S IKOM 1202934 Chapter 5

143

BAB V
SIMPULAN , IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI
5.1 SIMPULAN
Dalam penelitian yang merupakan kajian komunikasi antarbudaya
peneliti berusaha memaparkan dan mengkaji lebih lanjut akan model coorientational yang dikemukakan oleh Kupka dalam Darla (2009, hlm.15-21)
mengenai kompetensi antarbudaya subjek dalam menghadapi pengalaman
gegar budaya. Berdasarkan penelitian ini, didapat kesimpulan yang
menjawab tujuan penelitian sebagaimana dipaparkan di awal penelitian
sebagai berikut:
5.1.1

Persepsi Antarbudaya
Dalam aspek persepsi antarbudaya secara umum, mahasiswa afirmasi
Papua mengakui adanya perbedaan budaya antara budaya mereka di
Papua dengan budaya mereka saat ini di Bandung. Perbedaan yang
nampak adalah dalam hal bahasa, gaya berbicara, logat dan aksen,
makanan serta budaya berbagi. Perbedaan budaya yang menjadi
kendala adalah terkait dengan bahasa dan gaya berbicara serta terkait
dengan budaya kolektivis terutama dalam hal budaya berbagi

masyarakat dalam lingkungannya saat ini menurut mahasiswa afirmasi
Papua dirasa masih kurang. Akan tetapi perbedaan budaya yang ada
tidak lantas menjadi jarak budaya yang memisahkan antara mahasiswa
afirmasi Papua dengan mahasiswa pribumi. Secara umum mahasiswa
afirmasi Papua sudah memiliki keterampilan antarbudaya yang cukup
baik. Hal ini tegambar dari kemampuan mahasiswa afirmasi Papua
untuk menyesuaikan diri dengan bahasa dan perilaku serta kebiasaan
masyarakat pribumi. Sementara terkait hubungan kontekstual, pada
awalnya mahasiswa afirmasi Papua mengaku cukup kesulitan untuk
berbaur dan berteman dengan mahasiswa non-Papua. Hal ini
dikarenakan perbedaan yang ada diantara mereka baik secara fisiologis,
budaya maupun cara bergaul. Karena itulah pada awal kedatangannya
sempat ada perasaan takut dalam diri mahasiswa afirmasi Papua untuk

Rini Andriani Rohmah, 2016
STUDI KASUS GEGAR BUDAYA MAHASISWA AFIRMASI PAPUA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

144


memulai kontak dengan mahasiswa pribumi. Mereka lebih banyak
bergabung dan berkelompok dengan teman sesama Papuanya. Akan
tetapi seiring berjalannya waktu, keterampilan mahasiswa afirmasi
Papua untuk mulai berbaur dengan masyarakat pribumi mulai nampak
sehingga subjek cukup dapat beradaptasi dengan lingungan sosial
dalam masyarakat meskipun belum dapat berbaur secara sempurna.
5.1.2

Konsep Antarbudaya
Dalam Konsep Antarbudaya secara umum, mahasiswa afirmasi Papua
memiliki konsep antarbudaya yang cukup baik dalam menyikapi
perbedaan serta persamaan budaya yang ada diantara mereka dengan
mahasiswa pribumi yang non-Papua. Hal ini tergambar dari kesadaran
diri yang positif, sikap terbuka terhadap perbedaan, pengetahuan terkait
budaya pribumi yang mencukupi, motivasi berteman dengan mahasiswa
non-Papua, penyesuaian terkait perilaku kepantasan guna menjalin
hubungan yang efektif, serta persamaan budaya yang juga turut
membantu dalam proses adaptasi. Titik lemahnya adalah pada motivasi
berteman dengan mahasiswa non-Papua. Pada aspek ini, secara umum

mahasiswa afirmasi Papua belum terlalu terbuka untuk menjalin
hubungan pertemanan secara personal dengan mahasiswa lain yang
non-Papua. Mahasiswa afirmasi Papua mengaku lebih merasa nyaman
berteman dengan sesama Papua karena sudah saling mengenal satu
sama lain dan memiliki lebih banyak persamaan sehingga lebih mudah
dalam menjalin hubungan personal. Akan tetapi subjek tetap mencoba
berinteraksi dengan mereka dan menjalin hubungan meskipun relatif
bersifat umum. Sementara terkait dengan aspek pengetahuan budaya,
secara umum mahasiswa afirmasi Papua sudah mengetahui hal-hal
umum terkait budaya, kebiasaan serta perilaku kepantasan dalam
lingkungannya saat ini sehingga subjek dapat menyesuaikan perilaku
sebagaimana harapan budaya masyarakat pribumi. Hal ini tergambar
dalam pandangan masyarakat pribumi terkait mahasiswa afirmasi Papua
yang menilai bahwa mahasiswa afirmasi Papua adalah individu yang
baik dan sopan serta tidak pernah memicu konflik.

Rini Andriani Rohmah, 2016
STUDI KASUS GEGAR BUDAYA MAHASISWA AFIRMASI PAPUA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu


145

5.1.3

Hambatan Antarbudaya
Hambatan antarbudaya yang dialami mahasiswa afirmasi Papua selama
proses adaptasinya adalah trekait dengan lingkungan fisik, sosial,
fisiologis, psikologis, serta semantik. Namun kendala terbesar bagi
mahasiswa afirmasi Papua adalah lingkungan sosial serta fisiologis
yang pada akhirnya berdampak pada psikologis subjek. Hambatan
sosial adalah lingkungan sosial dalam lingkungan kelas maupun sekitar
kostan yang dirasakan mahasiswa afirmasi Papua pada awalnya sulit
untuk ditembus. Mahasiswa afirmasi Papua merasa takut dan minder
untuk memulai kontak karena adanya perbedaan diantara mereka
terutama secara fisiologis. Mahasiswa afirmasi Papua mengaku masih
merasakan adanya perlakuan diskriminatif dari lingkungan sosialnya
karena aspek fisiologis mereka yang berbeda. Hambatan-hambatan
inilah yang memicu timbulnya gegar budaya dalam diri mahasiswa
afirmasi Papua saat awal kedatangannya.


Hubungan sosial adalah

aspek penting yang dapat mendukung proses penyesuaian diri. Ketika
lingkungan sosial terbuka untuk pertemanan maka akan terjalin
interaksi yang berakibat pada terjalinnya hubungan baik satu sama lain.
Begitupun sebaliknya, ketika lingkungan sosial tidak terbuka untuk
berhubungan maka akan menjadi hambatan terbesar bagi subjek untuk
dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Lingkungan sosial yang tidak
mendukung menjadi penghambat dan membuat mahasiswa afirmasi
Papua merasa tidak nyaman. Akan tetapi secara mahasiswa afirmasi
Papua sudah memiliki kompetensi antarbudaya yang cukup baik
sehingga dalam proses penyesuaiannya saat ini mereka sudah dapat
mengatasi hambatan-hambatan antarbudaya yang ada.

5.2 IMPLIKASI PENELITIAN
5.2.1

IMPLIKASI AKADEMIK
Pada dasarnya penelitian ini merupakan sebuah kajian yang berusaha

mengkaji kompetensi antarbudaya dikaitkan dengan pengalaman gegar
budaya mahasiswa afirmasi Papua. Penelitian ini juga diharapkan

Rini Andriani Rohmah, 2016
STUDI KASUS GEGAR BUDAYA MAHASISWA AFIRMASI PAPUA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

146

menyumbang kajian lebih lanjut akan topik komunikasi antarbudaya
terutama dalam hal bagaimana kompetensi komunikasi antarbudaya
dapat menangani masalah gegar budaya dalam penyesuaian dengan
lingkungan baru.

5.2.2

IMPLIKASI PRAKTIS
Secara praktis, kajian ini diharapkan bermanfaat bagi


mahasiswa

perantau khususnya mahasiswa afirmasi Papua dalam mengembangkan
kompetensi antarbudaya guna menghadapi fenomena gegar budaya
dalam lingkungan barunya.

5.3 REKOMENDASI
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, berikut ini rekomendasi
penelitian baik secara akademis maupun praktis:
5.3.1

Rekomendasi untuk Mahasiswa Afirmasi Papua

5.3.1.1 Dalam aspek persepsi antarbudaya diharapkan mahasiswa afirmasi
Papua ataupun mahasiswa perantau pada

umumnya memiliki

keterampilan serta keluwesan dalam menghadapi perbedaan budaya
yang ada guna memudahkan dalam proses beradaptasi dengan

lingkungan baru saat ini.
5.3.1.2 Dalam aspek konsep antarbudaya diharapkan mahasiswa afirmasi
Papua ataupun mahasiswa perantau pada umumnya memiliki kesadaran
budaya yang postif dalam kaitannya dalam menghadapi persamaan dan
perbedaan budaya yang ada antara lingkungan mereka sebelumnya
dengan lingkungannya saat ini. Selain itu sikap terbuka dalam menjalin
hubungan pertemanan dengan mahasiswa pribumi juga sangat penting
sebagai upaya dalam penyesuaian diri dengan lingkungan baru saat ini.
5.3.1.3 Dalam aspek hambatan antarbudaya diharapkan mahasiswa afirmasi
Papua ataupun mahasiswa perantau meningkatkan keterbukaan diri
dalam menjalin hubungan sosial dengan mahasiswa lain. Karena
berdasarkan hasil penelitian secara umum mahasiswa afirmasi Papua

Rini Andriani Rohmah, 2016
STUDI KASUS GEGAR BUDAYA MAHASISWA AFIRMASI PAPUA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

147


memiliki kendala dalam menjalin hubungan sosial dengan mahasiswa
pribumi.

5.3.2

Rekomendasi untuk Mahasiswa Pribumi dan Dosen Pengajar

5.3.2.1 Dalam aspek persepsi antarbudaya diharapkan pihak kampus seperti
dosen pengajar maupun mayoritas mahasiswa yang relatif homogen
secara budaya melakukan pendekatan yang berbeda serta di luar
kebiasaan untuk membangun komunikasi serta hubungan sosial yang
harmonis dengan mahasiswa afirmasi Papua maupun mahasiswa
perantau yang biasanya minoritas guna mereduksi jarak budaya yang
terbentuk karena adanya perbedaan budaya.
5.3.2.2 Dalam aspek konsep antarbudaya baik mahasiswa maupun dosen
diharapkan turut membantu mahasiswa afirmasi Papua maupun
mahasiswa perantau pada umumnya untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungan barunya dengan cara terbuka untuk mengajarkan bahasa
pribumi


serta memperkenalkan

budaya

kepada mereka.

Serta

diharapkan agar lebih terbuka dalam menerima perbedaan serta
persamaan budaya yang ada guna menciptakan hubungan saling
menghormati dan menghargai satu sama lain sebagai upaya dalam
menjalin interaksi antarbudaya yang efektif.
5.3.2.3 Dalam aspek hambatan antarbudaya baik mahasiswa maupun dosen
diharapkan lebih terbuka serta aktif dalam merangkul mahasiswa
afirmasi Papua maupun mahasiswa perantau minoritas lainnya guna
mereduksi hambatan sosial yang dialami. Karena berdasarkan hasil
penelitian secara umum mahasiswa afirmasi Papua memiliki kendala
dalam menjalin hubungan sosial dengan mahasiswa pribumi.

Rini Andriani Rohmah, 2016

STUDI KASUS GEGAR BUDAYA MAHASISWA AFIRMASI PAPUA DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu