MAKALAH FIKIH MENEJEMEN ZAKAT ASNAF ZAKA

MAKALAH FIKIH MENEJEMEN ZAKAT
Dosen Pengampu : Rahmad Hakim, M. M.A
Memahami Perkembangan Zakat Kontemporer

Disusun Oleh:
Windi Argiatmoko 201610020311039
Thia Sasmita 201610020311001

AHWAL AS SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pesatnya perkembangan keilmuan yang diiringi dengan perkembangan teknologi dan
ekonomi dengan ragam dan coraknya, maka perkembangan kehidupan saat ini tidak dapat
disamakan dengan kehidupan zaman sebelum masehi atau di zaman Rasulullah saw dan
generasi setelahnya. Tetapi subtansi kehidupaan tentunya tidak akan terlalu jauh berbeda.
Kegiatan ekonomi misalnya, diera manapun jelas akan selalu ada, yang berbeda adalah
bentuk dan corak kegiatannya, karena subtansinya dari kegiatan tersebut adalah bagaimana

manusia memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan semakin berkembangnya pola kegiatan ekonomi maka pemahaman tentang
kewajiban zakat pun perlu diperdalam sehingga ruh syariat yang terkandung didalamnya
dapat dirasakan tidak bertentangan dengan kemajuan tersebut. Maka pemahaman fiqh zakat
kontemporer dengan mengemukakan ijtihad-ijtihad para ulama kontemporer mengenai zakat
tersebut perlu difahami oleh para pengelola zakat dan orang-orang yang memiliki kepedulian
terhadap masalah zakat ini
Dr Yusuf Qordhowi yang sampai saat ini karyanya mengenai fiqh zakat belum ada
yang bisa menandinginya, menyatakan bahwa mensikapi perkembangan perekonomian yang
begitu pesatnya, diharapkan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pengelola
zakat khususnya lembaga-lembaganya, yaitu berpedoman pada kaidah perluasan cakupan
terhadap harta yang wajib dizakati, sekalipun tidak ada nash yang pasti dari syariah, tetapi
berpedoman pada dalil yang umum. (Qordhowi, 1994, 15)
B. Rumusan Masalah
a. Apa saja objek kontemporer zakat di era modern saat ini?
b. Bagaimana perhitungan zakat kontemporer?
c. Apa saja ahnaf atau penerima zakan kontemporer selain yang telah di fahami dari 8
ahnaf zakat?
C. Tujuan Penulisan
Adapun makalah ini kami buat guna memenuhi tugas matakuliah fikih dan menejmen

zakat, dan disisi lain agar pembaca mengetahui objek dan ahnaf kontemporer dari zakat pada
zaman saat ini.
BAB 2

PEMBAHASAN
Zakat kontemporer dalam ekonomi modern sebagai harta wajib zakat, seperti zakat
profesi, zakat perusahaan, zakat surat-surat berharga, zakat perdagangan mata uang dan zakat
sector modern lainnya. Juga tentang landasan hukum, nisbah, waktu dan cara
mengeluarkannya. Perkembangan objek zakat kontemporer antara lain :

A. Hukum zakat hasil perkebunan
Para fuqoha sependapat mengenai wajibnya zakat pada empat macam tanaman, yaitu
gandum, jewawut, kurma, anggur kering. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw:

‫ة ِاَ ش‬
‫ط‬
‫صدط ط‬
‫ ِاَل ش‬:ِ ‫ة‬
‫خ ن‬
‫ة‬

‫ل ِت طأ ن خ‬
‫ق ط‬
‫واَل ن ة‬
‫ش ة‬
‫ن ِ ط‬
‫حن نطط ة‬
‫ع ة‬
‫ذ ة‬
‫ه ة‬
‫ل ِ ة‬
‫ه ِاَل طنرب ط ط‬
‫م ن‬
‫ذ ِاَل ش‬
‫ر ِ ط‬
‫عي ن ة‬
‫ب ِ)رواَه ِاَلداَر ِقطنى ِواَلحاكم ِواَلطبراَنى‬
‫)واَلت ت ن‬
‫واَلشزب ةي ن ة‬
‫ر ِ ط‬
‫م ة‬

Artinya : "Janganlah kamu mengambil zakat tumbuh-tumbuhan kecuali dari empat
macam; sya'ir, gandum, zabib dan kurma." (H.R. Daruqutny, Hakim dan Thabrani).
Namun mereka berselisih pendapat mengenai hasil tanaman selainnya.
a. Ibnu Abi Laila, Sofyan Al-Tsauri, dan Ibnu Mubarak berpendapat tidak wajib
membayar zakat dari hasil tanaman kecuali empat macam seperti disebutkan di atas.
b. Imam Malik dan Imam Syafi'I menyatakan bahwa zakat dikenakan terhadap semua
jenis tanaman yang dapat disimpan lama dan merupakan makanan pokok.
c. Imam Ahmad berpendapat bahwa semua tanaman yang ditanam manusia, yang
kering, yang tahan lama, dan ditakar, baik biji-bijian maupun buah, baik merupakan makanan
pokok maupun bukan seperti mentimun dikenakan zakat.
d. Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat dikenakan terhadap semua hasil bumi,
selain rumput, kayu dan bambu.
e. Abu Yusuf dan Muhammad menyatakan, "Tidak wajib zakat atas hasil tanaman,
kecuali biji-bijian dan buah-buahan yang tidak dapat diawetkan selama satu tahun, tanpa
banyak pemeliharaan, baik berupa hasil yang bisa ditakar seperti biji-bijian maupun yang
ditimbang seperti kapas dan gula. Mentimun, semangka, sayuran, mangga, jeruk dan lain-lain
tidak bisa diawetkan maka tidak wajib dizakati.

Perbedaan pendapat antara fuqoha yang menetapkan wajib zakat hanya ada pada
empat macam tanaman dengan fuqoha yang menetapkan kewajiban zakat atas semua hasil

tanaman yang dapat diawetkan dan merupakan makanan pokok, disebabkan karena
perbedaan pendapat mereka mengenai pertalian zakat dengan keempat macam tanaman
tersebut, apakah karena zat makanan itu sendiri, ataukah karena adanya suatu illat padanya,
yaitu kedudukannya sebagai makanan pokok.
Bagi fuqoha yang berpendapat bahwa pertalian itu ada pada zatnya, maka tidak wajib
zakat kecuali empat macam tanaman tersebut. Sedang bagi fuqoha yang menyatakan bahwa
pertalian itu karena kedudukannya sebagai makanan pokok, maka mereka menetapkan
wajibnya zakat bagi semua hasil bumi, kecuali rumput, kayu, dan bambu, dikarenakan adanya
pertentangan antara qiyas dengan ketentuan umum.
Bagi fuqoha yang memegangi ketentuan umum, mereka mewajbkan zakat pada semua
tanaman, selain tanaman yang dikecualikan oleh ijma'. Sedang fuqoha yang memegangi
qiyas, mereka hanya mewajibkan zakat atas tanaman-tanaman yang merupakan bahan
makanan pokok.

B. Hukum zakat peternakan dan perikanan
Para fuqoha bersepakat wajib zakat atas beberapa jenis binatang, yaitu kerbau, lembu,
unta, kambing, dan biri-biri. Namun mereka berbeda pendapat mengenai binatang ternak
lainnya, demikian pula mengenai perikanan. Seperti halnya zakat hasil perkebunan,
kewajiban mengeluarkan zakat hasil peternakan dan perikananpun harus dikembangkan.
Diantara hewan-hewan yang diperselisihkan ada yang berkenaan dengan macamnya

dana dan yang berkaitan dengan sifatnya. Yang diperselisihkan mengenai macamnya ialah
kuda. Jumhur berpendapat bahwa kuda tidak wajib dizakati, karena adanya hadits nabi saw:

‫و ط‬
‫صدط ط‬
‫فى ِ ط‬
‫ة‬
‫فى ِ ط‬
‫س ِ ط‬
‫ف ة‬
‫ل ِ ة‬
‫م ِ ة‬
‫س ة‬
‫فطر ة‬
‫د ة‬
‫عب ن ة‬
‫م ن‬
‫عطلى ِاَل ن خ‬
‫ه ِ ط‬
‫ل طي ن ط‬

‫ه ِ ط‬
‫سل ة ة‬
Artinya: "Tidak ada sedekah (zakat) atas orang Islam, baik pada hamba maupun
kudanya."
Sedang Abu Hanifah menyatakan bahwa bila kuda itu dfigembalakan dan
dikembangbiakan, maka dikenai zakat bila terdiri dari kuda jantan dan betina. Abu Hanifah
mendasarkan pada hadits Nabi saw yang beliau ungkapkan setelah menyebutkan kuda:

‫ها‬
‫ر ط‬
‫ه ِ ة‬
‫ق ِاَلل ة‬
‫س ِ ط‬
‫م ِاَ ط ن‬
‫فى ِظخ خ‬
‫ح ش‬
‫ثخ ش‬
‫م ِي طن ن ط‬
‫هوُ ة‬
Artinya: Dan ia tidak melupakan hak Allah pada lehernya maupun punggungnya.

Abu Hanifah menyatakan bahwa yang dimaksud hak Allah dalam hadits tersebut
adalah zakat, yakni pada kuda yang digembalakan.
Adapun mengenai binatang ternak lainnya dan perikanan, jumhur ulama salafiyah
tidak mengenakan pungutan apa-apa, karena memang tidak ada nashnya disamping waktu
belum dijadikan usaha untuk merncari kekayaan. Ini berbeda dengan sekarang, bahwa
peternakan dan perikanan dijadikan usaha besar yang penghasilannya bisa lebih besar dari
hewan yang dikenakan zakatnya oleh nash. Berdasarkan inilah sangat tepat para pembaharu
dalam bidang fiqih mengqiyaskan binatang tersebut dengan binatang ternak yang wajib
dizakati, yakni dengan dikenai zakat.
C.

Zakat Profesi.
Yusuf Al-Qordowi menyatakan bahwa diantara hal yang sangat penting untuk
mendapatkan perhatian kaum muslim saat ini adalah penghasilan atau pendapatan yang di
usahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukan secara sendiri, misalnya, profesi
dokter, arsitek, ahli hukum dan sebagainya maupun yang di lakukan secara bersama-sama
misalnya pegawai (pemerintah maupun swasta) dengan memakai system upah atau gaji1.
Wahab al-Zuhaili mengemukakan kegiatan penghasilan atau pendapatan yang di
terima seseorang melalui usaha sendiri (wirausaha) seperti dokter, ahli hukum, penjahit dan
sebagainya. Dan juga terkait dengan pemerintah (pegawai negri) atau pegawai swasta yang

mendapatkan gaji dan upah, dalam waktu yang relative tetap. Seperti sebulan sekali.
Penghasilan atau pendapatan yang semacam ini dalam istilah fiqh di katakana al- maal almustafaad.
Fatwa ulama yang di hasilkan pada waktu Muktamar Internasional Pertama tentang
zakat di kwait tanggal 29 Rojab 1404 H. ( 30 April 1984 M.), Bahwa salah satu kegiatan yang
menghasilkan kekuatan bagi manusia sekarang adlah kegiatan profesi yang menghasilkan
amal bermanfaat baik yang di lakukan sendiri, seperti kegiatan dokter, arsitek dan
sebagainya. Maupun yang di lakukan secara bresama-0sama seperti karyawan atau para
pegawai. Semua itu menghasilkan pendapatan gaji2.
1 Yusuf Al-Qordowi, Fiqh Zakat, (Beirut : Mussasah Risalah, 1991) hlm. 487
2 Wahab al – Zuhaili, Al-Fiqih al-Islami wa Adillatuhu, Juz III, hlm. 1948

Secara secara global, Allah telah menyatakan mengenai zakat pendapatan dengan
redaksi “min thayyibati maa kasabtum” (Q.S. Al-Baqoroh 2 : 267) sebagaimana di terangkan
dalam hadist :

‫فطل ِطز ط‬
‫اً ِ ط‬,‫مالل‬
‫ست ط ط‬
ِ ‫حشتى‬
‫ة ِ ط‬

‫كا ط‬
‫ن ِ خ‬
‫ط‬
‫عل طي ن ة‬
‫ه ِ ط‬
‫فا ط‬
‫ن ِاَ ة ن‬
‫د ِ ط‬
‫ ِ) ِ ط‬:‫مطر‬
‫ع ط‬
‫م ة‬
‫ن ِاَ ةب ن ة‬
‫ع ة‬
‫ق خ‬
‫و ن‬
‫وُ خ‬
‫حوُ ط‬
‫فه‬
‫ج خ‬
‫ل ِاَ طل ن ط‬

‫يط خ‬
‫واَلشراَ ة‬
‫ح ِ ط‬
‫ل ِ( ِ ِ ط‬
‫ح ن‬
“ Barang siapa yang mendapatkan harta, dia tidak wajib zakat hingga harta tersebut
telah dimilikinya, selama satu tahun.”(H.R Turmudzi, dari Ibnu Umar ).
a. Landasan Hukum Zakat Profesi
Semua penghasilan melalui kegiatan professional tersebut, apabila telah mencapai
nishab, maka wajib di keluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-nash yang bersifat
umum, misalnya firman Allah dalam surat At-Taubah : 103 dan Al-baqoroh : 267 dan juga
Firman-Nya dalam Adz-Dzariyat : 19

‫ط‬
‫و ة‬
‫م ن‬
‫م ِ ط‬
‫ق ِةلل ش‬
‫واَل ن ط‬
‫ح ق‬
‫ه ن‬
‫فيِ ِأ ن‬
‫ل ِ ط‬
‫سائ ة ة‬
‫م ط‬
‫ط‬
‫حخروم ة‬
‫وُاَل ة ة‬
“ Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan
orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
Sayyid Qhutub, dalam tafsirnya Fizhilaalil Qur’an menafsirkan surat al-baqoroh ayat
267 menyatakan bahwa,, nash ini mencakup seluruh hasil usaha manusia baik dan halal dan
mencakup pula seluruh yang di keluarkan Allah SWT dari dalam dan atas bumi, seperti hasilhasil pertaniian maupun hasil pertambangan seperti minyak3. Karena itu nash ini mencakup
semua harta, baik yang terdapat di zaman Rasulallah SAW maupun di zaman sesudahnya.
Semuanya wajib di keluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana di
terangkan dalam sunnah Rasulallah SAW, baik yang sudah di ketahui secara langsung,
maupun yang di qiyas-kan kepadanya. Al-qur’an dalam tafsir Al-jaami’ Li Ahkam Al-Qur’an,
menyatakan bahwa yang di maksud dengan kata-kata hakkun ma’lum (hak yang pasti) pada
Ad-Dzariyat : 19 adalah zakat yang di wajibkan. Jika telah memenuhi persyaratan kewajiban
zakat, maka harus di keluarkan zakatnya.
b. Nishab, Waktu, Kadar dan Cara Mengeluarkan Zakat Profesi
3 Sayyid Quthub Fi Zhilaalil Qur’an, hlm. 310-311

Pada zakat perdagangan maka nishab, kadar dan waktu pengeluarannya sama seperti
dengan zakat emas dan perak. Nishabnya 85 kg emas kadar zakatnya 2,5 % dalam waktu
mengeluarkannya setahun sekali, setelah di kurangi kebutuhan pokok. Contoh, jika si A
berpenghasilan Rp. 5.000.000,- / bulan dan kebutuhan pokok perbulan sebesar Rp.3.000.000,maka besar zakat yang di keluarkannya adalah 2,5 % x 12 x Rp. 2.000.000,-. Atau sebesar
Rp. 6000.000/tahun. Atau Rp. 50.000,- / bulan.
Pada zakat pertanian, maka nishabnya adalah senilai 653 kg padi atu gandum, kadar
zakatnya 5% dan di keluarkan setiap mendapatkan gaji. Contoh, jika kewajiban zakat si A
adalah 5% x 12 x Rp. 2.000.000,- sebesar 1.200.000 / tahun.
Zakat rikaz maka zakatnya sebesar 20% tanpa ada hisab dan di keluarkan pada saat
menerimanya4. Pada contoh di atas, maka si A mempunyai kewajiban berzakatnya 20% x
5.000.000 atau sebesar Rp. 1.000.000,- / bulan.
Zakat profesi bisa di analogikan pada dua hal sekaligus. Yatitu, zakat pertanian dan
zakat emas dan perak. Misalnya setiap bulan bagi karyawan yang menerima gaji bulanan
langsung dikeluarkan zakatnya karena di analogikan pada zakat pertanian, maka bagi zakat
pofesi tidak ada ketentuan haul, ketentuan waktu menyalurkan adalah pada saat menerima.
Mislanya, setiap bulam. Missal, seorang dokter yang membuka prakteknya sendiri maka
zakatnya dikeluarkan setiap bulan sekali.
Dari sudut kadar zakat, di analogikan pada zakat uang, karena memang gaji
honotarium, pada umumnya yang di terima dalam bentuk uang, maka kadar zakatnya adalah
sebesar rub’ul ‘usyri atau 2,5 %.Kadar dan nishab zakat profesi pada zakat pertanian dan
zakat nuqud (emas dan perak) adalah qiyas yang ‘ilat hukumnya ditetapkan melalui metode
syabah5.
Contoh, misalnya seorang konsultan mendapatkan honorium 5 juta/bulan, dan ini
sudah mencapai nishab, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya 2;5 % / bulan 6. Sebaliknya
jika seorang pegawai bergaji 1 juta perbulan, dan belum mencapai nishab, maka ia tidak
wajib berzakat. Dalam perspektif ekonomi modern zakat prifesi termasuk kategori Flows7.
4 Muhammad baghir al-Habsyi, Fiqh Praktis, hlm. 302
5 Amir Syarifuddin ushul fiqih, (Jakarta : Logos, 1987) Jilid I hal 2004, yang di maksud dengan asal pokok
masalah atau tempat bersandarnya Qiyas) karena ada jaami 9alasan yang mempertemukan ) yang
menyerupainya.
6 Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2003)
7 Flows adalah berbagai aktivitas ekonomi yang di lakukan dalam waktu, jam, hari, bulan, bergantung pada
akadnya.

D. Zakat Perusahaan.
Perusahaan pada umumnya, mencakup tiga hal yang besar, pertama perusahaan yang
menghasilkan produk-produk tertentu. Jika di kaitkan dengan kewajiban zakat, maka produk
yang di hasilkan harus halal dan dimiliki oleh orang yang beragma islam, atau jika
pemiliknya bermacam-macam agamanya, maka berdasarkan kepemilikan saham ynag
beragama islam, contohnya perusahaan sandang pangan, perusahaan kendaraan dan lain
sebagainya.
Kedua, perusahaan yang bergerak di bidang jasa, seperti perusahaan di bidang
akuntansi dan sebagainya. Ketiga, perusahaan yang bergerak di bidang keuangan, misalnya
lembaga keuangan, baik bank maupun non bank (asuransi, reksadana, money changer).
Adapun yang menjadi landasan hukum kewajiban zakat pada perusahaan adalah
nash-nash yang bersifat umum, seperti dalam surat al-baqoroh : 267

‫ط‬
‫ف خ‬
‫ما‬
‫مخنوُاَ ِأ طن ن ة‬
‫و ة‬
‫ن ِططي يطبا ة‬
‫قوُاَ ِ ة‬
‫ها ِاَل ش ة‬
‫ما ِك ط ط‬
‫طيا ِأي ي ط‬
‫م ن‬
‫ذي ط‬
‫م ش‬
‫سب نت خ ن‬
‫ت ِ ط‬
‫ن ِآ ط‬
‫م ِ ط‬
‫ن ط‬
‫ف خ‬
‫ن‬
‫خةبي ط‬
‫موُاَ ِاَل ن ط‬
‫أط ن‬
‫ه ِت خن ن ة‬
‫ث ِ ة‬
‫م ِ ة‬
‫قوُ ط‬
‫خطر ن‬
‫م ط‬
‫من ن خ‬
‫م خ‬
‫وطل ِت طي ط ش‬
‫جطنا ِل طك خ ن‬
‫ض ِ ط‬
‫ن ِاَلنر ة‬
‫ط‬
‫ط‬
‫ه ِ ط‬
ِ‫ي‬
‫ن ِت خ ن‬
‫واَ ن‬
‫ضوُاَ ِ ة‬
‫م ِةبآ ة‬
‫م خ‬
‫في ة‬
‫غ ة‬
‫ذي ة‬
‫خ ة‬
‫موُاَ ِأ ش‬
‫ه ِإ ةشل ِأ ن‬
‫ول ط ن‬
‫ن ِاَلل ش ط‬
‫عل ط خ‬
‫ست خ ن‬
‫ه ِ ط‬
‫ط‬
‫غن ة ق‬
‫ح ة‬
‫ميدة‬
‫ط‬
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya.
Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Dari Muhammad bin Abdillah al-Ashari, ia berkata bahwa Abu Bakar R.A telah
menuliskan surat yang berisikan kewajiban yang di perintahkan Rasulallah SAW :
“Dan janganlah disatukan (dikumpulkan) harta yang mula-mula terpisah, sebaliknya
jangan pula di pisahkan harta yang pada mulanya bersatu, karena takut mengeluarkan
zakat.”
Hadist tersebut pada awalnya berdasarkan asbab al-wurud, adalah hanya berkaitan
dengan perkongsian hewan ternak, sebagaimana di kemukakan dalam berbagai kitab fiqih
tetapi dengan dasar qiyas, (analogi) di pergunakan pulauntuk berbagai syirkah perkongsian

serta kerjasama usaha dalam berbagai bidang. Berdasarkan hadist-hadist tersebut, keberadaan
perusahaan sebagai wadah usaha menjadi badan hukum (rech person).
Karena itu, muktamar interasional pertamatentang zakat menyatakan bahwa
kewajiban zakat sangat terkait dengan perusahaan, dengan catatan adanya kesepakatan
sebelumnya antara pemegang saham, agar terjadi keridhaan dan keikhlashan mengeluarkan
kesepakatan itu. Seyogyamya di tuangkan dalam aturan perusahaan, sehingga sifatnya
menjadi terikat.
Dalam kaitannya dengan kewajiban zakat perusahaan ini, dalam Undang-undang No.
38, Tahun 1997, tentang pengelolaan zakat Bab IV Pasal II ayat (2) bagian (b) di kemukakan
bahwa di antara objek zakat yang wajib di keluarkan zakatnya adalah perdagangan dan
perusahaan.
Secara umum, pola pembayaran dan perhitungan zakat perusahaan adalah sama
dengan zakat perdagangan, demikian pla nishabnya adalah senilai 85 gram emas. Pola
perhitungan zakat perusahaan di dasarkan pada laporan keuangan (neraca) dengan
mengurangkan kewajiban kewajiban atas aktiva lancer atau seluruh harta (diluar sarana dan
prasarana) di tambah keuntngan, di kurangi pembayaran utang dan kewajiban lainnya, lalu di
keluarkan 2,5 % sebagai zakatnya. Sementara pendapatan lain ada yang menyatakan, bahwa
yang wajib di keluarkan zakatnya itu hanyalah keuntungan saja.
C. Zakat Saham.
Salah satu bentuk harta yang berkaitan dengan perusahaan dan bahkan dengan
kepemilikannya adalah saham. Yusuf Al-Qordhowi mengemukakan dua pendapat yang
berkaitan dengan kewajiban zakat pada saham8.
Pertama, jika perusahaan itu merupakan perusahaan industry murni artinya tidak
melakukan kegiatan perdagangan maka sahamnya tidak wajib di zakati. Misalnya hotel,
travel dan angkutan. Alasannya adalah saham-saham itu tidak terletak pada alat-alat,
perlegkapan, gedung, sarana dan prasarana lainnya. Akan tetapi keuntungan yang ada di
masukan kedalam harta para pemilik saham tersebut, lalu zakatnya di keluarkan bersama
zakat lainnya. Pendapat ini pula di kemukakan oleh Syekh Abdurrahman Isa.
Kedua, jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan dagang murni yang membeli
dan menjual barang-barang, tanpa melakukan keguatan pengolahan seperti perusahaan yang
8 Yusuf Al-Qordhawi Op.Cit hal. 523,

menjual hasil-hasil industry. Seperti dagang internasional, perusahaan ekspor-impor, maka
saham atas perusahaan itu wajib di keluarkan. Dari sudut hukum, saham termasuk kedalam
harta yang wajib di keluarkan zakatnya. Kewajiban zakat ini di kaitkan dengan nash-nash
yang bersifat umum, seperti at-Taubah : 103 dan Al-Baqoroh : 267 yang mewajibkan semua
harta yang di miliki untuk di keluarkan zakatnya.
Zakat saham di analogikan pada zakat perdagangan, baik baik nishab maupun
kadarnya. Yaitu nishabnya senilai 85 gram emas, dan kadarnya 2,5 %. Yusuf al Qahdhawi
memberikan contoh jika seseorang memiliki saham senilai 100 dinar, kemudian di akhir
tahun mendapatkan dividen (keuntungan) sebesar 200 dinar, maka ia hars mengeluarkannya
sebesar 2,5 % dari 1.200 dinar. Atau sekitar 30 dinar.
Sementara itu, muktamar internasional pertama tentag zakat menyatakan bahwa, jika
perusahaan telah menegluarka zakatnya sebelum dividen di bagikan kepada para pemegang
saham, maka para pemegang saham tidak perlu lagi mengeluarkan zakatnya. Jika belum
mengeluarkan zakat, maka para pemegang sahamlah berkewajiban mengeluarkan zakatnya.
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Zakat merupakan ibadah maaliyah ijtimaa’iyyah artinya ibadah di bidang harta yang
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam membangun masyarakat. Jika zakat di kelola
dengan baik, baik dalam pengambilannya maupun pendistribusianya pasti akan dapat
mengangkat kesejahteraan masyarakat.
Sector ekonomi modern potensial sebagai harta wajib zakat adalah zakat perkebunan,
pertenian dan prikanan zakat profesi, zakat perusahaan dan sumber zakat modern lainnya
dengan berdasarkan nash yang masih umum.
Di dalam menentukan sumber atau objek zakat atau harta yang wajib di keluarkan
zakatnya, Al-Qur’an dan hadist mempergunakan dua metode tafsil dan pendekatan ijmal
(global).






DAFTAR PUSTAKA
Yusuf Al-Qordowi, Fiqh Zakat, (Beirut : Mussasah Risalah, 1991)
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, (Malang, UIN Malang, 2008)

Syaikh Muhammad, Fatwa Fatwa Zakat, (Jakarta,Darus sunnah press 2008)
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, Jakarta : 2002 PT Gema



Insani Press.
Hassan Saleh, Kajian Fiqih Nabawi Dan Fiqih Kontemporer, (Jakarta, 2008. PT
Raja Grafindo Persada).



Mursyidi, Akuntansi Zakat Kontemporer, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2003)