s jkr 0807745 chapter1

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perubahanzaman yang terjadi di negeri ini, menuntut dunia pendidikan melakukan perubahan untukmengatasi permasalahan-permasalahan yang ada sebagai dampak dari perubahan tersebut.Permasalah yang terjadi bukan hanya pada aspek ekonomi dan politik saja, tapi juga pada aspek sosial, moral, budaya dan bahkan akhlak.Pada permasalahan sosial khususnya, sudah menunjukan gejala-gejala yang sangat memprihatinkan.Hal ini ditunjukan dari adanya berita-berita baik itu media cetak maupun televisi tentang penyimpangan sosial dalam bentuk pemaksaan kehendak, pengrusakan, konflik antar kelompok dan juga adanya perilaku kekerasan yang dilakukan masyarakat bahkan dilakukan oleh mahasiswa yang notabenenya sebagai orang yang berilmu.

Salah satu contoh berita mengenai permasalah sosial adalah mengenai isu kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang sedang hangat diperbincangkan, membuat semua lapisan masyarakat turun kejalan untuk mengemukakan aspirasinya di depan kantor wakil rakyat (DPR-MPR RI). DPR yang bertugas sebagai wakil rakyat sepertinya sudah lupa dengan janjinya untuk selalu menyampaikan keluhan-keluhan rakyat.Sehingga memaksa mahasiswa untuk turun kejalan. Tapi karena merasa keluhannya tidak didengar,mereka pun


(2)

melakukan kekerasaan, pemaksaan, bahkan pengrusakan infrastruktur gedung DPR.

Permasalahan lain yang menunjukan semakin miskinnya perilaku sosial terlihat dari semakin miskinnya pengabdian, kurangnya disiplin, kurangnya sikap saling menghormati antar sesama,tawuran antar pelajar dan juga sikap acuh tak acuh antar teman. Hal ini sebagai tanda bahwa rasa ke-bhineka Tunggal Ika an bangsa Indonesia yang penuh dengan persaudaraan, kepedulian, kerjasama dan tolong-menolong dalam kehidupan masyarakat sudah tergerus oleh derasnya perubahan zaman.

Permasalah sosial di atas tentunya akan semakin memprihatinkan jika tidak segera ditanggulangi dari sekarang. Hal yang dapat dilakukan untuk menekan terjadinya penyimpangan sosial adalah melalui pendidikan jasmani.

Dari isi UU pendidikan No. 20 tahun 2003 di atas dapat disimpulkan bahwa, hasil dari proses pendidikan yang diharapkan adalah terbentuknya peserta didik yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi sebagai pondasi utama dalam menjalani kehidupan sebagai makhluk sosial. Dengan kata lain, pendidikan merupakan alat untuk memperbaiki permasalahan sosial, moral, dan akhlak.

Dari mulai indonesia merdeka sampai dengan sekarang, dunia pendidikan berusaha untuk selalu mejadikan manusia sebagi insan yang mempunyai sikap sosial, moral dan akhlak yang baik. Usaha pendidikan ini terlihat dari adanya perubahan-perubahan kurikulum dari waktu ke waktu.Pada tahun 1950kurikulum dikenal dengan istilah rencana pelajaran terurai, tahun 1960 dikenal dengan


(3)

kurikulum kewajiban belajar sekolah dasar, tahun 1968 dikenal dengan kurikulum 1968, kurikulum tahun 1975, 1991 dikenal dengan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), kemudian diganti dengan kurikulum 1994, tahun 2004 dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan sekarang dikenal dengan istilah kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).

Bukan hanya dunia pendidikan secara umum saja yang mengalami perubahan dari waktu ke waktunya, pendidikan jasmanipun mengalami beberapa perubahan. Perubahan itu dimulai dari istilah-istilah yang digunakan, yang dulu dikenal dengan istilah gerak badan, pendidikan jasmani, pendidikan olahraga dan kesehatan dan sampai dengan sekarang yang dikenal dengan pendidikan jasmani olaharaga dan kesehatan.

Perubahan istilah di atas bukan tanpa alasan, kebutuhan-kebutuhan siswa yang berbeda dari waktu ke waktu menuntut dilakukannya perubahan itu.Perubahan didunia penjas itu seyogyanya bersifat menyeluruh, bukan hanya pada istilah.Sistem, metode, model, pendekatan serta penanganan pada siswapun tentunya perlu adanya perubahan yang disesuaikan dengan keadaan siswa yang berbeda-beda, agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik.Namun ironisnya, perubahan itu tidak di iringi dengan perubahan pola mengajar yang dilakukan oleh guru. Penyampaian materi pendidikan jasmani saat ini masih saja menganut cara yang dilakukan pengajar pada zaman dulu atau bersifat tradisional, yakni mengedepankan pada keterampilan fisik dan mengesampingkan aspek-aspek lain seperti aspek-aspek kognisi dan aspek-aspek sosial (afektif). Hal ini tentu saja akan berdampak pada aktivitas yang dijalani siswa dilingkungannya seperti minimnya


(4)

keterampilan sosial yang dimiliki siswa dalam menjalani hidupnya sebagai makhluk yang berdampingan dengan orang lain. Sehingga permasalahan sosial yang terjadi saat ini tidak dapat terselesaikan dengan baik.

Pada dasarnya Pendidikan Jasmani merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan yang sangat strategis dalam upaya mengembangkan perilakusosial siswa.Pendidikan jasmani dengan kelengkapan yang dimilikinya diharapkan mampu memberikan sumbangan yang positif tehadap pengembangan perilaku sosial siswa.Sebagaimana yang dikemukakan Lutan (1998:1)

bahwa“tujuan yang ingin dicapai bukan saja perkembangan aspek fisik tetapi juga

aspek mental, sosial dan moral”.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Subroto (2006:6), bahwa:

Meskipun pendidikan jasmani itu merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani dan olahraga, namun tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan jasmani bukan hanya aspek fisik, tapi lebih bersifat pedagogis proporsional. Artinya nilai-nilai pendidikan yang terkait dengan aspek intelektual, moral, sikap, keterampilan fisik dan kebugaran jasmani serta etika dikembangkan secara selaras, seimbang dan serasi.

Dari kedua kutipan di atas, maka jelas bahwa tujuan utama pendidikan jasmani bukan hanya pada aspek fisik saja, tapi aspek kognitif, sosial, moral dan mentalpun ikut dikembangkan secara seimbang.

Dengan pendidikan jasmani siswa akan memperoleh berbagai ungkapan yang erat kaitannya dengan kesan pribadi yang menyenangkan serta berbagai ungkapan yang kreatif, inovatif, terampil, memiliki kebugaran jasmani, kebiasaan hidup sehat, memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap gerak manusia serta


(5)

kemampuan sosial seperti mampu bertanggung jawab, kerjasama, saling menghargai dan lain-lain.

Agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik, tentunya ada hal-hal yang perlu diperhatikan guru dalam menyampaikan suatu materi.Diantaranya adalah dengan menciptakan kondisi belajar kondusif.

Usman (2008:21) berpendapat bahwa:

Dalam menciptakan kondisi belajar mengajar yang efektif setidaknya ada lima variable yang menentukan keberhasilan siswa, yaitu melibatkan siswa secara aktif, menarik minat dan perhatian siswa, membangkitkan motivasi siswa, memperhatikan kemampuan siswa dan menggunakan alat peraga yang tepat.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa guru dituntut harus mampu menciptakan kondisi belajar yang dapat membuat siswa tertarik untuk mengikuti proses pembelajaran yang dibawakan oleh guru. Salah satu caranya adalah dengan mengunakan model pembelajaran.

Menurut burden dan Byrd dalam Juliantine (2011:8) menyatakan bahwa:

Model pembalajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Pendapat diatas senada dengan pendapat Knirk dan Gustafon dalam Juliantine (2011:8), yaitu:

Model pembelajaran adalah rancangan yang dibuat oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu dan atau nilai baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rencana, pelaksanaan dan evaluasi dalam konteks kegiatan belajar mengajar.


(6)

Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan suatu rancangan yang menggambarkan prosedur yang sistematis yang dibuat guru agar proses kegiatan belajar mengajar berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Setiap model pembelajaran memiliki karakter dan tujuan yang berbeda-beda.Ada model yang berpusat pada guru, ada model yang menekankan pada pemahaman konsep bermain dan ada juga yang menekankan pada keterampilan gerak.Berdasarkan literatur yang penulis temukan, model pembelajaran yang dianggap dapat mengembangkan perilaku sosial siswa diantaranya adalah dengan model pembelajaran kooperatif.

Eggen dan Kauchak berpendapat dalamJuliantine(2011:52), bahwa:

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.

sedangkanRoger, dkkdalamHuda (2011: 29), berpendapat bahwa:

Pembelajaran kooperatif merupakan aktivitaspembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.

Dari kedua pendapat di atas, dapat dijelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kemampuan kerjasama antar siswa dan siswa berusaha meningkatkan kemampuan individu untuk kepentikan kelompok dalam proses pembelajaran. Sehingga terciptanya


(7)

suasana saling menghargai, menolong, mengkoreksi, dan saling mendorong antar siswa dalam suatu kelompok.

Sedangkan mengenai pengaturan kelompok dalam model pembelajaran kooperatif, Lie (2010:41) mengemukakan sebagai berikut:

Pengelompokkan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam metode pembelajaran kooperatif. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang, agama, sosial, ekonomi, etnik dan kemampuan akademik. Dalam hal keanekaragaman akademis, kelompok pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan akademik sedang dan satu lagi dari siswa yang memiliki kemampuan akademikkurang.

Dari pendapat di atas, dapat dijelasakan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang membagi siswanya ke dalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari latar belakang yang berbeda baik itu jenis kelamin, agama, sosio-ekonomi, suku maupun kemampuan akademik. Model pembelajaran ini tentu saja berbeda dengan model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru saat ini. Pembelajaran sering dilakukan secara langsung atau lebih dikenal dengan istilah direct intruction dan pengelompokan siswa dilakukan secara homogen.

Beberapa kelebihan dari pengelompokan secara heterogen menurut Lie (2010:43), adalah sebagai berikut:

Pertama, kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar (Peer Tutoring) dan saling mendukung.Kedua, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnik dan gender.Terakhir,


(8)

kelompok heterogen memudahkan pengolalaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapat satu asisten.

Mengingat model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe dan karakteristik yang berbeda-beda,maka dari itu penulis memilih tipe Teams game tournament (TGT) dalam melakukan penelitian ini.

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan tipe dimana setiap orang dalam satu tim saling membantu untuk mencapai tujuan bersama, yakni memenangkan suatu pertandingan. Adapun menurut Slavin (2005:170) komponen

tipe TGT antara lain: “Pengajaran; Belajar tim; Turnamen dan Rekognisi tim”

Pengajaran meliputi pemberian intruksi, materi, demonstrasi, tugas serta arahan dari guru yang berlangsung dalam proses pembelajaran. Belajar tim, yaitu proses pengulangan dan latihan secara bersama-sama sesuai dengan tugas yang diberikan guru. Turnamen, yaitu suatu kondisi dimana semua siswa dalam kelompok diuji kemampuannya dalam suatu pertandingan melawan kelompok lain dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan tiap kelompok. Rekognisi tim, yaitu pemberian penghargaan pada kelompok pemenang dalam suatu pertandingan yang didasarkan pada skor atau nilai yang diperoleh.

Melalui langkah-langkah pembelajaran di atas, akan memungkinkan terciptanya kondisi pembelajaran yang menuntut siswa untuk saling berinteraksi antara siswa satu dengan siswa yang lain. Dalam proses interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran itulah diharapkan terbinanya sikap sosial. Siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi bersedia untuk membantu siswa lain dalam pencapaian tujuan pembelajaran dan begitu pula sebaliknya bagi siswa yang


(9)

memiliki kemampuan yang rendah tidak akan leluasa meminta bimbingan dari temannya tanpa rasa canggung karena usia mereka yang relatif sama. Sebagimana dikemukakan Djamarah dan Zain (2002:64) bahwa:

Anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerjasama dalam kelopok, akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan yang mempunyai kelebihan dengan ikhas mau membantu mereka yang mempunyai kekurangan. Sebaliknya mereka yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau belajar dari mereka yang mempunyai kelebihan, tanpa ada rasa minder.

Selain itu dengan adanya kompetisi dalam proses pembelajaran, siswa akanmempersiapkan timnya dan saling bekerjasama agar dapat memenangkan suatu pertandingan. Dalam kondisi seperti itu akan terciptanya budaya saling membantu dan saling ketergantungan antar siswa satu dengan yang lainnya. Hal tersebut diharapkan akan memberikan kesadaran bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, mereka membutuhkan orang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Djamarah dan zain (2002:64), bahwa:

Hidup ini saling ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan semua makhluk hidup di dunia. Tidak ada makhluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan makhluk, langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk tertentu.

Berdasarkan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, ruang lingkup pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan meliputi:

1. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, keterampilan

lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bolavoli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya


(10)

2. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya

3. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat,

ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya

4. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam

aerobic serta aktivitas lainnya

5. Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan

bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya

6. Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan

lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung

7. Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan

sehari-hari, semua aspek yang berkenaan dengan kesehatan seperti pencegaha dan pertolongan cedera dan lain-lain.

Dari macam-macam materi di atas, penulis memilih permainan bolavoli sebagai alat dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam penelitian yang akan penulis lakukan. Permainan bolavolipada dasarnya merupakan permainan tim yang dilakukan oleh 6 orang dengan posisi yang berbeda-beda yang menuntut kerjasama antar tim untuk mengembalikan bola ke daerah permainan lawan sampai lawan tidak mampu mengembalikan bola.hal ini

sesuai dengan yang dijelaskan Tarigan (2001:4), bahwa “Prinsip bermain bolavoli adalah menjaga bola jangan sampai jatuh dilapangan sendiri dan berusaha

menjatuhkan bola di lapangan lawan”. Sehubungan dengan itu, Yudiana dan

Subroto (2010:25) menjelaskan bahwa “Permainan bolavoli adalah permainan

beregu yang menuntut adanya kerjasama dan saling pengertian dari

masing-masing anggota regu”.Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimbulkan bahwa permainan bolavoli tidak dapat dilakukan secara sendirian (individu), perlu adanya siswa lain untuk dapat saling membantu untuk menahan bola agar tidak jatuh di lapangan permainan sendiri.


(11)

Pada prakteknya, siswa akan diajak untuk dapat belajar mengembangkan perilaku sosial dalam suasana bermain. Sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan dan pada akhirnya, siswa secara tidak sadar perilaku sosial siswa dan keterampilan bermain bolavolinya akan berkembang.

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, mendorong penulis untuk mencoba melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT agar masalah-masalah di atas dapat terpecahkan. Maka dari

itu penulis mengambil judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team-Game-TournamentTerhadap PerilakuSosial dan Keterampilan Bermain Bolavoli”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka perlu adanya uji coba suatu model pembelajaran dalam kaitannya dengan pengembangan sikap sosial. Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang masalah, model yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan perilaku sosial antara model pembelajaran

kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung?

2. Apakah terdapat perbedaan keterampilan bermain bolavoli antara model


(12)

3. Apakah terdapat perbedaan perilaku sosial dan keterampilan bermain bolavoli antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah:

1. Ingin mengetahui perbedaan perilaku sosial antara model pembelajaran

kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung.

2. Ingin mengetahui perbedaan keterampilan bermain bolavoli antara model

pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung.

3. Ingin mengetahui perbedaan perilaku sosial dan keterampilan bermain

bolavoli antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung.

D. Manfaat Penelitian

Setiap sesuatu yang penulis buat, tentunya ingin bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri, umumnya bagi para pembaca sekalian demi upaya meningkatkan kualitas penjas disekolah-sekolah. Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis:

a. Sebagai penguat teori-teori yang telah ada.


(13)

2. Secara praktis:

a. Bilamana hasil penelitian ternyata sesuai dengan apa yang diharapkan,

maka guru atau pengajar akan dapat memanfaatkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa dalam hal meningkatkan keterampilan bermain bolavoli.

b. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan bagi para guru

dalam usaha meningkatkan kualitas SDM pada kegiatan KBM.

c. Menyumbangkan pemikiran pada pengajar yang berada di lingkungan

sekolah tentang manfaat model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

d. Dapat dijadikan acuan oleh para guru pendidikan jasmani dalam


(1)

kelompok heterogen memudahkan pengolalaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapat satu asisten.

Mengingat model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe dan karakteristik yang berbeda-beda,maka dari itu penulis memilih tipe Teams game tournament (TGT) dalam melakukan penelitian ini.

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan tipe dimana setiap orang dalam satu tim saling membantu untuk mencapai tujuan bersama, yakni memenangkan suatu pertandingan. Adapun menurut Slavin (2005:170) komponen

tipe TGT antara lain: “Pengajaran; Belajar tim; Turnamen dan Rekognisi tim”

Pengajaran meliputi pemberian intruksi, materi, demonstrasi, tugas serta arahan dari guru yang berlangsung dalam proses pembelajaran. Belajar tim, yaitu proses pengulangan dan latihan secara bersama-sama sesuai dengan tugas yang diberikan guru. Turnamen, yaitu suatu kondisi dimana semua siswa dalam kelompok diuji kemampuannya dalam suatu pertandingan melawan kelompok lain dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan tiap kelompok. Rekognisi tim, yaitu pemberian penghargaan pada kelompok pemenang dalam suatu pertandingan yang didasarkan pada skor atau nilai yang diperoleh.

Melalui langkah-langkah pembelajaran di atas, akan memungkinkan terciptanya kondisi pembelajaran yang menuntut siswa untuk saling berinteraksi antara siswa satu dengan siswa yang lain. Dalam proses interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran itulah diharapkan terbinanya sikap sosial. Siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi bersedia untuk membantu siswa lain dalam


(2)

memiliki kemampuan yang rendah tidak akan leluasa meminta bimbingan dari temannya tanpa rasa canggung karena usia mereka yang relatif sama. Sebagimana dikemukakan Djamarah dan Zain (2002:64) bahwa:

Anak didik dibiasakan hidup bersama, bekerjasama dalam kelopok, akan menyadari bahwa dirinya ada kekurangan dan kelebihan yang mempunyai kelebihan dengan ikhas mau membantu mereka yang mempunyai kekurangan. Sebaliknya mereka yang mempunyai kekurangan dengan rela hati mau belajar dari mereka yang mempunyai kelebihan, tanpa ada rasa minder.

Selain itu dengan adanya kompetisi dalam proses pembelajaran, siswa akanmempersiapkan timnya dan saling bekerjasama agar dapat memenangkan suatu pertandingan. Dalam kondisi seperti itu akan terciptanya budaya saling membantu dan saling ketergantungan antar siswa satu dengan yang lainnya. Hal tersebut diharapkan akan memberikan kesadaran bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, mereka membutuhkan orang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Djamarah dan zain (2002:64), bahwa:

Hidup ini saling ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan semua makhluk hidup di dunia. Tidak ada makhluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan makhluk, langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk tertentu.

Berdasarkan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, ruang lingkup pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan meliputi:

1. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bolavoli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya


(3)

2. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya

3. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya

4. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya

5. Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya

6. Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung

7. Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari, semua aspek yang berkenaan dengan kesehatan seperti pencegaha dan pertolongan cedera dan lain-lain.

Dari macam-macam materi di atas, penulis memilih permainan bolavoli sebagai alat dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam penelitian yang akan penulis lakukan. Permainan bolavolipada dasarnya merupakan permainan tim yang dilakukan oleh 6 orang dengan posisi yang berbeda-beda yang menuntut kerjasama antar tim untuk mengembalikan bola ke daerah permainan lawan sampai lawan tidak mampu mengembalikan bola.hal ini

sesuai dengan yang dijelaskan Tarigan (2001:4), bahwa “Prinsip bermain bolavoli adalah menjaga bola jangan sampai jatuh dilapangan sendiri dan berusaha

menjatuhkan bola di lapangan lawan”. Sehubungan dengan itu, Yudiana dan Subroto (2010:25) menjelaskan bahwa “Permainan bolavoli adalah permainan beregu yang menuntut adanya kerjasama dan saling pengertian dari

masing-masing anggota regu”.Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimbulkan bahwa permainan bolavoli tidak dapat dilakukan secara sendirian (individu), perlu adanya siswa lain untuk dapat saling membantu untuk menahan bola agar tidak


(4)

Pada prakteknya, siswa akan diajak untuk dapat belajar mengembangkan perilaku sosial dalam suasana bermain. Sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi lebih menyenangkan dan pada akhirnya, siswa secara tidak sadar perilaku sosial siswa dan keterampilan bermain bolavolinya akan berkembang.

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, mendorong penulis untuk mencoba melakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT agar masalah-masalah di atas dapat terpecahkan. Maka dari

itu penulis mengambil judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Team-Game-TournamentTerhadap PerilakuSosial dan Keterampilan

Bermain Bolavoli”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas, maka perlu adanya uji coba suatu model pembelajaran dalam kaitannya dengan pengembangan sikap sosial. Seperti yang telah disebutkan pada latar belakang masalah, model yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat perbedaan perilaku sosial antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung?

2. Apakah terdapat perbedaan keterampilan bermain bolavoli antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung?


(5)

3. Apakah terdapat perbedaan perilaku sosial dan keterampilan bermain bolavoli antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah:

1. Ingin mengetahui perbedaan perilaku sosial antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung.

2. Ingin mengetahui perbedaan keterampilan bermain bolavoli antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung. 3. Ingin mengetahui perbedaan perilaku sosial dan keterampilan bermain

bolavoli antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan model pembelajaran langsung.

D. Manfaat Penelitian

Setiap sesuatu yang penulis buat, tentunya ingin bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri, umumnya bagi para pembaca sekalian demi upaya meningkatkan kualitas penjas disekolah-sekolah. Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis:

a. Sebagai penguat teori-teori yang telah ada. b. Mengungkap teori baru.


(6)

2. Secara praktis:

a. Bilamana hasil penelitian ternyata sesuai dengan apa yang diharapkan, maka guru atau pengajar akan dapat memanfaatkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas belajar siswa dalam hal meningkatkan keterampilan bermain bolavoli.

b. Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dan bahan rujukan bagi para guru dalam usaha meningkatkan kualitas SDM pada kegiatan KBM.

c. Menyumbangkan pemikiran pada pengajar yang berada di lingkungan sekolah tentang manfaat model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

d. Dapat dijadikan acuan oleh para guru pendidikan jasmani dalam menentukan program belajar permainan bolavoli.