PROGRAM PERHITUNGAN GAYA PRATEGANG, EKSENTRISITAS, DAN KEHILANGAN TEGANGAN PADA POST-TENSIONED PRESTRESSED BEAM - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

(1)

BAB III

FORMULASI PERENCANAAN

3.1. Dasar Perencanaan Beton Prategang

Pada penelitian lanjutan ini, dasar formulasi perencanaan yang akan digunakan dalam penulisan listing pemrograman juga mencakup seluruh rumusan yang telah digunakan pada kedua penelitian program sebelumnnya.

Rumusan – rumusan yang digunakan dalam perhitungan besarnya nilai tegangan awal(Ti) dan nilai eksentrisitas(e) pada balok beton prategang dengan bentuk profil I, diantaranya:

A. Tegangan – Tegangan Ijin

Tegangan ijin yang dipakai dalam mendesain penampang balok beton prategang dibagi menjadi dua kondisi, yaitu kondisi awal (sebelum beban hidup bekerja) dan kondisi akhir(setelah beban hidup bekerja penuh). Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03 dan PCI batas tegangan tekan dan tarik ijin terhadap serat terluar penampang adalah :

1. Kondisi awal fci = 0,6 x f’ci fti = 0,5 x √ f’ci 2. Kondisi akhir

fc = 0,45 x f’c ft = 0,5 x √ f’c dengan :

fci = Tegangan tekan ijin beton pada saat transfer tegangan, 14 hari

untuk sistem Post-tensioned dan 1 @ 2 hari untuk sistem


(2)

fti = Tegangan tarik ijin beton pada saat transfer tegangan, 14 hari

untuk Post-tensioned dan 1 @ 2 hari Pre-tensioned

fc = Tegangan tekan ijin beton pada umur 28 hari ft = Tegangan tarik ijin beton pada umur 28 hari

B. Analisis Bentuk Penampang

Dari bentuk penampang I yang didesain, analisis yang dilakukan berupa perhitungan Luas, Momen Inersia, Jarak Titik Berat Penampang terhadap serat atas dan bawah, serta Statis Momen penampang terhadap serat atas dan serat bawah.

Momen Inersia terhadap sumbu X : Ix = I +Ac(Y – Yb)2

Dengan :

I = 12

1

* b * h3 Untuk benda persegi

I = 36

1

* b * h3 Untuk benda segi tiga Ac = Luas penampang

Y = Titik berat penampang

Yb = Jarak titik berat Penampang terhadap serat bawah

Tabel 1. Langkah Perhitungan Dimensi dan Inersia Penampang

No Ac Y Ac x Y I Ac x (Y-Yb)2 Ix

(I+A(Y-Yb)2)

1 I H- Ft

2

1 AcI*YI 3

12

1 bh AcI x (YI-Yb)2 IxI

2 II H Ft Tt

3 1

− AcII*YII 3

36

1bh AcII x (YII-Yb)2 IxII

3 III ( )

2

1 H Ft Fb

Ft

H − − − − AcIII*YIII 3

12

1 bh AcIII x (YIII-Yb)2 IxIII

4 IV Fb Tb

3 1

+ AcIV*YIV 3

36

1bh AcIV x (YIV-Yb)2 IxIV

5 V Fb

2

1 AcV*YV 3

12

1 bh AcV x (YV-Yb)2 IxV


(3)

Ac Ti

Sb e Ti*

Sb MD

Ac Ti R*

St e Ti

R* *

St ML MD+ St

e Ti*

St MD Ac

Ti C. Pembebanan

Pada beton prategang, terdapat dua kondisi yaitu kondisi awal pada saat pemberian gaya prategang dan beban hidup belum bekerja atau struktur hanya menahan beratnya sendiri, dan kondisi akhir ketika beban hidup telah bekerja penuh dan telah mengalami kehilangan sebagian gaya prategang.

a. Tahap Awal

Gaya prategang diberikan pada struktur tetapi tidak dibebani oleh beban eksternal hanya akibat berat sendiri, dan beton masih dalam usia muda karena usia beton belum mencapai 28 hari (tegangan tekan beton lebih kecil dari f’c).

1) Tegangan pada bagian serat yang tertarik ≤ fti 2) Tegangan pada bagian serat yang tertekan ≤ fci b. Tahap akhir

Pada tahap ini telah dimasukkan seluruh perhitungan akibat beban yang sesungguhnya (berat sendiri dan beban hidup) yang bekerja pada struktur. Pada tahap ini gaya prategang telah mengalami kehilangan tegangan prategang dan beton telah mencapai kekuatan usia 28 hari (f’c).

1) Tegangan pada bagian serat yang tertarik ≤ ft 2) Tegangan pada bagian serat yang tertekan ≤ fc

D. Perhitungan Ti & e

Pengambilan besarnya nilai gaaya prategang awal (Ti) dan eksentrisitas(e) ditentukan oleh daerah aman yang terbentuk melalui substitusi persamaan Ti dan e pada empat buah macam kondisi, yang mencakup:

Kondisi If top = - + fti

f bottom = + - fci


(4)

Ac Ti R* Sb e Ti

R* *

Sb ML MD+ Ac Ti St e Ti* St MD Ac Ti R* Sb e Ti

R* *

Sb ML MD+ Ac Ti R* St e Ti

R* *

St ML MD+ Ac Ti Sb e Ti* Sb MD

f bottom = + - ft

Kondisi IIIf top = - + fti

f bottom = + - ft

Kondisi IVf top = - + fc

f bottom = + - fci

E. Kehilangan Gaya Prategang

Gaya prategang yang digunakan dalam perhitungan tegangan tidak akan konstan terhadap waktu tetapi akan mengalami reduksi akibat kehilangan sebagian gaya prategangnya yang disebabkan oleh berbagai factor seperti sifat-sifat beton dan baja, pemeliharaan dan keadaan kelembaban, besar dan waktu penggunaan gaya prategang, dan proses prategang. Kehilangan gaya prategang dapat dibagi menjadi dua yaitu :

a. Kehilangan gaya prategang jangka pendek

Kehilangan gaya prategang akibat gesekan(Friction) Perhitungan berdasarkan ACI :

Te = Ti x e-(µ α + k Lx) Dimana :

Ti : Gaya prategang pada ujung kabel

Te : Gaya prategang pada posisi x dari ujung kabel

Lx : Panjang kabel diukur dari ujung kabel ke lokasi x (diproyeksikan secara horisontal)

α : Perubahan sudut antara ujung kabel dan lokasi x µ : Koefisien kelengkungan


(5)

k : Koefisien wobble

Kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton

(Elastic shortening)

Perpendekan elastis pada beton tidak diperhitungkan karena tidak terjadi apabila penarikan tendon atau kabel dilakukan secara serentak dan kehilangan tegangan diukur setelah penarikan tendon.

Kehilangan gaya prategang akibat angkur slip (Slip of Anchorage) Yaitu tergelincirnya angkur pada saat peralihan tegangan dari tendon ke angkur sehingga menyebabkan kehilangan gaya pretagang yang nilainya rata- rata sebesar 2,5 mm tergantung dari jenis baji dan tegangan pada kawat. Rumus kehilangan tegangan akibat angkur slip :

LAs = Es. / L Dimana :

L As: Kehilangan gaya prategang akibat angkur slip

Es : Modulus elastisitas baja ∆ : Angkur slip yang terjadi

L : Panjang Kabel (Diproyeksikan secara horizontal)

b. Kehilangan gaya prategang jangka panjang

Kehilangan gaya prategang akibat rangkak (Creep)

Rangkak adalah deformasi atau aliran lateral akibat tegangan longitudinal yang terjadi akibat beban yang terus menerus selama riwayat pembebanan suatu elemen structural sehingga mengalami tambahan regangan yang mengurangi besarnya gaya prategang awal seiring berjalannya waktu.

CR = (UCR) (SCF) (MCF) (PCR) (ƒcs) Dimana :

CR : Kehilangan akibat rangkak UCR: Kehilangan batas akibat rangkak


(6)

o Sistem pengerasan dipercepat

UCR = 63 - 20Ec/106 11

o Sistem pengerasan basah (moist curing) tidak lebih dari 7 hari

UCR = 95 - 20Ec/106 11

♦ Beton berat ringan (BJ < 2,4 t/m3) o Sistem pengerasan dipercepat

UCR = 63 - 20Ec/106 11

o Sistem pengerasan basah (moist curing) tidak lebih dari 7 hari

UCR = 76 - 20Ec/106 11 PCR = (AUC)t – (AUC)t1

( )

' 33 2/3 fc

Ec= γc ( γc dalam lb/foot3 ; ƒc’ dalam psi )

ƒcs : Tegangan beton pada lokasi tendon (psi)

Rasio volume terhadap permukaan (inch) Faktor rangkak SCF 1

2 3 4 5 >5

1,05 0,96 0,87 0,77 0,68 0,68

Tabel 2 Faktor rangkak untuk berbagai rasio volume terhadap permukaan

Umur transfer prategang

(hari) Periode pengerasan Faktor rangkak MCF 3

5 7 10 20 30 40

3 5 7 7 7 7 7

1,14 1,07 1,00 0,96 0,84 0,72 0,60


(7)

Waktu setelah transfer prategang (hari)

Bagian dari rangkak batas, AUC

1 2 5 7 10 20 30 60 90 180 365

Akhir umur layan

0,08 0,15 0,18 0,23 0,24 0,30 0,35 0,45 0,51 0,61 0,74 1,00

Tabel 4 Variasi rangkak menurut waktu setelah transfer prategang

Kehilangan gaya prategang akibat susut (Shrinkage) SH = (USH) (SSF) (PSH)

Dimana :

SH = Kehilangan tegangan kibat susut

USH = 27000 – 3000Ec/106 (Untuk beton berat normal) USH = 41000 – 10000Ec/106 (Untuk beton berat ringan) USH ≥ 12000 psi

Ec = Modulus elastisitas beton (psi) PSH = (AUS)t –(AUS)t1

Rasio volume terhadap permukaan (inch)

Faktor rangkak SSF

1 2 3

1,04 0,96 0,86


(8)

4 5 6

0,77 0,69 0,60

Tabel 5. Faktor susut untuk berbagai rasio volume terhadap penampang

Waktu setelah akhir pengerasan (hari)

Bagian dari susut batas AUS

1 3 5 7 10 20 30 60 90 180 365

Akhir dari umur layan

0,08 0,15 0,20 0,22 0,27 0,36 0,42 0,55 0,62 0,68 0,86 1,00

Tabel 6 Koefisien susut untuk berbagai waktu pengerasan

Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi baja

Akibat relaksasi baja kehilangan gaya prategang pada selang waktu antara t1 sampai dengan t dapat diperkirakan dengan rumus-rumus sebagai berikut

ini. Sifat baja reklaksasi rendah dapat diperoleh dengan cara pemanasan dan penarikan yang dilakukan secara bersamaan pada saat proses pembuatannya. Untuk Baja bebas prategang :

RET = ƒst {(log 24t – log24 t1)/10}{(ƒst/ƒpy) – 0,55} ƒpy = 0,85ƒpu

Untuk baja relaksasi rendah :

RET = ƒst {(log 24t – log24 t1)/45}{(ƒst/ƒpy) – 0,55} ƒpy = 0,90ƒpu


(9)

Dimana :

RET = Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi baja ƒst = Tegangan yang terjadi pada strain

ƒpu = Tegangan batas strand

Pada struktur beton prategang sistem post-tensioned semua kehilangan gaya prategang di atas terjadi secara keseluruhan, kecuali kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis apabila jika penarikan kabel dilakukan secara serentak. Sedangkan pada struktur beton prategang sistem pretension tidak terjadi kehilangan gaya prategang akibat gesekan dan angkur slip,

Maka gaya prategang efektif adalah gaya prategang awal setelah dikurangi total seluruh kehilangan sebagian gaya prategang akibat perpendekan elastis, rangkak, susut, relaksasi baja, angkur slip, dan gelombang serta gesekan antara tendon dengan duct.. Total kehilangan gaya prategang rata – rata yang diijinkan adalah sekitar 25% untuk pratarik dan 20% untuk pasca-tarik. Pada penentuan besarnya faktor reduksi awal gaya prategang, nilai tersebut diasumsikan dengan mempertimbangkan besarnya prosentase total rata – rata kehilangan gaya prategang berdasarkan ketentuan diatas.


(10)

(11)

Gambar 3.1. Flowchart Utama Penampang


(12)

Perhitungan Ti & e Prosedur 1

START

Substitusi persamaan kondisi I

e1 = }] * * ) {( } * * ) {( [ * }] * ) * * ) {(( } * ) * * ) [{(( St Ac St MD fti Sb Ac Sb MD fci Ac St Sb Ac Sb MD fci Sb St Ac St MD fti − − + − + − − Ti1 = )] * 1 ( [ ] * * ) [( Ac e St St Ac St MD fti − −

Substitusi persamaan kondisi II

e2 = }] * * ) {( } * * ) { [ * }] * ) * * ) {(( } * ) * * ) [{(( Sb Ac Sb ML MD ft St Ac St ML MD fc Ac St Sb Ac Sb ML MD ft Sb St Ac St ML MD fc + + − + − − + + − + − Ti2 = )] * 2 ( [ * ] * * ) [( Ac e St R St Ac St ML MD fc − + −

Substitusi persamaan kondisi III

e3 = }] * ) * * ) {(( } * * ) {( { * }] * ) * * ) {(( } * * ) * * ) [{(( R St Ac St MD fti Sb Ac Sb ML MD ft Ac St Sb Ac Sb ML MD ft Sb R St Ac St MD fti − − + + − + + − − Ti3 = )] * 3 ( [ ] * * ) [( Ac e St St Ac St MD fti − − A


(13)

Gambar 3.2. Flowchart Prosedur 1 Substitusi persamaan kondisi IV

e4 = }] * * ) {( } * ) * * ) (( [{ * }] * * ) * * ) {(( } * ) * * ) [{(( St Ac St ML MD fc R Sb Ac Sb MD fci Ac St R Sb Ac Sb MD fci Sb St Ac St ML MD fc + − − + − + − + − Ti4 = )] * 4 ( [ ] * * ) [{ Ac e Sb Sb Ac Sb MD fci + +

Grafik Daerah Aman Ti & e A


(14)

Prosedur 2

(Pengecekan keamanan nilai Ti & e yang diambil terhadap tegangan ijin penampang)

Tidak

Ya

Gambar 3.3. Flowchart Prosedur 2 START

Input Ti & e dari display grafik

Perhitungan Tegangan Yang Terjadi Pada Kondisi Awal

ftop =

St MD St e Ti Ac Ti + − *

fbottom =

Sb MD Sb e Ti Ac

Ti + *

Pada Kondisi Akhir

ftop =

St ML MD St e Ti R Ac Ti

R* * * + ( + )

fbottom =

Sb ML MD Sb e Ti R Ac Ti

R* * * + ( + )

ftop-awal≥ fti

fbottom-awal≤ fci

ftop-akhir≤ fc

fbottom-akhir≥ ft


(15)

Perhitungan Kehilangan Tegangan (Real Losses Of Prestressed)

Prosedur 3.1

(Kehilangan tegangan akibat gesekan dan gelombang)

Gambar 3.4. Flowchart Kehilangan Tegangan akibat Gesekan dan Gelombang

Prosedur 3.2

(Kehilangan tegangan akibat angkur slip)

Gambar 3.5. Flowchart Kehilangan Tegangan Angkur Slip Perhitungan kehilangan Gaya Prategang akibat Angkur Slip :

LAs = Es . ∆/ L

Perhitungan Kehilangan Gaya Prategang Akibat Gesekan dan Gelombang : LFr = Ti – Te1

Lay Out Tendon Parabola

α = 8e/L

Perhitungan Gaya Prategang Efektif : Te1= Ti. e-(µα + K.L)

START

END END START


(16)

Prosedur 4.1

(Kehilangan tegangan akibat rangkak sebelum beban hidup bekerja)

Pengerasan Basah START

Perhitungan Ac / Kc

Hitung Ec

Ec= 33. γc3/2.f’c1/2

Perhitungan SCF ( Tabel 3, T.Y. LIN, Hal. 321 )

Pengerasan Basah Beton

Berat normal

UCR = 95 – 20.Ec / 106

UCR = 63 – 20.Ec /106

UCR = 76 – 20.Ec / 106

UCR = 63 – 20.Ec / 106

Tdk Tdk

Tdk

Ya

Ya

Ya

UCR < 11 Ya UCR = 11

Tdk


(17)

Gambar 3.6. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Rangkak-i B

Perhitungan MCF ( Tabel 4, T.Y. LIN, Hal. 321 )

Tdk

Ya Pengerasan

Basah

CR = UCR.SCF.MCF.PCR. fcs

% LCR = ( CR / fst ) * 100 %

END Ya WD= Ac.γc

Perhitungan AUC Setelah Transfer Tegangan : AUCt

( Tabel 5, T.Y. LIN, Hal. 321 )

Perhitungan PCR, PCR = AUCt

MD = WD.L8 / 8

fcs = ( Te / Ac ) + ( Te.eb2 / Ic ) – ( MD. eb / Ic )

Lay Out Tendon

Parabola MD = 0

Tdk


(18)

Prosedur 4.2

(Kehilangan tegangan akibat susut sebelum beban hidup bekerja)

Gambar 3.7. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Susut-i START

Beton Berat normal

Ya

USH = 27000-3000Ec/106

USH = 41000-10000Ec/106

Tdk

USH < 12000 USH = 12000

Perhitungan SSF ( Tabel 6, T.Y. LIN, Hal. 324

Perhitungan AUS Setelah Akhir Pengerasan : AUSt

( Tabel 7, T.Y. LIN, Hal. 324

Perhitungan PSH, PSH = AUSt

SH = USH.SSF.PSH

% LSH = ( SH / fst ) *100%

END Tdk


(19)

Prosedur 4.3

(Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja sebelum beban hidup bekerja)

Gambar 3.8. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Relaksasi Baja-i START

fpy = 0,85 fpu

Fpy = 0,9. fpu

Baja Bebas Prategang

RET = (fst.(log 24 .( tl – tt )) /10 ) * ((fst / fpy) – 0,55 )

RET = (fst.(log 24 .( tl – tt )) /45 ) * ((fst / fpy) – 0,55 )

% LRET = ( RET / fst ) *100%

END

Tdk


(20)

Prosedur 5.1

(Kehilangan tegangan akibat rangkak pada saat pengukuran kehilangan tegangan)

Gambar 3.9. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Rangkak-n ML = WL. L2 / 8

Perhitungan AUC Saat Pengukuran Kehilangan Tegangan : AUCt

( Tabel 5, T.Y. LIN, Hal. 321 )

Perhitungan PCR, PCR = AUCt – ACTt1

MD = WD.L8 / 8

fcs = ( Te / Ac ) + ( Te.eb2 / Ic ) – ( ( MD + ML ). eb / Ic )

CR = UCR.SCF.MCF.PCR. fcs

Pengerasan

Basah CR = UCR.SCF.PCR. fcs Tdk

Ya

% LCR = ( CR / fst ) * 100 %

END START


(21)

Prosedur 5.2

(Kehilangan tegangan akibat susut pada saat pengukuran kehilangan tegangan)

Gambar 3.10. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Susut-n START

AUSt1 = AUSt

Perhitungan AUS Saat Pengukuran Kehilangan Tegangan : AUSt

( Tabel 7, T.Y. LIN, Hal. 324

PSH = AUSt – AUSt1

SH = USH.SSF.PSH

% LSH = ( SH / fst ) *100%


(22)

Prosedur 5.2

(Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja pada saat pengukuran kehilangan tegangan)

Gambar 3.11. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Relaksasi Baja-n Mulai

fpy = 0,85 fpu

Fpy = 0,9. fpu

Baja Bebas Prategang

RET = (fst.(log 24 .( tn – tt ) – log 24(tl - tt))/10 ) * ((fst / fpy) – 0,55

)

RET = (fst.(log 24 .( tn – tt ) – log 24(tl - tt))/45 ) * ((fst / fpy) – 0,55

)

% LRET = ( RET / fst ) *100%

Selesai

Tdk


(23)

3.3. CARA MENJALANKAN PROGRAM INPUT

¾ Material properti

o Mutu Beton (f’c) : Mpa

o f’ci : Mpa

o γ beton : N/mm3

o Bentang : m

o R(faktor reduksi)

o Jenis beton : Beton berat normal / Beton berat ringan o Jenis pengerasan : Pengerasan basah / Pengerasan dipercepat o Umur beton saat transfer tegangan : hari

o Umur beton saat bebah hidup bekerja : hari o Umur beton saat pengukuran kehilangan tegangan : hari / tahun Bentuk form input material properti pada program:


(24)

¾ Geometri

H : mm Ft : mm Bt : mm Fb : mm Bb : mm Tt : mm W : mm Tb : mm

Bentuk form input geometri pada program:

Gambar 3.13. Form Input Geometri

¾ Momen

o Momen luar akibat beban mati : KNm o Momen luar akibat beban hidup : KNm

Nilai dari momen – momen tersebut ditentukan berdasarkan perhitungan secara mekanika tersendiri diluar program.

Bentuk form input momen pada program:


(25)

¾ Strain dan Angkur

o Nama strain

o Luas Penampang (As) : mm2 o Tegangan batas (fpu) : Mpa o Modulus elastisitas (Es) : Mpa o Koefisien Wobble (K)

o Koefisien kelengkungan (µ)

o Slip angkur : mm

o Jenis strain : Baja bebas prategang/Baja relaksasi rendah Bentuk input pada program:


(26)

OUTPUT

™ DISPLAY

♦ Karakteristk Penampang

Gambar 3.16. Form Output Karakteristik Penampang

♦ Momen

Gambar 3.17. Form Output Jumlah Momen

♦ Ti dan e


(27)

♦ Grafik Ti dan e

Gambar 3.19. Form Output Grafik Ti dan e

♦ Real Losses dan pengecekan penampang dengan Losses yang sebenarnya


(1)

Prosedur 5.2

(Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja pada saat pengukuran kehilangan tegangan)

Mulai

fpy = 0,85 fpu

Fpy = 0,9. fpu

Baja Bebas Prategang

RET = (fst.(log 24 .( tn – tt ) – log 24(tl - tt))/10 ) * ((fst / fpy) – 0,55

)

RET = (fst.(log 24 .( tn – tt ) – log 24(tl - tt))/45 ) * ((fst / fpy) – 0,55

)

% LRET = ( RET / fst ) *100%

Tdk


(2)

3.3. CARA MENJALANKAN PROGRAM INPUT

¾ Material properti

o Mutu Beton (f’c) : Mpa

o f’ci : Mpa

o γ beton : N/mm3

o Bentang : m

o R(faktor reduksi)

o Jenis beton : Beton berat normal / Beton berat ringan

o Jenis pengerasan : Pengerasan basah / Pengerasan dipercepat

o Umur beton saat transfer tegangan : hari

o Umur beton saat bebah hidup bekerja : hari

o Umur beton saat pengukuran kehilangan tegangan : hari / tahun

Bentuk form input material properti pada program:


(3)

¾ Geometri

H : mm Ft : mm

Bt : mm Fb : mm

Bb : mm Tt : mm

W : mm Tb : mm

Bentuk form input geometri pada program:

Gambar 3.13. Form Input Geometri

¾ Momen

o Momen luar akibat beban mati : KNm

o Momen luar akibat beban hidup : KNm

Nilai dari momen – momen tersebut ditentukan berdasarkan perhitungan secara mekanika tersendiri diluar program.


(4)

¾ Strain dan Angkur

o Nama strain

o Luas Penampang (As) : mm2

o Tegangan batas (fpu) : Mpa

o Modulus elastisitas (Es) : Mpa

o Koefisien Wobble (K)

o Koefisien kelengkungan (µ)

o Slip angkur : mm

o Jenis strain : Baja bebas prategang/Baja relaksasi rendah

Bentuk input pada program:


(5)

OUTPUT

™ DISPLAY

♦ Karakteristk Penampang

Gambar 3.16. Form Output Karakteristik Penampang

♦ Momen

Gambar 3.17. Form Output Jumlah Momen


(6)

♦ Grafik Ti dan e

Gambar 3.19. Form Output Grafik Ti dan e

♦ Real Losses dan pengecekan penampang dengan Losses yang sebenarnya