Implementasi Metode Arithmetic Mean Filter Dan Kompresi Citra Menggunakan Metode Run Length Encoding

6

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Citra
2.1.1

Definisi Citra

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.
Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer. Citra sebagai keluaran
suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa
sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi, atau bersifat digital yang
dapat langsung disimpan pada suatu media penyimpanan (Sutoyo dkk, 2009).
2.1.2

Picture Element (pixel)

Setiap picture element (pixel) atau disebut juga piksel digambarkan sebagai satu kotak
kecil. Setiap piksel mempunyai koordinat posisi. Sistem koordinat piksel mengikuti

asas pemindaian pada layar TV standar, dimana setiap piksel memiliki koordinat
berupa
(x,y)
Dalam hal ini,
x menyatakan posisi kolom;
Y menyatakan posisi baris;
Piksel pojok kiri-atas mempunyai koordinat (0,0) dan piksel pada pojok kananbawah mempunyai koordinat (N-1, M-1) (Kadir & Susanto, 2013).
Namun dalam praktiknya, penggunaan koordinat pada sistem tertentu mempunyai
sedikit perbedaan, contohnya pada MATLAB piksel pojok kanan-atas tidak
mempunyai koordinat (0,0) melainkan (1,1) (Kadir & Susanto, 2013).

2.1.3

Matriks Bitmap

7

Citra bitmap adalah susunan bit-bit warna untuk tiap pixel yang membentuk pola
tertentu.Pola-pola warna ini menyajikan informasi yang dapat dipahami sesuai dengan
persepsi indera penglihatan manusia. Format file ini merupakan format grafis yang

fleksibel untuk platform Windows sehingga dapat dibaca oleh program grafis manapun.
Format ini mampu menyimpan informasi dengan kualitas tingkat 1 bit sampai 24 bit.
Citra bitmap didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dengan x dan y adalah koordinat
bidang. Besaran f untuk tiap koordinat (x,y) disebut intensitas atau derajat keabuan
citra pada titik tersebut (Jannah, 2008). Berikut gambar 2.1 menunjukkan gambar
matriks bitmap

Gambar 2.1 .Bitmap dengan nilai matriksnya (Sutoyo dkk, 2009)
2.1.4 Jenis Citra
2.1.4.1 Citra Biner (Monokrom)
Setiap piksel hanya terdiri dari warna hitam atau putih, karena hanya ada dua warna
untuk setiap piksel, maka hanya perlu 1 bit per piksel (0 dan 1) atau apabila dalam 8
bit ( 0 dan 255), sehingga sangat efisien dalam hal penyimpanan. Gambar yang
direpresentasikan dengan biner sangat cocok untuk teks (dicetak atau tulisan tangan),
sidik jari (finger print), atau gambar arsitektur (Kusumanto & Tompunu, 2011).
Gambar 2.2 berikut adalah contoh citra biner.

8

Gambar 2.2 Citra Biner (Alasdair, 2004)

2.1.4.2 Citra Skala Keabuan (Grayscale)
Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada
setiap piksel-nya, dengan kata lain nilai bagian RED = GREEN = BLUE. Nilai tersebut
digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna
dari hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuan di sini merupakan warna abu
dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale berikut
memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan) (Hariyati, 2014).
Berikut contoh citra grayscale pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Citra Grayscale
2.1.4.3. Citra Warna (True Color)
Pada citra warna setiap titik mempunyai warna yang spesifik yang merupakan
kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu: merah, hijau, biru. Format citra ini sering
disebut sebagai citra RGB (red- green-blue). Setiap warna dasar mempunyai intensitas
sendiri dengan nilai maksimum 255 (8 bit).

9

Dengan demikian setiap titik pada citra warna membutuhkan 3 byte. Jumlah
kombinasi warna yang mungkin untuk format citra ini adalah 224 atau lebih dari 16

juta warna, dengan demikian dianggap mencakup semua warna yang ada, inilah
sebabnya format ini dinamakan true color (Jalaluddin & Melita, 2012). Pada gambar
2.4 berikut adalah contoh citra warna.

Gambar 2.4 Citra Warna (Hariyati, 2014)
2.1.4.4 Citra Warna Berindeks
Setiap titik (pixel) pada citra warna berindeks mewakili indeks dari suatu tabel
warna yang tersedia (biasanya disebut palet warna),
Keuntungan pemakaian palet warna adalah kita dapat dengan cepat memanipulasi
warna tanpa harus mengubah informasi pada setiap titik dalam citra. Keuntungan yang
lain, penyimpanan lebih kecil (Syarif dkk, 2012). Berikut adalah contoh citra warna
berindeks pada gambar 2.5.

10

Gambar 2.5 Citra Warna Berindeks (Syarif dkk, 2012)
2.2 Pengolahan Citra
2.2.1 Definisi Pengolahan Citra
Pengolahan Citra adalah kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah
diinterpretasi oleh


manusia/mesin (komputer). Masukannya adalah citra dan

keluarannya juga citra tapi dengan kualitas lebih baik daripada citra masukan, misal
citra warnanya kurang tajam, kabur (blurring), mengandung noise (misal bintik-bintik
putih), dan lain-lain sehingga perlu ada pemrosesan untuk memperbaiki citra karena
citra tersebut menjadi sulit diinterpretasikan karena informasi yang disampaikan
menjadi berkurang (Syarif dkk, 2012).
2.2.2. Aplikasi dan Prinsip Dasar Pengolahan Citra
pengolahan citra merupakan bagian penting yang mendasari aplikasi nyata, seperti
pengenalan pola, penginderaan jarak jauh melalui satelit atau pesawat udara, dan
machine vision. Pada pengenalan pola, pengolahan citra antara lain berperan
memisahkan objek dari latar belakang secara otomatis. Selanjutnya, objek akan
diproses oleh pengklasifikasi pola. Pengolahan citra juga dapat dimanfaatkan,
misalnya untuk penentuan jenis jenis tanaman hias melalui ciri-ciri citra daun.
Aplikasi-aplikasi seperti itu menggunakan prinsip dasar dalam pengolahan
citra seperti peningkatan kecerahan dan kontras, penghilangan derau pada citra, dan
pencarian bentuk objek (Kadir & Susanto, 2013).

11


2.2.3. Peningkatan Kualitas Citra (Image Enhancement)
Peningkatan kualitas citra adalah suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi
citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa
dilakukan adalah:
-

Transformasi intensitas citra

-

Operasi berbasis bingkai

-

Pemfilteran, dll.

Tujuan utama dari peningkatan kualitas citra adalah untuk memproses citra sehingga
citra yang dihasilkan lebih baik dari pada citra aslinya untuk aplikasi tertentu (Sutoyo
dkk, 2009).

2.2.4. Perbaikan Citra (Image Restoration)
Restorasi citra digital adalah suatu teknik yang memperhatikan bagaimana
mengurangi perubahan bentuk dan penurunan kualitas citra yang diawali selama
pembentukan citra tersebut (Pitas, 1993). Titik berat restorasi adalah pada perbaikan
citra yang mengalami kerusakan, baik selama proses digitalisasi maupun cacat akibat
usia, jamur, goresan pelabelan teks pada citra yang dilakukan baik sengaja maupun
tidak sengaja. Berbeda dengan image enhancement cenderung memperhatikan
perbaikan kualitas citra yang mengalami penurunan kualitas selama pembentukan
citra atau justru memberi efek berlebih pada citra yang sudah ada (Sutoyo dkk, 2009).
Metode-metode yang dapat digunakan dalam restorasi citra adalah:
-

Arithmetic Mean Filter

-

Geometric Mean Filter

-


Harmonic Mean Filter

-

Contraharmonic Mean Filter

-

Filter Median

-

Filter Maksimum

-

Filter Minimum, dll.

12


2.2.5. Transformasi Fourier
Transformasi citra merupakan proses perubahan bentuk citra, baik intensitas maupun
posisi pikselnya, yang bertujuan untuk mendapatkan suatu informasi tertentu. Secara
umum transformasi bisa dibagi dua, yaitu transformasi spatial dan transformasi
domain.
Pada transformasi spatial yang diubah adalah intensitas piksel (brightness,
kontras, negasi, thresholding) atau posisi piksel. Transformasi domain adalah proses
perubahan citra dari suatu domain ke domain lainnya. Transformasi Fourier adalah
transformasi yang mengubah domain spasial ke domain frekuensi (Sutoyo dkk, 2009).
2.2.6. Segmentasi
Segmentasi citra bertujuan untuk membagi wilayah-wilayah yang homogen.
Segmentasi adalah salah satu metode penting yang digunakan untuk mengubah citra
input ke dalam citra output berdasarkan atribut yang diambil dari citra tersebut(Sutoyo
dkk, 2009).
Berdasarkan teknik yang digunakan, segmentasi dapat dibagi menjadi empat
kategori berikut :
1. Teknik peng-ambangan;
2. Metode berbasis batas;
3. Metode barbasis area;
4. Metode hibrid yang mengombinasikan kriteria batas dan area (Kadir & Susanto,

2013).
Yang termasuk bagian dari segmentasi diantaranya adalah deteksi garis,
deteksi tepi, operator roberts, operator prewitt, operator sobel, dll.

13

2.3. Filtering
2.3.1 Arithmetic Mean Filter
Arithmetic Mean Filter adalah metode paling mudah dari mean filter. Misalkan Sxy
mewakili himpunan koordinat dalam sebuah window berukuran mxn, berpusat di titik
(x,y). Proses Arithmetic Mean Filtering menghitung rata-rata nilai dari citra yang
rusak g(x,y) pada area yang didefenisikan oleh Sxy. Nilai dari citra(x,y) yang
diperbaiki pada tiap titik (x,y) hanya dihitung dengan menggunakan piksel dalam
daerah yang didefenisikan oleh Sxy. Dengan kata lain:
………..............(1)
Operasi ini dapat diimplementasikan dengan menggunakan konvolusi (Sutoyo dkk,
2009).
Contoh perhitungan digital dari Arithmetic Mean Filter dapat dilihat pada gambar 2.6
berikut:


Gambar 2.6 Pemilihan Kernel 3x3
68

65

65

62

74

66

57

71

75

Maka (x,y) = ( 68+ 65 + 65 + 62 + 74 +66 + 57 + 71 + 75 ) = 67
Sehingga bagian dari citra ini berubah menjadi:

14

2.4.

68

65

65

62

67

66

57

71

75

Kompresi Citra

2.4.1. Pengertian Kompresi
Kompresi berarti memampatkan atau mengecilkan ukuran, kompresi data adalah suatu
proses mengkodekan informasi menggunakan bit atau information-bearing unit yang
lain yang lebih rendah dari pada representasi data yang tidak terkodekan dengan suatu
sistem encoding tertentu dan kompresi data adalah suatu cara untuk memadatkan data
sehingga hanya memerlukan ruangan penyimpanan lebih kecil sehingga lebih efisien
dalam penyimpanannya dan mempersingkat waktu pertukaran data tersebut.
Keuntungan kompresi data adalah penghematan tempat pada media penyimpanan dan
penghematan bandwitch pada pengiriman data. Namun kompresi memiliki sisi
negatife, bila data yang dikompresi akan dibaca maka harus dilakukan proses
dekompresi terlebih dahulu (Faradisa & Bara, 2011).
Kompresi citra bertujuan untuk meminimalkan jumlah bit yang diperlukan
untuk merepresentasikan citra. Apabila sebuah foto berwarna berukuran 3 inci x 4 inci
diubah ke bentuk digital dengan tingkat resolusi sebesar 500 dot per inch (dpi), maka
diperlukan 3 x 4 x 500 x 500 =3.000.000 dot ( piksel). Setiap piksel terdiri dari 3 byte
dimana masing-masing byte merepresentasikan warna merah, hijau, dan biru. sehingga
citra digital tersebut memerlukan volume penyimpanan sebesar 3.000.000 x 3 byte
+1080 = 9.001.080 byte setelah ditambahkan jumlah byte yang diperlukan untuk
menyimpan format (header) citra (Jalaluddin & Melita, 2012). Berikut gambar 2.7
konversi citra analog ke citra digital serta pengirimannya.

15

Gambar 2.7 Proses Konversi Citra Analog ke Citra Digital dan Pengirimannya
(Jalaluddin & Melita, 2012)
Dalam proses kompresi (pemampatan) citra terdapat dua proses utama yaitu
sebagai berikut (Jalaluddin & Melita, 2012):
1. Pemampatan citra (image compression)
Pada proses, ini citra dalam representasi tidak mampat dikodekan dengan representasi
yang meminimumkan kebutuhan memori.
2. Penirmampatan citra (image decompression)
Pada proses ini, citra yang sudah dimampatkan harus dapat dikembalikan lagi
(decoding) menjadi representasi yang tidak mampat. Proses ini diperlukan jika citra
tersebut akan ditampilkan ke layar atau disimpan ke dalam arsip dengan format tidak
mampat. Saat ini sudah banyak ditemukan metode-metode pemampatan citra.
Kriteria yang digunakan dalam mengukur metode pemampatan citra adalah
(Sutoyo dkk, 2009):
1. Waktu kompresi dan waktu dekompresi
2. Kebutuhan memori
3. Kualitas pemampatan (fidelity)
4. Format keluaran.

16

Adapun salah satu aplikasi terbaik dalam kompresi citra adalah 7-Zip. 7-Zip
mampu mengkompresi citra hingga 99%. Contoh, citra berukuran 4.038.469 bytes di
kompresi menggunakan 7-Zip, dan hasilnya adalah ukuran citra terkompresi sebanyak
4.014.957 bytes. Berikut gambar 2.8 hasil kompresi menggunakan 7-Zip.

Gambar 2.8 Kompresi Citra Menggunakan 7-Zip

2.4.2. Teknik Kompresi Citra
Ada dua teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan kompresi citra (Sutoyo dkk,
2009):
1.

Lossless Compression
Lossless Compression merupakan kompresi citra di mana hasil dekompresi

dari citra yang terkompresi sama dengan citra aslinya, tidak ada informasi yang hilang.
Sayangnya, ratio kompresi citra metode ini sangat rendah. Banyak aplikasi yang
memerlukan kompresi tanpa cacat, seperti pada aplikasi radiografi, kompresi citra
hasil diagnosa medis atau gambar satelit, di mana kehilangan gambar sekecil apapun

17

akan menyebabkan hasil yang tak diharapkan. Contohnya Run Length Encoding,
huffman, dan Adaptive Dictionary Based (LZW).
2.

Lossy Compression
Lossy Compression adalah kompresi citra di mana hasil dekompresi dari citra

yang terkompresi tidak sama dengan citra aslinya karena ada informasi yang hilang,
tetapi masih bisa ditolerir oleh persepsi mata. Mata tidak dapat membedakan
perubahan kecil pada gambar. Metode ini menghasilkan ratio kompresi yang lebih
tinggi dari pada metode lossless. Contohnya adalah color reduction, chroma
subsampling, dan transform coding, seperti transformasi Fourier, Wavelet, dan lainlain.
2.4.3. Metode Run Length Encoding (RLE)
Algoritma RLE menggunakan pendekatan ruang. Algoritma ini cocok digunakan
untuk memampatkan citra yang memiliki kelompok-kelompok piksel yang berderajat
keabuan yang sama. Metode ini dilakukan dengan menyatakan seluruh baris citra
menjadi sebuah baris run, lalu menghitung run-length untuk setiap derajat keabuan
yang berurutan (Sutoyo dkk, 2009).
Kita coba implementasikan dengan citra grayscale ukuran 6x6 bit (8 derajat
keabuan) sebagai berikut (Jalaluddin & Melita, 2012):
111713
446122
777555
644222
552221
233300
Kode RLE merupakan pasangan intensitas warna dan banyaknya intensitas
warna yang muncul berurutan. Sehingga di dapat kode RLE nya adalah sebagai
berikut:

18

13711131426111227353614223522311213302
Cara membaca kode diatas adalah : intensitas warna 1 muncul 3 kali, intensitas
warna 7 muncul 1 kali, intensitas warna 1 muncul 1 kali, intensitas warna 3 muncul 1
kali,...... dan seterusnya. Cocokkan dengan citra aslinya.
2.4.4. Ratio Of Compression (Rc)
Ratio of Compression (RC) adalah hasil perbandingan antara data yang belum
dikompresi dengan data setelah dikompresi (Salomon, 2007).
RC = …………………………………….(4)

2.4.5. Compression Ratio (CR)
Compression Ratio (CR) adalah persentase besar data terkompresi, 100% dikurang
dengan hasil perbandingan antara data yang sudah dikompresi dengan data yang
belum dikompresi (Jalaluddin & Melita, 2012).
CR = 100% - ( ×榬榫榫

% )………………………………(5)

2.4.6. Data Berlebihan (Redundancy Data)
Data berlebihan merupakan sebuah isu penting dalam kompresi citra. Data berlebihan
ini dapat dinyatakan dalam fungsi matematis. Bila n1 dan n2 menyatakan jumlah
satuan (unit) informasi data yang membawa masing – masing unit dalam gambar asli
dan dikompresi, maka data berlebihan relative (relative data redundancy) RD dari
gambar asli dapat dinyatakan sebagai berikut (Putra, 2010).
RD = …………………….(6)

19

Dengan CR merupakan rasio kompresi (compression ratio) yang dinyatakan sebagai
berikut.
CR = …………………….(7)
Terdapat tiga kemungkinan yang ada (Juma’in & Melita, 2011):
1. Jika n1 = n2 maka CR =1 dan RD = 0, berarti gambar asli tidak mengandung
redundansi diantara piksel.
2. Jika n1 > n2 , maka CR

∞ dan RD >1, berarti cukup banyak redundansi dalam

gambar asli.
3. Jika n1 < n2 maka CR > 0 dan RD

- -∞ menunjukkan bahwa citra dikompresi

berisi data lebih dari gambar asli.
2.5 Mean Square Error (MSE) dan Peak Signal to Noise Ratio (PSNR)
Peak Signal to Noise Ratio (PSNR) adalah perbandingan antara nilai maksimumdari
sinyal yang diukur dengan besarnya derau yang berpengaruh pada sinyal tersebut.
PSNR biasanya diukur dalam satuan desibel. Pada tugas akhir kali ini, PSNR
digunakan untuk mengetahui perbandingan kualitas citra sebelum dan sesudah
disisipkan pesan. Untuk menentukan PSNR, terlebih dahulu harus ditentukan nilai
rata-rata kuadrat dari error (MSE - Mean Square Error)(Alatas, 2009). Perhitungan
MSE adalah sebagai berikut (Alatas, 2009):
……………………..(8)
Dimana :
MSE = Nilai Mean Square Error dari citra tersebut
m = panjang citra tersebut (dalam piksel)
n = lebar citra tersebut (dalam piksel)
(i,j) = koordinat masing-masing piksel
I = nilai bit citra pada koordinat i,j
K = nilai derajat keabuan citra pada koordinat i,j

20

Nilai PSNR dihitung dari kuadrat nilai maksimum sinyal dibagi dengan MSE.
Apabila diinginkan PSNR dalam desibel, maka nilai PSNR akan menjadi sebagai
berikut (Alatas, 2009):
PSNR = 10.log ………………………(9)
Dimana :
PSNR = nilai PSNR citra (dalam dB)
MAXi = nilai maksimum piksel
MSE = nilai MSE