T1 802012105 Full text

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA-ANAK
DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA
PADA SISWA SEKOLAH DASAR

OLEH
GIA GITA S. TARIGAN
802012105

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

1


2

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Gia Gita S. Tarigan
Nim
: 802012105
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya
: Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Kristen Satya Wacana hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality
freeright) atas karya ilmiah saya berjudul:

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA-ANAK
DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA
PADA SISWA SEKOLAH DASAR
Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, Universitas Kristen Satya Wacana berhak
menyimpan, mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data,
merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis atau pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di
: Salatiga
Pada Tanggal : 4 Januari 2017
Yang menyatakan,

Gia Gita S. Tarigan

Mengetahui,
Pembimbing

Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.


PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: Gia Gita S. Tarigan

Nim

: 802012105

Program Studi

: Psikologi

Fakultas

: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA-ANAK

DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA
PADA SISWA SEKOLAH DASAR

Yang dibimbing oleh:
Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.
.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk
rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya
saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 4 Januari 2017
Yang memberi pernyataan,

Gia Gita S. Tarigan

LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA-ANAK
DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA
PADA SISWA SEKOLAH DASAR

Oleh
Gia Gita S. Tarigan
802012105

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 4 Januari 2017
Oleh:
Pembimbing,

Heru Astikasari S. Murti, S.Psi., MA.

Diketahui Oleh,

Disahkan Oleh,

Kaprogdi

Dekan


Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.

Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

HUBUNGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA-ANAK
DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR MATEMATIKA
PADA SISWA SEKOLAH DASAR

Gia Gita S. Tarigan
Heru Astikasari S. Murti

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017

Abstrak

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan komunikasi orang tua-anak dengan
kemandirian belajar matematika pada siswa sekolah dasar. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan teknik pengambilan data metode angket
atau skala pengukuran psikologi. Partisipan dalam penelitian ini merupakan siswa SD
Kanisius Cungkup Salatiga kelas IV, V, dan VI yang berjumlah 78 siswa. Pengumpulan
data dilakukan dengan menggunakan skala self-directed learning dan skala dari aspek
komunikasi interpersonal DeVito (1997). Analisis data menggunakan metode korelasi
product moment. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang positif

signifikan antara komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan kemandirian belajar
matematika dengan nilai r = 0.468. Artinya semakin tinggi komunikasi interpersonal
orang tua-anak maka akan semakin tinggi kemandirian belajar matematika.
Kata kunci : komunikasi orang tua-anak, kemandirian belajar matematika


i

Abstract

The purpose of this study to determine the relationship of academic communication with
the parent-child learning independence mathematics in primary school students. The
method used in this research is quantitative data collection techniques or methods of
measurement scale psychological questionnaires. Participants in this study were
elementary school students Canisius Cungkup Salatiga grades IV, V, and VI, totaling 78
students. The data collection is done by using the scale of self-directed learning and
scale of interpersonal communication aspects of DeVito (1997). Data analysis using
product moment correlation method. The results showed a significant positive
relationship between interpersonal communication parent-child with mathematics
learning independence with the value r = 0.468. This means that the higher the
interpersonal

communication

parent-child,


the

higher

mathematics

learning

independence.
Keywords :parent-child communication, independent learning mathematics

ii

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu kelompok ataupun
individu yang diturunkan dari generasi ke generasi. Pendidikan penting untuk dapat
memajukan bangsa. Melalui pendidikan kita mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan guna mengembangkan kemampuan berpikir, keterampilan dan penguasaan
teknologi. Dewasa ini pendidikan masih menjadi hal utama bagi masyarakat untuk
mencapai keberhasilan dalam hidup. Agar tidak tertinggal oleh kemajuan jaman saat ini,

kita membutuhkan pendidikan sebagai acuan dasar bagi kita dalam pemenuhan
kebutuhan. Berdasarkan UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 13 ayat 1 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Indonesia memiliki 3 jalur pendidikan yang dapat ditempuh untuk
dapat mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu pendidikan formal, non formal, dan
informal. Sekolah merupakan sarana yang berperan penting bagi proses belajar
mengajar dalam lembaga pendidikan formal. Agar tercapainya tujuan prestasi
pendidikan nasional, dalam hal ini dibutuhkan siswa yang mandiri dalam belajar. Istilah
kemandirian sering juga dikaitkan dengan kemampuan untuk melakukan tugas segala
sesuatu sendiri (Suseno & Irdawati, 2012)
Pada pendidikan tingkat sekolah dasar pelajaran matematika merupakan salah
satu pelajaran yang sampai saat ini tetap memiliki keunggulan dan kemampuan dalam
memecahkan berbagai masalah di bidang ilmu lain. Dengan belajar matematika siswa
dapat memiliki kemampuan dan keterampilan dalam melakukan penalaran, berfikir
kritis, dan logis. Namun pada kenyataannya kemampuan hasil belajar matematika dari
pendidikan dasar di Indonesia masih relatif rendah. Survei yang sudah dilakukan oleh
Trend Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011 menyatakan bahwa

Indonesia berada di peringkat 38 dari 42 negara, dievaluasi dengan skor rata-rata yang

1


2

diperoleh adalah 386 dari nilai tertinggi 613 yang diraih oleh Republik Korea.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilaksanakan oleh peneliti pada bulan September
2016 disekolah dasar dengan salah satu guru sekolah yang bersangkutan, menyatakan
bahwa matematika merupakan pelajaran yang masih dianggap sulit oleh siswa karena
siswa dituntut agar dapat secara mandiri mengerjakan tugas matematika yang diberikan
oleh guru. Namun pada kenyataannya siswa masih belum mampu mengerjakan soal
secara mandiri di karena kan kemampuan siswa dalam berhitung dan menghafal rumus
masih kurang. Hal itu terlihat dari hasil nilai yang diperoleh masih dibawah KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal).
Pihak sekolah sudah berupaya dengan meningkatkan minat siswa untuk
memperoleh hasil belajar yang maksimal, tetapi masih banyak siswa yang belum yakin
mengerjakan matematika secara mandiri. Menurut Hoshi (2001) mengatakan
kemandirian belajar adalah siswa dapat bertanggung jawab atas pembuatan keputusan
yang berkaitan dengan proses belajarnya, dan siswa memiliki kemampuan untuk
melakukan keputusan aktivitas tersebut. Oleh sebab itu kemandirian belajar siswa
sangat diperlukan dalam membantu siswa agar tidak bergantung pada orang lain.
Menurut Mujiman (2007) kemandirian belajar dapat diartikan sebagai sifat serta
kemampuan yang dimiliki siswa untuk melakukan kegiatan belajar aktif, yang didorong
oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi yang telah dimiliki. Kemandirian belajar
memiliki peranan dalam mengembangkan diri agar siswa aktif dan memiliki inisiatif
untuk belajar sendiri, dapat dilihat dari keseharian siswa disekolah seperti menciptakan
ide baru dan membuat strategi dalam belajar. Kemandirian belajar siswa dibutuhkan
untuk menumbuh kembangkan potensi diri dalam mengerjakan segala sesuatu dengan
kemampuan yang dimilikinya. Kemandirian belajar adalah kegiatan yang didasarkan

3

pada keinginan untuk menggunakan ide-ide sendiri, memecahkan masalah, mengambil
risiko dan menggunakan berbagai strategi untuk menghadapi situasi, menghadapi
masalah-masalah yang relevan dengan pengalaman sendiri dalam kegiatan belajar
(Williams, 2003). Jadi siswa yang dengan tingkat kemandirian belajar tinggi akan
berusaha untuk menyelesaikan latihan atau tugas yang diberikan guru. Hal serupa
dengan rendahnya pendidikan di Indonesia diungkapkan oleh Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) pada tahun 2011 bahwa
Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 108 pada tahun 2010 menjadi peringkat
124 pada tahun 2012 dari 180 negara. Mutadin (2002) menyatakan kemandirian belajar
pada anak berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pengasuhan orang tua. Pada
masa praremaja yang dimana anak mengalami peralihan dari masa kanak akhir menuju
remaja awal, orang tua dituntut agar mampu menerapkan pola asuh yang tepat bagi
anaknya sehingga anak dapat menjadi pribadi yang mandiri kedepannya. Dalam hal ini
orang tua yang menjadi pembimbing utama dan memiliki peran penting untuk
melindungi, merawat, membimbing, dan menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal bagi anak mampu berperan aktif. Peran orang tua merupakan gambaran
pada anak tentang sikap orang tua dan anak berinteraksi, berkomunikasi selama
mengadakan kegiatan pengasuhan (Khairuddin, 1997). Oleh sebab itu membangun
komunikasi yang baik orang tua dapat membantu anak mencapai kemandirian
belajarnya terutama dibidang matematika.
DeVito (1997) menjelaskan bahwa komunikasi interpersonal merupakan
pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima oleh orang yang lain, atau
sekelompok orang dengan efek dan umpan balik langsung. Oleh sebab itu komunikasi
interpersonal orang tua dan anak merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan

4

antar orang tua dan anak dengan efek yang diketahui setelah komunikasi tersebut
terlaksana. Cangara (2005) mengemukakan bahwa komunikasi interpersonal dengan
baik akan menghasilkan umpan balik yang baik pula. Komunikasi interpersonal
diperlukan dalam kehidupan manusia agar dapat mengatur tata krama dan pergaulan
antar sesama manusia pada umumnya, karena dengan melakukan komunikasi
interpersonal dengan baik akan membawa pengaruh langsung pada struktur kehidupan
seseorang. Komunikasi interpersonal dalam keluarga terutama orang tua dan anak
memiliki tujuan yaitu agar dapat mengetahui dunia luar, untuk mengubah sikap dan
perilaku. Komunikasi interpersonal dalam keluarga sangat penting karena dengan
adanya komunikasi interpersonal antar sesama anggota keluarga maka akan tercipta
hubungan yang harmonis dan dapat diketahui apa yang diinginkan dan yang tidak
diinginkan oleh salah satu anggota keluarga (Widjaya dalam Rejeki, 2008).
Abriyoso (2012) menyebutkan penyebab konflik dalam keluarga beragam,
seperti percek-cokan orang tua, perbedaan pendapat dalam anggota keluarga, masalah
ekonomi serta memaksakan kehendak kepada anaknya dengan dalih mendisiplinkan,
serba melarang dengan dalih melindungi. Buruknya komunikasi interpersonal yang
sudah terjalin antara anak dan orang tua dapat memberikan peluang timbulnya konflik
antar anggota keluarga, seperti hubungan orang tua dan anak. Sehingga ini dapat
menyebabkan proses anak dalam belajar dan berkembang dapat terganggu, seperti
halnya anak tidak mampu secara mandiri mengambil keputusan-keputusan. Jaudah
(dalam Ilyas, 2004) mengatakan suasana komunikasi orang tua di rumah mempunyai
peranan penting dalam menentukan kehidupan anak di sekolah maka orang tua perlu
menciptakan komunikasi yang intens dengan anaknya terhadap proses belajar anaknya.
Dengan adanya komunikasi yang intens antara orang tua dan anak maka anak pun akan

5

mampu melalui proses belajar dengan baik, dan harapan untuk anak mendapatkan
prestasi yang memuaskan dapat tercapai. Abriyoso (2012) mengatakan solusi dari
semua konflik adalah komunikasi yang baik, penuh pengertian, saling menghargai, dan
menyayangi, serta saling membahagiakan. Hal ini sejalan dengan DeVito (1997)
karakteristik komunikasi interpersonal yang baik menekankan pada keterbukaan,
empati, sikap mendukung, kesetaraan, dan sikap positif.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Colemen dalam Ilyas, 2004)
menyebutkan bahwa orang tua merupakan faktor paling berpengaruh terhadap perilaku
sosial dan prestasi belajar anak dan status pekerjaan anak di kemudian hari. Hal ini
terlihat dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa orang tua siswa di sekolah
Kanisius Cungkup Salatiga, orang tua dengan kesibukan pekerjaan kesehariannya
menyebabkan berkurangnya komunikasi interpersonal antar orang tua dan anak,
sehingga siswa jarang ditanyakan tentang tugas sekolah atau kegiatan anak selama
disekolah. Siswa jadi jarang belajar atau mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah) yang
diberikan guru disekolah. Namun ada beberapa siswa pula yang mengatakan bahwa
mereka tetap mengerjakan PR (Pekerjaan Rumah) yang diberikan guru karena orang tua
yang tetap memperhatikan dan mengingatkan anaknya untuk mengerjakan tugas
sekolah. Patterson & Loeber (dalam Ilyas, 2004) menyebutkan bahwa kebiasaan yang
diterapkan orang tua siswa dalam mengelola keluarga yang keliru, seperti kelalaian
orang tua dalam memonitor kegiatan belajar anak baik di rumah maupun di luar rumah,
dapat berdampak buruk bagi pencapaian prestasi belajar siswa. Dari hal tersebut maka
orang tua yang mampu mendidik anak nya dengan kegiatan belajar yang teratur dan
baik, saat anak semakin bertumbuh melewati tahap perkembangannya maka anak
mampu secara mandiri mengelola kegiatan yang dihadapinya.

6

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan
komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan kemandirian belajar matematika pada
siswa sekolah dasar. Dengan subjek kelas 4,5, dan 6 ditempat yang sudah ditentukan.
Dari hasil wawancara peneliti mendapatkan pelajaran matematika masih dianggap sulit
oleh siswa, siswa dituntut untuk mandiri mengerjakan tugas matematika. Dalam hal ini
komunikasi orang tua-anak juga berperan agar anak mandiri dalam belajar matematika.
Namun kenyataannya banyak siswa belum mampu mengerjakan soal matematika secara
mandiri karena komunikasi interpersonal orang tua-anak yang kurang. Menurut (Elkind
dan Heuwinkel dalam Santrock, 2007) yaitu pada masa ini anak –anak yang memasuki
praremaja belajar dengan baik bila mereka aktif dan mencari solusi secara mandiri.

RUMUSAN MASALAH
Apakah terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal orang tua-anak
dengan kemandirian belajar matematika pada siswa sekolah dasar?

TINJAUAN PUSTAKA
Kemandirian Belajar Matematika
Kemandirian

belajar

merupakan

belajar

secara

mandiri,

tidak

hanya

menggantungkan diri pada orang lain, siswa juga dituntut untuk memiliki keaktifan dan
inisiatif sendiri dalam belajar. Menurut Garrison (1997) Kemandirian belajar (Self
directed learning) adalah usaha siswa melakukan kegiatan belajar secara mandiri,

maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan motivasinya sendiri, untuk menguasai

7

suatu materi dan atau kempetensi tertentu sehingga dapat digunakannya untuk
memecahkan masalah yang dijumpainya didunia nyata.
Tahar (2006) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai kesiapan dari individu
yang mau dan mampu untuk belajar dengan inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan
pihak lain dalam hal penentuan tujuan belajar, metode belajar, dan evaluasi hasil
belajar. Menurut Garrison (1997) ada tiga aspek kemandirian belajar, yaitu:
a. Self-management (manajemen diri)
Manajemen diri merupakan masalah pengendalian tugas, termasuk diberlakukan
nya tujuan pembelajaran, pengelolaan dan dukungan sumber belajar.
b. Self-monitoring (pemantauan belajar)
Pemantauan diri merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kognitif dan
proses metokognitif termasuk memantau strategi pembelajaran siswa, serta
kesadaran dan kemampuan siswa untuk berpikir. Ini adalah suatu proses dimana
siswa mengambil tanggung jawab untuk membangun makna pribadi melalui
pengintegrasian ide-ide dan konsep-konsep yang baru dengan pengetahuan
sebelumnya.
c. Motivation (motivasi)
Merupakan suatu dorongan dalam diri untuk membantu dalam memulai suatu
hal dan mempertahankan usaha terhadap pembelajaran dan pencapaian tujuan
kognitif.
Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Kemandirian Belajar Matematika
Kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Basri (1996)
membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar menjadi dua, yaitu:

8

a. Faktor endogen yang dimaksud ialah semua pengaruh yang bersumber dari
dalam dirinya sendiri. Seperti minat dari dalam diri sendiri, bermacam-macam
sifat dasar dari ayah/ibu mungkin akan didapat di dalam diri seseorang.
b. Faktor eksogen yang dimaksud ialah semua keadaan atau pengaruh yang berasal
dari luar dirinya, yaitu semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar
dirinya, seperti lingkungan masyarakat dan keluarga.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan faktor yang
mempengaruhi kemandirian belajar dalam diri siswa yaitu, berasal dari luar diri siswa,
yaitu faktor keluarga yang mencakup komunikasi interpersonal antar orang tua dan
anak.
Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak
Menurut Cangara (2005) komunikasi adalah bentuk interaksi antara manusia
yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja.
Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tapi juga dalam hal
ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. De Vito (1997) mengatakan bahwa
komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seorang dan diterima
oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik langsung.
(Gerbner dalam Yuniarti, 2009) menjelaskan pengertian komunikasi orang tua
dan anak melalui komunikasi interpersonal yaitu proses pengiriman dan penerimaan
pesan antara dua orang atau dari sejumlah orang-orang dalam suatu kelompok dengan
sejumlah efek yang dapat diketahui dengan segera. Dengan demikian komunikasi
interpersonal orang tua dan anak adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan antara

9

orang tua dan anak dengan efek yang diketahui segera. Menurut Liliweri (2007), bentuk
komunikasi interpersonal orang tua anak:
1. Menciptakan lingkungan yang penuh penghargaan, dan kesempatan untuk
mandiri.
2. Mengembangkan pola komunikasi yang positif.
3. Menyediakan aturan yang konsisten dan batas-batas yang jelas dari setiap
aturan.
4. Menyediakan aktifitas yang mendukung penguasaan anak akan keterampilan
yang harus dikuasainya.
5. Membuat anak mengembangkan perasaan mampu
6. Menekankan pentingnya belajar.
De Vito (1997) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal memiliki beberapa
aspek yang harus diperhatikan oleh para pelaku komunikasi interpersonal, yaitu:
a. Keterbukaan (openess); Penilaian terhadap kualitas keterbukaan dalam
komunikasi dapat di mengerti paling tidak dengan 2 hal yaitu: adanya keinginan
untuk membuka diri dengan setiap orang yang mempunyai maksud berinteraksi
dan adanya keinginan untuk membuka diri dengan orang lain, dapat dipahami
sebagai keinginan untuk menyampaikan informasi yang dimiliki kepada orang
lain.
b. Empati (emphaty); Komunikasi interpersonal memerlukan adanya empati yang
dimiliki para pelakunya. Empati yang terjadi selama komunikasi interpersonal
berlangsung menjadikan para pelakunya mempunyai pemahaman yang sama

10

mengenai perasaannya karena masing-masing pihak berusaha untuk merasakan
apa yang dirasakan orang lain dengan cara yang sama.
c. Dukungan (supportness); Ada banyak cara untuk mengungkapkan dukungan
kepada orang lain. Dukungan yang tidak diucapkan melalui kata-kata bukanlah
merupakan dukungan yang bernilai negatif, tetapi lebih jauh dari itu dapat
mengandung nilai-nilai positif dalam komunikasi.
d. Kepositifan (positiveness); Kepositifan dalam komunikasi interpersonal dapat
dilakukan dengan dua jalan, yaitu berdasarkan sikap positif dan menghargai
orang lain.
e. Kesetaraan (equality); Komunikasi interpersonal dapat berlangsung dengan
efektif apabila suasananya setara. Ini di tunjukkan dengan bagaimana orangtua
dapat menerapkan konsep kesamaan perilaku, kesukaan, sikap, pengalaman
antara orangtua dan anak.
Pentingnya komunikasi interpersonal antara orang tua dan remaja menurut
Wahlross (dalam Yuniarti, 2009) kunci keharmonisan sebuah keluarga adalah terletak
pada komunikasi yang efektif. Permasalahan-permasalahan dalam keluarga yang
destruktif terutama yang menyangkut anak-anak bisa terjadi karena komunikasi yang
tidak efektif. Lestari (1997) menambahkan bahwa melalui komunikasi, orang tua
menyampaikan berbagai nilai, norma, aturan yang ada dalam sosial budaya. Melalui
komunikasi pula orang tua dapat mengenali dan memahami kehidupan anaknya yang
dari sini orang tua akan dapat menentukan langkah yang terbaik dalam mengiringi
proses perkembangan anaknya menuju kedewasaan.

11

Hubungan

Antara

Komunikasi

Interpersonal

Orang

Tua-Anak

dengan

Kemandirian Belajar Matematika Pada Siswa Sekolah Dasar
Matematika merupakan pelajaran yang memiliki keunggulan untuk berbagai
bidang ilmu. Namun kenyataannya tidak semua siswa mampu mendapatkan hasil yang
maksimal pada pelajaran Matematika. Matematika masih menjadi pelajaran yang sulit
dikerjakan oleh banyak siswa sekolah dasar. Oleh sebab itu siswa dituntut untuk belajar
sendiri agar dapat meningkatkan proses belajar secara produktif untuk mencapai hasil
yang maksimal. Ilahi (2012) mengatakan bahwa sikap mandiri akan membawa anak
didik pada sebuah kesuksesan selama menempuh jenjang pendidikan. Dengan
kemandirian belajar siswa mampu bertanggung jawab atas tugas-tugas yang diberikan.
Hal ini bisa terjadi karena siswa memiliki komunikasi yang baik dengan orang tuanya,
dapat terlihat dari siswa yang sering berinteraksi dan menjalin komunikasi yang baik
dengan orang tuanya akan mampu mengungkapkan pendapat tanpa bergantung dengan
orang lain.
Dari komunikasi interpersonal yang saling mendukung dan terjalin harmonis
maka siswa siap untuk mengerjakan soal-soal matematika sendiri. Abriyoso (2012)
menyebutkan pula bahwa penyesuaian anak di sekolah tidak lepas dari peran orang tua
yaitu sikap saling terbuka dalam mendengar dan menerima keluhan anak, dorongan
untuk menghargai pentingnya orang lain, serta menyelaraskan perbedaan pendapat
dalam keluarga dapat meningkatkan motivasi belajar anak di sekolah. Dengan
tercapainya prestasi dengan kemandirian belajar maka siswa dapat dikatakan memiliki
komunikasi interpersonal yang baik dengan orang tua.

12

Dalam Hoshi (2001) mengemukakan bahwa kemandirian belajar adalah siswa
dapat bertanggung jawab atas pembuatan keputusan yang berkaitan dengan proses
belajarnya, dan siswa memiliki kemampuan untuk melakukan keputusan aktivitas
tersebut. Dengan begitu siswa sekolah dasar yang mampu untuk secara mandiri
mengambil keputusan dalam berbagai aktivitasnya, termasuk dalam belajar pelajaran
matematika dan menyelesaikan tugas matematika, dibutuhkan peran orang tua dalam
membimbing anaknya agar berjalan dengan baik. Seperti pada penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Colemen (dalam Ilyas, 2004) menyebutkan bahwa orang tua
merupakan faktor paling berpengaruh terhadap perilaku sosial dan prestasi belajar anak
dan status pekerjaan anak di kemudian hari.
Saat siswa sekolah dasar yang kurang dalam menjalin komunikasi dengan orang
tuanya maka siswa tersebut sulit untuk mengambil keputusan dalam aktivitasnya dan itu
dapat mempengaruhi kemandirian belajar matematika yang rendah pada diri siswa
tersebut. Abriyoso (2012) mengatakan solusi dari semua konflik adalah komunikasi
yang baik, penuh pengertian, saling menghargai, dan menyayangi, serta saling
membahagiakan. Oleh sebab itu hal ini menjelaskan siswa sekolah dasar dengan
komunikasi interpersonal yang baik pada orang tua dapat membantunya untuk mencapai
apa yang diharapkan. Komunikasi interpersonal dalam keluarga sangat penting karena
dengan adanya komunikasi interpersonal antar sesama anggota keluarga maka akan
tercipta hubungan yang harmonis dan dapat diketahui apa yang diinginkan dan yang
tidak diinginkan oleh salah satu anggota keluarga (Widjaya dalam Rejeki, 2008).
Komunikasi interpersonal orang tua anak yang tinggi akan mampu membantu siswa
secara mandiri dalam melaksanakan proses belajarnya terutama di bidang matematika,

13

mampu untuk mengambil keputusan, dan menyelesaikannya dalam manjalankan tugas
yang diberikan.
Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, peneliti mengajukan hipotesis bahwa ada Hubungan
antara komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan kemandirian belajar matematika
pada siswa sekolah dasar, yang dimunculkan dari:
H0

: Tidak ada hubungan antara komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan

kemandirian belajar matematika pada siswa sekolah dasar.
H1

: Ada hubungan yang positif signifikan antara komunikasi interpersonal orang

tua-anak dengan kemandirian belajar matematika pada siswa sekolah dasar.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif yang bertujuan
mengukur korelasi antara komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan kemandirian
belajar matematika pada siswa sekolah dasar. Penelitian ini dilaksanakan di SD
Kanisius Cungkup Salatiga dan pengambilan data dilakukan oleh peneliti pada tanggal
12 November 2016 pukul 07.00-10.00 WIB. Peneliti memulai penyebaran angket pada
kelas 5 SD yang berjumlah 27 siswa dengan kehadiran partisipasi pengisian angket 27
anak. Selanjutnya peneliti menyebarkan angket pada kelas 4 SD yang berjumlah 32
siswa dengan kehadiran partisipasi pengisian angket 30 anak. Berikutnya peneliti
menyebarkan angket pada kelas 6 SD yang berjumlah 22 siswa dengan kehadiran
pengisian angket sebanyak 21 anak. Pada setiap tingkat kelas di SD Kanisius Salatiga
ini terdapat masing-masing satu kelas. Setelah penyebaran dan pengisian angket selesai

14

peneliti mendapatkan angket sebanyak 78 angket. Kriteria partisipan dalam penelitian
ini adalah siswa sekolah dasar kelas 4, 5, dan 6 yang berusia 9-11 tahun, berjenis
kelamin laki-laki dan perempuan. Menurut (Elkind dan Heuwinkel, dalam Santrock,
2007) yaitu pada masa ini anak-anak yang memasuki praremaja belajar dengan baik bila
mereka aktif dan mencari solusi secara mandiri. Sekolah ini di pertimbangkan untuk
menjadi tempat penelitian dikarenakan banyak siswa yang masih merasa kesulitan
dalam pelajaran matematika secara mandiri dengan orang tua yang kurang dalam
menjalin komunikasi interpersonal pada anak. Hal ini muncul sesuai dengan
permasalahan yang diteliti. Peneliti melakukan observasi dan wawancara terlebih
dahulu. Dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan teknik sampling jenuh, yaitu
teknik pengambilan sampel dengan mengambil semua populasi untuk menjadi sampel
(Sugiyono, 2007).
Pengumpulan data yang dilakukan peneliti terlebih dahulu adalah memohon
surat persetujuan dari dosen pembimbing untuk mengambil data sesuai dengan kriteria
yang sudah ditetapkan peneliti. Peneliti menggunakan alat pengumpulan data dengan
metode angket/kuesioner dengan 26 aitem dan 43 aitem, yang dimana peneliti
menyebarkan angket kepada partisipan.
Dalam penelitian ini untuk memperoleh data informasi, alat ukur yang
digunakan pada penelitian ini adalah skala Self-Directed learning. Skala Self-Directed
learning ini menggunakan aspek-aspek yang disimpulkan oleh Garrison (1997) dengan

26 aitem, yaitu self-management (manajemen diri), self-monitoroing (pemantauan
belajar), motivation (motivasi). Sedangkan untuk mengukur komunikasi interpersonal
orang tua-anak digunakan skala komunikasi interpersonal yang dibuat oleh Yuniarti
(2009) diadaptasi oleh peneliti yaitu dari 5 aspek yang diungkap oleh DeVito (1997)

15

dengan 43 aitem yaitu keterbukaan (openess), empati (emphaty), dukungan
(supportness), kepositifan (positiveness), kesetaraan (equality).
Skala Self-Directed learning dan skala komunikasi interpersonal ini terdiri dari
empat kategori jawaban yaitu, Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat
Tidak Setuju (STS). Angket kemandirian belajar ini terdiri atas item favourable dan
item unfavourable. Pemberian skor untuk item favourable bergerak dari 4 sampai 1
untuk Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
Pemberian skor untuk item unfavourable bergerak dari 1 sampai 4 untuk Sangat Setuju
(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
Dalam penelitian ini teknik analisa data yang digunakan oleh peneliti adalah
analisis korelasional dengan menggunakan korelasi product moment dan dibantu dengan
menggunakan program SPSS versi 21.0 for windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak
Variabel komunikasi interpersonal memiliki 26 item valid dengan jenjang skor 1
sampai dengan 4. Pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut:
Skor tertinggi: 26 x 4 = 104
Skor terendah: 26 x 1 = 26
Pembagian interval dilakukan menjadi empat katagori, yaitu sangat rendah, rendah,
tinggi, dan sangat tinggi. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor
tertinggi dengan jumlah skor terendah dan membaginya sesuai dengan jumlah kategori.

16

Tabel 1.1
Kategorisasi Hasil Pengukuran Skala Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak
No

Interval

Kategori

1.

26 ≤ x < 45.5

2.

N

Persentase (%)

Sangat Rendah

0

0%

45.5 ≤ x < 65

Rendah

2

2.57%

3.

65 ≤ x < 84.5

Tinggi

32

41.02%

4.

84.5 ≤ x ≤ 104

Sangat Tinggi

44

56.41%

78

100%

Jumlah

Mean

85.10

Berdasarkan tabel 1.1, dapat dilihat bahwa terdapat 44 orang siswa memiliki
komunikasi interpersonal orang tua-anakyang berada pada kategori sangat tinggi dengan
persentase 56.41%. 32 orang siswa memiliki komunikasi interpersonal orang tua-anak
yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 41.02%. dan 2 orang siswa
memiliki komunikasi interpersonal orang tua-anak yang berada pada kategori rendah
dengan persentase 2.57%. Berdasarkan persentase di atas bahwa rata-rata mahasiswa
yang memiliki komunikasi interpersonal orang tua-anak pada kategori sangat tinggi,
dengan mean = 85.10.

17

Kemandirian Belajar Matematika
Variabel kemandirian belajar matematika memiliki 23 item valid dengan jenjang
skor 1 sampai dengan 4. Pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut:
Skor tertinggi: 23 x 4 = 92
Skor terendah: 23 x 1 = 23
Pembagian interval dilakukan menjadi empat katagori, yaitu sangat rendah, rendah,
tinggi, dan sangat tinggi. Pembagian interval dilakukan dengan mengurangi jumlah skor
tertinggi dengan jumlah skor terendah dan membaginya sesuai dengan jumlah kategori.

Tabel 1.2
Kategorisasi Hasil Pengukuran Skala Kemandirian Belajar Matematika
No

Interval

Kategori

1.

23 ≤ x < 40.25

2.

N

Presentase (%)

Sangat Rendah

0

0%

40.25 ≤ x < 57.5

Rendah

0

0%

3.

57.5 ≤ x < 74.75

Tinggi

34

43.59%

4.

74.75 ≤ x ≤ 92

Sangat Tinggi

44

56.41%

78

100%

Jumlah

Mean

75.07

18

Berdasarkan tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa terdapat 44 orang siswa yang
memiliki skor kemandirian belajar matematika yang berada pada kategori sangat tinggi
dengan persentase 56.41% dan 34 orang siswa SD memiliki kemandirian belajar
matematika yang berada pada kategori tinggi dengan persentase 56.41%.

Uji Asumsi
Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran ini menggunakan teknik one sample KolmogorovSmirnov test (ks-z) yang dikatakan normal jika p (asym sig (1-tailed)) > 0,05. Hasil uji

normalitas variabel komunikasi interpersonal orang tua-anak menunjukan bahwa nilai
ks-z adalah 0.552 dengan asym sig (1-tailed) 0.921 > 0.05 dan variabel kemandirian

belajar matematika, nilai ks-z adalah 0.854 dengan asym sig (1-tailed) 0.481 > 0.05,
sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa distribusi data skala komunikasi interpersonal
orang tua-anak dengan kemandirian belajar matematika adalah normal.

Uji Linearitas
Uji linearitas ini menggunakan compare means test for linierity. Berdasarkan
hasil uji linearitas menggunakan program SPSS For MS windows versi 21.0 dapat
diketahui bahwa nilai Fbedasebesar 1.208 (p > 0.05) dengan signifikansi pada Deviation
from Linearity sebesar 0.278. Maka dapat disimpulkan bahwa antara variabel

komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan kemandirian belajar matematika
terdapat hubungan yang linear.

19

Uji Korelasi
Tabel 1.3
Hasil Uji Korelasi Antara Komunikasi Interpersonal Orang Tua-Anak
Dengan Kemandirian Belajar Metematika
Correlations
X_KI
Pearson Correlation
X_KI

1

.468

**

.000

Sig. (1-tailed)
N
Pearson Correlation

Y_KB

Y_KB

78

78

**

1

.468

.000

Sig. (1-tailed)

78

N

78

**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Berdasarkan hasil pengujian uji korelasi Pearson dengan bantuan SPSS versi
21.0 for windows diperoleh koefisien korelasi antara komunikasi interpersonal orang
tua-anak dengan kemandirian belajar matematika sebesar 0.468 dan signifikansi sebesar
0.000 (p < 0.05). Hasil tersebut menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan
antara komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan kemandirian belajar
matematika.

PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson antara komunikasi interpersonal orang
tua-anak dengan kemandirian belajar matematika pada siswa SD Kanisius Salatiga kelas
4, 5, dan 6, didapatkan hasil perhitungan koefisien korelasi (r) = 0.458 dengan sig. =
0.000 (p < 0.05), yang berarti menunjukan bahwa ada hubungan yang positif signifikan,
hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi komunikasi interpersonal orang tua-anak

20

semakin tinggi pula kemandirian belajar matematika siswa disekolah. Dengan demikian
H0 dalam penelitian ini ditolak dan H1 diterima.
Khairuddin (1997) menyatakan peran orang tua merupakan gambaran pada anak
tentang sikap orang tua dan anak berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan
kegiatan pengasuhan. Dukungan orang tua dengan menjalin komunikasi interpersonal
yang baik bersama anak akan membuat anak semakin mandiri dalam belajar
matematika. Oleh sebab itu dibutuhkan dukungan orang tua dalam membimbing
anaknya agar proses belajar berjalan baik dan anak mampu mencapai prestasi yang
memuaskan. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa komunikasi interpersonal
orang tua-anak dan kemandirian belajar matematika memiliki hubungan positif dan
signifikan. Ilyas (2004) yang mengatakan pula bahwa partisipasi orang tua dalam
pelaksanaan pendidikan sangat berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa dan
menunjukkan semakin tinggi keterlibatan dan kepedulian orang tua terhadap masalahmasalah pendidikan anak di sekolah, semakin meningkat pula prestasi anaknya dalam
mata pelajaran di sekolah. Dengan begitu siswa mampu secara mandiri melakukan dan
mengambil keputusan dalam tugas-tugas matematika disekolah. Maka semakin tinggi
keterlibatan orang tua dalam membangun komunikasi interpersonal dengan anak maka
kemandirian belajar matematika anak semakin tinggi pula. Komunikasi yang terjalin
antara orang tua dan anak akan membuat anak merasa diberikan kesempatan untuk
menyampaikan ide-ide dan merasa dihargai, oleh karena itu komunikasi interpersonal
orang tua sangat penting dalam membantu anak untuk mencapai kemandirian belajar
matematika. Seperti yang dikemukakan (Colemen dalam Ilyas, 2004) bahwa orang tua
merupakan faktor paling berpengaruh terhadap perilaku sosial dan prestasi belajar anak
dan status pekerjaan anak di kemudian hari. Jika seorang anak memiliki komunikasi

21

interpersonal orang tua maka anak mampu secara mandiri dalam mencapai prestasi
belajar. Siswa yang kurang membangun komunikasi interpersonal yang baik dengan
orang tuanya, akan sulit mengambil keputusan dalam kegiatan belajarnya sehingga
dapat mempengaruhi kemandirian belajar matematika siswa tersebut.
Dari hasil korelasi antara komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan
kemandirian belajar matematika menunjukkan bahwa adanya hubungan positif yang
signifikan antara komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan kemandirian belajar
matematika siswa sekolah dasar. Dengan sumbangan efektif komunikasi interpersonal
orang tua-anak terhadap kemandirian belajar matematika sebesar 20.98% sedangkan
sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain sebesar 79.02%. Komunikasi interpersonal
orang tua-anak bukan hal mutlak yang mempengaruhi kemandirian belajar matematika,
melainkan ada banyak faktor lain yang dapat mempengaruhi kemandirian belajar
matematika tersebut.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan yang positif signifikan antara
komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan kemandirian belajar matematika pada
siswa sekolah dasar. Yang dapat diartikan, semakin tinggi komunikasi interpersonal
orang tua-anak semakin tinggi kemandirian belajar matematika. Dan sumbangan efektif
komunikasi interpersonal orang tua-anak terhadap kemandirian belajar matematika
sebesar 20.98% sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain sebesar 79.02%.

22

SARAN
Pihak Sekolah
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran pada pihak sekolah agar
lebih memperhatikan dan memberikan motivasi bagi orang tua siswa untuk menjalin
komunikasi interpersonal yang lebih intens kepada anak-anaknya. Sehingga siswa
mampu membangun kemandirian belajar didalam dirinya yang diharapkan dapat
mencapai prestasi yang membanggakan dan memuaskan baik bagi anak, orang tua dan
juga sekolah.
Orang Tua Siswa
Peneliti
mempertahankan

memberikan
dan

saran,

meningkatkan

bahwa

orang

komunikasi

tua

diharapkan

interpersonal

dengan

mampu
anak.

Membangun hubungan yang baik melalui komunikasi interpersonal akan membantu
anak dalam proses kemandirian belajar matematika. Hal tersebut akan mendorong anak
untuk lebih yakin akan dirinya dalam mengambil keputusan-keputusan dalam hidupnya
terutama bagi proses belajarnya dibidang matematika.
Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti yang tertarik dengan topik yang sama, disarankan untuk dapat
mengkaji dengan jangkauan yang lebih luas, dapat dengan menambah variabel atau
mempertimbangkan variabel yang belum terungkap. Peneliti selanjutnya dapat melihat
faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi topik terkait. Dan dapat lebih
memperjelas variabel komunikasi interpersonal orang tua-anak dengan lebih mengarah
kepada ayah atau ibu.

23

DAFTAR PUSTAKA

Abriyoso, J. O. dkk (2012). Hubungan Efektivitas Komunikasi Antarpribadi dalam
Keluarga dengan Motivasi Belajar Anak di Sekolah. Diunduh pada 17
Februari
2014,
dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=104013&val=1378.
Azwar, S. (2005). Metode penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Cangara, H. (2005). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Devito, J., A. (1997). Komunikasi antarmanusia . Jakarta: Proffesionals Books.
Garrison, D.R. (1997). Self – Directed learning: Toward a Comprehensive model. Adult
Education Quarterly
Hasan, B. 2000. Remaja Berkualitas (Problematika Remaja dan Solusinya).
Haris, M. (2007). Manajemen Pelatihan Berbasis Belajar Mandiri. Yogyakarta: Mitra
Cendekia
Hoshi, M. 2001 Internet Based English Langage Learning by Japanese EFL Learnes.
Diunduh dari http://www?ucagary.ca/-mhoshi/Thesis.htm
Ilahi, M., T. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy & Mental Vocational Skill .
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ilyas. (2004). Pengaruh Komunikasi Orang Tua terhadap Prestasi Belajar Siswa pada
MTsN Model Makassar . Diunduh pada 14 November 2014 dari
https://datastudi.files.wordpress.com/2010/09/ilyas.pdf.
Irzan, T. (2006). Hubungan Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar pada Pendidikan
Jarak Jauh. Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak jauh. Volume 7, Nomor 2,
Hal 91-101.
Khairuddin, 1997. Sosiologi Keluarga . Yogyakarta: Liberty.
Lestari, S. (1997). Menjadi Orang Tua Pun Perlu Belajar . Majalah Ilmiah Kognisi: No
3 Mei 1997 Hal:23
Liliweri, A. (2007). Dasar-Dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mutadin, Z. (2002). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologi Pada Remaja. Diakses
28 September 2016 dari http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=340.html

24

Rejeki, A., S. (2008). Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga
dengan Pemahaman Moral pada Remaja . Diunduh pada 3 Maret 2014, dari
http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Artikel
_10503179.pdf.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Sugiyono. (2007). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan
R&D. Bandung: ALFABETA

Suseno, DD. & Irdawati. (2012). Hubungan Antar Pola Asuh Orang Tua Dengan
Kemandirian Anak Usia Prasekolah di TK Aisyiyah Mendungan Sukoharjo,
Diunduh dari http.//www.e-journal.akbid-purworejo.ac.id/.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Yuniarti, N. Y. (2009). Hubungan Persepsi Efektivitas Komunikasi Interpersonal
Orangtua dan Kematangan Emosi dengan Penyesuaian Diri pada Remaja
Siswa SMAN I Polaharjo. Diunduh pada 13 Februari 2014, dari
http://eprints.uns.ac.id/10016/1/110050802201009551.PDF.