BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Saraf Tiruan - Implementasi Jaringan Saraf Tiruan Untuk Pengenalan Pola Dan Penerjemah Aksara Karo Dengan Metode Associative Memory Tipe Hetero-Association

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Jaringan Saraf Tiruan

  Jaringan saraf tiruan bisa dibayangkan seperti otak buatan di dalam cerita-cerita fiksi ilmiah. Otak buatan ini dapat berpikir seperti manusia, dan juga sepandai manusia dalam menyimpulkan sesuatu dari potongan-potongan informasi yang diterima. Khayalan manusia tersebut mendorong para peneliti untuk mewujudkannya. Komputer diusahakan agar bisa berpikir sama seperti cara berpikir manusia. Caranya adalah dengan melakukan peniruan terhadap aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam sebuah jaringan saraf biologi.

  Ketika manusia berpikir, aktivitas-aktivitas yang terjadi adalah aktivitas mengingat, memahami, menyimpan, dan memanggil kembali apa yang pernah dipelajari oleh otak. Salah satu contoh pengambilan ide dari jaringan saraf biologis adalah adanya elemen-elemen pemrosesan pada jaringan saraf tiruan yang saling terhubung dan beroperasi secara parallel. Ini meniru jaringan saraf biologis yang tersusun dari sel-sel saraf (neuron). Cara kerja dari elemen-elemen pemrosesan jaringan saraf tiruan juga sama seperti cara neuron meng-encode informasi yang diterimanya.

  Jaringan saraf tiruan “tidak diprogram” untuk menghasilkan keluaran tertentu. Semua keluaran atau kesimpulan yang ditarik oleh jaringan didasarkan pengalamannya selama mengikuti proses pembelajaran. Pada proses pembelajaran, ke dalam jaringan saraf tiruan dimasukkan pola-pola masukan (dan keluaran) lalu jaringan akan diajari untuk memberikan jawaban yang bisa diterima(Puspitaningrum, 2006).

  Jaringan saraf tiruan mengizinkan terjadinya proses komputasi yang sangat sederhana (penjumlahan, pengurangan dan elemen logika dasar lainnya) untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dalam bidang matematika, masalah nonlinier

  • Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron).
  • Sinyal dikirimkan di antara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung.
  • Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal.
  • Untuk menentukan keluaran, Setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi

  2 w

  X 1 X 2 Y

  dijumlahkan seperti dapat dilihat pada persamaan (2.1):

  1 , w

2 , dan w

3 . Ketiga impuls neuron yang ada

  hubungan masing-masing adalah w

  1 , x 2 , dan x 3 , dengan bobot

  Pada Gambar 2.1. Y menerima masukan dari neuron x

  3 Gambar 2.1. Neuron dalam jaringan saraf tiruan

  1 w

  ataupun masalah stokastik. Sebuah algoritma yang konvensional akan menggunakan himpunan persamaan yang kompleks dan hanya cocok untuk masalah yang diiberikan saja. Jaringan saraf tiruan memiliki (a) kemampuan komputasi dan algoritma yang sangat sederhana (b) kemampuan untuk mengorganisir dirinya (self-organizing

  w

  /algoritma) c. Fungsi aktivasi

  training/learning

  Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode

  (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlahan masukan yang diterima. Besarnya keluaran ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang. JST ditentukan oleh 3 hal : a. Pola hubungan antar neuron (disebut arsitektur jaringan) b.

  JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologis manusia, dengan asumsi bahwa:

  feature) yang memampukannya untuk mengatasi cakupan masalah yang luas(Rojas, 1996).

  X 3 Net = x

  1 w 1 + x 2 w 2 + x 3 w 3............................................................................................................ (2.1)

  Keterangan: Net = total semua perkalian nilai input dengan bobot

  • x = input
  • w = bobot
  • Besarnya impuls yang diterima oleh Y mengikuti fungsi aktivasi y = f(net).

  Apabila nilai fungsi aktivasi cukup kuat, maka sinyal akan diteruskan. Nilai fungsi aktivasi (keluaran model jaringan) juga dapat dipakai sebagai dasar untuk merubah bobot(Siang, 2004).

2.1.1. Arsitektur Jaringan Saraf Tiruan

  Jaringan saraf tiruan dibagi dalam 3 macam arsitektur,yaitu: a.

  Jaringan lapis tunggal Jaringan yang memiliki arsitektur jenis ini hanya memiliki satu buah lapisan bobot terkoneksi. Jaringan lapisan-tunggal terdiri dari unit-unit masukan yang menerima sinyal dari dunia luar, dan unit-unit keluaran dimana kita bisa membaca respons dari jaringan saraf tiruan tersebut. Pada Gambar 2.2. jelas terlihat bahwa unit masukan sepenuhnya terkoneksi dengan unit keluaran, sedangkan unit masukan dengan masing- masing unit masukan tidak terkoneksi demikian juga di antara unit keluaran dengan unit keluaran yang lain tidak terkoneksi.

  W 11 X 1 Y 1 W 1j W 1m W i1

  

X Y

i j W ij W im W W n1 nj Y m

  X n W nm Lapisan Input Lapisan Output

Gambar 2.2. Jaringan Lapis Tunggal b.

  Jaringan multi lapis

  Merupakan jaringan dengan satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden layer). Jaringan multi lapis ini memiliki kemampuan lebih dalam memecahkan masalah bila dibandingkan dengan jaringan lapis tunggal, namun pelatihannya mungkin lebih rumit. Pada beberapa kasus, pelatihan pada jaringan ini lebih baik karena memungkinkan bagi jaringan untuk memecahkan masalah yang tidak dapat diselesaikan jaringan berlapis tunggal karena jaringan tidak bisa dilatih untuk menampilkan secara benar. Jaringan ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

  V W 11 11 X Z Y 1

1

1 V W 1j 1k

  V W 1p 1m W V i1 j1 W jk

  X Z Y i j

  V ij k

  V W ip jm

  V n1 nj p1

  V W W pk Y

  

X Z m

n p

  V W np pm

Lapisan

Lapisan Input Lapisan Output Tersembunyi

Gambar 2.3. Jaringan Multi Lapis c.

  Jaringan kompetitif Bentuk lapisan kompetitif merupakan jaringan saraf tiruan yang sangat besar. Interkoneksi antarneuron pada lapisan ini tidak ditunjukkan pada arsitektur seperti jaringan yang lain. Pada jaringan ini sekumpulan neuron bersaing untuk mendapatkan hak menjadi aktif atau sering pula disebut dengan prinsip winner takes all atau yang menanglah yang mengambil semua bagiannya(Puspitaningrum, 2006).

  • -

    A A
  • 1

      

    • A A i j
    • -

      Gambar 2.4. Jaringan Kompetitif

    2.1.2. Manfaat Jaringan Saraf Tiruan

      Jaringan saraf tiruan menawarkan kemampuan sebagai berikut:

    1. Nonlinearity. Sebuah neuron buatan bisa saja linier dan tidak linier.

      Jaringan saraf tiruan yang terdiri dari interkoneksi neuron yang nonlinier yang membuat jaringan saraf itu nonlinier. Ketidaklinieran adalah sifat yang sangat penting secara khusus jika mekanisme fisik yang berperan untuk membangkitkan sinyal input bersifat nonlinier.

      

    2. Input-output mapping. Sebuah paradigma popular dari pembelajaran

      disebut learning with a teacher (belajar dengan guru) atau supervised

      learning (pembelajaran terbimbing) yang melibatkan modifikasi bobot

      sinapsis jaringan saraf tiruan dengan mengaplikasikan kumpulan sampel

      training. Setiap contoh terdiri dari sebuah input sinyal yang sangat unik

      dan respon yang diinginkan. Jaringan direpresentasikan dengan sebuah contoh yang diambil secara acak, dan bobot sinapsis (parameter bebas) dari jaringan, dimodifikasikan untuk meminimalisasi perbedaan antara hasil yang diinginkan dengan hasil yang sebenarnya yang dihasilkan oleh jaringan dengan sinyal input sesuai dengan kriteria statistika. Pelatihan jaringan diulangi sampai mencapai kondisi dimana tidak ada perubahan yang signifikan pada bobot sinapsis.

      

    3. Adaptivity. Neural network memiliki kemampuan untuk menyesuaikan

      bobot sinaptik mereka terhadap perubahan pada lingkungannya. Secara khusus, jaringan saraf dilatih untuk beroperasi pada lingkungan tertentu terlebih dalam menghadapi perubahan kecil yang terjadi dalam kondisi lingkungan operasi. Arsitektur alami jaringan saraf untuk klasifikasi pola, pemrosesan sinyal dan aplikasi kontrol, ditambah dengan kemampuan adaptif jaringan, membuatnya menjadi alat yang berguna dalam klasifikasi pola adaptif, pengolahan kemampuan adaptif dan kontrol adaptif. Secara umum, dapat dikatakan bahwa semakin adaptif kita membuat sebuah sistem memastikan bahwa sistem akan semakin stabil dan semakin kuat daya gunanya ketika sistem diperlukan untuk beroperasi di lingkungan nonstasioner. Harus ditekankan, bagaimanapun adaptivitas tidak selalu menimbulkan kekuatan, sebaliknya dapat berlawanan. Misalnya, sistem adaptif dengan konstanta waktu yang singkat cenderung untuk merespon gangguan palsu, menyebabkan drastis pada kinerja sistem.

      

    4. Evidential Response. Dalam konteks klasifikasi pola, jaringan saraf dapat

      dirancang untuk memberikan informasi tidak hanya tentang pola yang khusus, tetapi juga kepercayaan (confidence) tentang keputusan yang dibuat. Informasi yang terakhir ini dapat digunakan untuk menolak pola ambigu, dengan demikian meningkatkan kinerja klasifikasi jaringan.

      

    5. Contextual Information. Pengetahuan direpresentasikan oleh struktur dan

      aktivasi dari jaringan saraf. Setiap neuron dalam jaringan berpotensi dipengaruhi oleh aktivitas global semua neuron lain dalam jaringan. Akibatnya, informasi kontekstual ditangani secara alami oleh jaringan saraf.

      

    6. Fault Tolerance. Jaringan saraf yang diimplementasikan pada bentuk

      memiliki potensi untuk bersifat fault tolerant (toleran terhadap

      hardware,

      kesalahan), dalam arti bahwa kinerjanya menurun dalam kondisi operasi buruk. Contohnya, jika neuron atau link penghubung rusak, pemanggilan pola yang tersimpan akan terganggu kualitasnya. Berhubungan denga sifat distribusi informasi yang tersimpan dalam jaringan, kerusakan harus segera diperbaiki sebelum respon keseluruhan jaringan menurun secara drastis. Pada prinsipnya, sebuah jaringan saraf menunjukkan penurunan dalam kinerjanya. Ada beberapa bukti empiris untuk komputasi yang kuat, tetapi biasanya hal ini tidak terkendali. Untuk memastikan bahwa jaringan saraf toleran terhadap kesalahan, mungkin perlu untuk membuat pengukuran kolektif dalam merancang algoritma yang digunakan untuk melatih jaringan.

      

    7. VLSI Implementability. Sifat dasar dari jaringan saraf tiruan yang parallel

      membuatnya berpotensi untuk mengkomputasikan tugas-tugas tertentu dengan cepat. Fitur yang sama ini membuat jaringan saraf tiruan tepat pada implementasi penggunaan teknologi VLSI (Very Large Scale Integrated). Salah satu manfaat dari VLSI adalah menyediakan sebuah cara untuk mendapatkan sebuah tingkah laku yang kompleks dalam sebuah kebiasaan yang hirarki.

      

    8. Uniformity of Analysis and Design. Pada dasarnya, jaringan saraf tiruan

      dikenal sebagai pemroses informasi. Dikatakan demikian sama dengan notasi yang digunakan pada semua domain yang melibatkan aplikasi jaringan saraf tiruan. Fitur ini memanifestasikan dirinya dengan cara yang berbeda: a.

      Neuron, antara satu dengan yang lain, merepresentasikan sebuah bahan yang sama terhadap semua jaringan saraf tiruan.

      b.

      Keadaan yang sama ini membuat jaringan saraf tiruan mungkin untuk berbagi teori dan algoritma pembelajaran dalam aplikasi yang berbeda.

      c.

      Jaringan modular dapat dibangun melalui integrasi tanpa hubungan pada modul-modul.

    9. Neurobiological Analogy. Rancangan jaringan saraf tiruan dianalogikan

      dengan otak manusia, yang merupakan bukti nyata bahwa toleransi terhadap kesalahan pada pemrosesan parallel tidak hanya mungkin tetapi juga cepat dan kuat(Nainggolan, 2011).

    2.2.Pengenalan Pola

      Secara umum teknik pengenalan pola bertujuan untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan pola atau objek kompleks melalui pengukuran sifat-sifat atau ciri-ciri objek bersangkutan.

      Pola adalah entitas yang terdefinisi dan dapat diberi suatu identifikasi atau nama, seperti gelombang suara, sidik jari, raut wajah, dan lain sebagainya. Suatu sistem pengenalan pola melakukan akuisisi data melalui sejumlah alat pengindera atau sensor, mengatur bentuk representasi data, serta melakukan proses analisis dan klasifikasi data. Data bisa berbentuk gambar seperti pada klasifikasi sel darah putih menggunakan citra makroskopis. Data juga dapat berbentuk berbentuk sinyal satu dimensi menurut perubahan waktu, misalnya untuk identifikasi seorang pembicara berdasarkan suaranya, maka digunakan pola hasil transformasi gelombang suara dari orang tersebut.

      Terdapat dua pendekatan utama pada pengenalan pola yaitu pendekatan geometrik atau statistik dan pendekatan struktural atau sintaktik. Kedua pendekatan tesebut sebenarnya mempunyai tahapan yang analoginya dapat dinyatakan sebagai berikut. Kalau pada pendekatan statistik perbedaan antara objek dilakukan berdasarkan ciri objek dan fungsi kerapatan pola, maka pada pendekatan sintaktik dilakukan melalui penentuan primitif yang dapat menggambarkan objek bersangkutan dan penyusunan tata bahasanya. Selanjutnya kalau pada pendekatan statistik proses pengelompokan polanya dilakukan melalui proses estimasi dan klasifikasi, pada pendekatan sintaktik dilakukan melalui proses inferensi dan deskripsi. Secara intuitif, pendekatan sintaktik lebih menarik, karena lebih dekat dengan strategi pengenalan yang dilakukan manusia. Akan tetapi dalam penetapannya lebih sulit dibandingkan dengan pendekatan statistik, terutama dalam penentuan primitif serta penentuan hubungan strukturalnya diantara primitif. Di lain pihak pendekatan statistik dapat lebih diterima karena menggunakan dasar-dasar yang lebih mapan, yaitu teori keputusan berdasarkan statistik. Model pengenalan pola dari pendekatan statistik dapat dilihat pada Gambar 2.5.(Murni, 1992)

      Proses Pra- Klasifikasi Ektraksi Ciri Pola

    pengolahan Citra

      Fase Pengenalan Fase Latihan Seleksi Ciri Latihan Sampel

      Pola

    Gambar 2.5. Model pengenalan pola dengan pendekatan statistik

      2.2.1. Proses Pra Pengolahan

      Proses awal yang dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra (edge enhancement) menggunakan teknik-teknik pengolahan citra.

      2.2.2. Ekstraksi Fitur

      Proses mengambil ciri-ciri yang terdapat pada objek dalam citra. Pada proses ini objek dalam citra dapat dideteksi bagian tepinya, lalu dihitung properti-properti objek yang berkaitan sebagai ciri. Beberapa ekstraksi fitur mungkin perlu mengubah citra masukan sebagai citra biner, melakukan penipisan pola, dan sebagainya. Ekstraksi fitur yang digunakan pada penelitian ini adalah Diagonal Based Feature Extraction.

      2.2.3. Klasifikasi dan Segmentasi

      Klasifikasi adalah proses mengelompokkan objek ke dalam kelas yang sesuai. Proses klasifikasi citra dilakukan dengan memasukkan setiap piksel citra tersebut ke dalam suatu kategori objek yang sudah diketahui.

      Segmentasi adalah proses membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel dengan tingkat keabuan piksel-piksel tetangganya.

      2.2.4. Seleksi Ciri

      Proses memilih ciri pada suatu objek agar diperoleh ciri yang optimum, yaitu ciri yang dapat digunakan untuk membedakan suatu objek dengan objek yang lainnya.

      2.2.5. Latihan

      Proses belajar membuat aturan klasifikasi sehingga jumlah kelas yang tumpang tindih dibuat sekecil mungkin(Sitorus, 2006).

    2.3. Pengenalan Pola Asosiatif

      Tujuan dari pengenalan pola ini adalah untuk mengasosiasikan vektor masukan yang diketahui dengan vektor keluaran yang diberikan. Masukan vektor yang mengalami gangguan (noise)(Rojas, 1996). Associative memory terdiri dari dua jenis pengenalan pola, yaitu: a.

      ,x ,…,x

      1 2 m

      Heteroassociative networks memetakan m masukan vektor x dalam ruang n-dimensional ke m masukan vektor y

      1 ,y 2 ,…,y m dalam ruang

      

    k -dimensional. Ini diperoleh dari algoritma pembelajaran, namun akan

      menjadi sangat sulit ketika jumlah m vector yang akan dipelajari terlalu besar(Rojas, 1996). Contoh: Pasangan pola biner x:y di mana |x| = 4 dan |y| = 2. Total bobot input ke

      y = x w

    neuron output : j k j , k (2.2)

    .....................................................................................................

      ∑ k Keterangan: j,k = 1,2,3...

      Fungsi aktivasi: 1 if y  > j

      S ( y ) = j

      

      if y

    j

       Bobot dihitung dengan aturan Hebbian (jumlah outer products semua P T pasangan training) ................................................................................... (2.3)

      W = xy p pp = 1

      4 sampel training : y

       x p p

      p=1 (1 0 0 0) (1, 0) p=2 (1 1 0 0) (1, 0) p=3 (0 0 0 1) (0, 1) p=4 (0 0 1 1) (0, 1)

      1

      1

      1

      1                 T T

      1

      1        

      1

      1

      xy = [ ] = xy = [ ] = 1 1 2 2

                             

              T T                

      xy = 3 3 [ ] 1 = xy = 4 4 [ ] 1 =

           1   1         

      1

      1

      1

      1        

      Perhitungan bobot:

      1

      1

      2                    

      1

      1          

      W

    • = = +          

      1

      1          

      1

      1

      2          

      Proses Recall:

      

    Recall dikatakan benar apabila S(y) yang dihasilkan setelah diubah dengan

    fungsi aktivasi, sama dengan target yang ditentukan dari awal.

      Contoh: x = (1 0 0 0)

      2    

      1  

      y =

      1 = ( 2 ) S ( y ) = ( 1 ) ,

      [ ]

       1  Recall Y 1 , Recall benar. x = (0 1 1 0) (tidak memiliki kemiripan sama sekali dengan masukan

      training yang ada)

      2    

      1  

      y =

      1 1 = (

      1 1 )

      [ ]

       1   

      2  

      S ( y ) (

      1 1 ) , pola tidak sesuai, Recall gagal = x = (0 1 0 0) (memiliki kemiripan dengan i

      1 dan i 2)

      2    

      1  

      y

      1 ( 1 ) = [ ] =

       

      1  

      2  

      S ( y ) = (

      1 ) , recalls Y , Re call _ benar 1 (Peng, 1995) b.

      Autoassociative networks adalah subset yang istimewa dari jaringan dimana setiap vektor diasosiasikan dengan vektor itu

      hetero-associative,

      sendiri, misalnya: y i =x i untuk i = 1,…,m. Fungsi dari jaringan ini adalah untuk memperbaiki masukan vektor yang mengalami kerusakan(Rojas, 1996). Contoh: Hampir sama dengan jaringan hetero-associative,kecuali x p =y p untuk semua p=1,…,P. Sebuah pola tunggal i = (1,1,1,-1) (bobot dihitung dengan aturan Hebbian – outer product.

      1

      1

      1 1 −

      1         T

      1

      1

      1 1 −

      1    

      W = xx =

      1

      1 1 − 1 =

      [ ]

       1  

      1

      1 1 − 1     

      − 1 − 1 − 1 −

      1

      1 Proses Recall:     training pat. (

      1

      1 1 − 1 ) ⋅ W = (

      4

      4 4 − 4 ) ( →

      1

      1 1 − 1 ) noisy pat. ( −

      1

      1 1 − 1 ) ⋅ W = (

      2

      2 2 − 2 ) ( →

      1

      1 1 − 1 ) missing info ( 1 − 1 ) ⋅ W = (

      2

      2 2 − 2 ) ( →

      1

      1 1 − 1 ) more noisy ( − 1 −

      1 1 − 1 ) ⋅ W = ( ) → tidak dikenali! (Peng, 1995)

      2.4. Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek.

      Citra analog adalah citra yang bersifat kontinu, seperti pada gambar pada monitor televisi, foto sinar-X, foto yang tercetak di kertas foto, lukisan, pemandangan alam, hasil CT-Scan, gambar-gambar yang terekam pada pita kaset, dan lain sebagainya. Citra analog tidak dapat dipresentasikan dalam komputer sehingga tidak bisa diproses di komputer secara langsung. Oleh sebab itu, agar citra ini dapat diproses di komputer, proses konversi analog ke digital harus dilakukan terlebih dahulu. Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer. Monitor akan menampilkan kotak-kotak kecil . Namun yang disimpan dalam memori hanyalah angka-angka yang menunjukkan besar intensitas pada masing-masing pixel tersebut(Sutoyo, 2009).

      Format Joint Photographers Experts Group (JPEG) suatu jenis format citra yang umumnya digunakan untuk menampilkan foto dan gambar dalam html, www atau layanan online yang lain. Format JPEG mendukung pewarnaan CMYK, RGB, dan

      

    grayscale . JPEG menggunakan format 24-bit dan oleh sebab itu informasi semua

      warna dalam gambar RGB dipertahankan tetapi kompresi ukuran secara selektif menghilangkan data awal warna persepsi manusia. Jika suatu kompresi dilakukan dengan level tinggi, maka kualitas gambar akan kurang baik, sebaliknya jika kompresi dilakukan dengan level rendah, maka kualitas gambar akan semakin tinggi(Parekh, 2006).

      2.5. Aksara Karo

    Aksara Karo adalah kumpulan tanda-tanda (karakter/simbol-simbol) utuk

      menyatakan sesuatu, yang pemakaiannya dimengerti dan disepakati, yakni oleh masyarakat Karo itu sendiri. Aksara Karo merupakan aksara milik masyarakat (etnis) Karo atau dengan kata lain, tulisan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat (etnis) Karo serta tersebar luas, dipergunakan dan diajarkan (awalnya dengan bahasa pengantar, cakap Karo) di ruang lingkup Karo yang dulunya meliputi pesisir timur di Sumatera(Oostkust van Sumatera) bagian utara dan dataran tinggi Karo yang terbentang luas diatas pegunungan Bukit Barisan.

      Aksara Karo termasuk dalam lima varian surat Batak bersama dengan aksara Toba, aksara Dairi, aksara Simalungun dan aksara Mandailing. Varian ini memiliki kesamaan penulisan, namun tidak semuanya sama. Aksara Karo yang merupakan varian surat Batak merupakan bagian rumpun tulisan Brahmi (India). Sebagian besar sistem tulisan yang ada di Afrika, Eropa, dan Asia berasal dari satu sumber, yakni aksara Semit Kuno yang menjadi nenek moyang tulisan-tulisan Asia (Arab, Ibrani dan India) maupun Eropa (Latin, Yunani dan lainnya).

      Tidak banyak literatur-literatur kuno yang dapat mendukung kapan Aksara Karo itu mulai eksis (dipergunakan secara luas di wilayah Karo), namun ada beberapa syair cinta, ramalan (katika), puisi, turi-turin (cerita), mangmang/tabas (mantra), kitab ketabib-pan, ratapan/rintihan (bilang-bilang), kitab mayan (beladiri), serta cerita sejarah adanya interaksi berupa surat-menyurat antara kerajaan Haru (Karo) dengan kerajaan-kerajaan lainnya, seperti: Johor, Malaka, Portugis, dan Aceh (walau tidak dijelaskan bahasa dan aksara apa yang dipergunakan) yang ditemukan. Selain itu aksara Karo juga dipakai sebagai media serta instrumen pengnatar ilmu pengetahuan, adat istiadat, seni, surat tenah kerja (undangan), juga ragam hias pada rumah adat dan alat-alat musik tradisional, serta bahan pembelajaran (muatan lokal).

      Cara penulisan perlu dilengkapi dengan anak huruf seperti o= ketolongen, x= sikurun, ketelengen dan pemantek. Ini dikarenakan setiap karakter pada Aksara Karo selalu berakhiran dengan huruf vokal a, sehingga bila ingin mengubah huruf vokalnya, perlu adanya anak huruf. Pada Gambar 2.6. dapat dilihat bentuk dari aksara karo.

    Gambar 2.6. Aksara Karo

    2.6 Tinjauan Penelitian Yang Berhubungan

      Banyak penelitian tentang pengenalan pola yang menggunakan metode dan objek yang berbeda.

      Penelitian Nurmila,dkk. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menemukan karakteristik training dari jaringan saraf bacpropagation dari setiap sampel. Penelitian ini juga memberikan akurasi pengenalan pola karakter aksara jawa dengan menggunakan jaringan saraf back propagation.(Nurmila,2007)

      Penelitian Adfriyansah. Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana mengenali karakter pada plat nomor kendaraan yang kondisi cacat. Pada skripsi ini dijelaskan bagaimana pengenalan karakter pada plat kendaraan dilakukan dengan menggunakan jaringan saraf tiruan back propagation, dimana pengenalan akan melalui tahapan pemrosesan citra untuk mendapatkan data input, tahap segmentasi dan pengenalan karakter.(Adfriyansah,2012)

      Penelitian Hidayatno,dkk. Identifikasi tanda tangan manusia adalah sebuah proses untuk mengenali sebuah tanda tangan serta diketahui siapa pemiliknya. Teknologi pengenalan tanda tangan termasuk dalam sistem biometrik yang menggunakan karakteristik perilaku manusia. Sepanjang perjalanan waktu ada banyak sekali kasus pemalsuan tanda tangan yang dapat merugikan si pemilik tanda tangan. Untuk itu dibutuhkan sebuah sistem yang dapat mengenali tanda tangan seseorang.(Hidayatno,2008)