D MAT 1303259 Chapter1

1
BAB I
PENDAHULUAN

Sampai saat ini berbagai penelitian tentang pengembangan model
pembelajaran telah banyak dilakukan untuk mengatasi permasalahan yang
berkaitan dengan kemampuan berpikir, khususnya kemampuan berpikir
matematis. Namun permasalahan yang berkaitan dengan kemampuan berpikir
siswa masih belum dapat diatasi. Untuk itu,

melalui

penelitian ini penulis

mencoba untuk menerapkan suatu model pembelajaran yang dirancang untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta kemandirian
belajar.
Pada bagian pendahuluan, dijelaskan tentang latar belakang masalah yang
menggambarkan permasalahan yang terkait dengan penelitian ini dan alasan
dilakukannya penelitian. Selain itu, dilengkapi dengan penjelasan secara singkat
tentang variabel-variabel penelitian dan beberapa hasil penelitian yang terkait

yang telah dilakukan. Selanjutnya, untuk lebih memperjelas arah penelitian ini
penulis menyusun rumusan masalah dan tujuan penelitian secara rinci. Penjelasan
terakhir berkaitan dengan manfaat dilakukannya penelitian ini dijelaskan baik
secara teoritis maupun secara praktis sehingga memberikan gambaran tentang
pentingnya penelitian ini dilakukan.

A. Latar Belakang Masalah
Pada abad XXI terjadi berbagai kemajuan baik dalam ilmu pengetahuan
maupun teknologi. Berbagai perubahan dan permasalahan terjadi diantaranya
yaitu dalam bidang perekonomian dan keuangan, pandangan politik, perubahan
dalam bidang sosial, perubahan dalam bidang industri, perubahan dalam sumber
daya alam, dan perubahan tuntutan kerja. Oleh karena itu diperlukan cara atau
kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan atau perubahan tersebut.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan pada abad XXI, para siswa tidak
cukup hanya menguasai materi saja, tetapi perlu dipersiapkan dengan berbagai
kemampuan diantaranya kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta kemandirian.
Menurut Chukwuyenum (2013) berpikir kritis telah digunakan sebagai salah satu
cara untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari hari karena melibatkan
1
R u n i s a h , 2016

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

2
penalaran logis, interpretasi, analisis, dan mengevaluasi informasi sehingga
memungkinkan diperolehnya keputusan yang valid dan reliabel. Sementara itu
menurut Munandar (2012) kemajuan teknologi yang meningkat dan ledakan
penduduk yang disertai kurangnya sumber-sumber alami menuntut adaptasi secara
kreatif dan kemampuan untuk mencari pemecahan yang imajinatif. Menurut
Hwang dan Higgins (dalam Kuo & Hwang, 2014), beberapa peneliti
mengindikasikan bahwa pemecahan masalah merupakan proses berpikir kompleks
yang melibatkan berpikir kritis, kreatif, dan penalaran.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis dan
kreatif sangat diperlukan untuk memecahkan permasalahan yang ada. Dengan
berpikir kreatif seseorang akan mencari berbagai kemungkinan representasi
masalah yang akan mempermudah penyelesaian masalah kemudian secara kritis
memilih representasi masalah yang paling sesuai untuk membantu menyelesaikan
masalah. Selanjutnya secara kreatif menentukan berbagai strategi yang mungkin,
dan secara kritis memilih dan menggunakan strategi untuk menyelesaikan masalah

yang didukung oleh alasan atau bukti.
Dengan memperhatikan pentingnya kemampuan berpikir dikembangkan
maka kemampuan berpikir menjadi salah satu tujuan dari pendidikan. Hal tersebut
sejalan dengan yang dijelaskan oleh tim Badan Standar Nasional Pendidikan.
(BSNP, 2010) bahwa kita ditantang untuk menciptakan pendidikan yang
menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu secara mandiri turut
membangun tatanan sosial dan ekonomi serta sadar-pengetahuan. Dari penjelasan
tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan bukan hanya sekedar mentransmisikan
ilmu pengetahuan sehingga siswa menguasainya, tetapi berbagai kemampuan
berpikir perlu dikembangkan.
Pendidikan harus mendorong siswa-siswanya menjadi seorang pemikir
yang kritis, kreatif, dan mandiri sehingga dapat mengaplikasikan pengetahuan dan
sikap dalam mengatasi berbagai masalah dan menciptakan inovasi pada berbagai
bidang kehidupan. Apabila dalam pendidikan hanya mengejar terhadap
penguasaan konten saja tanpa mengembangkan kemampuan berpikir, maka para
siswa akan mempunyai kesulitan untuk menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan kemampuan berpikir diperlukan untuk

2
R u n i s a h , 2016

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3
mengatasi permasalahan baik terkait dengan materi maupun dalam kehidupan
sehari-hari.
Pentingnya pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam
pembelajaran didukung oleh Hassoubah (2008) yang menjelaskan bahwa berpikir
kreatif, menjaga dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan, dan berpikir kritis sangat
penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir lainnya yaitu kemampuan
untuk membuat keputusan dan penyelesaian masalah. Sejalan dengan pendapat
tersebut, Beaumont (2010) menjelaskan bahwa berpikir kritis tidak terbatas pada
refleksi, inferensi, dan mensintesis informasi, tetapi memungkinkan individu
membuat penilaian beralasan tidak hanya di dalam kelas tetapi dalam kehidupan
sehari-hari. Selanjutnya Jacob (2012) dan Firdaus, Kailani, Bakar & Bakry (2015)
mengungkapkan bahwa kemampuan berpikir kritis akan mendorong siswa untuk
berpikir secara mandiri dan memecahkan masalah di sekolah atau dalam konteks
kehidupan sehari-hari. Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa dengan
dimilikinya kemampuan berpikir kritis dan kreatif yang dikembangkan melalui

pembelajaran, maka kemampuan tersebut akan dapat diaplikasikan untuk
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari hari.
Selain kemampuan berpikir kritis dan kreatif sebagai aspek kognitif,
kemandirian belajar sebagai aspek afektif juga perlu dikembangkan pada siswa.
Siswa yang mempunyai kemandirian belajar kan dapat memotivasi diri sendiri
untuk mencapai tujuan belajarnya. Dengan adanya kemandirian belajar maka
siswa akan menentukan tujuan belajar yang dia lakukan, melakukan perencanaan
tentang kegiatan yang penting untuk dilakukan, kemudian melakukan tahap-tahap
yang telah direncanakan. Langkah selanjutnya melakukan evaluasi tentang
capaian yang ia peroleh. Pentingnya kemandirian belajar dalam matematika
didukung oleh hasil studi Yang (dalam Hargis, 2000) dengan temuannya antara
lain: individu yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi cenderung belajar
lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara
efektif, menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya, mengatur belajar dan
waktu secara efisien.
Dengan melihat pentingnya pengembangan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif serta kemandirian belajar, pengembangan kemampuan-kemampuan
tersebut menjadi salah satu tujuan pembelajaran matematika. Hal tersebut sejalan
3
R u n i s a h , 2016

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4
dengan yang ditegaskan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam KTSP diungkapkan bahwa matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah untuk
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Pentingnya pengembangan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif dalam pembelajaran matematika didukung
oleh hasil penelitian yang memperlihatkan bahwa pengembangan kemampuan
berpikir kritis matematis meningkatkan prestasi belajar dalam matematika (Jacob,
2012; Chukwuyenum, 2013).
Kemampuan berpikir kritis dan kreatif dapat dikembangkan melalui
pembelajaran matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Aizikovitsh & Amit
(2010) bahwa matematika dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kritis. Pendapat yang sama dikemukakan Sriwongchai, Jantharajit &

Chookhampaeng (2015), bahwa matematika merupakan ilmu tentang berpikir

(the science of thinking) dan merupakan alat penting untuk meningkatkan potensi
berpikir dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan untuk mempelajari
konsep-konsep dan menyelesaikan permasalahan dalam matematika dengan baik
diperlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Berbagai pendapat tersebut
didukung oleh Johnson (dalam Tandiseru, 2015) bahwa kemampuan berpikir
matematika terdiri dari dua aspek utama, yaitu kemampuan berpikir kritis dan
kemampuan

berpikir

kreatif.

Dengan

demikian,

melalui

permasalahan


matematika, siswa dilatih untuk menggunakan kedua kemampuan tersebut.
Meskipun kemampuan berpikir kritis dan kreatif merupakan dua
kemampuan

yang

penting

untuk

dimiliki,

ternyata

hasil

penelitian

mengindikasikan bahwa kedua kemampuan tersebut masih rendah. Hal tersebut
didasarkan hasil Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS)

tahun 2007 dan 2011 bahwa skor rata-rata capaian bidang studi matematika jauh
di bawah rata-rata, tahun 2011 menempati urutan ke-38 dari 42 negara peserta.
Pada TIMSS 2011 siswa dilibatkan dalam berbagai proses kognitif untuk
memecahkan masalah (Mullis, Martin, Michael, Foy & Arora, 2012). Rendahnya
kemampuan memecahkan masalah mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir
kritis dan kreatif siswa masih rendah. Hal ini dikarenakan kedua kemampuan
tersebut digunakan untuk memecahkan masalah.
4
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5
Hasil studi lain menemukan adanya permasalahan berkaitan dengan
kemampuan berpikir kritis. Yeo (2006) melakukan studi pada siswa kelas 2 SMP,
berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa kesulitan yang dialami
siswa dalam menentukan solusi yang tepat dari masalah non routin adalah: (a)
kurangnya pemahaman terhadap masalah (b) kurangnya pengetahuan tentang
strategi pemecahan masalah (c) ketidakmampuan untuk menerjemahkan masalah

menjadi bentuk matematis, dan (d) ketidakmampuan untuk menggunakan
matematika yang benar. Siswa yang memperoleh solusi yang tidak benar
dikarenakan: (a) penggunaan strategi yang tidak sesuai, (b) formulasi yang salah
(c) kesalahan komputasi, (d) pengetahuan matematika yang tidak sempurna, dan
(e) salah tafsir dari masalah. Studi Hiebert (dalam Lithner, 2008) melaporkan
bahwa pada umumnya siswa masih menggunakan pemikiran berdasarkan hapalan
dibanding melakukan proses reasoning dalam menyelesaikan masalah matematis
di kelas.
Hasil penelitian Yeo (2006) dan Hiebert (dalam Lithner, 2008)
mengindikasikan bahwa kemampuan berpikir kritis masih rendah. Hal ini
dikarenakan hasil penelitian yang menunjukkan kurangnya siswa dalam
menggunakan reasoning dan kurangnya pengetahuan tentang strategi pemecahan
masalah. Reasoning dan strategi pemecahan masalah merupakan dua hal yang
dilibatkan dalam berpikir kritis.
Fakta lain yaitu dari hasil tes kemampuan berpikir kritis yang diberikan
tahun pelajaran 2013/2014 terhadap 30 orang siswa kelas VIII pada salah satu
SMP level tinggi di Indramayu diperoleh skor rata-rata 9,4 dari skor maksimal
ideal 20. Indikator yang diukur pada studi ini yaitu menentukan kebenaran suatu
argumen dan memberikan alasannya, menentukan dua anggota dari suatu relasi
jika empat anggota sebelumnya diketahui dan menjelaskan cara memperolehnya,

memilih cara penyelesaian masalah terbaik dari alternatif penyelesaian yang ada,
mengidentifikasikan contoh konsep dengan menjastifikasi, dan membandingkan
suatu konsep dengan konsep lain, menentukan kebenaran suatu pernyataan dan
memberikan alasannya (Runisah, 2014).
Dari hasil analisis jawaban diperoleh beberapa permasalahan yang terjadi
pada siswa yaitu: 1) Kemampuan siswa dalam menganalisis hubungan dari data
yang ada untuk menyimpulkan pola yang terbentuk masih kurang. Dalam hal ini
5
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

6
terlihat ketika siswa ditugaskan untuk menentukan anggota relasi berikutnya
apabila diberikan empat anggota relasi. Siswa hanya memperhatikan pola atau
hubungan dari 2 anggota relasi terakhir untuk menentukan pola yang berlaku
tanpa memperhatikan anggota relasi sebelumnya. Jawaban lain yang banyak
diberikan siswa yaitu, mereka membuat aturan sendiri tanpa menggunakan data
yang ada untuk menentukan anggota relasi berikutnya. Dengan demikian nampak
bahwa kemampuan penalaran siswa masih rendah 2) kesulitan siswa dalam
membuat model matematika, hal ini diantaranya disebabkan karena kurangnya
kemampuan menganalisis dan mengaitkan berbagai informasi yang ada. Selain itu
siswa tidak dapat secara logis menentukan konsep yang sebenarnya terkait dengan
permasalahan tersebut. Pada akhirnya berujung kepada kurangnya kemampuan
mengevaluasi untuk pengambilan kesimpulan dalam memilih cara penyelesaian
masalah terbaik. 3) Ketika siswa ditugaskan untuk menentukan kebenaran bahwa
tiga titik yang diberikan terletak pada satu garis, pada umumnya siswa mengalami
kesulitan ketika diminta untuk menunjukkan tidak hanya melalui gambar saja.
Mereka tidak dapat menggunakan konsep yang telah dipelajarinya, yaitu bahwa
titik yang terletak pada suatu garis tentu akan memenuhi persamaan garis tersebut.
Sehingga untuk menyelesaikan soal tersebut salah satu caranya yaitu dengan
menentukan persamaan garis yang melalui 2 titik, kemudian tinggal melakukan
pengecekan apakah titik ketiga memenuhi persamaan tersebut atau tidak.
Berkaitan dengan kemampuan berpikir kreatif, siswa kurang mampu
dalam membuat atau mengkonstruksi pertanyaan/masalah dari suatu situasi yang
diberikan. Selain itu siswa kurang mampu dalam menentukan cara lain
menyelesaikan soal, mereka lebih terpaku dengan cara-cara yang sudah diberikan
guru. Hal ini tergambar diantaranya ketika siswa ditugaskan untuk membuat
bangun datar lain yang berbeda jenisnya tetapi memiliki luas daerah yang sama
dengan luas daerah persegi yang diberikan. Siswa pada umumnya menentukan
bangun datar dari bangun yang telah dipelajari misalnya segitiga, persegipanjang
dan trapesium. Ketika diminta untuk membuat bangun datar yang belum pernah
dipelajari, hanya beberapa siswa saja yang dapat menggambarkannya. Hampir
seluruh siswa tidak dapat membuatnya (Runisah, 2014).
Berkaitan dengan kemandirian belajar dalam matematika, pada umumnya
siswa masih memiliki kemandirian belajar yang rendah. Dari hasil studi yang
6
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

7
dilakukan Runisah (2015) yang melibatkan 150 orang siswa kelas VIII dapat
disimpulkan bahwa kemandirian belajar dalam matematika masih rendah. Skor
rata-rata siswa hanya mencapai 112 dari skor maksimal ideal 200 dan skor
tertinggi hanya mencapai 146. Dengan demikian rata-rata skor kemandirian
belajar siswa hanya 56,2% dari skor maksimal ideal yang tergolong masih rendah.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap rendahnya kemampuan
berpikir kritis dan kreatif serta kemandirian belajar siswa yaitu pembelajaran yang
dilakukan di sekolah. Pembelajaran yang dilakukan sampai saat ini pada
umumnya belum mengarahkan kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan
berpikir khususnya berpikir kritis dan kreatif serta kemandirian belajar. Hal ini
terungkap dari hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pendidikan Nasional (Balitbang Depdiknas) tahun 2007. Dari hasil kajian tersebut
diperoleh beberapa permasalahan yang terjadi di setiap jenjang pendidikan baik
SD/MI, SMP/MTs, maupun SMA/MA, diantaranya yaitu: 1) Pelaksanaan
pembelajaran di kelas masih konvensional; 2) Metode pembelajaran kurang
bervariasi, umumnya masih ceramah dan tanya jawab; dan 3) Kegiatan belajar
mengajar kurang mengaktifkan siswa (Depdiknas, 2007). Hal tersebut didukung
oleh pendapat Rohaeti (2010), bahwa pembelajaran di sekolah berfokus pada
konten materi dan mengabaikan pengembangan kemampuan berpikir siswa.
Berbagai pendapat di atas sejalan dengan yang dikemukakan Munandar (2012)
bahwa dalam bidang pendidikan, penekanannya lebih pada hafalan dan mencari
satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan. Proses-proses berpikir
tingkat tinggi termasuk berpikir kreatif jarang dilatih.
Berdasarkan

hal

tersebut

maka

diperlukan

perancangan

model

pembelajaran yang dapat memacu peningkatan kemampuan berpikir kritis dan
kreatif serta kemandirian belajar siswa. Beaumont (2010) menyatakan bahwa
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis pada siswa, diperlukan
penyediaan pelatihan dalam bentuk tugas yang memerlukan penalaran yang tinggi
untuk memecahkannya, tugas mengamati, mengidentifikasi asumsi, materi yang
menantang untuk dipahami, tugas menafsirkan, tugas penemuan dan penyelidikan,
tugas untuk menganalisis dan mengevaluasi, dan tugas untuk membuat keputusan.
Dengan demikian untuk meningkatkan KBKM diperlukan pemberian tugas-tugas

7
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

8
atau masalah yang tidak rutin yang memerlukan penalaran yang tinggi untuk dapat
memecahkannya.
Berkaitan dengan berpikir kreatif, Ruseffendi (2006) menjelaskan bahwa
kreativitas siswa akan tumbuh apabila dilatih melakukan eksplorasi, inkuiri,
penemuan

dan

memecahkan

masalah.

Selanjutnya

Munandar

(2012)

mengemukakan bahwa penelitian menunjukan bahwa perkembangan optimal dari
kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa harus diberi kesempatan
untuk mengemukakan gagasannya dan bekerja sesuai minat dan kebutuhannya.
Selanjutnya

untuk

mengembangkan

kemandirian

belajar

siswa,

pembelajaran harus dirancang sehingga memberikan kesempatan kepada siswa
untuk aktif dalam belajar. Dengan kata lain, siswa tidak hanya menerima materi
secara langsung tetapi dilibatkan dalam kegiatan berpikir baik secara individu
maupun dalam diskusi kelompok. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Darr &
Fisher (2004), jika siswa diharapkan menjadi siswa yang mandiri, mereka perlu
aktif dan dihadapkan pada kesempatan-kesempatan yang memungkinkan mereka
berpikir, mengamati, dan mengikuti pikiran orang lain.
Pendapat Darr & Fisher (2004); Ruseffendi (2006); Beaumont (2010), dan
Munandar (2012) pada intinya mempunyai kesamaan. Berbagai pendapat tersebut
pada intinya menjelaskan tentang cara pengembangan kemampuan berpikir kritis
dan kreatif serta kemandirian belajar siswa. Menurut mereka kemampuankemampuan tersebut dapat dikembangkan dengan pembelajaran yang memberikan
kesempatan siswa untuk aktif berpikir melalui kegiatan penemuan, pemecahan
masalah, dan diskusi.
Salah satu model pembelajaran berbasis konstruktivis yang memuat
aktivitas-aktivitas seperti yang dijelaskan Darr & Fisher (2004); Ruseffendi
(2006); Beaumont (2010), dan Munandar (2012) yaitu model Learning Cycle 5E.
Learning Cycle 5E merupakan suatu model pembelajaran berbasis konstruktivis.
Teori konstruktivisme memandang bahwa belajar merupakan suatu proses
membangun pengetahuan. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau
kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengonstruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

8
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

9
Menurut Bybee (2006) Learning Cycle 5E memiliki lima tahap yaitu
engage, explore, explain, elaborate, dan evaluate. Pada tahap engage, guru
mengakses pengetahuan awal siswa dan membantu mereka terlibat dalam konsep
baru yang mendorong minat belajar siswa. Pada tahap explore, siswa dilibatkan
dalam kegiatan eksplorasi konsep untuk menghasilkan ide-ide baru. Pada tahap
explain, siswa menjelaskan pemahaman konseptual ataupun keterampilan proses
yang diperoleh pada tahap sebelumnya. Tahap ini juga memberikan kesempatan
bagi guru untuk langsung memperkenalkan konsep, proses, atau keterampilan.
Pada tahap elaborate, guru memperluas pemahaman konsep serta kemampuan
siswa. Pada tahap evaluate dilakukan penilaian terhadap pemahaman dan
kemampuan mereka dan memberikan kesempatan bagi guru untuk mengevaluasi
kemajuan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Di dalam setiap tahapan model Learning Cycle 5E siswa dilibatkan dalam
proses berpikir, diantaranya berpikir pada saat mengadakan eksplorasi, menilai
kebenaran hasil eksplorasi, menilai pendapat teman, ataupun berpikir pada saat
memecahkan masalah. Untuk mengendalikan dan mengontrol proses belajar atau
berpikir yang terjadi di setiap tahapan model Learning Cycle 5E diperlukan
pemberdayaan

metakognisi

siswa.

Metakognisi

merupakan istilah

yang

diperkenalkan Flavell tahun 1976. Flavell (dalam Lioe, Fai & Hedberg, 2006)
menyatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran seseorang tentang proses
kognitifnya

dan

kemandiriannya

untuk

mencapai

tujuan.

Kemampuan

metakognitif tersebut berguna untuk mengontrol apa yang diketahui siswa dan apa
yang telah dilakukan siswa atau pemikiran siswa. Hal ini diantaranya sangat
berguna dalam proses pemecahan masalah atau dalam pengambilan keputusan.
Pentingnya pemberdayaan, metakognisi siswa diungkapkan Panaoura dan
Philippou (2005), jika seseorang tidak sadar akan proses dan kemampuan
kognitifnya, kita tidak akan dapat memperbaiki kinerjanya. Selain itu berdasarkan
hasil penelitian Camahalan (2006); Schraw (dalam Toit & Kotze, 2009); Paris &
Winograd (dalam Toit & Kotze, 2009), dan Ozcan & Erktin (2015)
menyimpulkan bahwa pemberdayaan metakognitif mendukung pencapaian
akademik siswa. Sementara itu Anggoro, Kusumah, Darhim & Dahlan, (2014),
menyimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa SMP yang
menerima metode IMPROVE lebih baik daripada siswa yang menerima
9
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

10
pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pemberdayaan metakognisi akan membantu dalam mengembangkan kemampuan
berpikir kritis, kreatif, dan kemandirian belajar siswa.
Pada kenyataannya ketika siswa tidak diarahkan secara langsung,
pemberdayaan metakognisi siswa tidak akan terjadi secara maksimal, bahkan
mungkin sebagian besar siswa tidak memberdayakannya. Sebagai contoh, siswa
jarang memikirkan sejauh mana pemahamannya terhadap materi yang dipelajari
dan kesulitan-kesulitan apa yang dialaminya serta bagaimana mengatasinya,
memikirkan aplikasi konsep yang dipelajari dalam konteks yang lebih luas,
memikirkan kebenaran langkah-langkah atau jawaban yang diberikan siswa lain
beserta alasannya. Oleh karena itu bimbingan dari guru secara langsung sangat
diperlukan untuk membiasakan siswa menggunakan kemampuan metakognitifnya.
Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan metakognitif siswa
atau teknik metakognitif yang dapat digunakan yaitu mengarahkan siswa untuk
mengajukan pertanyaan pada diri sendiri dan berusaha untuk menjawabnya,
Pertanyaan yang diarahkan guru misalnya: “Apakah saya sudah memahami materi
yang dipelajari?” Apa kesulitan-kesulitan yang ditemui pada saat mempelajari
materi?”; “ Apa contoh aplikasi dari konsep yang dipelajari ?” Benarkah langkah
langkah atau jawaban yang diberikan siswa beserta alasannya? Melalui teknik
metakognitif diharapkan siswa akan dilatih untuk menggunakan kemampuan
metakognitifnya secara lebih maksimal. Pemberdayaan metakognisi secara
maksimal menjadikan penggunaan model Learning Cycle 5E akan lebih efektif
dalam mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
Teknik metakognitif dapat digunakan pada setiap tahap model Learning
Cycle 5E. Teknik metakognitif yang digunakan difokuskan pada tiga katagori
yaitu kejelasan (intelligibility), penerapan yang luas (wide- applicability), dan
masuk akal (plausibility) melalui pertanyaan yang diajukan siswa pada dirinya
sendiri. Melalui pertanyaan yang terfokus pada tiga hal tersebut pemberdayaan
metakognisi siswa lebih terarah.
Berkaitan dengan kelebihan dari penggunaan teknik metakognitif pada tiga
pola yaitu intelligibility, wide-applicability, dan plausibility, menurut Sornsakda,
Suksringarm & Singseewo (2009) penggunaannya pada setiap fase dari Learning
Cycle 7E (Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, Extend)
10
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

11
menyebabkan siswa melatih ide-ide pemikiran mereka sendiri. Learning Cycle 7E
dengan Learning Cycle 5E mempunyai beberapa langkah yang sama.
Dari uraian di atas, penggunaan model Learning Cycle 5E. dengan teknik
metakognitif memiliki keunggulan untuk mengembangkan kemampuan berpikir
kritis dan kreatif siswa. Namun demikian penerapan model tersebut belum tentu
mempunyai keefektifan yang sama jika diterapkan pada siswa yang berbeda
kemampuannya. Dengan kata lain penerapan suatu model pembelajaran mungkin
akan lebih cocok atau lebih efektif digunakan untuk kelompok siswa tertentu
daripada kelompok lain. Hal ini didukung diantaranya oleh hasil penelitian
Ratnaningsih (2017) yang menyimpulkan bahwa terdapat interaksi antara
pembelajaran dan level sekolah terhadap kemampuan berpikir kritis matematis
dan kemandirian belajar siswa. Selain itu Yumiati (2015) menyimpulkan bahwa
terdapat interaksi antara faktor pembelajaran dengan level sekolah dan antara
faktor pembelajaran dan faktor kemampuan awal matematika (KAM) terhadap
peningkatan self regulated learning siswa. Artinya antara faktor pembelajaran dan
fakor level sekolah, faktor pembelajaran dan KAM secara bersama-sama
mempengaruhi terhadap self regulated learning siswa
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diungkapkan di atas, level sekolah
atau peringkat sekolah dan kemampuan awal turut menentukan kemampuan
berpikir kritis dan kreatif serta kemandirian belajar siswa. Hasil penelitian tersebut
sejalan dengan pendapat Glazer (2001) bahwa berpikir kritis dalam matematika
adalah kemampuan dan disposisi untuk melibatkan pengetahuan sebelumnya,
penalaran matematis, dan strategi kognitif untuk menggeneralisasi, membuktikan
atau mengevaluasi situasi matematis yang tidak rutin dalam cara yang reflektif.
Artinya dalam berpikir kritis selain penalaran dan strategi kognitif kemampuan
awal dilibatkan.

Namun demikian, untuk lebih meyakinkankan tentang ada

tidaknya pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan KAM maupun dengan
level sekolah perlu dilakukan pengkajian kembali. Hal ini berguna untuk
menentukan pada level sekolah atau pada KAM yang mana, model Learning
Cycle 5E dengan teknik metakognitif akan memberikan pengaruh yang lebih besar
dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemandirian belajar.

11
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

12
Berbagai studi telah dilakukan terhadap penggunaan model Learning
Cycle 5E. Beberapa diantaranya dilakukan oleh Liu, Peng, Wu & Lin (2009) yang
menjelaskan bahwa berdasarkan kesimpulan para peneliti, Learning Cycle 5E
membantu

untuk

mengaktifkan

pengetahuan

sebelumnya,

mengatasi

kesalahpahaman, serta memperluas pemahaman konseptual. Acisli, Yalc & Turgut
(2011) menyimpulkan, melalui model Learning Cycle 5E siswa bisa menemukan
dan mempelajari konsep utama secara mandiri dengan mempertanyakan, mencari,
menggunakan pengetahuan berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, dan
menguji eksperimen sendiri. Singkatnya, penelitian ini menunjukkan bahwa
model pembelajaran 5E merupakan metode pengajaran yang efektif. Qarareh
(2012), pada mata pelajaran Sains siswa kelas 6, menyimpulkan bahwa
penggunaan model Learning Cycle 5E mempunyai pengaruh yang lebih baik
pada pencapaian hasil belajar siswa daripada yang menggunakan pembelajaran
biasa.Tuna dan Kacar (2013), menyimpulkan bahwa rata-rata pencapaian prestasi
akademik siswa pada materi Trigonometri di kelas X yang menggunakan
Learning Cycle 5E lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional.
Selanjutnya berbagai studi telah dilakukan terhadap pemberdayaan
metakognitif siswa. Seperti sudah diungkapkan sebelumnya, Camahalan (2006)
dan Schraw (dalam Toit dan Kotze, 2009) mendukung bahwa prestasi akademik
ditingkatkan oleh pengaturan metakognitif siswa yang dapat memanfaatkan
sumber daya dan strategi yang ada dengan baik. Paris &Winograd (dalam Toit dan
Kotze, 2009) menyimpulkan bahwa pemantauan kognitif meningkatkan
pembelajaran.
Dari berbagai studi yang telah dilakukan, studi tentang pengintegrasian
teknik metakognitif pada model Learning Cycle 5E atau penulis sebut dengan
model Learning Cycle 5E dengan teknik metakognitif belum penulis temukan.
Dengan demikian, melalui penelitian ini diharapkan akan menambah literatur
tentang model pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
kreatif, dan kemandirian belajar. Selain itu juga dapat memperkuat hasil penelitian
sebelumnya bahwa pembelajaran yang melibatkan siswa untuk mengadakan
eksplorasi melalui suatu kegiatan diskusi akan meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, kreatif, dan kemandirian belajar siswa. Dengan demikian hasil penelitian ini
12
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

13
diharapkan dapat mengatasi rendahnya kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan
kemandirian belajar siswa.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah secara umum dalam penelitian ini adalah:
Apakah pencapaian dan peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
(KBKM), Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBFM), dan kemandirian
belajar siswa yang mendapat model Learning Cycle 5E dengan Teknik
Metakognitif (LCT) lebih baik daripada siswa yang mendapat model Learning
Cycle 5E (LC) dan siswa yang mendapat Pembelajaran Konvensional (KV)
ditinjau dari: a). Keseluruhan (gabungan level sekolah tinggi dan sedang); b).
level sekolah; c). Kemampuan Awal Matematika (KAM)?
Rumusan masalah umum diuraikan secara terperinci sebagai berikut:
1. Apakah pencapaian dan peningkatan KBKM siswa yang mendapat LCT lebih
baik daripada siswa yang mendapat LC dan siswa yang mendapat KV ditinjau
dari: a). Keseluruhan (gabungan level sekolah tinggi dan sedang); b). level
sekolah (tinggi, sedang); c). KAM (atas, tengah, bawah)?
2. Apakah terdapat pengaruh interaksi (interaction effect) antara model
pembelajaran (LCT, LC, KV) dan level sekolah (tinggi, sedang) terhadap
pencapaian dan peningkatan KBKM siswa?
3. Apakah terdapat pengaruh interaksi (interaction effect) antara model
pembelajaran (LCT, LC, KV) dan KAM (atas, tengah, bawah) terhadap
pencapaian dan peningkatan KBKM siswa?
4. Apakah pencapaian dan peningkatan KBFM siswa yang mendapat LCT lebih
baik daripada siswa yang mendapat LC dan siswa yang mendapat KV ditinjau
dari: a). Keseluruhan (gabungan level sekolah tinggi dan sedang); b). level
sekolah; c). KAM (atas, tengah, bawah)?
5. Apakah terdapat pengaruh interaksi (interaction effect) antara model
pembelajaran (LCT, LC, KV) dan level sekolah (tinggi, sedang) terhadap
pencapaian dan peningkatan KBFM siswa?

13
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

14
6. Apakah terdapat pengaruh interaksi (interaction effect) antara model
pembelajaran (LCT, LC, KV) dan KAM (atas, tengah, bawah) terhadap
pencapaian dan peningkatan KBFM siswa?
7. Apakah pencapaian dan peningkatan kemandirian belajar siswa yang
mendapat LCT lebih baik daripada siswa yang mendapat LC dan siswa yang
mendapat KV ditinjau dari: a). Keseluruhan (gabungan level sekolah tinggi
dan sedang); b). level sekolah (tinggi, sedang); c). KAM (atas, tengah,
bawah)?
8. Apakah terdapat pengaruh interaksi (interaction effect) antara model
pembelajaran (LCT, LC, KV) dan level sekolah (tinggi, sedang) terhadap
pencapaian dan peningkatan kemandirian belajar siswa?
9. Apakah terdapat pengaruh interaksi (interaction effect) antara model
pembelajaran (LCT, LC, KV) dan KAM (atas, tengah, bawah) terhadap
pencapaian dan peningkatan kemandirian belajar siswa?
10. Apa kesalahan atau kekurangan yang dilakukan siswa ditinjau dari proses
penyelesaian soal-soal tes berpikir kritis dan kreatif matematis pada masing
masing aspek (indikator)?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis perbedaan pencapaian dan peningkatan KBKM antara siswa
yang mendapat LCT, siswa yang mendapat LC dan siswa yang mendapat KV
ditinjau dari: a). Keseluruhan (gabungan level sekolah tinggi dan sedang); b).
level sekolah (tinggi, sedang); c). KAM (atas, tengah, bawah).
2. Menganalisis

pengaruh

interaksi

(interaction

effect)

antara

model

pembelajaran (LCT, LC, KV) dan level sekolah (tinggi, sedang) terhadap
pencapaian dan peningkatan KBKM siswa.
3. Menganalisis

pengaruh

interaksi

pembelajaran (LCT, LC, KV)

(interaction

effect)

antara

model

dan KAM (atas, tengah, bawah) terhadap

pencapaian dan peningkatan KBKM siswa.
4. Menganalisis perbedaan pencapaian dan peningkatan KBFM antara siswa
yang mendapat LCT, siswa yang mendapat LC dan siswa yang mendapat KV
14
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

15
ditinjau dari: a). Keseluruhan (gabungan level sekolah tinggi dan sedang); b).
level sekolah (tinggi, sedang); c). KAM (atas, tengah, bawah).
5. Menganalisis

pengaruh

interaksi

(interaction

effect)

antara

model

pembelajaran (LCT, LC, KV) dan level sekolah (tinggi, sedang) terhadap
pencapaian dan peningkatan KBFM siswa.
6. Menganalisis

pengaruh

interaksi

pembelajaran (LCT, LC, KV)

(interaction

effect)

antara

model

dan KAM (atas, tengah, bawah) terhadap

pencapaian dan peningkatan KBFM siswa.
5. Menganalisis perbedaan pencapaian dan peningkatan kemandirian belajar
antara siswa yang mendapat LCT, siswa yang mendapat LC dan siswa yang
mendapat KV ditinjau dari: a). Keseluruhan (gabungan level sekolah tinggi
dan sedang); b). level sekolah (tinggi, sedang); c). KAM (atas, tengah, bawah).
7. Menganalisis

pengaruh

interaksi

(interaction

effect)

antara

model

pembelajaran (LCT, LC, KV) dan level sekolah (tinggi, sedang) terhadap
pencapaian dan peningkatan kemandirian belajar siswa.
8. Menganalisis

pengaruh

interaksi

pembelajaran (LCT, LC, KV)

(interaction

effect)

antara

model

dan KAM (atas, tengah, bawah) terhadap

pencapaian dan peningkatan kemandirian belajar siswa.
9. Menganalisis kesalahan atau kekurangan yang dilakukan siswa ditinjau dari
proses penyelesaian soal-soal tes berpikir kritis dan kreatif matematis pada
masing masing aspek (indikator).

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini daharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
praktis.
1. Manfaat Teoritis
Sampai saat ini telah banyak teori-teori tentang kemampuan berpikir
kritis dan kreatif matematis serta kemandirian belajar siswa. Begitu juga dengan
pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
kemandirian belajar telah lama menjadi

matematis

serta

perhatian dalam pembelajaran

matematika. Namun demikian masih diperlukan pengkajian lebih khusus
berkaitan dengan subjek sesuai dengan karakteristik yang ada.

15
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

16
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu sumber
informasi

bagi para peneliti untuk mengembangkan berbagai kemampuan

berpikir matematis atau melakukan pengkajian lebih mendalam terhadap
kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta kemandirian belajar siswa dalam
matematika. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah teori atau
menjadi

literatur

tentang

pembelajaran

matematika

khususnya

tentang

pengembangan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, serta kemandirian belajar
dalam matematika siswa SMP.
2. Manfaat Praktis
Bagi para siswa yang terlibat dalam penelitian dapat memperoleh manfaat
secara langsung dari perlakuan yang diberikan. Beberapa manfaat bagi siswa
diantaranya, para siswa terbiasa untuk melakukan eksplorasi
kelompok

untuk

menemukan

konsep

ataupun

dalam diskusi

memecahkan

masalah,

mengkomunikasikan ide-idenya pada saat diskusi, memberikan penjelasan di
depan kelas berkaitan dengan hasil eksplorasinya, dan dibiasakan untuk
memberdayakan kemampuan metakognitifnya.
Bagi guru yang terlibat dalam penelitian bisa memperoleh pengalaman
langsung dalam dalam menerapkan model pembelajaran yang digunakan.
Merekapun memperoleh pengetahuan baru tentang instrumen untuk mengukur
kemampuan berpikir kritis, kreatif, serta kemandirian belajar dalam matematika
yang selama ini belum mereka kenal.
Hasil penelitian lain yaitu berupa perangkat pembelajaran dapat
dimanfaatkan oleh guru dan praktisi lain dalam pendidikan matematika dengan
melakukan penyesuaian terlebih dahulu sesuai dengan karakteristik subjek yang
ada. Dengan demikian

bahan ajar yang digunakan

dalam mengembangkan

kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemandirian belajar matematika benar
benar sesuai dengan karakteristik siswa diantaranya sesuai dengan kemampuan
berpikir siswa. Sementara itu instrument penelitian dapat digunakan untuk
mengukur kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta kemandirian belajar dengan
terlebih dahulu melakukan adaptasi sesuai karakteristik subjek. Selanjutnya bahan
ajar, instrumen, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dapat digunakan
sebagai sumber inspirasi untuk mengembangkan bahan ajar, instrumen, dan RPP
pada materi lain.
16
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

17
Kemampuan berpikir kritis, kreatif dan kemandirian belajar merupakan
tujuan dari pembelajaran matematika seperti yang dituangkan dalam kurikulum.
Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan
untuk mencapai tujuan pendidikan matematika khususnya, dalam meningkatkan
Kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemandirian belajar siswa dalam
matematika.

17
R u n i s a h , 2016
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KREATIF MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN
BELAJAR SISWA SMP MELALUI MODEL LEARNING CYCLE 5E DENGAN TEKNIK METAKOGNITIF
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu