Pelabuhan Penyeberangan Ajibata (Tahun 1972-1992)

BAB II
GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA TAHUN 1972-1992
2.1 Letak Geografis
Kecamatan Ajibata adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Toba Samosir,
Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Akan tetapi pada periode penelitian yaitu
tahun 1972 – 1992, Ajibata merupakan kecamatan yang masuk dalam wilayah
Kabupaten Tapanuli Utara. Kabupaten Toba Samosir baru diresmikan pada
tanggal 9 Maret 1999. Kecamatan Ajibata meliputi Desa Pardamean, Desa
Parsaoran, Desa Motung, Desa Lumban Sirait dan Desa Lumban Gurning.
Sebelumnya Ajibata hanya merupakan desa yang termasuk dalam Kecamatan
Lumban Julu, Kabupaten Tapanuli Utara.
Di Ajibata terdapat pelabuhan menuju Pulau Samosir dan Balige. Di
Ajibata terdapat ada dua pelabuhan reguler dan pelabuhan ferry yang
menyeberangkan mobil, barang dan orang dari dan ke Pulau Samosir. Akan tetapi
yang dibicarakan dalam penelitian ini adalah Pelabuhan Ajibata yang regular.

Universitas Sumatera Utara

Kecamatan Ajibata terletak pada 2°32’ – 2°40’ Lintang Utara, 98°56’ –
99°04’ Bujur Timur,908 meter diatas permukaan laut.Kecamatan Ajibata
memiliki batas- batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara

: Kabupaten Simalungun

Sebelah Selatan : Kecamatan Lumbanjulu
Sebelah Barat

: Danau Toba

Sebelah Timur

: Sipandan, Muara Nauli, Samosir

Kecamatan Ajibata terdiri1 Kelurahan dan 9 Desa yaitu :
1.Kelurahan Parsaoran Ajibata
2 .Desa Pardamean Ajibata
3.Desa Pardomuan Ajibata
4.Desa Horsik
5.Desa Sigapiton
6.Desa Sirungkungon

7.Desa Motung
8.Desa Pardamean Sibisa

Universitas Sumatera Utara

9.Desa Parsaoran Sibisa
10.Desa Dolok Parmonangan
Kecamatan Ajibata mempunyai luas wilayah seluas 72,8 Km², dengan
perincian Pardamean Sibisa adalah merupakan desa dengan wilayah terluas yaitu
16,0 Km2 atau 21,98% dari total luas Kecamatan Ajibata. Di sekitar Pelabuhan ini
terdapat pasar yang digunakan masyarakat setempat untuk melakukan kegiatan
perdagangan. Desa Parsaoran Sibisa,Desa Pardamean Sibisa,Desa Dolok
Parmonangan dan Desa Motung adalah desa yang memiliki lahan pertanian yang
potensial. Karena desa-desa ini berada tepat di daerah perbukitan Kecamatan
Ajibata dan digunakan oleh penduduk Ajibata untuk mengolah berbagai macam
produk pertanian. Desa Horsik, Desa Sigapiton, Desa Sirungkungon adalah desa
yang sebagian besar penduduknya adalah nelayan dan dahulu belum mempunyai
akses transportasi darat oleh karena berada di seberang tepi danau dan harus
melewati bukit terjal untuk mencapai desa tersebut, sedangkan Desa Pardomuan
dan Desa Pardamean adalah desa yang digunakan oleh masyarakat untuk

bermukim, yang dahulu masih menggunakan material tradisional dalam
pembuatan tempat tinggal mereka.
Ajibata merupakan salah satu wilayah di kabupaten Tapanuli Utara yang
memiliki peluang sebagai destinasi pariwisata Danau Toba. Melalui Ajibata
banyak wilayah yang bisa dikunjungi oleh masyarakat sekitar maupun masyarakat

Universitas Sumatera Utara

luar yang berpotensi sebagai turis. Melihat peluang wisata yang cukup dominan
yaitu Danau Toba yang cukup luas. Beberapa rute bisa dilalui jika ingin
mengunjungi tempat sekitar Danau Toba. Transportasi yang biasa digunakan
adalah transportasi darat dan transportasi danau. Melihat peluang dari segi jarak
dan waktu, hal yang paling efektif dan efisien adalah dengan menggunakan rute
danau. Selain mengefisienkan waktu para turis lokal maupun mancanegara bisa
melihat objek wisata yang terlihat nyata di sekitar Danau Toba, diantara nya
adalah objek wisata Batu Gantung Hal ini tentu saja bisa menambah pendapatan
masyarakat sekitar.
2.2 Penduduk
Ajibata merupakan kecamatan yang penduduknya beranekaragam suku
diantaranya: Batak ,Jawa, Minangkabau ,dan Melayu. Suku Batak adalah suku

mayoritas di kecamatan tersebut. Suku Batak terbagi beberapa Etnis yaitu: Toba,
Mandailing ,Angkola, Simalungun, Pakpak dan Karo. Suku Batak Toba adalah
satu bagian dari Suku mayoritas menetap di kecamatan Ajibata. Suku-suku
pendatang adalah Simalungun, Karo dan Mandailing. Kedatangan mereka
disebabkan oleh karena usaha untuk mencari lapangan pekerjaan baru. Faktor
keterbatasan lahan yang tidak luas dan sekaligus karena kesuburan alam wilayah
Simalungun sudah berkurang menyebabkan mereka tertarik untuk migrasi ke
Ajibata untuk bekerja atau berusaha.

Universitas Sumatera Utara

2.3 Mata Pencaharian
Masyarakat Ajibata sebagian besar mata pencahariannya adalah bertani.
Mereka sangat tergantung pada tanah atau lahan pertanian yang akan dijadikan
sebagai usaha untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Pada Periode penelitian,
daerah kecamatan Ajibata merupakan daerah yang kurang subur,dan semua hasil
pertanian, perkebunan serta peternakan sepenuhnya habis untuk konsumsi oleh
keluarga sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memenuhi masalah
perekonomiannya. Pertumbuhan penduduk lama kelamaan menyebabkan tekanan
terhadap lahan pertanian dan tanah yang dimiliki.

Sebagian masyarakat melakukan kegiatan perdagangan, karena pada masa
tersebut masyarakat Ajibata belum mempunyai pasar sebagai lokasi untuk
melakukan kegiatan perdagangan. Mereka juga melakukan semacam Barter 6
untuk memenuhi setiap kebutuhan masyarakat sehari-hari. Seperti masyarakat
di Desa Horsik 7 membawa beberapa ekor ikan mujahir dan ditukarkan dengan
umbi kayu (gadong) yang dibawa oleh orang desa Motung. Kegiatan ini
dilakukan di sekitar tepi danau yang masih seadanya untuk tempat bertemunya

6

https://id.wikipedia.org/wiki/Barter ;kegiatan tukar-menukar barang yang terjadi tanpa
perantaraan uang
7
Desa Horsik berada di sebelah utara kecamatan Ajibata dan hanya menggunakan kapal
kayu kecil sebagai alat transportasi

Universitas Sumatera Utara

masyarakat Ajibata dan luar Ajibata, dan juga ini menjadi cikal bakal
terbentuknya pasar dan pelabuhan di kecamatan Ajibata. 8

2.4 Religi
Mayoritas penduduk Ajibata beragama Kristen Protestan. Mereka
umumnya anggota jemaat di Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Sebagian ada juga yang menjadi jemaat di dalam Huria Kristen Indonesia (HKI).
Sebagian kecil lainnya beragama Katolik dan Islam. Pada periode penelitian,
toleransi antar umat beragama pun dapat terjalin dengan sangat baik. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai kegiatan adat masyarakat yang tidak terpengaruh oleh agama
yang mereka anut. Seperti kegiatan Satti-satti 9 yang biasa dilakukan oleh seluruh
pemuda di hari Natal dan Tahun Baru. Masyarakat tanpa membedakan agama
terlibat dalam kegiatan tahunan tersebut. Mereka ikut memberi sumbangan dan
turut merayakan acara dengan penuh sukacita. Fasilitas dalam menunaikan ibadah
masih sangat terbatas. Hanya terdapat satu gereja yaitu gereja HKI ( Huria Kristen
Indonesia) Ajibata. Oleh karena itu mayoritas masyarakat pun harus ke daerah
Parapat untuk menunaikan ibadah nya. Begitu juga dengan penduduk yang
beragama Katolik dan Islam. Mereka harus menuju Kota Parapat untuk
menunaikan ibadah mereka.

8

Wawancara dengan J.Rumahorbo. di Parapat, 25 September 2016

Satti-satti adalah kegiatan menari secara tradisional yang memiliki unsur kekerabatan di
dalamnya karena dilakukan dengan cukup meriah di satu kampung ke kampung yang lain secara
bergantian. Ada sumbangan simpatisan dari pihak yang mengunjungi ke yang dikungjungi
9

Universitas Sumatera Utara

2.5 Pendidikan
Pada masa ini tingkat pendidikan masyarakat masih belum begitu baik.
Berbagai faktor mempengaruhi diantaranya fasilitas yang tersedia dan tingkat
perekonomian yang belum begitu baik. Pola pikir masyarakat terhadap pendidikan
juga belum begitu antusias.
Sekolah yang menjadi tempat menimba ilmu pengetahuan.Hal ini sangat
ditentukan oleh sarana dan prasana yang mendukung.Di Ajibata terdapat hanya
beberapa sekolah dasar.
Daftar sekolah dasar di Ajibata:
1.SDN 177075 Motung
2.SDN 173673 Sirungkungon
3.SDN 173671 Sigapiton
4.SDN 173670 Ajibata 10

Hal ini karena pada masa itu masyarakat masih kurang peduli akan
kualitas jenjang pendidikan yang mereka tempa. Ajibata juga hanya memiliki satu
sekolah pendidikan pertama (SMP) yang terdapat di Desa Sijambur. Oleh karena
itu para pelajar yang sudah menamatkan sekolah menengah pertama melanjutkan
ke sekolah menengah atas yang ada di Girsang Sipangan Bolon yang berada di
10

Arsip pribadi W.Sirait(Op.Lasma Sirait) Kepala Desa Pardomuan Ajibata tahun 1980-1986

Universitas Sumatera Utara

Parapat. Sebagian ada juga yang berinisiatif melanjutkan sekolah ke Pematang
Siantar.
2.6 Budaya
Ajibata memiliki ragam budaya yang diwariskan para leluhur.Budaya
tersebut telah menggambarkan falsafah hidup masyarakat dalam bertindak,
bertutur, dan berperilaku. Kekayaan nilai budaya ini menjadi suatu kebanggaan
tersendiri buat masyarakat. Dahulu masyarakat Ajibata masih menganut
kepercayaan animisme yang masih kental akan falsafah hidup Adat Toba. Hal ini
dapat dilihat pada masa sekarang dengan di berbagai pelestarian adat-istiadat di

daerah Ajibata seperti Tortor Tunggal Panaluan merupakan salah satu tortor
ritual yang sangat sakral antara manusia dengan Mulajadi Nabolon (Tuhan yang
Maha Kuasa), yang dahulu kala dipagelarkan dengan tujuan untuk menolak bala,
meminta dan menolak hujan.
Sejumlah alat musik juga menjadi bagian dalam pelaksanaan upacara ritual
dan upacara adat dalam kebudayaan orang-orang Batak Toba. Dua jenis ansambel
musik, gondang sabangunan dan gondang hasapi merupakan alat musik
tradisional yang paling sering dimainkan.
Menurut mitologi etnik Batak Toba, kedua alat musik tersebut merupakan
milik Mulajadi Nabolon, sehingga harus dimainkan untuk menyampaikan
permohonan kepada sang dewa.Tarian ini juga akan dipertunjukkan saat akan

Universitas Sumatera Utara

mengangkat pemimpin yang baru, saat membentuk perkampungan maupun ketika
akan melakukan aktifitas lainnya. Setelah berkembangnya waktu, situasi dapat
berubah, sebagian budaya tersebut hilang karena menyesuaikan dengan kondisi,
akan tetapi sebagian tetap bertahan.

2.7 Bahasa

Berdasarkan variasi dialek bahasa, seluruh Etnik Batak Toba dapat
dikategorisasikan ke dalam empat wilayah, yaitu : Silindung, Humbang, Toba,
dan Samosir. Mereka secara umum menggunakan Bahasa Batak Toba dengan
penekanan dan intonasi yang sedikit berbeda.Variasi dialek dalam bahasa Batak
Toba tersebut hanyalah mengandung sedikit perbedaan.Pada umumnya, perbedaan
itu mencakup intonasi dimana wilayah Tapanuli Utara termasuk menggunakan
pemakaian Bahasa Batak Toba yang lebih “halus”.
Berbeda dengan daerah Samosir sebagai daerah yang paling sering di
kunjungi para wisatawan. Bahasa Batak Toba yang mereka gunakan sedikit lebih
halus dari bahasa yang tigunakan oleh masyarakat Ajibata.Seperti penggunaan
kata le, anggia, ito dan bahasa batak yang sopan masih kerap kita dengar pada
masyarakat ini.
Akan tetapi meskipun ada pengurangan dan penambahan kata-kata yang
digunakan di ketiga desa tersebut diatas, di samping perbedaan tersebut

Universitas Sumatera Utara

penggunaan bahasa yang halus akan kita jumpai misalnya dalam situasi sosial
pada aktivitas adat istiadat. 11
Terlepas dari variasi dialek bahasa, bahwa bahasa yang digunakan di

dalam kehidupan bermasyarakat di kecamatan Ajibata adalah bahasa ibu, yaitu
bahasa Batak Toba selain Bahasa Indonesia.Bahasa yang digunakan masyarakat
untuk berkomunikasi sehari hari adalah Bahasa Batak Toba.Bahasa Indonesia
digunakan ketika ingin berkomunikasi dengan orang yang belum dikenal karena
dianggap sebagai orang yang hendak melakukan kunjungan wisata. 12Selain itu
Bahasa Indonesia digunakan di dalam aktivitas belajar di sekolah

11

Sopandu Manurung. ”Musik Di Kapal Penumpang Ajibata Tomok: Analisis Repertoar,
Konteks dan Fungsi Sosial”, skripsi, belum diterbitkan, Universitas Sumatera Utara,2016.
12
Wawancara dengan Tigor Manurung,di Ajibata, 20 September 2016

Universitas Sumatera Utara