

kurang

lengkap dan kurang spesifik, sehingga perlu

Pedoman Coding

dilakukan penyesuaian istilah dengan ICD-

International Statistical Classification of

10 serta melakukan penambahan kode

Diseases and Related Health Problem (ICD-

diagnosis baru. Berdasarkan Kimberly, et

10) berisi pedoman untuk merekam dan

58

memberikan kode penyakit disertai dengan

rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan

materi baru yang berupa aspek praktis

bahan untuk menetapkan pembiayaan dalam

penggunaan klasifikasi. ICD-10 mempunyai

pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.

tujuan

Catatan tersebut dapat dipakai sebagai bukti

untuk

mendapatkan

rekaman

sistematik, melakukan analisa, interprestasi,

pembiayaan kepada pasien.

serta membandingkan data morbiditas dan

Menurut Kasim dalam Hatta (2008),

mortalitas dari negara yang berbeda atau

pengodean morbiditas sangat bergantung

antar wilayah dan pada waktu yang berbeda.

pada diagnosis yang ditetapkan oleh dokter

ICD-10 digunakan untuk menterjemahkan

yang merawat pasien atau yang bertanggung

diagnosis penyakit dan masalah kesehatan

jawab menetapkan kondisi utama pasien.

dari kata-kata menjadi kode alfanumerik

Coding adalah pemberian penetapan kode

yang akan memudahkan penyimpanan dan

yang menggunakan huruf atau angka, dan

mendapatkan data kembali serta analisa data

atau kombinasi huruf dalam angka yang

(WHO, 1993).

mewakili komponen data. Penetapan kode

Pengodean diagnosis adalah pemberian

harus secara spesifik sesuai dengan ICD-10.

penetapan kode dengan menggunakan huruf

Penetapan kode yang akurat menentukan

atau angka atau kombinasi huruf dan angka

jumlah klaim yang akurat juga.

yang mewakili komponen data. Kegiatan

Buku ICD-10 sebagai alat bantu dalam

dan tindakan serta diagnosis yang ada di

mengode

dalam rekam medis harus diberi kode dan

Puskesmas

selanjutnya

memudahkan

penggunaannya masih belum maksimal.

pelayanan pada penyajian informasi untuk

Petugas lebih memilih menggunakan buku

menunjang fungsi perencanaan, manajemen,

praktis. Buku ini dianggap lebih efektif

dan penelitian bidang kesehatan. Kode

dibandingkan dengan buku ICD-10 karena

klasifikasi penyakit oleh WHO bertujuan

berisikan kode-kode penyakit yang sering

untuk menyeragamkan nama dan golongan

muncul di Puskesmas Gondokusuman II.

penyakit, cidera, gejala, dan fakta yang

Buku

mempengaruhi

diagnosis dari Dinas Kesehatan berisi kode-

diindeks

agar

kesehatan

(Depkes

RI,

1997).

diagnosis

telah

Gondokusuman

praktis

merupakan

tersedia
II,

di

namun

daftar

kode

kode penyakit yang dibuat berdasarkan

Dalam hal ini, apabila coder salah

diagnosis

yang

sering

dijumpai

di

mengode diagnosis penyakit, maka jumlah

Puskesmas. Isi dari daftar kode diagnosis

pembayaran klaim juga akan berbeda. Kode

tersebut sama dengan isi dari database kode

diagnosis penyakit juga sangat berpengaruh

diagnosis yang ada pada SIMPUS. Akan

dalam penentuan biaya klaim sesuai dengan

tetapi kode diagnosis di dalam database

diagnosis dokter. Hal ini sesuai dengan

tersebut masih belum akurat karena ada juga

Konsil Kedokteran Indonesia (2006) yang

kode yang belum masuk dan beberapa kode

menyebutkan bahwa salah satu manfaat

yang ada belum terinci.

59

SIMPULAN
Masih banyak kode diagnosis penyakit
yang

tidak

akurat

Gondokusuman

di

3.

Departemen Kesehatan RI. 2000.
Panduan
Pelaksanaan
Jaminan
Kualitas Model Evaluasi Pelayanan
Kesehatan Dasar bagi Puskesmas.
Jakarta: Direktorat Kesehatan Khusus,
Direktorat
Jenderal
Kesehatan
Masyarakat

4.

Departemen Kesehatan RI. 2002. Visi
Pembangunan Kesehatan Indonesia
Sehat 2010. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

5.

Hartono J. 2005. Analisis dan Desain
Sistem
Informasi:
Pendekatan
Terstruktur Teori dan Praktik Aplikasi
Bisnis. Yogyakarta: Andi.

6.

Hatta G. R. 2008. Pedoman
Manajemen Informasi Kesehatan di
Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta:
UI-Press.

7.

Huffman E. K. 1994.
Information Management.
Phsycians’ Record Company.

8.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2001.
Pedoman Penyusunan SOP dan
Program Di Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes RI.

9.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006.
Manual Rekam Medis. Jakarta: Konsil
Kedokteran Indonesia

Puskesmas

II

Kota

Yogyakartadisebabkan oleh beberapa faktor
penyebab

antara

kualifikasi

SDM

lain:tidak
yang

sesuainya

melaksanakan

kegiatan coding;tidak adanya SOP yang
mengatur

pengodean

diagnosis;database

diagnosis dan kode ICD-10 yang ada di
SIMPUS

tidak

lengkap;

serta

tidak

digunakannya buku ICD-10 dalam kegiatan
coding. Olah karenanya, perlu adanya
kebijakan yang sebaiknya dipertimbangkan
untuk diterapkan diantaranya petugas coding
adalah

petugas

dengan

kualifikasi

pendidikan D-3 Rekam Medis sehingga
diharapkan

tingkat

keakuratan

kode

diagnosis semakin meningkat. SOP tentang
pengodean diagnosis penyakit perlu dibuat
agar pelaksanaan pengodean sistematis dan
sesuai ICD-10. Kebijakan lainnya adalah
database penyakit yang ada di dalam
SIMPUS

perlu

dilengkapi

agar

kode

semakin akurat serta buku ICD-10 yang ada
perlu selalu dipakai sebagai pedoman dalam
kegiatan coding.

10. Notoatmodjo S. 2003. Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta,
Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Abdelhak M., Grostick S., Hanken M.
A., and Jacobs E. B. 2001. Health
Information of A Strategic Resource 2nd
Edition.
Philadelphia:
Sunders
Company.

2.

Departemen Kesehatan RI. 1997.
Pedoman Pengelolaan Rekam Medis
Rumah Sakit Di Indonesia. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.

Health
Illionis:

11. Rockwell S. & Alton C.J. 1990.
Management of Hospital Health
Service Strategic. Toronto: The C.V.
Mocby Company.
12. Sabarguna B. S. 2008. Organisasi dan
Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta:
Konsorsium RSI.
13. Sadiyah A. 2004. Evaluasi Ketepatan
Kodefikasi Diagnosis Utama Pasien
Rawat Inap Berdasarkan ICD-10 di
Rumah Sakit Pertamina Cirebon.

60

24. Sastrohadiwiryo, S. 2003. Manajemen
Tenaga Kerja Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.

[Tugas Akhir]. Yogyakarta: Fakultas
MIPA Universitas Gadjah Mada.
14. Santosa, H. & Malek, N.M. 2011.
Penilaian Kualitas Pelayanan Pusat
Kesehatan Masyarakat di Wilayah
Sumatera Utara, Indonesia. Jurnal
Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol.
14 No. 01 Maret 2011 Hal. 49 – 54.
Yogyakarta: Fakultas Kedokteran
UGM.

25. Sulistiyani, A.T. 2009. Manajemen
SDM
Konsep,
Teori
danPengembangan dalam Konteks
Organisasi Publik. Yogyakarta.
26. Mardiyanto. 2005. Studi Tentang
Pelaksanaan
Sistem
Pencatatan
Pelaporan Puskesmas (SP3) pada
Tingkat Puskesmas
di Kabupaten
Wonogiri Tahun 2000. Universitas
Diponogoro

15. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, R & D.
Bandung: Alfabeta.

27. Yuniarti, S. 2005. Hubungan Beberapa
Faktor
Kelengkapan
Pengisisan
Dokumen Rekam Medis Rawat Inap
Terhadap Mutu Dokumen Rekam
Medis di Badan RSUD Banjarnegara
Pebruari
2005.
Universitas
Diponegoro

16. World Health Organization. 1993.
International Statistical Classification
of Diseases and Ralated Health
Problem. Geneva: WHO.
17. _______.
2002.
International
Statistical Classification of Dise

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KUALIFIKASI CODER DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS RAWAT JALAN BERDASARKAN ICD-10 Hubungan Kualifikasi Coder Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Rawat Jalan Berdasarkan Icd-10 Di Rspau Dr S Hardjolukito Yogyakarta 2015.

0 4 28

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI Hubungan Antara Coder (Dokter Dan Perawat) Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Di Puskesmas Gondokusuman II Kota Yogyakarta Tahun 2012.

0 2 15

PENDAHULUAN Hubungan Antara Coder (Dokter Dan Perawat) Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Di Puskesmas Gondokusuman II Kota Yogyakarta Tahun 2012.

0 1 5

HUBUNGAN ANTARA CODER (DOKTER DAN PERAWAT) DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN ICD-10 DI Hubungan Antara Coder (Dokter Dan Perawat) Dengan Keakuratan Kode Diagnosis Berdasarkan ICD-10 Di Puskesmas Gondokusuman II Kota Yogyakarta Tahun 2012.

0 1 11

HUBUNGAN BEBAN KERJA CODER DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ICD-10 HUBUNGAN BEBAN KERJA CODER DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN RAWAT INAP BERDASARKAN ICD-10 DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2011.

3 7 16

HUBUNGAN KELENGKAPAN ANAMNESIS DENGAN KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS PASIEN KASUS KECELAKAAN BERDASARKAN Hubungan Kelengkapan Anamnesis dengan Keakuratan Kode Diagnosis Pasien Kasus Kecelakaan Berdasarkan ICD-10 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

0 7 16

PENDAHULUAN Hubungan Kelengkapan Anamnesis dengan Keakuratan Kode Diagnosis Pasien Kasus Kecelakaan Berdasarkan ICD-10 di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

0 7 6

EVALUASI KETEPATAN KODE DIAGNOSIS PENYEBAB DASAR KEMATIAN BERDASARKAN ICD-10 DI RS PANTI RAPIH YOGYAKARTA | Nuryati | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 41 126 1 PB

0 0 8

KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS HEPATITIS BERDASARKAN ICD-10 PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT LANCANG KUNING PEKANBARU | Sari | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 97 340 1 PB

1 4 7

PDF ini STRATEGI KEAKURATAN KODE DIAGNOSIS BERDASARKAN METODE SWOT | . | Jurnal Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia 1 PB

0 1 5