KARAKTERISTIK POLA AGROFORESTRI MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN DESA NAMO KECAMATAN KULAWI KABUPATEN SIGI | Tjatjo | JSTT 6951 23205 1 PB
KARAKTERISTIK POLA AGROFORESTRI MASYARAKAT DI SEKITAR
HUTAN DESA NAMO KECAMATAN KULAWI KABUPATEN SIGI
Nurmasita T. Tjatjo1, Muhammad Basir dan Husain Umar2
[email protected]
1
(Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Pertanian, Pascasarjana Universitas Tadulako)
2
(Dosen Program Studi Magister Ilmu Pertanian, Pascasarjana Universitas Tadulako)
Abstract
In Indonesia, land conversion as the development of construction is often a discussion at the
community level. Land use, can lead to limited land to the community in meeting food needs. It is
possible could lead to social problems in the community. Referring to the matters mentioned above,
needed for an innovative solution, in order to optimize land use and increase people's incomes. One
solution is to conduct integrated farming systems such as agroforestry. This research was
conducted in the village of Namo, District Kulawi, Sigi Regency in Central Sulawesi Province. The
location is based on the consideration that in the village of Namo community to implement a land
agroforestry in his garden. This study was conducted over three months, from May to July 2014.
The Respondent is done by purposive sampling. Data collected by interview and field observation.
In-depth interviews by using interview guide and questionnaire. It also uses a questionnaire-based
New Environmental Paradigm (NEP). This method is used to analyze the orientation of
agroforestry-based land management, based on the criteria of value of individual, social, and
environmental. The survey results revealed that, the characteristics of agroforestry in Sub Kulawi
Sigi is simple agroforestry. The community motivation is this pattern guarantees and repair needs
of food, as well as having a very close relationship with the local socio-cultural because it has been
practiced for generations by the community. This is supported by the results of the analysis in the
Social Value category (altruistic).
Keywords : Characteristics, Agroforestry, Forest Village, NEP
menjadi lahan pertanian, sering menjadi
penyebab terjadinya lahan kritis. Di Indonesia
praktek-praktek usaha tani dan pemanfaatan
lahan yang tidak atau kurang memperhatikan
kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, serta
praktek perladangan berpindah menyebabkan
timbulnya lahan kritis, erosi, bencana
kekeringan, serta penurunan kualitas dan
kuantitas hasil pertanian (Bukhari dan
Febryano, 2008).
Merujuk pada hal-hal tersebut di atas,
perlu adanya sebuah solusi inovatif, dalam
rangka mengoptimalkan pemanfaatan lahan
serta meningkatkan penghasilan masyarakat.
Salah satu solusinya adalah dengan
melakukan sistem pertanian terpadu berupa
agroforestri.
Agroforestri adalah salah satu sistem
pengelolaan lahan yang mungkin dapat
Di Indonesia, alih fungsi lahan seiring
perkembangan pembangunan sering menjadi
pembahasan ditingkat masyarakat. Alih fungsi
lahan, dapat mengakibatkan keterbatasan
lahan untuk masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Hal ini dimungkinkan
dapat menimbulkan masalah sosial pada
masyarakat. Selain itu, ternyata alih fungsi
hutan menjadi lahan pertanian dapat
menimbulkan banyak masalah, seperti:
penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan
flora dan fauna, banjir, kekeringan dan
bahkan perubahan lingkungan global. Hal ini
semakin perlu menjadi pertimbangan,
mengingat jika tidak segera ditangani dapat
menimbulkan persoalan di masyarakat
(Widianto, dkk., 2003).
Usaha-usaha pertanian tradisional yang
dilakukan dengan mengkonversi lahan hutan
55
56 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015 hlm 55-64
ditawarkan untuk mengatasi masalah yang
timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut
di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi
masalah pangan (Hiola, dkk., 2012).
Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu
pengetahuan baru di bidang pertanian dan
kehutanan,
berupaya
mengenali
dan
mengembangkan
keberadaan
sistem
agroforestri yang telah dipraktekkan petani
sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri
berarti menanam pepohonan di lahan
pertanian, dan harus diingatbahwa petani atau
masyarakat
adalah
elemen
pokoknya
(subyek).
Dengan
demikian
kajian
agroforestri tidak hanya terfokus pada
masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga
masalah sosial, ekonomi dan budaya yang
selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga
agroforestri merupakan cabang ilmu yang
dinamis (Widianto, dkk., 2003).
Di beberapa tempat di Indonesia,
kegiatan penyuluhan agroforestri berbasis
petani digunakan untuk meningkatkan
penghidupan masyarakat setempat melalui
pembentukan badan usaha dan untuk
membangun alternatif mata pencaharian yang
berkelanjutan yang berkontribusi pada
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
setempat dan memperbaiki strategi konservasi
keanekaragaman hayati (Roshetko, 2013).
Produk
yang
dihasilkan
sistem
agroforestri dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yakni (a) yang langsung
menambah penghasilan petani, misalnya
makanan, pakan ternak, bahan bakar, serat,
aneka produk industri, dan (b) yang tidak
langsung memberikan jasa lingkungan bagi
masyarakat luas, misalnya konservasi tanah
dan air, memelihara kesuburan tanah,
pemeliharaan iklim mikro, pagar hidup, dsb.
Peningkatan produktivitas sistem agroforestri
diharapkan bisa berdampak pada peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan petani dan
masyarakat desa (Widianto, dkk., 2003).
ISSN: 2089-8630
Rumusan Masalah
Praktek sistem agroforestri, sebenarnya
telah dilakukan oleh masyarakat sejak dahulu.
Hal ini sering dijumpai pada masyarakat desa
telah menggunakan prinsip menanam
tanaman semusim pada areal hutan dekat
pemukimannya. Namun, tentunya masih
menggunakan cara yang tradisional.
Peningkatan
produktivitas
sistem
agroforestri dilakukan dengan menerapkan
perbaikan cara-cara pengelolaan sehingga
hasilnya bisa melebihi yang diperoleh dari
praktek sebelumnya. Masyarakat masih
menggunakan sistem agroforestri sederhana,
yang merupakan perpaduan tanaman semusim
bernilai ekonomi (padi, jagung, sayur-mayur,
dan lain-lain), yang ditumpang sarikan
dengan tanaman tahunan yang berperan
ekologi (gamal dan durian). Padahal jika para
petani menggunakan sistem agroforestri
kompleks, yang merupakan sistem-sistem
yang terdiri dari sejumlah besar unsur
pepohonan, perdu, liana, herba, tanaman
semusim dan juga rumput. Hal ini tentunya
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
dengan tetap mengedepankan unsur ekologi
untuk pertanian berkelanjutan.
Namun
demikian,
peningkatan
produktivitas melalui sistem agroforestri yang
diperoleh dari peningkatan hasil dalam jangka
pendek seringkali menjadi faktor yang
menentukan apakah petani mau menerima dan
mengadopsi cara-cara pengelolaan yang baru.
Dalam sistem agroforestri terdapat peluang
yang cukup besar dan sangat terbuka untuk
melakukan pendekatan yang memadukan
sasaran keberlanjutan untuk jangka panjang
dengan keuntungan produktivitas dalam
jangka pendek dan menengah.
Masyarakat di Kecamatan Kulawi
Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah,
dijumpai area yang telah menerapkan sistem
pertanian modern. Hal ini ditandai dengan
pola tanam yang teratur, jenis tanaman yang
Nurmasita T. Tjatjo, dkk. Karakteristik Pola Agroforestri Masyarakat di Sekitar Hutan Desa Namo…………………57
berbeda, dan teknik penanaman yang sudah
modern. Namun, masih ada juga masyarakat
desa yang masih menggunakan cara-cara
tradisional.
Berpijak pada beberapa hal di atas, yang
menjadi rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana
karakteristik
agroforestri
kompleks dan sederhana di Kecamatan
Kulawi Kabupaten Sigi?
2. Apa yang menjadi motivasi sehingga
mereka memilih salah satu jenis
agroforestri tersebut?
3. Apa yang menjadi orientasi penggunaan
lahan masyarakat Desa Namo?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik agroforestri
kompleks dan sederhana di Kecamatan
Kulawi Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi
Tengah.
2. Mengetahui latar belakang yang menjadi
motivasi masyarakat dalam memilih salah
satu karakteristik agroforestri.
3. Mengetahui orientasi penggunaan lahan
masyarakat Desa Namo Kecamatan
Kulawi Kabupaten Sigi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan informasi dalam
pengembangan pola agroforestri kompleks
dan sederhana di Kecamatan Kulawi
Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.
METODE
Jenis Penelitian
Penelitian
ini
adalah
penelitian
eksploratif, dimana merupakan penelitan yang
berhubungan dengan pertanyaaan dasar untuk
mengetahui suatu gejala
atau peristiwa
dengan melakukan penjajakan terhadap gejala
tersebut, (Gulo, 2000).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di
Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten
Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Pemilihan
lokasi didasarkan pertimbangan bahwa di
Desa Namo masyarakat menerapkan pola
agroforestri pada lahan kebunnya. Penelitian
ini akan dilaksanakan selama tiga bulan, dari
bulan Mei sampai dengan Juli 2014.
Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan
Sampel
Penentuan responden dilakukan dengan
cara Purposive Sampling, yaitu responden
dipilih dengan cermat dan diusahakan dapat
mewakili seluruh lapisan masyarakat, Dalam
Penelitihan kualitatif tidak dipersoalkan
jumlah responden, dalam hal ini penentuan
jumlah responden sedikit atau banyak
tergantung pada tepat atau tidaknya pemilihan
informan kunci dan kompleksitas serta
keragaman fenomena sosial yang diteliti
(Bungin, 2003).
Responden adalah masyarakat desa
Namo, dengan kriteria:
1. Responden
merupakan
masyarakat
setempat;
2. Masyarakat yang memiliki ketergantungan
terhadap sumberdaya hutan.
3. Petani yang memiliki pengetahuan
dasar/mengerti tentang Agroforestri.
4. Penetapan kriteria dimaksudkan agar
responden yang akan dipilih dapat
mewakili objek penelitian.
Operasionalisasi Variabel
1. Karakteristik adalah sifat khas atau ciri
khas dari suatu obyek penelitian.
2. Agroforestri
adalah
suatu
sistem
penggunaan
lahan
yang
mengkombinasikan tanaman berkayu
(pohon) dengan tanaman pangan/ternak
secara bersamaan maupun bergantian
dalam suatu manajemen yang sama dan
didalamnya terjadi interaksi ekologi, sosial
dan ekonomi.
58 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015 hlm 55-64
3. Sistem agroforestri kompleks adalah suatu
sistem pertanian menetap yang melibatkan
banyak jenis tanaman pohon (berbasis
pohon) baik sengaja ditanam maupun yang
tumbuh secara alami pada sebidang lahan
dan dikelola petani mengikuti pola tanam
dan ekosistem menyerupai hutan.
4. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu
sistem pertanian dimana pepohonan
ditanam secara tumpang-sari dengan satu
atau lebih jenis tanaman semusim..
5. Pola Agroforestri adalah klasifikasi
agroforestri
berdasarkan kombinasi
komponen pohon, tanaman, padang
rumput/makanan ternak dan komponen
lain yang ditemukan dalam agroforestri.
6. Pola Tanam adalah merupakan suatu
urutan tanam pada sebidang lahan dalam
satu tahun, termasuk didalamnya masa
pengolahan tanah.
7. Jenis tanaman adalah
beberapa jenis
organisme yang dibudidayakan pada suatu
ruang atau media untuk dipanen pada masa
ketika sudah mencapai tahap pertumbuhan
tertentu.
8. Nilai individu (nilai egoistik), yaitu nilai
yang berfokus pada upaya memaksimalkan
pendapatan individu yang dimiliki individu
berdasarkan egonya (lebih mengutamakan
kepentingan individu).
9. Nilai sosial (altruistik), yaitu nilai
merefleksikan
perhatiannya
kepada
kesejahteraan
kelompok,
dianalisis
berdasarkan tujuan pengusahaan lahan,
nilai-nilai sosial yang terkait dengan pola
usaha
tani
agroforestri
yang
dikembangkannya,
dan
kepedulian
terhadap solidaritas dan pengembangan
kelompok atau anggota masyarakatnya.
10.
Nilai ekologis (biosferik) yaitu nilai
yang menekankan pada upaya pelestarian
lingkungan,
dianalisis
berdasarkan
persepsi, sikap, dan penilaiannya terkait
nila ekologi apa saja yang perlu
dipertahankan terkait dengan aktifitas
pemanfaatan lahan hutan.
ISSN: 2089-8630
Jenis dan Sumber Data
Data primer merupakan data yang
diperoleh
secara
langsung,
melalui
pengamatan lapangan, serta wawancara
dengan beberapa masyarakat setempat, serta
wawancara dengan beberapa informan kunci.
Data sekunder merupakan data yang
diperoleh secara tidak langsung di lapangan.
Data tersebut merupakan penunjang penelitian
ini, yang diperoleh dari literatur dari studi
kepustakaan, penelusuran internet maupun
dari instansi terkait dengan penelitian ini.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan
dengan metode wawancara dan pengamatan
lapangan. Wawancara mendalam (indept
interview) menggunakan pedoman wawancara
dan kuesioner. Indept interview digunakan
untuk mengumpulkan data-data menyangkut
pola agroforestri, serta orientasi pengelolaan
yang diterapkan.selain itu juga menggunakan
kuesioner berbasis New Environmental
Paradigm (NEP), untuk lebih mengetahui
motivasi masyarakat dalam menggunakan
salah satu sistem agroforestri.
Instrument Penelitian
Instrument penelitian yang digunakan
selama penelitian adalah:
1. Kamera
2. Alat tulis menulis
3. Pedoman/daftar pertanyaan.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Data tentang pola agroforestri (jenis
tanaman dan pola tanam) yang diperoleh dari
responden di Desa Namo dianalisis dengan
menggunakan
pendekatan
deskriptif
kualitatif. Penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif lebih menekankan
analisisnya pada proses menjawab pertanyaan
penelitian melalui cara-cara berpikir formal
dan argumentatif. Melalui analisis ini akan
digambarkan secara rinci tentang pola tanam,
Nurmasita T. Tjatjo, dkk. Karakteristik Pola Agroforestri Masyarakat di Sekitar Hutan Desa Namo…………………59
jenis, dan
agroforestri .
pemanfaatan
lahan
secara
Analisis
NEP
(New
Environmental
Paradigm).
Metode
ini
digunakan
untuk
menganalisis orientasi pengelolaan lahan
berbasis agroforestri, berdasarkan kriteria
nilai individual, sosial, dan lingkungan.
1. Orientasi nilai individu (nilai egoistik),
yaitu nilai yang berfokus pada upaya
memaksimalkan pendapatan individu,
dengan
menganalisis
jenis
yang
diusahakan serta pola tanam yang
diterapkan. Pertanyaan dicirikan oleh
pengurus utama (mainstream) orientasi
nilai yang dimiliki individu berdasarkan
egonya (lebih mengutamakan kepentingan
individu dengan pertimbangan pada untung
dan rugi melakukan praktek-praktek
agroforestri bagi dirinya.
2. Nilai sosial (altruistik), yaitu nilai
merefleksikan
perhatiannya
kepada
kesejahteraan
kelompok,
dianalisis
berdasarkan tujuan pengusahaan lahan,
nilai-nilai sosial yang terkait dengan pola
usaha
tani
agroforestri
yang
dikembangkannya,
dan
kepedulian
terhadap solidaritas dan pengembangan
kelompok atau anggota masyarakatnya.
Pertanyaan
dicirikan
oleh
pengarusutamaan (mainstream) orientasi
nilai yang dimiliki individu berdasarkan
kepentingan masyarakat luas.
3. Nilai ekologis (biosferik) yaitu nilai yang
menekankan pada upaya pelestarian
lingkungan,
dianalisis
berdasarkan
persepsi, sikap, dan penilaiannya terkait
nila ekologi apa saja yang perlu
dipertahankan terkait dengan aktifitas
pemanfaatan lahan hutan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi
Secara geografis Kecamatan Kulawi
berada posisi 1°20’18” – 1°43’22” LS dan
119°4’04” – 120°07’53”BT. Kecamatan
Kulawi merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Sigi yang memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara
: Kec. Gumbasa dan
Kec. Lindu
2. Sebelah Timur
: Kabupaten Poso
3. Sebelah Selatan : Kec. Kulawi Selatan
dan Kec. Pipikoro
4. Sebelah Barat
: Prop. Sulawesi Barat
Kecamatan Kulawi berada pada bagian
selatan wilayah Kabupaten Sigi, dengan jarak
± 62 Km dari ibu kota kabupaten. Untuk
sampai di ibu kota kecamatan dan beberapa
desa dapat ditempuh dengan kendaraan roda
empat, namun terdapat lima desa yang hanya
dapat ditempuh dengan kendaraan roda
dua/motor ojek pada musim kemarau melalui
jalan setapak sedangkan pada musim hujan
hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.
Dukungan Pemerintah Kabupaten Sigi
terhadap Masyarakat Desa
Dukungan Pemerintah Kabupaten Sigi
terhadap masyarakat desa, Salah satu bantuan
dari Dinas Pertanian khususnya Dinas
Pertanian Kabupaten Sigi adalah adanya
Sekolah Lapang Terpadu Pertanian (SLTPP).
SLTPP yaitu pemberian bantuan benih
dimana dalam satu kawasan ada 1 ha itu
ditanggung oleh pemerintah dan dipantau
terus sehingga ada laporan setiap bulannnya.
Adapun hasil prouksi pertaniannya akan
diberikan kepada masyarakat.
Khusus Desa Namo hanya ada satu
kelompok yaitu kelompok Paningku yang
mendapatkan bantuan berupa bibit kelapa¸
benih padi untuk sawah dengan luas area yang
dibantu seluas 25 ha.
Penyuluh rutin memberikan penyuluhan
di minggu ke 2 dan 4 serta dilakukan
pertemuan di Kantor Badan Penyuluh
Pertanian, Peternakan dan Kehutanan
(BP3K). Selain itu, pada senin sampai dengan
hari kamis diadakan pertemuan di kelompok.
Kecamatan Kulawi khususnya Desa
Namo juga mendapatkan bentuk-bentuk
60 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015 hlm 55-64
bantuan atau peran serta BP4K berupa
menyediakan sarana dan prasarana untuk
meningkatkan produksi tanaman. Dalam satu
penyuluh wajib membina 16 kelompok tani.
Tugas dari penyuluh kepada masyarakat di
desa namo yaitu mendampingi, memotivasi,
memfasilitator, dan sebagai mediator.
Program-program
khusus
yang
dilucurkan yg diluncurkan di 2014 yaitu
mendampingi PH2BN, SLTPP, PUAP dengan
di dampingi Penyuluh Perikanan 13 orang,
kehutanan 15 0rang. Kabupaten Sigi terdiri
dari 15 kecamatan. Dikarenakan kurangnya
jumlah tenaga penyuluh lapangan sehingga
semua penyuluh berada di tiap-tiap kecamatan
di balai penyuluh BP3K.
Masyarakat yang ingin mendapatkan
bantuan harus membentuk kelompok. Karena
sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Bupati
Sigi, bahwa bantuan yang akan diberikan
hanya untuk kelompok bukan perorangan agar
tidak menimbulkan kecemburuan sosial
sehingga masing-masing ketua kelompok
bertanggung jawab dengan anggotanya dan
sesuai dengan SK bupati yg diterima agar
lebih terarah dan mudah untuk dilaksanakan
monitoring dan evaluasi.
Pola Agroforestri di Desa Namo
Semua sistem pertanian pada dasarnya
mempunyai tujuan yang sama yaitu
memperoleh produksi tanaman yang optimal,
namun cara pengelolaannya bermacammacam. Perbedaan pengelolaan itu meliputi
perbedaan teknik penyediaan lahan, sifat
tanaman yang ditanam, posisi/pengaturannya
di dalam petak, pemupukan, pemangkasan
dan kalender tanamnya.
Pengetahuan
dan
pengalaman
agroekologi pertanian lokal dan pertanian
berwawasan lingkungan di seluruh dunia
memiliki beberapa prinsip ekologi dasar yang
mengarah pada proses pengembangan
agroforetsri. Perlu disadari bahwa selain
prinsip-prinsip ekologi, prinsip lain yang
meliputi sosio-ekonomi, dan politik juga
memegang peranan yang tidak kalah penting.
ISSN: 2089-8630
Prinsip-prinsip ekologi yang mendasari
pengembangan agroforestri di antaranya
adalah:
1. Menciptakan kondisi tanah agar sesuai
untuk pertumbuhan tanaman, terutama
dengan mengolah bahan organik dan
memperbaiki kehidupan organisme dalam
tanah.
2. Optimalisasi ketersediaan hara dan
menyeimbangkan aliran hara, terutama
melalui fiksasi nitrogen, pemompaan hara,
daur ulang dan penggunaan pupuk sebagai
pelengkap.
3. Optimalisasi pemanfaatan radiasi matahari
dan udara melalui pengelolaan iklimmikro, pengawetan air dan pengendalian
erosi.
4. Menekan kerugian seminimal mungkin
akibat serangan hama dan penyakit dengan
cara pencegahan dan pengendalian yang
ramah lingkungan
5. Penerapan sistem pertanian terpadu dengan
tingkat keragaman hayati fungsional yang
tinggi, dalam usaha mengeksploitasi
komplementasi dan sinergi sumber daya
genetik dan sumber daya lainnya.
Prinsip-prinsip ini dapat diterapkan
dengan berbagai bentuk teknis dan strategis.
Setiap strategi dan teknik dalam sistem
bertani akan memiliki pengaruh berbeda
dalam
produktivitas,
keamanan,
keberlanjutan, tergantung pada peluang dan
keterbatasan setempat. Hambatan umum yang
dihadapai petani adalah keterbatasan sumber
daya dan juga ketidaksempurnaan pasar.
Contoh penggunaan lahan indigenous
yang menerapkan prinsip tersebut di
antaranya adalah pekarangan, agoroforest,
sistem ladang berpindah (shifting cultivation)
atau akhir-akhir ini dikenal dengan "sistem
gilir balik" dan sebagainya. Sedangkan contoh
praktis meliputi kegiatan pengelolaan
kesuburan
tanah, pengendalian hama dan
penyakit, pemberantasan gulma, pengelolaan
sumber daya genetik, pengelolaan iklim
mikro, klasifikasi tanah dan penggunaan
lahan.
Nurmasita T. Tjatjo, dkk. Karakteristik Pola Agroforestri Masyarakat di Sekitar Hutan Desa Namo…………………61
Sistem
agroforestri
sederhana
merupakan bentuk pola konvensional yang
terdiri atas sejumlah kecil unsur, yakni unsur
pohon yang memiliki peran ekonomi penting
(seperti kelapa, karet, cengkeh, jati, dan lainlain.) atau yang memiliki peran ekologi
(seperti dadap dan petai cina), dengan sebuah
unsur tanaman musiman (misalnya padi,
jagung, sayur-mayur, rerumputan), atau jenis
tanaman lain seperti pisang, kopi, coklat dan
sebagainya yang juga memiliki nilai ekonomi.
Dari gambaran mengenai agroforestri
sederhana tersebut, diperoleh hasil di
lapangan bahwa masyarakat Desa Namo
memadukan tanaman Kemiri untuk tanaman
jenis pepohonan, tanaman Gamal untuk jenis
tanaman yang memiliki peran ekologi serta
jagung, sayur-mayur (seperti Cabai, Tomat
dan Kacang Tanah) untuk jenis tanaman
musiman.
Bentuk pola lorong (alley cropping),
pohon pembatas (trees along border), campur
(mixer) atau baris (alternate rows)
mempunyai karakteristik yang membuat
dinamika sistem agroforestri di antara pola
tersebut berbeda. Pola lorong dalam sistem
agroforestri dirancang untuk memadukan dua
tujuan pengelolaan secara bersamaan yaitu
produksi dan konservasi, sehingga karakter
pola lorong ini adalah jarak baris pohon antar
lorong satu dengan lorong yang lainnya lebih
pendek apabila dibandingkan dengan pola
pohon pembatas. Hal ini terjadi karena pola
lorong dipilih untuk lokasi yang mempunyai
ragam kelerengan (tidak datar). Pola lorong
ini juga diterapkan oleh masyarakat desa
Namo. Hal ini ditunjukan dengan cara
pemeliharaan lahan berlereng dengan
menanam tanaman lorong atau pagar, yang
dari tanaman tersebut kita tidak hanya
mengurangi resiko erosi melainkan kita juga
memperoleh manfaat lain dari tanaman lorong
tersebut, misalnya mulsa (sisa-sisa tanaman
yang sangat cepat membusuk dan menjadi
penyubur lahan), bahkan mungkin tanaman
lorong dapat digunakan sebagai makanan
ternak.
Masyarakat desa Namo menerapkan
orientasi
pemanfaatan
lahan
berbasis
agroforestri
dengan
pendekatan
New
Environmental
Paradigm,
sehingga
cenderung menggunakan sistem dan pola
agroforestri yang lebih menjaga kelestarian
sumberdaya lahan dan hutan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Golar, dkk. (2012), bahwa
variabel yang akan dikaji meliputi: aspek
biofisik (tataguna lahan, sistem dan pola
agroforestri yang diterapkan) orientasi
pemanfaatan lahan berbasis agroforesri, serta
kecederung sistem dan pola agroforestri yang
diterapkan terhadap kelestarian sumberdaya
lahan dan hutan.
Analisis NEP terhadap Pola Agroforestri
Masyarakat Desa Namo
Dari analisis yang telah dilakukan,
diperoleh hasil bahwa masyarakat Desa Namo
termasuk dalam kategori Nilai Sosial
(altruistik),
yaitu
nilai
merefleksikan
perhatiannya kepada kesejahteraan kelompok,
dianalisis berdasarkan tujuan pengusahaan
lahan, nilai-nilai sosial yang terkait dengan
pola
usaha
tani
agroforestri
yang
dikembangkannya, dan kepedulian terhadap
solidaritas dan pengembangan kelompok atau
anggota masyarakatnya. Pada aktifitas harian
masyarakat khususnya dalam mengolah
tanaman, masyarakat Desa Namo lebih
mengutamakan
nilai-nilai
sosial
kemasyarakatan. Hal ini ditunjukan dengan
adanya masyarakat desa yang membentuk
kelompok kerja tani dalam membuka lahan
baru.
Masyarakat
beserta
aparat
desa
bersama-sama terlibat dalam proses tersebut.
Keberadaan hutan desa tidak berpengaruh
pada pembagian lahan warga karena warga
kebanyakan masih menggunakan lahan
warisan orang tuanya masing-masing.
Warga desa Namo masih menggunakan
metode penyiapan lahan dengan cara
pembakaran.
Masyarakat
sudah
lama
menggunakan pola agroforestri sebagai
bentuk pelestarian tanaman. Pembukaan lahan
62 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015 hlm 55-64
baru tidak banyak ditemui karena masyarakat
lebih banyak mengutamakan mengoptimalkan
lahan yang sudah ada.
Masyarakat selama ini tidak melakukan
kegiatan perbaikan lahan yang ditinggalkan.
Lahan yang telah ditinggalkan akan dibiarkan
begitu saja.
No
1
2
3
4
5
6
7
No
1
2
3
4
5
6
7
8
ISSN: 2089-8630
Berdasarkan data yang diperoleh di
lapangan, baik dengan cara pendistribusian
kuesioner maupun melakukan wawancara,
maka diketahui bahwa masyarakat Desa
Namo memiliki beberapa jawaban terhadap
kuesioner hasil sebagaimana yang telah
ditunjukan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Hasil Analisis NEP untuk Nilai Egoistik pada Masyarakat Desa Namo
Pernyataan
Jawaban Dominan Responden
Saya tidak menggunakan pola tanam, meskipun Sebagian warga masih tidak memperhatikan pola
dampaknya merugikan diri saya sendiri dan keluarga
tanam
Metode pembukaan lahan, cukup dengan metode Namun sebagian masyarakat memakai pola
pembukaan lahan biasa, sehingga efisien
agroforesti pada lahannya yaitu dengan
menggabungkan tanaman musiman dan tahunan
Seluruh tanaman yang ada pada lahan dapat dikelola Dengan menanam tanaman yang dapat digunakan
kapan saja, dan siapa saja sesuai kebutuhan saya.
dalam kehidupan sehari-hari dan dijual
Saya hanya akan menanam tanaman yang hanya Karena tanaman yang di tanam merupakan tanaman
sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari
utk kebutuhan sehari-hari dan sebagian untuk dijual
Membuka lahan kebun dimana saja dilakukan Kebetulan tanah di daerah kami memiliki tingkat
meskipun pada kemiringan asalkan lahan tersebut kesuburan yang tinggi pula
sangat subur
Saya tidak akan menebang pohon bila mengganggu Selama pohon tersebut tidak mengganggu tanaman
tanaman milik saya
yang saya tanami
Saya akan berpartisipasi dalam pemanfaatan lahan, Dilihat dari sisi ekonomi keuntungan yang di
karena ada keuntungan yang dapat saya peroleh.
dapatkan dari penjualan hasil kebun dapat untuk
dipakai memenuhi kebutuhan saya sehari-hari
Tabel 2. Hasil Analisis NEP untuk Nilai Sosial pada Masyarakat Desa Namo
Pernyataan
Jawaban Dominan Responden
Saya akan turut bergotong royong (mapalus) dalam
Sebagian warga membentuk kelompok kerja tani
mengelola lahan
Kesepakatan dalam membuka lahan sebaiknya tidak
Dalam membuka lahan baru. Masyarakat beserta
perlu melibatkan seluruh warga desa, cukup aparat
aparat desa bersama-sama terlibat dalam proses
desa saja.
tersebut.
Saya cenderung tidak mengikuti kebiasaan leluhur
Sebagian warga masih menggunakan metode
dalam melakukan kegiatan pengolahan lahan, karena
tradisional,dan sebagian sudah menggunakan modern
dirasakan sangat tidak efisien
Dengan adanya Hutan Desa, saya harus membagi
Keberadaan hutan desa tidak berpengaruh pada
lahan, karena orang lain juga membutuhkannya.
pembagian lahan warga karena warga kebanyakan
masih menggunakan lahan warisan orang tuanya
Sebaiknya saya tidak melakukan pembakaran pada
Warga desa Namo masih menggunakan metode
saat penyiapan lahan karena akan merusak tanaman
penyiapan lahan dengan cara pembakaran
orang lain
Meskipun tanpa harus dibayar, sebaiknya masyarkat
Sangat setuju karena masyarakat sudah lama
membentuk organisasi pelestarian tanaman secara
menggunakan pola agroforestri sebagai bentuk
agroforestri .
pelestarian tanaman
Meskipun dirasakan sangat menguntungkan, tapi saya Pembukaan lahan baru tidak banyak ditemui karena
tidak harus melakukan kegiatan pembukaan lahan
masyarakat lebih banyak mengutamakan
yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada
mengoptimalkan lahan yang sudah ada.
Sebaiknya masyarakat tidak harus memperbaiki lahan Masyarakat selama ini tidak melakukan kegiatan
yang telah ditinggalkan karena membutuhkan biaya
perbaikan lahan yang ditinggalkan. Lahan yang telah
dan waktu yang banyak
ditinggalkan akan dibiarkan begitu saja.
Nurmasita T. Tjatjo, dkk. Karakteristik Pola Agroforestri Masyarakat di Sekitar Hutan Desa Namo…………………63
Tabel 3. Hasil Analisis NEP untuk Nilai Sosial pada Masyarakat Desa Namo
No
Pernyataan
1
Untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat,
boleh saya merambah kawasan hutan lindung
2
Sebaiknya kita tidak memperluas lahan kebun,
melainkan memanfaatkan yang sudah ada secara
optimal
Penetapan kawasan hanya membatasi ruang gerak
dalam memaksimalkan peningkatan produksi
tanaman
Saya sangat menyukai pembukaan lahan hutan dan
oleh karenanya saya juga dapat memperoleh
keuntungan dalam membuka lahan.
Menggunakan pola tanam tidak berpengaruh pada
keseimbangan alam ini
Lahan hutan lebih banyak bermanfaat bagi
masyarakat karena dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat
3
4
5
6
Dari tabel tersebut, diketahui bahwa
sebagian warga masih tidak memperhatikan
pola tanam, namun sebagian masyarakat
memakai pola agroforesti pada lahannya yaitu
dengan menggabungkan tanaman musiman
dan tahunan.
Masyarakat
Desa
Namo
hanya
menanam tanaman yang dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari dan dijual,
karena tanaman yang di tanam merupakan
tanaman untuk kebutuhan sehari-hari dan
sebagian untuk dijual jika ada kelebihan yang
tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan seharihari.
Untuk nilai Sosial (Altruistik), terlihat
kecenderungan nilai yang tinggi. Hal ini
ditunjukan dengan kebersamaan masyarkat
dalam bertani. Sebagian warga membentuk
kelompok kerja tani untuk mengerjakan lahan
pertanian
mereka.
Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa masyarakat Desa Namo
Hal ini sejalan dengan Widianto, Wijayanto,
dan Suprayogo (2003), yang menyatakan
bahwa implementasi agroforestri selama ini
memiliki peranan penting dalam aspek sosialbudaya masyarakat setempat. Dalam kaitan
ini ada beberapa alasan sebagai berikut:
Jawaban Dominan Responden
Tidak setuju, karena memanfaatkan yang ada saja, itu
sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat.
Masyarakat desa Namo cenderung memgoptimalkan
lahan yang sudah ada
Penetapan kawasan tidak berpengaruh
terhadap peningkatan produksi tanaman
signifikan
Hanya sebagian masyarakat yang masih membuka lahan
Pola tanam berpengaruh pada produktifitas tanaman
Masyarakat masih menggantungkan hidup dari
sumberdaya alam, tapi tidak lagi membuka lahan di
hutan
1. Praktek-praktek agroforestri tradisonal
merupakan
produk
pemikiran
dan
pengalaman yang telah berjalan lama di
masyarakat dan teruji sepanjang peradaban
masyarakat setempat dalam upaya
pemenuhan kebutuhan hidupnya.
2. Produk dan fungsi-fungsi yang dihasilkan
oleh komponen penyusun agroforestri
tradisional
memiliki
manfaat
bagi
implementasi kegiatan budaya masyarakat
yang bersangkutan.
Hal ini sesuai dengan Fukuyama (2000)
dalam Dance J. Flassy, Sasli Rais, Agus
Supriono, yang menyatakan bahwa modal
sosial ditransmisikan melalui mekanismemekanisme kultural, seperti agama, tradisi,
atau kebiasaan sejarah. Selain itu, Aqsa,
(2010) dalam Adnan Ardhana dan Pranatasari
Dyah Susanti (2012), juga menyatakan bahwa
agroforestry disamping mempunyai manfaat
biofisik (kualitas tanah dan air, konservasi,
keanekaragaman hayati, penyimpan karbon,
dll) juga mempunyai manfaat sosial ekonomi
dan budaya yang selalu berubah-ubah dari
waktu ke waktu.
64 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015 hlm 55-64
ISSN: 2089-8630
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
DAFTAR RUJUKAN
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian,
disimpulkan
beberapa hal pokok menyangkut Pola
Agroforestri khususnya yang ada di Desa
Namo, sebagai berikut :
1. Karakteristik agroforestri yang ada di
Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi adalah
agroforestri
dengan
karakteristik
sederhana.
2. Hal yang memotivasi masyarakat Desa
Namo sehingga mereka memilih salah satu
jenis agroforestri tersebut adalah pola ini
menjamin dan memperbaiki kebutuhan
bahan pangan, perbaikan kualitas nutrisi,
serta memiliki keterkaitan sangat erat
dengan sosial-budaya lokal karena telah
dipraktekkan secara turun temurun oleh
masyarakat. Hal ini didukung dengan hasil
analisis bahwa masyarakat Desa Namo
termasuk dalam kategori Nilai Sosial
(altruistik).
Ardhana. A dan Susanti. P.D, 2012.
Agroforestry dalam Perspektif Sosiologi
Lingkungan.
Seminar
Nasional
Rekomendasi
Diperlukan adanya suatu aktiftas
peningkatan kapasitas masyarakat berbasis
pemberdayaan
guna
meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat
dalam meningkatkan produktiftas tanaman
untuk kesejahteraan masyarakat. Pentingnya
pengembangan konsep-konsep agroforestri,
serta sistem dan pola agroforestri yang
terbaik, yang memiliki resiko kecil terhadap
deforestasi dan degradasi lahan dan hutan,
khususnya di sekitar kawasan hutan
konservasi.
Agroforestri III, 29 Mei 2012
Bukhari dan Febryano, I.G. 2008. Desain
Agroforestry Pada Lahan Kritis. Jurnal
Perennial, 6 (1) : 53-59
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian
Kualitatif. Pemahaman Filosofis dan
Metodologis
Penguasaan
Model
Aplikasi. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
BPS Sigi, 2011. Kecamatan Kulawi dalam
Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Sigi.
Dance J. Flassy, Sasli Rais, Agus Supriono.
MODAL SOSIAL: UNSUR-UNSUR
PEMBENTUK.
Melalui
https://kelembagaandas.wordpress.com/
modal-sosial/dance-j-flassy-dkk/
diakses tgl. 14 September 2015
Golar, Akhbar, Muis, H. Kajian Karakteristik
Lanskap Agroforestri Pada Komunikasi
Masyarakat Asli Dan Pendatang Di
Taman Nasional Lore Lindu. Melalui
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.p
hp/searchkatalog diakses tgl. 3 Maret
2014
Gulo, W. 2000. Metodologi Penelitian. Bahan
Kuliah FKIP Universitas Kristen Satya
Wacana. Jawa Tengah.
Roshetko, 2013. Kebutuhan penyuluhan
agroforestri pada tingkat masyarakat di
lokasi proyek AgFor di Sulawesi
Selatan dan Tenggara, Indonesia. Seri
Agroforestri
dan
Kehutanan
di
Sulawesi. World Agroforestry Centre.
Bogor
Widianto, Wijayanto, N. dan Suprayogo, D.
2003. Pengelolaan dan Pengembangan
Agroforestri.
World
Agroforestry
Centre (ICRAF). Bogor.
HUTAN DESA NAMO KECAMATAN KULAWI KABUPATEN SIGI
Nurmasita T. Tjatjo1, Muhammad Basir dan Husain Umar2
[email protected]
1
(Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Pertanian, Pascasarjana Universitas Tadulako)
2
(Dosen Program Studi Magister Ilmu Pertanian, Pascasarjana Universitas Tadulako)
Abstract
In Indonesia, land conversion as the development of construction is often a discussion at the
community level. Land use, can lead to limited land to the community in meeting food needs. It is
possible could lead to social problems in the community. Referring to the matters mentioned above,
needed for an innovative solution, in order to optimize land use and increase people's incomes. One
solution is to conduct integrated farming systems such as agroforestry. This research was
conducted in the village of Namo, District Kulawi, Sigi Regency in Central Sulawesi Province. The
location is based on the consideration that in the village of Namo community to implement a land
agroforestry in his garden. This study was conducted over three months, from May to July 2014.
The Respondent is done by purposive sampling. Data collected by interview and field observation.
In-depth interviews by using interview guide and questionnaire. It also uses a questionnaire-based
New Environmental Paradigm (NEP). This method is used to analyze the orientation of
agroforestry-based land management, based on the criteria of value of individual, social, and
environmental. The survey results revealed that, the characteristics of agroforestry in Sub Kulawi
Sigi is simple agroforestry. The community motivation is this pattern guarantees and repair needs
of food, as well as having a very close relationship with the local socio-cultural because it has been
practiced for generations by the community. This is supported by the results of the analysis in the
Social Value category (altruistic).
Keywords : Characteristics, Agroforestry, Forest Village, NEP
menjadi lahan pertanian, sering menjadi
penyebab terjadinya lahan kritis. Di Indonesia
praktek-praktek usaha tani dan pemanfaatan
lahan yang tidak atau kurang memperhatikan
kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, serta
praktek perladangan berpindah menyebabkan
timbulnya lahan kritis, erosi, bencana
kekeringan, serta penurunan kualitas dan
kuantitas hasil pertanian (Bukhari dan
Febryano, 2008).
Merujuk pada hal-hal tersebut di atas,
perlu adanya sebuah solusi inovatif, dalam
rangka mengoptimalkan pemanfaatan lahan
serta meningkatkan penghasilan masyarakat.
Salah satu solusinya adalah dengan
melakukan sistem pertanian terpadu berupa
agroforestri.
Agroforestri adalah salah satu sistem
pengelolaan lahan yang mungkin dapat
Di Indonesia, alih fungsi lahan seiring
perkembangan pembangunan sering menjadi
pembahasan ditingkat masyarakat. Alih fungsi
lahan, dapat mengakibatkan keterbatasan
lahan untuk masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Hal ini dimungkinkan
dapat menimbulkan masalah sosial pada
masyarakat. Selain itu, ternyata alih fungsi
hutan menjadi lahan pertanian dapat
menimbulkan banyak masalah, seperti:
penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan
flora dan fauna, banjir, kekeringan dan
bahkan perubahan lingkungan global. Hal ini
semakin perlu menjadi pertimbangan,
mengingat jika tidak segera ditangani dapat
menimbulkan persoalan di masyarakat
(Widianto, dkk., 2003).
Usaha-usaha pertanian tradisional yang
dilakukan dengan mengkonversi lahan hutan
55
56 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015 hlm 55-64
ditawarkan untuk mengatasi masalah yang
timbul akibat adanya alih-guna lahan tersebut
di atas dan sekaligus juga untuk mengatasi
masalah pangan (Hiola, dkk., 2012).
Agroforestri, sebagai suatu cabang ilmu
pengetahuan baru di bidang pertanian dan
kehutanan,
berupaya
mengenali
dan
mengembangkan
keberadaan
sistem
agroforestri yang telah dipraktekkan petani
sejak dulu kala. Secara sederhana, agroforestri
berarti menanam pepohonan di lahan
pertanian, dan harus diingatbahwa petani atau
masyarakat
adalah
elemen
pokoknya
(subyek).
Dengan
demikian
kajian
agroforestri tidak hanya terfokus pada
masalah teknik dan biofisik saja tetapi juga
masalah sosial, ekonomi dan budaya yang
selalu berubah dari waktu ke waktu, sehingga
agroforestri merupakan cabang ilmu yang
dinamis (Widianto, dkk., 2003).
Di beberapa tempat di Indonesia,
kegiatan penyuluhan agroforestri berbasis
petani digunakan untuk meningkatkan
penghidupan masyarakat setempat melalui
pembentukan badan usaha dan untuk
membangun alternatif mata pencaharian yang
berkelanjutan yang berkontribusi pada
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
setempat dan memperbaiki strategi konservasi
keanekaragaman hayati (Roshetko, 2013).
Produk
yang
dihasilkan
sistem
agroforestri dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yakni (a) yang langsung
menambah penghasilan petani, misalnya
makanan, pakan ternak, bahan bakar, serat,
aneka produk industri, dan (b) yang tidak
langsung memberikan jasa lingkungan bagi
masyarakat luas, misalnya konservasi tanah
dan air, memelihara kesuburan tanah,
pemeliharaan iklim mikro, pagar hidup, dsb.
Peningkatan produktivitas sistem agroforestri
diharapkan bisa berdampak pada peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan petani dan
masyarakat desa (Widianto, dkk., 2003).
ISSN: 2089-8630
Rumusan Masalah
Praktek sistem agroforestri, sebenarnya
telah dilakukan oleh masyarakat sejak dahulu.
Hal ini sering dijumpai pada masyarakat desa
telah menggunakan prinsip menanam
tanaman semusim pada areal hutan dekat
pemukimannya. Namun, tentunya masih
menggunakan cara yang tradisional.
Peningkatan
produktivitas
sistem
agroforestri dilakukan dengan menerapkan
perbaikan cara-cara pengelolaan sehingga
hasilnya bisa melebihi yang diperoleh dari
praktek sebelumnya. Masyarakat masih
menggunakan sistem agroforestri sederhana,
yang merupakan perpaduan tanaman semusim
bernilai ekonomi (padi, jagung, sayur-mayur,
dan lain-lain), yang ditumpang sarikan
dengan tanaman tahunan yang berperan
ekologi (gamal dan durian). Padahal jika para
petani menggunakan sistem agroforestri
kompleks, yang merupakan sistem-sistem
yang terdiri dari sejumlah besar unsur
pepohonan, perdu, liana, herba, tanaman
semusim dan juga rumput. Hal ini tentunya
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
dengan tetap mengedepankan unsur ekologi
untuk pertanian berkelanjutan.
Namun
demikian,
peningkatan
produktivitas melalui sistem agroforestri yang
diperoleh dari peningkatan hasil dalam jangka
pendek seringkali menjadi faktor yang
menentukan apakah petani mau menerima dan
mengadopsi cara-cara pengelolaan yang baru.
Dalam sistem agroforestri terdapat peluang
yang cukup besar dan sangat terbuka untuk
melakukan pendekatan yang memadukan
sasaran keberlanjutan untuk jangka panjang
dengan keuntungan produktivitas dalam
jangka pendek dan menengah.
Masyarakat di Kecamatan Kulawi
Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah,
dijumpai area yang telah menerapkan sistem
pertanian modern. Hal ini ditandai dengan
pola tanam yang teratur, jenis tanaman yang
Nurmasita T. Tjatjo, dkk. Karakteristik Pola Agroforestri Masyarakat di Sekitar Hutan Desa Namo…………………57
berbeda, dan teknik penanaman yang sudah
modern. Namun, masih ada juga masyarakat
desa yang masih menggunakan cara-cara
tradisional.
Berpijak pada beberapa hal di atas, yang
menjadi rumusan masalah adalah:
1. Bagaimana
karakteristik
agroforestri
kompleks dan sederhana di Kecamatan
Kulawi Kabupaten Sigi?
2. Apa yang menjadi motivasi sehingga
mereka memilih salah satu jenis
agroforestri tersebut?
3. Apa yang menjadi orientasi penggunaan
lahan masyarakat Desa Namo?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui karakteristik agroforestri
kompleks dan sederhana di Kecamatan
Kulawi Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi
Tengah.
2. Mengetahui latar belakang yang menjadi
motivasi masyarakat dalam memilih salah
satu karakteristik agroforestri.
3. Mengetahui orientasi penggunaan lahan
masyarakat Desa Namo Kecamatan
Kulawi Kabupaten Sigi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan informasi dalam
pengembangan pola agroforestri kompleks
dan sederhana di Kecamatan Kulawi
Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah.
METODE
Jenis Penelitian
Penelitian
ini
adalah
penelitian
eksploratif, dimana merupakan penelitan yang
berhubungan dengan pertanyaaan dasar untuk
mengetahui suatu gejala
atau peristiwa
dengan melakukan penjajakan terhadap gejala
tersebut, (Gulo, 2000).
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di
Desa Namo, Kecamatan Kulawi, Kabupaten
Sigi Provinsi Sulawesi Tengah. Pemilihan
lokasi didasarkan pertimbangan bahwa di
Desa Namo masyarakat menerapkan pola
agroforestri pada lahan kebunnya. Penelitian
ini akan dilaksanakan selama tiga bulan, dari
bulan Mei sampai dengan Juli 2014.
Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan
Sampel
Penentuan responden dilakukan dengan
cara Purposive Sampling, yaitu responden
dipilih dengan cermat dan diusahakan dapat
mewakili seluruh lapisan masyarakat, Dalam
Penelitihan kualitatif tidak dipersoalkan
jumlah responden, dalam hal ini penentuan
jumlah responden sedikit atau banyak
tergantung pada tepat atau tidaknya pemilihan
informan kunci dan kompleksitas serta
keragaman fenomena sosial yang diteliti
(Bungin, 2003).
Responden adalah masyarakat desa
Namo, dengan kriteria:
1. Responden
merupakan
masyarakat
setempat;
2. Masyarakat yang memiliki ketergantungan
terhadap sumberdaya hutan.
3. Petani yang memiliki pengetahuan
dasar/mengerti tentang Agroforestri.
4. Penetapan kriteria dimaksudkan agar
responden yang akan dipilih dapat
mewakili objek penelitian.
Operasionalisasi Variabel
1. Karakteristik adalah sifat khas atau ciri
khas dari suatu obyek penelitian.
2. Agroforestri
adalah
suatu
sistem
penggunaan
lahan
yang
mengkombinasikan tanaman berkayu
(pohon) dengan tanaman pangan/ternak
secara bersamaan maupun bergantian
dalam suatu manajemen yang sama dan
didalamnya terjadi interaksi ekologi, sosial
dan ekonomi.
58 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015 hlm 55-64
3. Sistem agroforestri kompleks adalah suatu
sistem pertanian menetap yang melibatkan
banyak jenis tanaman pohon (berbasis
pohon) baik sengaja ditanam maupun yang
tumbuh secara alami pada sebidang lahan
dan dikelola petani mengikuti pola tanam
dan ekosistem menyerupai hutan.
4. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu
sistem pertanian dimana pepohonan
ditanam secara tumpang-sari dengan satu
atau lebih jenis tanaman semusim..
5. Pola Agroforestri adalah klasifikasi
agroforestri
berdasarkan kombinasi
komponen pohon, tanaman, padang
rumput/makanan ternak dan komponen
lain yang ditemukan dalam agroforestri.
6. Pola Tanam adalah merupakan suatu
urutan tanam pada sebidang lahan dalam
satu tahun, termasuk didalamnya masa
pengolahan tanah.
7. Jenis tanaman adalah
beberapa jenis
organisme yang dibudidayakan pada suatu
ruang atau media untuk dipanen pada masa
ketika sudah mencapai tahap pertumbuhan
tertentu.
8. Nilai individu (nilai egoistik), yaitu nilai
yang berfokus pada upaya memaksimalkan
pendapatan individu yang dimiliki individu
berdasarkan egonya (lebih mengutamakan
kepentingan individu).
9. Nilai sosial (altruistik), yaitu nilai
merefleksikan
perhatiannya
kepada
kesejahteraan
kelompok,
dianalisis
berdasarkan tujuan pengusahaan lahan,
nilai-nilai sosial yang terkait dengan pola
usaha
tani
agroforestri
yang
dikembangkannya,
dan
kepedulian
terhadap solidaritas dan pengembangan
kelompok atau anggota masyarakatnya.
10.
Nilai ekologis (biosferik) yaitu nilai
yang menekankan pada upaya pelestarian
lingkungan,
dianalisis
berdasarkan
persepsi, sikap, dan penilaiannya terkait
nila ekologi apa saja yang perlu
dipertahankan terkait dengan aktifitas
pemanfaatan lahan hutan.
ISSN: 2089-8630
Jenis dan Sumber Data
Data primer merupakan data yang
diperoleh
secara
langsung,
melalui
pengamatan lapangan, serta wawancara
dengan beberapa masyarakat setempat, serta
wawancara dengan beberapa informan kunci.
Data sekunder merupakan data yang
diperoleh secara tidak langsung di lapangan.
Data tersebut merupakan penunjang penelitian
ini, yang diperoleh dari literatur dari studi
kepustakaan, penelusuran internet maupun
dari instansi terkait dengan penelitian ini.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan
dengan metode wawancara dan pengamatan
lapangan. Wawancara mendalam (indept
interview) menggunakan pedoman wawancara
dan kuesioner. Indept interview digunakan
untuk mengumpulkan data-data menyangkut
pola agroforestri, serta orientasi pengelolaan
yang diterapkan.selain itu juga menggunakan
kuesioner berbasis New Environmental
Paradigm (NEP), untuk lebih mengetahui
motivasi masyarakat dalam menggunakan
salah satu sistem agroforestri.
Instrument Penelitian
Instrument penelitian yang digunakan
selama penelitian adalah:
1. Kamera
2. Alat tulis menulis
3. Pedoman/daftar pertanyaan.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif
Data tentang pola agroforestri (jenis
tanaman dan pola tanam) yang diperoleh dari
responden di Desa Namo dianalisis dengan
menggunakan
pendekatan
deskriptif
kualitatif. Penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif lebih menekankan
analisisnya pada proses menjawab pertanyaan
penelitian melalui cara-cara berpikir formal
dan argumentatif. Melalui analisis ini akan
digambarkan secara rinci tentang pola tanam,
Nurmasita T. Tjatjo, dkk. Karakteristik Pola Agroforestri Masyarakat di Sekitar Hutan Desa Namo…………………59
jenis, dan
agroforestri .
pemanfaatan
lahan
secara
Analisis
NEP
(New
Environmental
Paradigm).
Metode
ini
digunakan
untuk
menganalisis orientasi pengelolaan lahan
berbasis agroforestri, berdasarkan kriteria
nilai individual, sosial, dan lingkungan.
1. Orientasi nilai individu (nilai egoistik),
yaitu nilai yang berfokus pada upaya
memaksimalkan pendapatan individu,
dengan
menganalisis
jenis
yang
diusahakan serta pola tanam yang
diterapkan. Pertanyaan dicirikan oleh
pengurus utama (mainstream) orientasi
nilai yang dimiliki individu berdasarkan
egonya (lebih mengutamakan kepentingan
individu dengan pertimbangan pada untung
dan rugi melakukan praktek-praktek
agroforestri bagi dirinya.
2. Nilai sosial (altruistik), yaitu nilai
merefleksikan
perhatiannya
kepada
kesejahteraan
kelompok,
dianalisis
berdasarkan tujuan pengusahaan lahan,
nilai-nilai sosial yang terkait dengan pola
usaha
tani
agroforestri
yang
dikembangkannya,
dan
kepedulian
terhadap solidaritas dan pengembangan
kelompok atau anggota masyarakatnya.
Pertanyaan
dicirikan
oleh
pengarusutamaan (mainstream) orientasi
nilai yang dimiliki individu berdasarkan
kepentingan masyarakat luas.
3. Nilai ekologis (biosferik) yaitu nilai yang
menekankan pada upaya pelestarian
lingkungan,
dianalisis
berdasarkan
persepsi, sikap, dan penilaiannya terkait
nila ekologi apa saja yang perlu
dipertahankan terkait dengan aktifitas
pemanfaatan lahan hutan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi
Secara geografis Kecamatan Kulawi
berada posisi 1°20’18” – 1°43’22” LS dan
119°4’04” – 120°07’53”BT. Kecamatan
Kulawi merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Sigi yang memiliki batas-batas
wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara
: Kec. Gumbasa dan
Kec. Lindu
2. Sebelah Timur
: Kabupaten Poso
3. Sebelah Selatan : Kec. Kulawi Selatan
dan Kec. Pipikoro
4. Sebelah Barat
: Prop. Sulawesi Barat
Kecamatan Kulawi berada pada bagian
selatan wilayah Kabupaten Sigi, dengan jarak
± 62 Km dari ibu kota kabupaten. Untuk
sampai di ibu kota kecamatan dan beberapa
desa dapat ditempuh dengan kendaraan roda
empat, namun terdapat lima desa yang hanya
dapat ditempuh dengan kendaraan roda
dua/motor ojek pada musim kemarau melalui
jalan setapak sedangkan pada musim hujan
hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.
Dukungan Pemerintah Kabupaten Sigi
terhadap Masyarakat Desa
Dukungan Pemerintah Kabupaten Sigi
terhadap masyarakat desa, Salah satu bantuan
dari Dinas Pertanian khususnya Dinas
Pertanian Kabupaten Sigi adalah adanya
Sekolah Lapang Terpadu Pertanian (SLTPP).
SLTPP yaitu pemberian bantuan benih
dimana dalam satu kawasan ada 1 ha itu
ditanggung oleh pemerintah dan dipantau
terus sehingga ada laporan setiap bulannnya.
Adapun hasil prouksi pertaniannya akan
diberikan kepada masyarakat.
Khusus Desa Namo hanya ada satu
kelompok yaitu kelompok Paningku yang
mendapatkan bantuan berupa bibit kelapa¸
benih padi untuk sawah dengan luas area yang
dibantu seluas 25 ha.
Penyuluh rutin memberikan penyuluhan
di minggu ke 2 dan 4 serta dilakukan
pertemuan di Kantor Badan Penyuluh
Pertanian, Peternakan dan Kehutanan
(BP3K). Selain itu, pada senin sampai dengan
hari kamis diadakan pertemuan di kelompok.
Kecamatan Kulawi khususnya Desa
Namo juga mendapatkan bentuk-bentuk
60 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015 hlm 55-64
bantuan atau peran serta BP4K berupa
menyediakan sarana dan prasarana untuk
meningkatkan produksi tanaman. Dalam satu
penyuluh wajib membina 16 kelompok tani.
Tugas dari penyuluh kepada masyarakat di
desa namo yaitu mendampingi, memotivasi,
memfasilitator, dan sebagai mediator.
Program-program
khusus
yang
dilucurkan yg diluncurkan di 2014 yaitu
mendampingi PH2BN, SLTPP, PUAP dengan
di dampingi Penyuluh Perikanan 13 orang,
kehutanan 15 0rang. Kabupaten Sigi terdiri
dari 15 kecamatan. Dikarenakan kurangnya
jumlah tenaga penyuluh lapangan sehingga
semua penyuluh berada di tiap-tiap kecamatan
di balai penyuluh BP3K.
Masyarakat yang ingin mendapatkan
bantuan harus membentuk kelompok. Karena
sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Bupati
Sigi, bahwa bantuan yang akan diberikan
hanya untuk kelompok bukan perorangan agar
tidak menimbulkan kecemburuan sosial
sehingga masing-masing ketua kelompok
bertanggung jawab dengan anggotanya dan
sesuai dengan SK bupati yg diterima agar
lebih terarah dan mudah untuk dilaksanakan
monitoring dan evaluasi.
Pola Agroforestri di Desa Namo
Semua sistem pertanian pada dasarnya
mempunyai tujuan yang sama yaitu
memperoleh produksi tanaman yang optimal,
namun cara pengelolaannya bermacammacam. Perbedaan pengelolaan itu meliputi
perbedaan teknik penyediaan lahan, sifat
tanaman yang ditanam, posisi/pengaturannya
di dalam petak, pemupukan, pemangkasan
dan kalender tanamnya.
Pengetahuan
dan
pengalaman
agroekologi pertanian lokal dan pertanian
berwawasan lingkungan di seluruh dunia
memiliki beberapa prinsip ekologi dasar yang
mengarah pada proses pengembangan
agroforetsri. Perlu disadari bahwa selain
prinsip-prinsip ekologi, prinsip lain yang
meliputi sosio-ekonomi, dan politik juga
memegang peranan yang tidak kalah penting.
ISSN: 2089-8630
Prinsip-prinsip ekologi yang mendasari
pengembangan agroforestri di antaranya
adalah:
1. Menciptakan kondisi tanah agar sesuai
untuk pertumbuhan tanaman, terutama
dengan mengolah bahan organik dan
memperbaiki kehidupan organisme dalam
tanah.
2. Optimalisasi ketersediaan hara dan
menyeimbangkan aliran hara, terutama
melalui fiksasi nitrogen, pemompaan hara,
daur ulang dan penggunaan pupuk sebagai
pelengkap.
3. Optimalisasi pemanfaatan radiasi matahari
dan udara melalui pengelolaan iklimmikro, pengawetan air dan pengendalian
erosi.
4. Menekan kerugian seminimal mungkin
akibat serangan hama dan penyakit dengan
cara pencegahan dan pengendalian yang
ramah lingkungan
5. Penerapan sistem pertanian terpadu dengan
tingkat keragaman hayati fungsional yang
tinggi, dalam usaha mengeksploitasi
komplementasi dan sinergi sumber daya
genetik dan sumber daya lainnya.
Prinsip-prinsip ini dapat diterapkan
dengan berbagai bentuk teknis dan strategis.
Setiap strategi dan teknik dalam sistem
bertani akan memiliki pengaruh berbeda
dalam
produktivitas,
keamanan,
keberlanjutan, tergantung pada peluang dan
keterbatasan setempat. Hambatan umum yang
dihadapai petani adalah keterbatasan sumber
daya dan juga ketidaksempurnaan pasar.
Contoh penggunaan lahan indigenous
yang menerapkan prinsip tersebut di
antaranya adalah pekarangan, agoroforest,
sistem ladang berpindah (shifting cultivation)
atau akhir-akhir ini dikenal dengan "sistem
gilir balik" dan sebagainya. Sedangkan contoh
praktis meliputi kegiatan pengelolaan
kesuburan
tanah, pengendalian hama dan
penyakit, pemberantasan gulma, pengelolaan
sumber daya genetik, pengelolaan iklim
mikro, klasifikasi tanah dan penggunaan
lahan.
Nurmasita T. Tjatjo, dkk. Karakteristik Pola Agroforestri Masyarakat di Sekitar Hutan Desa Namo…………………61
Sistem
agroforestri
sederhana
merupakan bentuk pola konvensional yang
terdiri atas sejumlah kecil unsur, yakni unsur
pohon yang memiliki peran ekonomi penting
(seperti kelapa, karet, cengkeh, jati, dan lainlain.) atau yang memiliki peran ekologi
(seperti dadap dan petai cina), dengan sebuah
unsur tanaman musiman (misalnya padi,
jagung, sayur-mayur, rerumputan), atau jenis
tanaman lain seperti pisang, kopi, coklat dan
sebagainya yang juga memiliki nilai ekonomi.
Dari gambaran mengenai agroforestri
sederhana tersebut, diperoleh hasil di
lapangan bahwa masyarakat Desa Namo
memadukan tanaman Kemiri untuk tanaman
jenis pepohonan, tanaman Gamal untuk jenis
tanaman yang memiliki peran ekologi serta
jagung, sayur-mayur (seperti Cabai, Tomat
dan Kacang Tanah) untuk jenis tanaman
musiman.
Bentuk pola lorong (alley cropping),
pohon pembatas (trees along border), campur
(mixer) atau baris (alternate rows)
mempunyai karakteristik yang membuat
dinamika sistem agroforestri di antara pola
tersebut berbeda. Pola lorong dalam sistem
agroforestri dirancang untuk memadukan dua
tujuan pengelolaan secara bersamaan yaitu
produksi dan konservasi, sehingga karakter
pola lorong ini adalah jarak baris pohon antar
lorong satu dengan lorong yang lainnya lebih
pendek apabila dibandingkan dengan pola
pohon pembatas. Hal ini terjadi karena pola
lorong dipilih untuk lokasi yang mempunyai
ragam kelerengan (tidak datar). Pola lorong
ini juga diterapkan oleh masyarakat desa
Namo. Hal ini ditunjukan dengan cara
pemeliharaan lahan berlereng dengan
menanam tanaman lorong atau pagar, yang
dari tanaman tersebut kita tidak hanya
mengurangi resiko erosi melainkan kita juga
memperoleh manfaat lain dari tanaman lorong
tersebut, misalnya mulsa (sisa-sisa tanaman
yang sangat cepat membusuk dan menjadi
penyubur lahan), bahkan mungkin tanaman
lorong dapat digunakan sebagai makanan
ternak.
Masyarakat desa Namo menerapkan
orientasi
pemanfaatan
lahan
berbasis
agroforestri
dengan
pendekatan
New
Environmental
Paradigm,
sehingga
cenderung menggunakan sistem dan pola
agroforestri yang lebih menjaga kelestarian
sumberdaya lahan dan hutan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Golar, dkk. (2012), bahwa
variabel yang akan dikaji meliputi: aspek
biofisik (tataguna lahan, sistem dan pola
agroforestri yang diterapkan) orientasi
pemanfaatan lahan berbasis agroforesri, serta
kecederung sistem dan pola agroforestri yang
diterapkan terhadap kelestarian sumberdaya
lahan dan hutan.
Analisis NEP terhadap Pola Agroforestri
Masyarakat Desa Namo
Dari analisis yang telah dilakukan,
diperoleh hasil bahwa masyarakat Desa Namo
termasuk dalam kategori Nilai Sosial
(altruistik),
yaitu
nilai
merefleksikan
perhatiannya kepada kesejahteraan kelompok,
dianalisis berdasarkan tujuan pengusahaan
lahan, nilai-nilai sosial yang terkait dengan
pola
usaha
tani
agroforestri
yang
dikembangkannya, dan kepedulian terhadap
solidaritas dan pengembangan kelompok atau
anggota masyarakatnya. Pada aktifitas harian
masyarakat khususnya dalam mengolah
tanaman, masyarakat Desa Namo lebih
mengutamakan
nilai-nilai
sosial
kemasyarakatan. Hal ini ditunjukan dengan
adanya masyarakat desa yang membentuk
kelompok kerja tani dalam membuka lahan
baru.
Masyarakat
beserta
aparat
desa
bersama-sama terlibat dalam proses tersebut.
Keberadaan hutan desa tidak berpengaruh
pada pembagian lahan warga karena warga
kebanyakan masih menggunakan lahan
warisan orang tuanya masing-masing.
Warga desa Namo masih menggunakan
metode penyiapan lahan dengan cara
pembakaran.
Masyarakat
sudah
lama
menggunakan pola agroforestri sebagai
bentuk pelestarian tanaman. Pembukaan lahan
62 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015 hlm 55-64
baru tidak banyak ditemui karena masyarakat
lebih banyak mengutamakan mengoptimalkan
lahan yang sudah ada.
Masyarakat selama ini tidak melakukan
kegiatan perbaikan lahan yang ditinggalkan.
Lahan yang telah ditinggalkan akan dibiarkan
begitu saja.
No
1
2
3
4
5
6
7
No
1
2
3
4
5
6
7
8
ISSN: 2089-8630
Berdasarkan data yang diperoleh di
lapangan, baik dengan cara pendistribusian
kuesioner maupun melakukan wawancara,
maka diketahui bahwa masyarakat Desa
Namo memiliki beberapa jawaban terhadap
kuesioner hasil sebagaimana yang telah
ditunjukan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Hasil Analisis NEP untuk Nilai Egoistik pada Masyarakat Desa Namo
Pernyataan
Jawaban Dominan Responden
Saya tidak menggunakan pola tanam, meskipun Sebagian warga masih tidak memperhatikan pola
dampaknya merugikan diri saya sendiri dan keluarga
tanam
Metode pembukaan lahan, cukup dengan metode Namun sebagian masyarakat memakai pola
pembukaan lahan biasa, sehingga efisien
agroforesti pada lahannya yaitu dengan
menggabungkan tanaman musiman dan tahunan
Seluruh tanaman yang ada pada lahan dapat dikelola Dengan menanam tanaman yang dapat digunakan
kapan saja, dan siapa saja sesuai kebutuhan saya.
dalam kehidupan sehari-hari dan dijual
Saya hanya akan menanam tanaman yang hanya Karena tanaman yang di tanam merupakan tanaman
sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari
utk kebutuhan sehari-hari dan sebagian untuk dijual
Membuka lahan kebun dimana saja dilakukan Kebetulan tanah di daerah kami memiliki tingkat
meskipun pada kemiringan asalkan lahan tersebut kesuburan yang tinggi pula
sangat subur
Saya tidak akan menebang pohon bila mengganggu Selama pohon tersebut tidak mengganggu tanaman
tanaman milik saya
yang saya tanami
Saya akan berpartisipasi dalam pemanfaatan lahan, Dilihat dari sisi ekonomi keuntungan yang di
karena ada keuntungan yang dapat saya peroleh.
dapatkan dari penjualan hasil kebun dapat untuk
dipakai memenuhi kebutuhan saya sehari-hari
Tabel 2. Hasil Analisis NEP untuk Nilai Sosial pada Masyarakat Desa Namo
Pernyataan
Jawaban Dominan Responden
Saya akan turut bergotong royong (mapalus) dalam
Sebagian warga membentuk kelompok kerja tani
mengelola lahan
Kesepakatan dalam membuka lahan sebaiknya tidak
Dalam membuka lahan baru. Masyarakat beserta
perlu melibatkan seluruh warga desa, cukup aparat
aparat desa bersama-sama terlibat dalam proses
desa saja.
tersebut.
Saya cenderung tidak mengikuti kebiasaan leluhur
Sebagian warga masih menggunakan metode
dalam melakukan kegiatan pengolahan lahan, karena
tradisional,dan sebagian sudah menggunakan modern
dirasakan sangat tidak efisien
Dengan adanya Hutan Desa, saya harus membagi
Keberadaan hutan desa tidak berpengaruh pada
lahan, karena orang lain juga membutuhkannya.
pembagian lahan warga karena warga kebanyakan
masih menggunakan lahan warisan orang tuanya
Sebaiknya saya tidak melakukan pembakaran pada
Warga desa Namo masih menggunakan metode
saat penyiapan lahan karena akan merusak tanaman
penyiapan lahan dengan cara pembakaran
orang lain
Meskipun tanpa harus dibayar, sebaiknya masyarkat
Sangat setuju karena masyarakat sudah lama
membentuk organisasi pelestarian tanaman secara
menggunakan pola agroforestri sebagai bentuk
agroforestri .
pelestarian tanaman
Meskipun dirasakan sangat menguntungkan, tapi saya Pembukaan lahan baru tidak banyak ditemui karena
tidak harus melakukan kegiatan pembukaan lahan
masyarakat lebih banyak mengutamakan
yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada
mengoptimalkan lahan yang sudah ada.
Sebaiknya masyarakat tidak harus memperbaiki lahan Masyarakat selama ini tidak melakukan kegiatan
yang telah ditinggalkan karena membutuhkan biaya
perbaikan lahan yang ditinggalkan. Lahan yang telah
dan waktu yang banyak
ditinggalkan akan dibiarkan begitu saja.
Nurmasita T. Tjatjo, dkk. Karakteristik Pola Agroforestri Masyarakat di Sekitar Hutan Desa Namo…………………63
Tabel 3. Hasil Analisis NEP untuk Nilai Sosial pada Masyarakat Desa Namo
No
Pernyataan
1
Untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat,
boleh saya merambah kawasan hutan lindung
2
Sebaiknya kita tidak memperluas lahan kebun,
melainkan memanfaatkan yang sudah ada secara
optimal
Penetapan kawasan hanya membatasi ruang gerak
dalam memaksimalkan peningkatan produksi
tanaman
Saya sangat menyukai pembukaan lahan hutan dan
oleh karenanya saya juga dapat memperoleh
keuntungan dalam membuka lahan.
Menggunakan pola tanam tidak berpengaruh pada
keseimbangan alam ini
Lahan hutan lebih banyak bermanfaat bagi
masyarakat karena dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat
3
4
5
6
Dari tabel tersebut, diketahui bahwa
sebagian warga masih tidak memperhatikan
pola tanam, namun sebagian masyarakat
memakai pola agroforesti pada lahannya yaitu
dengan menggabungkan tanaman musiman
dan tahunan.
Masyarakat
Desa
Namo
hanya
menanam tanaman yang dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari dan dijual,
karena tanaman yang di tanam merupakan
tanaman untuk kebutuhan sehari-hari dan
sebagian untuk dijual jika ada kelebihan yang
tidak dimanfaatkan untuk kebutuhan seharihari.
Untuk nilai Sosial (Altruistik), terlihat
kecenderungan nilai yang tinggi. Hal ini
ditunjukan dengan kebersamaan masyarkat
dalam bertani. Sebagian warga membentuk
kelompok kerja tani untuk mengerjakan lahan
pertanian
mereka.
Sehingga
dapat
disimpulkan bahwa masyarakat Desa Namo
Hal ini sejalan dengan Widianto, Wijayanto,
dan Suprayogo (2003), yang menyatakan
bahwa implementasi agroforestri selama ini
memiliki peranan penting dalam aspek sosialbudaya masyarakat setempat. Dalam kaitan
ini ada beberapa alasan sebagai berikut:
Jawaban Dominan Responden
Tidak setuju, karena memanfaatkan yang ada saja, itu
sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
masyarakat.
Masyarakat desa Namo cenderung memgoptimalkan
lahan yang sudah ada
Penetapan kawasan tidak berpengaruh
terhadap peningkatan produksi tanaman
signifikan
Hanya sebagian masyarakat yang masih membuka lahan
Pola tanam berpengaruh pada produktifitas tanaman
Masyarakat masih menggantungkan hidup dari
sumberdaya alam, tapi tidak lagi membuka lahan di
hutan
1. Praktek-praktek agroforestri tradisonal
merupakan
produk
pemikiran
dan
pengalaman yang telah berjalan lama di
masyarakat dan teruji sepanjang peradaban
masyarakat setempat dalam upaya
pemenuhan kebutuhan hidupnya.
2. Produk dan fungsi-fungsi yang dihasilkan
oleh komponen penyusun agroforestri
tradisional
memiliki
manfaat
bagi
implementasi kegiatan budaya masyarakat
yang bersangkutan.
Hal ini sesuai dengan Fukuyama (2000)
dalam Dance J. Flassy, Sasli Rais, Agus
Supriono, yang menyatakan bahwa modal
sosial ditransmisikan melalui mekanismemekanisme kultural, seperti agama, tradisi,
atau kebiasaan sejarah. Selain itu, Aqsa,
(2010) dalam Adnan Ardhana dan Pranatasari
Dyah Susanti (2012), juga menyatakan bahwa
agroforestry disamping mempunyai manfaat
biofisik (kualitas tanah dan air, konservasi,
keanekaragaman hayati, penyimpan karbon,
dll) juga mempunyai manfaat sosial ekonomi
dan budaya yang selalu berubah-ubah dari
waktu ke waktu.
64 Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, Volume 4 Nomor 3, Agustus 2015 hlm 55-64
ISSN: 2089-8630
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
DAFTAR RUJUKAN
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian,
disimpulkan
beberapa hal pokok menyangkut Pola
Agroforestri khususnya yang ada di Desa
Namo, sebagai berikut :
1. Karakteristik agroforestri yang ada di
Kecamatan Kulawi Kabupaten Sigi adalah
agroforestri
dengan
karakteristik
sederhana.
2. Hal yang memotivasi masyarakat Desa
Namo sehingga mereka memilih salah satu
jenis agroforestri tersebut adalah pola ini
menjamin dan memperbaiki kebutuhan
bahan pangan, perbaikan kualitas nutrisi,
serta memiliki keterkaitan sangat erat
dengan sosial-budaya lokal karena telah
dipraktekkan secara turun temurun oleh
masyarakat. Hal ini didukung dengan hasil
analisis bahwa masyarakat Desa Namo
termasuk dalam kategori Nilai Sosial
(altruistik).
Ardhana. A dan Susanti. P.D, 2012.
Agroforestry dalam Perspektif Sosiologi
Lingkungan.
Seminar
Nasional
Rekomendasi
Diperlukan adanya suatu aktiftas
peningkatan kapasitas masyarakat berbasis
pemberdayaan
guna
meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan masyarakat
dalam meningkatkan produktiftas tanaman
untuk kesejahteraan masyarakat. Pentingnya
pengembangan konsep-konsep agroforestri,
serta sistem dan pola agroforestri yang
terbaik, yang memiliki resiko kecil terhadap
deforestasi dan degradasi lahan dan hutan,
khususnya di sekitar kawasan hutan
konservasi.
Agroforestri III, 29 Mei 2012
Bukhari dan Febryano, I.G. 2008. Desain
Agroforestry Pada Lahan Kritis. Jurnal
Perennial, 6 (1) : 53-59
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian
Kualitatif. Pemahaman Filosofis dan
Metodologis
Penguasaan
Model
Aplikasi. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
BPS Sigi, 2011. Kecamatan Kulawi dalam
Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten
Sigi.
Dance J. Flassy, Sasli Rais, Agus Supriono.
MODAL SOSIAL: UNSUR-UNSUR
PEMBENTUK.
Melalui
https://kelembagaandas.wordpress.com/
modal-sosial/dance-j-flassy-dkk/
diakses tgl. 14 September 2015
Golar, Akhbar, Muis, H. Kajian Karakteristik
Lanskap Agroforestri Pada Komunikasi
Masyarakat Asli Dan Pendatang Di
Taman Nasional Lore Lindu. Melalui
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.p
hp/searchkatalog diakses tgl. 3 Maret
2014
Gulo, W. 2000. Metodologi Penelitian. Bahan
Kuliah FKIP Universitas Kristen Satya
Wacana. Jawa Tengah.
Roshetko, 2013. Kebutuhan penyuluhan
agroforestri pada tingkat masyarakat di
lokasi proyek AgFor di Sulawesi
Selatan dan Tenggara, Indonesia. Seri
Agroforestri
dan
Kehutanan
di
Sulawesi. World Agroforestry Centre.
Bogor
Widianto, Wijayanto, N. dan Suprayogo, D.
2003. Pengelolaan dan Pengembangan
Agroforestri.
World
Agroforestry
Centre (ICRAF). Bogor.