PROGRAM PERHITUNGAN GAYA PRATEGANG, EKSENTRISITAS, DAN KEHILANGAN TEGANGAN PADA POST-TENSIONED PRESTRESSED BEAM - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)
BAB III
FORMULASI PERENCANAAN
3.1. Dasar Perencanaan Beton Prategang
Pada penelitian lanjutan ini, dasar formulasi perencanaan yang akan digunakan dalam penulisan listing pemrograman juga mencakup seluruh rumusan yang telah digunakan pada kedua penelitian program sebelumnnya.
Rumusan – rumusan yang digunakan dalam perhitungan besarnya nilai tegangan awal(Ti) dan nilai eksentrisitas(e) pada balok beton prategang dengan bentuk profil I, diantaranya:
A. Tegangan – Tegangan Ijin
Tegangan ijin yang dipakai dalam mendesain penampang balok beton prategang dibagi menjadi dua kondisi, yaitu kondisi awal (sebelum beban hidup bekerja) dan kondisi akhir(setelah beban hidup bekerja penuh). Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03 dan PCI batas tegangan tekan dan tarik ijin terhadap serat terluar penampang adalah :
1. Kondisi awal fci = 0,6 x f’ci fti = 0,5 x √ f’ci 2. Kondisi akhir
fc = 0,45 x f’c ft = 0,5 x √ f’c dengan :
fci = Tegangan tekan ijin beton pada saat transfer tegangan, 14 hari
untuk sistem Post-tensioned dan 1 @ 2 hari untuk sistem
(2)
fti = Tegangan tarik ijin beton pada saat transfer tegangan, 14 hari
untuk Post-tensioned dan 1 @ 2 hari Pre-tensioned
fc = Tegangan tekan ijin beton pada umur 28 hari ft = Tegangan tarik ijin beton pada umur 28 hari
B. Analisis Bentuk Penampang
Dari bentuk penampang I yang didesain, analisis yang dilakukan berupa perhitungan Luas, Momen Inersia, Jarak Titik Berat Penampang terhadap serat atas dan bawah, serta Statis Momen penampang terhadap serat atas dan serat bawah.
Momen Inersia terhadap sumbu X : Ix = I +Ac(Y – Yb)2
Dengan :
I = 12
1
* b * h3 Untuk benda persegi
I = 36
1
* b * h3 Untuk benda segi tiga Ac = Luas penampang
Y = Titik berat penampang
Yb = Jarak titik berat Penampang terhadap serat bawah
Tabel 1. Langkah Perhitungan Dimensi dan Inersia Penampang
No Ac Y Ac x Y I Ac x (Y-Yb)2 Ix
(I+A(Y-Yb)2)
1 I H- Ft
2
1 AcI*YI 3
12
1 bh AcI x (YI-Yb)2 IxI
2 II H Ft Tt
3 1
−
− AcII*YII 3
36
1bh AcII x (YII-Yb)2 IxII
3 III ( )
2
1 H Ft Fb
Ft
H − − − − AcIII*YIII 3
12
1 bh AcIII x (YIII-Yb)2 IxIII
4 IV Fb Tb
3 1
+ AcIV*YIV 3
36
1bh AcIV x (YIV-Yb)2 IxIV
5 V Fb
2
1 AcV*YV 3
12
1 bh AcV x (YV-Yb)2 IxV
(3)
Ac Ti
Sb e Ti*
Sb MD
Ac Ti R*
St e Ti
R* *
St ML MD+ St
e Ti*
St MD Ac
Ti C. Pembebanan
Pada beton prategang, terdapat dua kondisi yaitu kondisi awal pada saat pemberian gaya prategang dan beban hidup belum bekerja atau struktur hanya menahan beratnya sendiri, dan kondisi akhir ketika beban hidup telah bekerja penuh dan telah mengalami kehilangan sebagian gaya prategang.
a. Tahap Awal
Gaya prategang diberikan pada struktur tetapi tidak dibebani oleh beban eksternal hanya akibat berat sendiri, dan beton masih dalam usia muda karena usia beton belum mencapai 28 hari (tegangan tekan beton lebih kecil dari f’c).
1) Tegangan pada bagian serat yang tertarik ≤ fti 2) Tegangan pada bagian serat yang tertekan ≤ fci b. Tahap akhir
Pada tahap ini telah dimasukkan seluruh perhitungan akibat beban yang sesungguhnya (berat sendiri dan beban hidup) yang bekerja pada struktur. Pada tahap ini gaya prategang telah mengalami kehilangan tegangan prategang dan beton telah mencapai kekuatan usia 28 hari (f’c).
1) Tegangan pada bagian serat yang tertarik ≤ ft 2) Tegangan pada bagian serat yang tertekan ≤ fc
D. Perhitungan Ti & e
Pengambilan besarnya nilai gaaya prategang awal (Ti) dan eksentrisitas(e) ditentukan oleh daerah aman yang terbentuk melalui substitusi persamaan Ti dan e pada empat buah macam kondisi, yang mencakup:
Kondisi I →f top = - + ≥ fti
f bottom = + - ≤ fci
(4)
Ac Ti R* Sb e Ti
R* *
Sb ML MD+ Ac Ti St e Ti* St MD Ac Ti R* Sb e Ti
R* *
Sb ML MD+ Ac Ti R* St e Ti
R* *
St ML MD+ Ac Ti Sb e Ti* Sb MD
f bottom = + - ≥ ft
Kondisi III→f top = - + ≥ fti
f bottom = + - ≥ ft
Kondisi IV→f top = - + ≤ fc
f bottom = + - ≤ fci
E. Kehilangan Gaya Prategang
Gaya prategang yang digunakan dalam perhitungan tegangan tidak akan konstan terhadap waktu tetapi akan mengalami reduksi akibat kehilangan sebagian gaya prategangnya yang disebabkan oleh berbagai factor seperti sifat-sifat beton dan baja, pemeliharaan dan keadaan kelembaban, besar dan waktu penggunaan gaya prategang, dan proses prategang. Kehilangan gaya prategang dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Kehilangan gaya prategang jangka pendek
♦ Kehilangan gaya prategang akibat gesekan(Friction) Perhitungan berdasarkan ACI :
Te = Ti x e-(µ α + k Lx) Dimana :
Ti : Gaya prategang pada ujung kabel
Te : Gaya prategang pada posisi x dari ujung kabel
Lx : Panjang kabel diukur dari ujung kabel ke lokasi x (diproyeksikan secara horisontal)
α : Perubahan sudut antara ujung kabel dan lokasi x µ : Koefisien kelengkungan
(5)
k : Koefisien wobble
♦ Kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis beton
(Elastic shortening)
Perpendekan elastis pada beton tidak diperhitungkan karena tidak terjadi apabila penarikan tendon atau kabel dilakukan secara serentak dan kehilangan tegangan diukur setelah penarikan tendon.
♦ Kehilangan gaya prategang akibat angkur slip (Slip of Anchorage) Yaitu tergelincirnya angkur pada saat peralihan tegangan dari tendon ke angkur sehingga menyebabkan kehilangan gaya pretagang yang nilainya rata- rata sebesar 2,5 mm tergantung dari jenis baji dan tegangan pada kawat. Rumus kehilangan tegangan akibat angkur slip :
LAs = Es.∆ / L Dimana :
L As: Kehilangan gaya prategang akibat angkur slip
Es : Modulus elastisitas baja ∆ : Angkur slip yang terjadi
L : Panjang Kabel (Diproyeksikan secara horizontal)
b. Kehilangan gaya prategang jangka panjang
♦ Kehilangan gaya prategang akibat rangkak (Creep)
Rangkak adalah deformasi atau aliran lateral akibat tegangan longitudinal yang terjadi akibat beban yang terus menerus selama riwayat pembebanan suatu elemen structural sehingga mengalami tambahan regangan yang mengurangi besarnya gaya prategang awal seiring berjalannya waktu.
CR = (UCR) (SCF) (MCF) (PCR) (ƒcs) Dimana :
CR : Kehilangan akibat rangkak UCR: Kehilangan batas akibat rangkak
(6)
o Sistem pengerasan dipercepat
UCR = 63 - 20Ec/106≥ 11
o Sistem pengerasan basah (moist curing) tidak lebih dari 7 hari
UCR = 95 - 20Ec/106≥ 11
♦ Beton berat ringan (BJ < 2,4 t/m3) o Sistem pengerasan dipercepat
UCR = 63 - 20Ec/106≥ 11
o Sistem pengerasan basah (moist curing) tidak lebih dari 7 hari
UCR = 76 - 20Ec/106≥ 11 PCR = (AUC)t – (AUC)t1
( )
' 33 2/3 fcEc= γc ( γc dalam lb/foot3 ; ƒc’ dalam psi )
ƒcs : Tegangan beton pada lokasi tendon (psi)
Rasio volume terhadap permukaan (inch) Faktor rangkak SCF 1
2 3 4 5 >5
1,05 0,96 0,87 0,77 0,68 0,68
Tabel 2 Faktor rangkak untuk berbagai rasio volume terhadap permukaan
Umur transfer prategang
(hari) Periode pengerasan Faktor rangkak MCF 3
5 7 10 20 30 40
3 5 7 7 7 7 7
1,14 1,07 1,00 0,96 0,84 0,72 0,60
(7)
Waktu setelah transfer prategang (hari)
Bagian dari rangkak batas, AUC
1 2 5 7 10 20 30 60 90 180 365
Akhir umur layan
0,08 0,15 0,18 0,23 0,24 0,30 0,35 0,45 0,51 0,61 0,74 1,00
Tabel 4 Variasi rangkak menurut waktu setelah transfer prategang
♦ Kehilangan gaya prategang akibat susut (Shrinkage) SH = (USH) (SSF) (PSH)
Dimana :
SH = Kehilangan tegangan kibat susut
USH = 27000 – 3000Ec/106 (Untuk beton berat normal) USH = 41000 – 10000Ec/106 (Untuk beton berat ringan) USH ≥ 12000 psi
Ec = Modulus elastisitas beton (psi) PSH = (AUS)t –(AUS)t1
Rasio volume terhadap permukaan (inch)
Faktor rangkak SSF
1 2 3
1,04 0,96 0,86
(8)
4 5 6
0,77 0,69 0,60
Tabel 5. Faktor susut untuk berbagai rasio volume terhadap penampang
Waktu setelah akhir pengerasan (hari)
Bagian dari susut batas AUS
1 3 5 7 10 20 30 60 90 180 365
Akhir dari umur layan
0,08 0,15 0,20 0,22 0,27 0,36 0,42 0,55 0,62 0,68 0,86 1,00
Tabel 6 Koefisien susut untuk berbagai waktu pengerasan
♦ Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi baja
Akibat relaksasi baja kehilangan gaya prategang pada selang waktu antara t1 sampai dengan t dapat diperkirakan dengan rumus-rumus sebagai berikut
ini. Sifat baja reklaksasi rendah dapat diperoleh dengan cara pemanasan dan penarikan yang dilakukan secara bersamaan pada saat proses pembuatannya. Untuk Baja bebas prategang :
RET = ƒst {(log 24t – log24 t1)/10}{(ƒst/ƒpy) – 0,55} ƒpy = 0,85ƒpu
Untuk baja relaksasi rendah :
RET = ƒst {(log 24t – log24 t1)/45}{(ƒst/ƒpy) – 0,55} ƒpy = 0,90ƒpu
(9)
Dimana :
RET = Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi baja ƒst = Tegangan yang terjadi pada strain
ƒpu = Tegangan batas strand
Pada struktur beton prategang sistem post-tensioned semua kehilangan gaya prategang di atas terjadi secara keseluruhan, kecuali kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis apabila jika penarikan kabel dilakukan secara serentak. Sedangkan pada struktur beton prategang sistem pretension tidak terjadi kehilangan gaya prategang akibat gesekan dan angkur slip,
Maka gaya prategang efektif adalah gaya prategang awal setelah dikurangi total seluruh kehilangan sebagian gaya prategang akibat perpendekan elastis, rangkak, susut, relaksasi baja, angkur slip, dan gelombang serta gesekan antara tendon dengan duct.. Total kehilangan gaya prategang rata – rata yang diijinkan adalah sekitar 25% untuk pratarik dan 20% untuk pasca-tarik. Pada penentuan besarnya faktor reduksi awal gaya prategang, nilai tersebut diasumsikan dengan mempertimbangkan besarnya prosentase total rata – rata kehilangan gaya prategang berdasarkan ketentuan diatas.
(10)
(11)
Gambar 3.1. Flowchart Utama Penampang
(12)
• Perhitungan Ti & e Prosedur 1
START
Substitusi persamaan kondisi I
e1 = }] * * ) {( } * * ) {( [ * }] * ) * * ) {(( } * ) * * ) [{(( St Ac St MD fti Sb Ac Sb MD fci Ac St Sb Ac Sb MD fci Sb St Ac St MD fti − − + − + − − Ti1 = )] * 1 ( [ ] * * ) [( Ac e St St Ac St MD fti − −
Substitusi persamaan kondisi II
e2 = }] * * ) {( } * * ) { [ * }] * ) * * ) {(( } * ) * * ) [{(( Sb Ac Sb ML MD ft St Ac St ML MD fc Ac St Sb Ac Sb ML MD ft Sb St Ac St ML MD fc + + − + − − + + − + − Ti2 = )] * 2 ( [ * ] * * ) [( Ac e St R St Ac St ML MD fc − + −
Substitusi persamaan kondisi III
e3 = }] * ) * * ) {(( } * * ) {( { * }] * ) * * ) {(( } * * ) * * ) [{(( R St Ac St MD fti Sb Ac Sb ML MD ft Ac St Sb Ac Sb ML MD ft Sb R St Ac St MD fti − − + + − + + − − Ti3 = )] * 3 ( [ ] * * ) [( Ac e St St Ac St MD fti − − A
(13)
Gambar 3.2. Flowchart Prosedur 1 Substitusi persamaan kondisi IV
e4 = }] * * ) {( } * ) * * ) (( [{ * }] * * ) * * ) {(( } * ) * * ) [{(( St Ac St ML MD fc R Sb Ac Sb MD fci Ac St R Sb Ac Sb MD fci Sb St Ac St ML MD fc + − − + − + − + − Ti4 = )] * 4 ( [ ] * * ) [{ Ac e Sb Sb Ac Sb MD fci + +
Grafik Daerah Aman Ti & e A
(14)
Prosedur 2
(Pengecekan keamanan nilai Ti & e yang diambil terhadap tegangan ijin penampang)
Tidak
Ya
Gambar 3.3. Flowchart Prosedur 2 START
Input Ti & e dari display grafik
Perhitungan Tegangan Yang Terjadi Pada Kondisi Awal
ftop =
St MD St e Ti Ac Ti + − *
fbottom =
Sb MD Sb e Ti Ac
Ti + * −
Pada Kondisi Akhir
ftop =
St ML MD St e Ti R Ac Ti
R* − * * + ( + )
fbottom =
Sb ML MD Sb e Ti R Ac Ti
R* − * * + ( + )
ftop-awal≥ fti
fbottom-awal≤ fci
ftop-akhir≤ fc
fbottom-akhir≥ ft
(15)
• Perhitungan Kehilangan Tegangan (Real Losses Of Prestressed)
Prosedur 3.1
(Kehilangan tegangan akibat gesekan dan gelombang)
Gambar 3.4. Flowchart Kehilangan Tegangan akibat Gesekan dan Gelombang
Prosedur 3.2
(Kehilangan tegangan akibat angkur slip)
Gambar 3.5. Flowchart Kehilangan Tegangan Angkur Slip Perhitungan kehilangan Gaya Prategang akibat Angkur Slip :
LAs = Es . ∆/ L
Perhitungan Kehilangan Gaya Prategang Akibat Gesekan dan Gelombang : LFr = Ti – Te1
Lay Out Tendon Parabola
α = 8e/L
Perhitungan Gaya Prategang Efektif : Te1= Ti. e-(µα + K.L)
START
END END START
(16)
Prosedur 4.1
(Kehilangan tegangan akibat rangkak sebelum beban hidup bekerja)
Pengerasan Basah START
Perhitungan Ac / Kc
Hitung Ec
Ec= 33. γc3/2.f’c1/2
Perhitungan SCF ( Tabel 3, T.Y. LIN, Hal. 321 )
Pengerasan Basah Beton
Berat normal
UCR = 95 – 20.Ec / 106
UCR = 63 – 20.Ec /106
UCR = 76 – 20.Ec / 106
UCR = 63 – 20.Ec / 106
Tdk Tdk
Tdk
Ya
Ya
Ya
UCR < 11 Ya UCR = 11
Tdk
(17)
Gambar 3.6. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Rangkak-i B
Perhitungan MCF ( Tabel 4, T.Y. LIN, Hal. 321 )
Tdk
Ya Pengerasan
Basah
CR = UCR.SCF.MCF.PCR. fcs
% LCR = ( CR / fst ) * 100 %
END Ya WD= Ac.γc
Perhitungan AUC Setelah Transfer Tegangan : AUCt
( Tabel 5, T.Y. LIN, Hal. 321 )
Perhitungan PCR, PCR = AUCt
MD = WD.L8 / 8
fcs = ( Te / Ac ) + ( Te.eb2 / Ic ) – ( MD. eb / Ic )
Lay Out Tendon
Parabola MD = 0
Tdk
(18)
Prosedur 4.2
(Kehilangan tegangan akibat susut sebelum beban hidup bekerja)
Gambar 3.7. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Susut-i START
Beton Berat normal
Ya
USH = 27000-3000Ec/106
USH = 41000-10000Ec/106
Tdk
USH < 12000 USH = 12000
Perhitungan SSF ( Tabel 6, T.Y. LIN, Hal. 324
Perhitungan AUS Setelah Akhir Pengerasan : AUSt
( Tabel 7, T.Y. LIN, Hal. 324
Perhitungan PSH, PSH = AUSt
SH = USH.SSF.PSH
% LSH = ( SH / fst ) *100%
END Tdk
(19)
Prosedur 4.3
(Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja sebelum beban hidup bekerja)
Gambar 3.8. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Relaksasi Baja-i START
fpy = 0,85 fpu
Fpy = 0,9. fpu
Baja Bebas Prategang
RET = (fst.(log 24 .( tl – tt )) /10 ) * ((fst / fpy) – 0,55 )
RET = (fst.(log 24 .( tl – tt )) /45 ) * ((fst / fpy) – 0,55 )
% LRET = ( RET / fst ) *100%
END
Tdk
(20)
Prosedur 5.1
(Kehilangan tegangan akibat rangkak pada saat pengukuran kehilangan tegangan)
Gambar 3.9. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Rangkak-n ML = WL. L2 / 8
Perhitungan AUC Saat Pengukuran Kehilangan Tegangan : AUCt
( Tabel 5, T.Y. LIN, Hal. 321 )
Perhitungan PCR, PCR = AUCt – ACTt1
MD = WD.L8 / 8
fcs = ( Te / Ac ) + ( Te.eb2 / Ic ) – ( ( MD + ML ). eb / Ic )
CR = UCR.SCF.MCF.PCR. fcs
Pengerasan
Basah CR = UCR.SCF.PCR. fcs Tdk
Ya
% LCR = ( CR / fst ) * 100 %
END START
(21)
Prosedur 5.2
(Kehilangan tegangan akibat susut pada saat pengukuran kehilangan tegangan)
Gambar 3.10. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Susut-n START
AUSt1 = AUSt
Perhitungan AUS Saat Pengukuran Kehilangan Tegangan : AUSt
( Tabel 7, T.Y. LIN, Hal. 324
PSH = AUSt – AUSt1
SH = USH.SSF.PSH
% LSH = ( SH / fst ) *100%
(22)
Prosedur 5.2
(Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja pada saat pengukuran kehilangan tegangan)
Gambar 3.11. Flowchart Kehilangan Tegangan Akibat Relaksasi Baja-n Mulai
fpy = 0,85 fpu
Fpy = 0,9. fpu
Baja Bebas Prategang
RET = (fst.(log 24 .( tn – tt ) – log 24(tl - tt))/10 ) * ((fst / fpy) – 0,55
)
RET = (fst.(log 24 .( tn – tt ) – log 24(tl - tt))/45 ) * ((fst / fpy) – 0,55
)
% LRET = ( RET / fst ) *100%
Selesai
Tdk
(23)
3.3. CARA MENJALANKAN PROGRAM INPUT
¾ Material properti
o Mutu Beton (f’c) : Mpa
o f’ci : Mpa
o γ beton : N/mm3
o Bentang : m
o R(faktor reduksi)
o Jenis beton : Beton berat normal / Beton berat ringan o Jenis pengerasan : Pengerasan basah / Pengerasan dipercepat o Umur beton saat transfer tegangan : hari
o Umur beton saat bebah hidup bekerja : hari o Umur beton saat pengukuran kehilangan tegangan : hari / tahun Bentuk form input material properti pada program:
(24)
¾ Geometri
H : mm Ft : mm Bt : mm Fb : mm Bb : mm Tt : mm W : mm Tb : mm
Bentuk form input geometri pada program:
Gambar 3.13. Form Input Geometri
¾ Momen
o Momen luar akibat beban mati : KNm o Momen luar akibat beban hidup : KNm
Nilai dari momen – momen tersebut ditentukan berdasarkan perhitungan secara mekanika tersendiri diluar program.
Bentuk form input momen pada program:
(25)
¾ Strain dan Angkur
o Nama strain
o Luas Penampang (As) : mm2 o Tegangan batas (fpu) : Mpa o Modulus elastisitas (Es) : Mpa o Koefisien Wobble (K)
o Koefisien kelengkungan (µ)
o Slip angkur : mm
o Jenis strain : Baja bebas prategang/Baja relaksasi rendah Bentuk input pada program:
(26)
OUTPUT
DISPLAY
♦ Karakteristk Penampang
Gambar 3.16. Form Output Karakteristik Penampang
♦ Momen
Gambar 3.17. Form Output Jumlah Momen
♦ Ti dan e
(27)
♦ Grafik Ti dan e
Gambar 3.19. Form Output Grafik Ti dan e
♦ Real Losses dan pengecekan penampang dengan Losses yang sebenarnya
(1)
Prosedur 5.2
(Kehilangan tegangan akibat relaksasi baja pada saat pengukuran kehilangan tegangan)
Mulai
fpy = 0,85 fpu
Fpy = 0,9. fpu
Baja Bebas Prategang
RET = (fst.(log 24 .( tn – tt ) – log 24(tl - tt))/10 ) * ((fst / fpy) – 0,55
)
RET = (fst.(log 24 .( tn – tt ) – log 24(tl - tt))/45 ) * ((fst / fpy) – 0,55
)
% LRET = ( RET / fst ) *100%
Tdk
(2)
3.3. CARA MENJALANKAN PROGRAM INPUT
¾ Material properti
o Mutu Beton (f’c) : Mpa
o f’ci : Mpa
o γ beton : N/mm3
o Bentang : m
o R(faktor reduksi)
o Jenis beton : Beton berat normal / Beton berat ringan
o Jenis pengerasan : Pengerasan basah / Pengerasan dipercepat
o Umur beton saat transfer tegangan : hari
o Umur beton saat bebah hidup bekerja : hari
o Umur beton saat pengukuran kehilangan tegangan : hari / tahun
Bentuk form input material properti pada program:
(3)
¾ Geometri
H : mm Ft : mm
Bt : mm Fb : mm
Bb : mm Tt : mm
W : mm Tb : mm
Bentuk form input geometri pada program:
Gambar 3.13. Form Input Geometri
¾ Momen
o Momen luar akibat beban mati : KNm
o Momen luar akibat beban hidup : KNm
Nilai dari momen – momen tersebut ditentukan berdasarkan perhitungan secara mekanika tersendiri diluar program.
(4)
¾ Strain dan Angkur
o Nama strain
o Luas Penampang (As) : mm2
o Tegangan batas (fpu) : Mpa
o Modulus elastisitas (Es) : Mpa
o Koefisien Wobble (K)
o Koefisien kelengkungan (µ)
o Slip angkur : mm
o Jenis strain : Baja bebas prategang/Baja relaksasi rendah
Bentuk input pada program:
(5)
OUTPUT
DISPLAY
♦ Karakteristk Penampang
Gambar 3.16. Form Output Karakteristik Penampang
♦ Momen
Gambar 3.17. Form Output Jumlah Momen
(6)
♦ Grafik Ti dan e
Gambar 3.19. Form Output Grafik Ti dan e
♦ Real Losses dan pengecekan penampang dengan Losses yang sebenarnya