MAKALAH Akuntansi Sektor Publik Standar

MAKALAH
Akuntansi Sektor Publik
Standar Akuntansi Pemerintahan

KELOMPOK
II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik, pemerintah terus melakukan
usaha-usaha untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara. Usaha reformasi keuangan negara mencakup bidang
peraturan perundang-undangan, kelembagaan, sistem, dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia.
Gagasan perlunya standar akuntansi pemerintahan sebenarnya sudah lama ada,
namun baru pada sebatas wacana. Seiring dengan berkembangnya akuntansi di
sektor komersil yang dipelopori dengan dikeluarkannya Standar Akuntansi
Keuangan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (1994), kebutuhan standar akuntansi

pemerintahan kembali menguat. Oleh karena itu Badan Akuntansi Keuangan
Negara (BAKUN), Departemen Keuangan mulai mengembangkan standar
akuntansi.
Seperti dalam organisasi komersial (commercial organization), para pengambil
keputusan dalam organisasi pemerintah pun membutuhkan informasi untuk
mengelola organisasinya. Selain sebagai dasar sebagai pengambilan keputusan,
informasi juga dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan
pertanggungjawaban pengelolaan organisasi terhadap pihak lain. (Baldric
Siregar dan Bonni Siregar, 2001: 1) Oleh karena itu, pemerintah memerlukan
suatu standar akuntansi di bidangnya tersendiri dalam menjalankan aktivitas
layanan kepada masyarakat luas.
Dengan ditetapkannya PP SAP maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah
telah memiliki suatu pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan
keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional. Hal
ini menandai dimulainya suatu era baru dalam pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD dalam rangka memenuhi prinsip transparasi dan
akuntabilitas.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah kami adalah:


1. Seperti apakah Laporan Keuangan Pokok di dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan,
2. Apa saja Komponen dari laporan keuangan pemerintah,
3. Seperti apakah Laporan keuangan konsolidasi pemerintah,
4. Bagaimana Catatan atas laporan keuangan pemerintah,
5. Bagaimana Standar akuntansi aktiva,
6. Bagaimana Standar akuntansi passiva,
7. Bagaimana Standar akuntansi ekuitas dana,
8. Bagaimana Standar akuntansi pendapatan,
9. Bagaimana Standar akuntansi belanja,
10.Bagaimana Standar akuntansi pembiayaan,
11.Bagaimana Standar akuntansi koreksi kesalahan,
12.Bagaimana Standar akuntansi perubahan kebijakan akuntansi,
13.Bagaimana Standar akuntansi peristiwa luar biasa.
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari makalah adalah untuk mengetahui ;

1. Laporan Keuangan Pokok,
2. Komponen laporan keuangan pemerintah,

3. Laporan keuangan konsolidasian,
4. Catatan atas laporan keuangan pemerintah,
5. Standar akuntansi aktiva,
6. Standar akuntansi passiva,
7. Standar akuntansi ekuitas dana,
8. Standar akuntansi pendapatan,
9. Standar akuntansi belanja,
10.Standar akuntansi pembiayaan,
11.Standar akuntansi koreksi kesalahan,

12.Standar akuntansi perubahan kebijakan akuntansi,
13.Standar akuntansi peristiwa luar biasa.

1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah yang kami lakukan adalah:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang standar akuntansi
pemerintah,
2. Bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan penulis pada khususnya
terutama yang membutuhkan informasi tentang standar akuntansi

pemerintah, serta
3. Memberikan sumbangan pemikiran bagi kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu akuntansi dalam bidang sektor publik

BAB II

ISI

2.1 Dasar Hukum Standar Akuntansi Pemerintahan
Sistem akuntansi pemerintahan adalah serangkaian prosedur manual maupun
yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran
dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah. (Peraturan
Pemerintahan tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, pasal 1).
Bergulirnya era reformasi memberikan sinyal yang kuat akan adanya
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Salah satunya
adalah PP 105/2000 yang secara eksplisit menyebutkan perlunya standar
akuntansi pemerintahan dalam pertanggungjawaban keuangan daerah. Pada
tahun 2002 Menteri Keuangan membentuk Komite Standar Akuntansi
Pemerintah Pusat dan Daerah yang bertugas menyusun konsep standar
akuntansi pemerintah pusat dan daerah yang tertuang dalam KMK

308/KMK.012/2002.
UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa
laporan pertanggungjawaban APBN/APBD harus disusun dan disajikan sesuai
dengan standar akuntansi Pemerintahan, dan standar tersebut disusun oleh
suatu komite standar yang indenden dan ditetapkan dengan peraturan
pemerintah. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharan Negara kembali mengamanatkan penyusunan laporan
pertanggungjawaban pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan standar
akuntansi pemerintahan, bahkan mengamanatkan pembentukan komite yang
bertugas menyusun standar akuntansi pemerintahan dengan keputusan
presiden. Dalam penyusunan standar harus melalui langkah-langkah tertentu
termasuk dengar pendapat (hearing), dan meminta pertimbangan mengenai
substansi kepada BPK sebelum ditetapkan dalam peraturan pemerintah.

2.2 Laporan Keuangan Pokok
Akuntansi merupakan kegiatan jasa yang berfungsi menyediakan informasi
keuangan suatu badan usaha tertentu. Informasi ini disajikan dalam laporan

keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan,
laporan perubahan posisi keuangan serta catatan atas laporan keuangan.


Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi
keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.
Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi
keuangan, realisasi anggaran, arus kas, dan kinerja keuangan suatu entitas
pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan
mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.

Neraca menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu waktu
tertentu, dimana informasi yang tersedia berupa informasi harta, kewajiban
serta modal. Perhitungan laba rugi menunjukkan pendapatan yang diperoleh,
biaya yang dikeluarkan serta hasil usaha yang diperoleh dalam suatu periode
yang terakhir pada tanggal yang tertera di neraca. Laporan perubahan posisi
keuangan menyajikan kegiatan pembiayaan dan investasi perusahaan.

2.3 Komponen Laporan Keuangan Pemerintah
Menurut IPSAS (International Public Sector Accounting Standards) laporan
keuangan akrual secara umum setidaknya terdiri dari:

1. Statement of Financial Position (Neraca),

2. Statement of Financial Performance (Laporan Kinerja Keuangan),
3. Statement of Changes In Net Assets/Equity (Laporan Perubahan dalam
Aset Bersih/Ekuitas),
4. Cash Flow Statement (Laporan Arus Kas), dan
5. Accounting Policies and Notes to The Financial Statements (Catatan atas
Kebijakan Akuntansi dan Catatan atas Laporan Keuangan).
Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas
pelaporan, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh unit yang
mempunyai fungsi perbendaharaan. Unit yang mempunyai fungsi
perbendaharaan adalah unit yang ditetapkan sebagai bendaharawan umum
negara/daerah dan/atau sebagai kuasa bendaharawan umum negara/daerah.

Neraca merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan suatu
entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal
pelaporan. Neraca disusun dengan sistem sentralisasi dan desentralisasi.
Dengan sistem sentralisasi, neraca disusun secara terpusat oleh bagian
akuntansi suatu entitas pelaporan. Sedangkan dengan desentralisasi neraca
disusun oleh entitas-entitas akuntansi yang kemudian digabung oleh entitas
pelaporan. Pada pemerintah daerah, SKPD merupakan entitas akuntansi yang
berkewajiban menyusun laporan keuangan yang akan digabungkan oleh

SKPKD menjadi Neraca Daerah. Penggabungan tersebut dilakukan dengan
menjumlahkan akun-akun neraca SKPD dan SKPKD serta mengeliminasi akunakun timbal balik.
Neraca terdiri dari aset, kewajiban, dan ekuitas dana (net asset). Ekuitas
dana merupakan selisih dari aset setelah dikurangi kewajiban, atau dalam
persamaan akuntansi dapat dirumuskan:
Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana
Hubungan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dapat digambarkan sebagai
berikut:

 Neraca
 Aset Rp XXX Kewajiban Rp XXX
 Ekuitas Dana Rp XXX
 Total Rp XXX Total Rp XXX

2.4 Laporan Keuangan Konsolidasian
Laporan Keuangan Konsolidasian merupakan Laporan Keuangan Pemerintah
Pusat yang dihasilkan dari proses konsolidasi antar laporan-laporan yang
dihasilkan oleh Kementerian Negara/Lembaga. Sampai dengan level
Kementerian Negara/Lembaga, laporan keuangan yang dihasilkan masih berupa
laporan keuangan gabungan/kompilasi, dalam arti hanya menjumlahkan nilai

setiap akun yang sama tanpa ada proses eliminasi.

2.5 Catatan Atas Laporan Keuangan Pemerintah
Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus mempunyai

referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau
analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan
Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh
Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya
yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti
kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. Dalam keadaan tertentu
masih dimungkinkan untuk mengubah susunan penyajian atas pos-pos tertentu
dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Misalnya informasi tingkat bunga dan
penyesuaian nilai wajar dapat digabungkan dengan informasi jatuh tempo suratsurat berharga.
Selain mensyarat penyusunan laporan keuangan di atas, PP SAP juga memuat
prosedur yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyusun dan
menyaksikan laporan keuangan baik bagi pemerintah pusat maupun daerah.

Dengan adanya SAP maka laporan keuangan pemerintah pusat/daerah akan
lebih berkualitas (dapat dipahami, relevan ,handal dan dapat diperbandingkan).
Laporan tersebut akan diaudit terlebih dahulu oleh BPK untuk diberikan opini
dalam rangka meningkatkan kredibilitas laporan, sebelum disampaikan kepada
para Stakeholder antara lain : pemerintah (eksekutif), DPR/DPRD
(legislatif ) ,investor ,kreditor dan mesyarakat pada umumnya dalam rangka
transpaansi dan akuntanbilitas Keuangan Negara

2.6 Standar Akuntansi Aktiva
Aset atau aktiva adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki
oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh
pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa
bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan
sejarah dan budaya
Aset atau aktiva diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan
diperoleh oleh pemerintah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur
dengan andal. Aset atau aktiva diakui pada saat diterima atau kepemilikannya
dan/atau kepenguasaannya berpindah. Jika suatu entitas memiliki aset moneter

dalam mata uang asing maka harus dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang
rupiah. Penjabaran mata uang asing tersebut menggunakan kurs tengah bank
sentral pada tanggal neraca. Aset diklasifkasikan menjadi aset lancar dan aset
nonlancar.

1. Aset Lancar

Suatu aset diklasifkasikan sebagai aset lancar jika:
o

diharapkan segera untuk direalisasikan, dipakai, atau dimiliki untuk
dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan,
atau

o

berupa kas dan setara kas.

Aset lancar disajikan dalam neraca meliputi kas dan setara kas, investasi jangka
pendek, piutang, dan persediaan.
a). Kas dan Setara Kas
Kas diakui pada saat diterima atau pada saat kepemilikannya dan/atau
kepenguasaannya berpindah. Kas dicatat sebesar nilai nominal artinya disajikan
sebesar nilai rupiah tersebut. Apabila terdapat kas dalam valuta asing, maka kas
tersebut dikonversi menjadi rupiah dengan menggunakan kurs tengah BI pada
tanggal laporan. Termasuk dalam klasifkasi kas adalah kas di bank, kas yang
dipegang bendahara, dan deposito berjangka kurang dari 3 (tiga) bulan. Dalam
neraca pemerintah daerah, kas biasanya disajikan meliputi kas di kas daerah,
kas di bendahara penerimaan, dan kas di bendahara pengeluaran. Pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) kas meliputi Kas di Bendahara Penerimaan dan
Kas di Bendahara Pengeluaran.
Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di dalam neraca daerah adalah
Hutang PFK dan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), yang dapat
digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

 Debet Kredit
 Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek
 Utang PFK
 Ekuitas Dana Lancar
 Rp XXX
 Kas di Kas Daerah Rp XXX SILPA Rp XXX

* SILPA disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana Lancar.
Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara Pengeluaran dalam
neraca SKPD adalah Uang Muka dari BUD, yang dapat digambarkan dalam
diagram sebagai berikut:

 Debet Kredit
 Aset Lancar Kewajiban
 Kas di Bendahara Pengeluaran
 Rp XXX
 Uang Muda dari BUD
 Rp XXX

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara Pengeluaran dalam
neraca Daerah adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), yang dapat
digambarkan dalam diagram sebagai berikut:

 Debet Kredit
 Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
 Kas di Bendahara Pengeluaran
 Rp XXX
 SILPA
 Rp XXX

Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara Penerimaan dalam
neraca SKPD adalah Pendapatan yang Ditangguhkan, yang dapat digambarkan
sebagai berikut:

 Debet Kredit
 Aset Lancar Kawajiban
 Kas di Bendahara Penerimaan
 Rp XXX Pendapatan yang Ditangguhkan
 Rp XXX

* Pendapatan yang Ditangguhkan disajikan di Neraca sebagai Kewajiban Jangka
Pendek
Perkiraan pasangan (balancing account) Kas di Bendahara Penerimaan dalam
neraca Daerah adalah Pendapatan yang Ditangguhkan, yang dapat digambarkan
dalam diagram sebagai berikut:

 Debet Kredit
 Aset Lancar Ekuitas Dana ancar
 Kas di Bendahara Penerimaan
 Rp XXX Pendapatan yang Ditangguhkan
 Rp XXX

* Pendapatan yang Ditangguhkan disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana
Lancar.
Pada neraca SKPD, kas disajikan sebagai berikut:

 Aset
 Aset Lancar
 Kas dan Setara Kas
 Kas di Bendahara Pengeluaran Rp XXX
 Kas di Bendahara Penerimaan Rp XXX
 Total Kas dan setara kas Rp XXX

Pada neraca, kas disajikan sebagai berikut:

 Kas dan Setara Kas
 Kas di Kas Daerah Rp XXX
 Kas di Bendahara Pengeluaran* Rp XXX
 Kas di Bendahara Penerimaan* Rp XXX
 Deposito (2 bulan)** Rp XXX
 Total Kas dan setara kas Rp XXX

*) Rincian kas di bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran pada
beberapa SKPD dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. **)
Apabila pemerintah daerah memiliki deposito berjangka kurang dari 3 bulan
pada beberapa bank, maka rincian atau daftar dari deposito tersebut dapat
diungkap dalam catatan atas laporan keuangan.

b). Investasi Jangka Pendek
Investasi jangka pendek diakui pada saat terjadinya pemindahan kepemilikan,
yaitu pada saat pemerintah menerima bukti investasi. Pos-pos investasi jangka
pendek antara lain deposito berjangka 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan
surat berharga yang mudah diperjualbelikan. Investasi jangka pendek dicatat
sebesar nilai perolehan. Jenis-jenis deposito beserta jangka waktunya perlu
diungkap dalam catatan atas laporan keuangan. Akuntansi investasi jangka
pendek diatur lebih detail dalam PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi Investasi.
Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka Pendek dalam neraca
Daerah adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA), yang dapat
digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
 Debet Kredit
 Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
 Investasi Jangka Pendek Rp XXX SILPA Rp XXX

c). Piutang
Pos-pos piutang antara lain terdiri dari piutang pajak, piutang retribusi, bagian
lancar tagihan penjualan angsuran, bagian lancar tuntutan ganti rugi, dan
piutang lainnya yang diharapkan diterima dalam waktu 12 (dua belas) bulan
setelah tanggal pelaporan. Piutang dicatat sebesar nilai nominalnya.
Penjualan aset atau aktiva, seperti rumah dinas kepada pegawai negeri sipil
biasanya diangsur lebih dari 12 bulan. Penjualan tersebut oleh pemerintah
disebut sebagai Tagihan Penjualan Angsuran (TPA). Dalam neraca, TPA akan
disajikan sebagai aset lainnya, sedangkan TPA yang akan jatuh tempo dalam
jangka waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan, akan direklasifkasi dan
disajikan tersendiri dalam aset lancar sebagai Bagian Lancar TPA. Reklasifkasi
TPA ini dilakukan hanya untuk tujuan penyusunan neraca karena pembayaran
atas tagihan penjualan angsuran akan mengurangi perkiraan Tagihan Penjualan
Angsuran bukan Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena
perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan
kepadanya secara langsung merugikan keuangan Negara, wajib mengganti
kerugian tersebut. Sejumlah kewajiban untuk mengganti kerugian tersebut
dikenal dengan istilah Tuntutan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi (TP/TGR).
Dalam neraca, TP/TGR disajikan sebagai aset lainnya, sedangkan TP/TGR yang
akan jatuh tempo dalam jangka waktu 12 bulan setelah tanggal pelaporan, akan
direklasifkasi dan disajikan tersendiri dalam aset lancar sebagai Bagian Lancar
TP/TGR. Reklasifkasi TP/TGR ini dilakukan hanya untuk tujuan penyusunan
neraca. Pada awal tahun berikutnya bagian lancar piutang ini dikembalikan pada
TP/TGR dalam kelompok aset lainnya karena penerimaan kembali dari Tuntutan
Ganti Rugi akan mengurangi perkiraan Tuntutan Ganti Rugi bukan Bagian Lancar
Tuntutan Ganti Rugi.

Perkiraan pasangan (balancing account) Piutang Pajak, Piutang Retribusi, Bagian
Lancar TPA, dan Bagian Lancar TP/TGR dalam neraca Daerah dan Neraca SKPD
adalah Cadangan Piutang, yang dapat digambarkan sebagai berikut:

 Debet Kredit
 Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
 Piutang Pajak
 Rp XXX Cadangan Piutang* Rp XXX
 Piutang Retribusi Rp XXX
 Bagian Lancar TPA Rp XXX
 Bagian Lancar TP/TGR Rp XXX

* Cadangan Piutang disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana Lancar.
Rincian jenis piutang pajak, retribusi, bagian lancar TPA dan TP/TGR dapat
diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
d). Persediaan
Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
digunakan, misalnya barang pakai habis seperti alat tulis kantor, barang tak
habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa, dan barang bekas pakai
seperti komponen bekas. Jenis-jenis persediaan beserta nilainya perlu diungkap
dalam catatan atas laporan keuangan.
Pada umumnya metode pencatatan persediaan ada 2 metode, yaitu metode
periodik dan metode perpetual. Dalam metode periodik, persediaan dicatat
berdasarkan penghitungan/ inventarisasi fsik persediaan yang dilakukan pada
akhir periode pelaporan. Sedangkan dalam metode perpetual, persediaan dicatat
setiap terjadi transaksi yang mengakibatkan penambahan atau pengurangan
persediaan. Metode periodik biasanya digunakan untuk persediaan yang
berjumlah banyak dengan harga relatif rendah, sedangkan metode perpetual
biasanya digunakan untuk persediaan yang berjumlah relatif sedikit dengan
harga relatif tinggi.
Sesuai dengan PSAP 01, persediaan dicatat sebesar:
 biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
 biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
 nilai wajar apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti

donasi/rampasan.

Biaya perolehan atas persediaan sebagaimana dimaksud di atas meliputi harga
pembelian, biaya pengangkutan, biaya penanganan dan biaya lainnya yang
secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Sedangkan
potongan harga, rabat, dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan.
Dalam rangka penyajian nilai wajar, nilai pembelian yang digunakan adalah
biaya perolehan persediaan yang terakhir diperoleh.
Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan
persediaan yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara
sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan
rencana kerja dan anggaran.
Perkiraan pasangan (balancing account) Persediaan dalam neraca Daerah dan
Neraca SKPD adalah Cadangan persediaan, yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
 Debet Kredit
 Aset Lancar Ekuitas Dana Lancar
 Persediaan Rp XXX Cadangan Persediaan* Rp XXX

* Cadangan Persediaan yang disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana Lancar.
Akuntansi mengenai persediaan diatur secara rinci dalam PSAP Nomor 05
tentang Akuntansi Persediaan.
Secara keseluruhan, penyajian aset lancar dalam neraca adalah:
1. Aset Lancan
o

Kas Rp XXX

o

Investasi Jangka Pendek Rp XXX

o

Piutang Pajak Rp XXX

o

Piutang Retribusi Rp XXX

o

Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX

o

Bagian Lancar Tagihan Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi Rp
XXX

o

Persediaan Rp XXX

o

Total Aset Lancar Rp XXX

2. Aset Nonlancar
Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang dan aset tak
berwujud, yang digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan
pemerintah atau yang digunakan masyarakat umum. Yang termasuk dalam aset

nonlancar adalah aset yang tidak memenuhi kriteria sebagai aset lancar
sebagaimana diuraikan terdahulu. Aset nonlancar diklasifkasikan menjadi
investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.

a). Investasi Jangka Panjang
Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki
selama lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka panjang dicatat sebesar
biaya perolehan termasuk biaya tambahan lainnya yang terjadi untuk
memperoleh kepemilikan yang sah atas investasi tersebut. Investasi jangka
panjang terdiri dari investasi nonpermanen dan investasi permanen. Investasi
nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki
secara tidak berkelanjutan. Investasi nonpermanen terdiri dari:
1. Pinjaman kepada perusahaan negara/daerah;
2. Pembelian Obligasi Daerah atau Surat Utang Negara;
3. Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan
kepada pihak ketiga; dan
4. Investasi nonpermanen lainnya
Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan
untuk dimiliki secara berkelanjutan. Investasi permanen terdiri dari:
1. Penyertaan Modal Pemerintah pada perusahaan negara/ perusahaan
daerah, lembaga keuangan negara, badan hukum milik negara, badan
internasional dan badan hukum lainnya bukan milik negara.
2. Investasi permanen lainnya.
Perkiraan pasangan (balancing account) Investasi Jangka Panjang dalam neraca
Daerah adalah Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:

 Debet Kredit
 Investasi Jangka Panjang Ekuitas Dana Investasi
 Pinjaman kepada Perusahaan Negara Rp XXX Diinvestasikan dalam
 Pinjaman kepada Perusahaan Daerah Rp XXX Investasi Jangka Panjang*

Rp XXX
 Investasi Obligasi Rp XXX
 Investasi Nonpermanen Lainnya Rp XXX

 Penanaman Modal Pemerintah Rp XXX
 Investasi Permanen Lainnya Rp XXX

* Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang disajikan di Neraca sebagai
Ekuitas Dana Investasi.
Penyajian Investasi Jangka Panjang dalam neraca adalah:
 Investasi Jangka Panjang
 Investasi Nonpermanen Rp XXX
 Pinjaman kepada Perusahaan Negara Rp XXX
 Pinjaman kepada Perusahaan Daerah Rp XXX\
 Investasi Obligasi Rp XXX
 Investasi Nonpermanen Lainnya Rp XXX
 Total Investasi Nonpermanen Rp XXX
 Investasi Permanen Rp XXX
 Penanaman Modal Pemerintah Rp XXX
 Investasi Permanen Lainnya Rp XXX
 Total Investasi Permanen Rp XXX
 Total Investasi Jangka Panjang Rp XXX

Rincian atas masing-masing jenis investasi jangka panjang dapat diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan.
Akuntansi Investasi tidak diselenggarakan oleh SKPD tetapi hanya
diselenggarakan oleh SKPKD pada pemerintah daerah. Akuntansi Investasi
Jangka Panjang diatur secara rinci dalam PSAP Nomor 06 tentang Akuntansi
Investasi.

b). Aset Tetap
Aset atau aktiva tetap adalah aset atau aktiva berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah
atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset tetap dicatat sebesar biaya
perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan
tidak memungkinkan, maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada
saat perolehan. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset
tetap dapat disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. Biaya

perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya
langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk
biaya perencanaan dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa
peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan
pembangunan aset tetap tersebut. Aset tetap terdiri dari:
1. Tanah
2. Peralatan dan Mesin,
3. Gedung dan Bangunan,
4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan,
5. Aset Tetap Lainnya, serta
6. Konstruksi dalam Pengerjaan
Perkiraan pasangan (balancing account) Aset Tetap dalam neraca Daerah dan
neraca SKPD adalah Diinvestasikan dalam Investasi Aset Tetap, yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
 Debet Kredit
 Aset Tetap
 Ekuitas Dana Investasi
 Tanah Rp XXX Diinvestasikan dalam
 Peralatan dan Mesin Rp XXX Aset tetap* Rp XXX
 Gedung dan Bangunan Rp XXX
 Jalan, irigasi, dan Jaringan Rp XXX
 Aset Tetap Lainnya Rp XXX
 Konstruksi dalam Pengerjaan Rp XXX

* Diinvestasikan dalam Aset Tetap disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana
Investasi.
Penyajian aset tetap dalam neraca adalah:

 Aset Tetap
 Tanah Rp XXX
 Peralatan dan Mesin Rp XXX
 Gedung dan Bangunan Rp XXX

 Jalan, Irigasi, dan Jaringan Rp XXX
 Aset Tetap Lainnya Rp XXX
 Konstruksi dalam Pengerjaan Rp XXX
 Total Rp XXX
 Dikurangi:
 Akumulasi Penyusutan (Rp XXX)
 Total Aset Tetap Rp XXX

Jenis, umur, dan kondisi dari masing-masing aset tetap dapat diungkapkan
dalam catatan atas laporan keuangan.
Akuntansi Aset Tetap diatur lebih rinci dalam PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi
Aset Tetap.

c). Dana Cadangan
Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang
memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran. Pembentukan dana cadangan diakui pada saat dilakukan penyisihan
uang untuk tujuan pencadangan dimaksud.
Dana cadangan dirinci menurut tujuan pembentukannya. Peruntukan dana
cadangan harus diatur dengan peraturan perundang-undangan dan tidak dapat
digunakan untuk peruntukan yang lain. Pembentukan dana cadangan dapat
dilakukan jika keadaan keuangan pemerintah mengalami surplus anggaran.
Pembentukan dana cadangan dilakukan dengan persetujuan DPRD, demikian
juga pada waktu pencairan dana tersebut. Pemerintah dapat membentuk lebih
dari satu Dana Cadangan. Apabila terdapat lebih dari satu dana cadangan, maka
dana cadangan harus diungkapkan dan dirinci sesuai dengan tujuannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dana cadangan yang dibentuk
pemerintah daerah dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah
kecuali yang bersumber dari DAK, pinjaman daerah, dan penerimaan lain yang
penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 juga
dinyatakan bahwa penggunaan dana cadangan dalam satu tahun anggaran
menjadi penerimaan pembiayaan APBD dalam tahun anggaran yang
bersangkutan, kemudian seluruh hasil yang diperoleh dari pengelolaan dana
cadangan akan menambah dana cadangan yang bersangkutan dan dicatat
sebagai pendapatan. Akuntansi Dana Cadangan hanya diselenggarakan oleh
SKPKD dan tidak diselenggarakan oleh SKPD.

Perkiraan pasangan (balancing account) Dana Cadangan dalam neraca Daerah
adalah Diinvestasikan dalam Dana Cadangan, yang dapat digambarkan sebagai
berikut:
 Debet Kredit
 Dana Cadangan Ekuitas Dana Cadangan
 Dana Cadangan Rp XXX Diinvestasikan dalam Dana Cadangan
 Rp XXX

Penyajian Dana Cadangan di neraca adalah:
 Dana Cadangan
 Dana Cadangan Rp XXX
 Total Dana Cadangan Rp XXX
 Informasi mengenai jenis dana cadangan dapat diungkapkan dalam

catatan atas laporan keuangan
d). Aset Lainnya
Yang termasuk dalam aset lainnya adalah:
1. Aset Tak Berwujud,
2. Tagihan Penjualan Angsuran yang jatuh tempo lebih dari 12 (dua belas)
bulan,
3. Tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi yang jatuh tempo lebih dari
12 (dua belas) bulan.
4. Aset Kerjasama dengan Pihak Ketiga (Kemitraan)
Aset tak berwujud (intangible asset) adalah aset nonkeuangan yang dapat
diidentifkasi dan tidak mempunyai wujud fsik serta dimiliki untuk digunakan
dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya
termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset tak berwujud meliputi:
1. Software komputer
2. Lisensi dan franchise
3. Hak cipta (copyright), paten, goodwill dan hak lainnya
4. Hak jasa dan operasi
5. Aset tak berwujud dalam pengembangan

Tagihan Penjualan Angsuran menggambarkan jumlah yang dapat diterima dari
penjualan aset pemerintah secara angsuran kepada pegawai pemerintah.
Tagihan penjualan angsuran dinilai sebesar nilai nominal dari kontrak penjualan
aset yang bersangkutan. Contoh tagihan penjualan angsuran antara lain adalah
penjualan rumah dinas dan penjualan kendaraan dinas. Tuntutan
Perbendaharaan/Tuntutan Ganti Rugi menggambarkan tagihan kepada pegawai
pemerintah yang terbukti menyalahgunakan uang negara atau menghilangkan
aset pemerintah. Tuntutan perbendaharaan/tuntutan ganti rugi dinilai sebesar
nilai nominal dalam Surat Ketetapan Tanggung jawab Mutlak atau Surat
Keputusan Pembebanan dari pejabat yang berwenang. Kemitraan dengan Pihak
Ketiga menggambarkan nilai hak yang akan diperoleh atas suatu aset yang
dibangun dengan cara kemitraan pemerintah dan swasta berdasarkan
perjanjian. Kemitraan dengan pihak ketiga dinilai sebesar nilai kontrak kerjasama
antara pemerintah dengan pihak ketiga. Bentuk kemitraan tersebut antara lain
Bangun Kelola Serah (BKS)/Built operate Transfer (BOT) , Bangun Serah Kelola
(BSK)/Built Transfer Operate (BTO) dan bentuk kemitraan lainnya.Perkiraan
pasangan (balancing account) Aset Lainnya dalam neraca Daerah dan Neraca
SKPD adalah Diinvestasikan dalam Aset Lainnya, yang dapat digambarkan
sebagai berikut:
 Debet Kredit
 Aset Lainnya Ekuitas Dana Investasi
 Aset Tak Berwujud Rp XXX Diinvestasikan dalam
 Tagihan Penjualan Angsuran
 Rp XXX Aset Lainnya* Rp XXX
 Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rugi Rp XXX
 Kemitraan dengan Pihak Ketiga Rp XXX

* Diinvestasikan dalam Aset Lainnya disajikan di Neraca sebagai Ekuitas Dana
Investasi.
Penyajian aset lainnya dalam neraca adalah:
 Aset Lainnya
 Tagihan Penjualan Angsuran Rp XXX
 Tuntutan Perbendaraan/Tuntutan Ganti Rugi Rp XXX
 Kemitraan dengan Pihak Ketiga Rp XXX
 Aset Tak Berwujud Rp XXX
 Aset Lain-lain Rp XXX
 Total Aset Lainnya Rp XXX

 Informasi mengenai jenis dari masing-masing komponen aset lainnya

dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan
 2.7 Standar Akuntansi Passiva

Kewajiban atau passiva adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu
yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi
pemerintah. Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran
sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk
menyelesaikan kewajiban yang ada sekarang, dan perubahan atas
kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur
dengan andal. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau
pada saat kewajiban timbul.
Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang
asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran
mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral (Bank Indonesia)
pada tanggal neraca.
Kewajiban diklasifkasikan menjadi kewajiban jangka pendek dan
kewajiban jangka panjang.
1. Kewajiban Jangka Pendek
Suatu kewajiban diklasifkasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika
diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal
pelaporan. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara
yang sama seperti aset lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek,
seperti utang transfer pemerintah atau utang kepada pegawai merupakan
suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan
berikutnya. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh
tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
Misalnya bunga pinjaman, utang jangka pendek kepada pihak ketiga,
utang perhitungan fhak ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka
panjang. Kewajiban jangka pendek antara lain terdiri atas:
a. Bagian lancar utang jangka panjang
Bagian lancar utang jangka panjang merupakan bagian utang jangka
panjang yang diharapkan akan dibayar dua belas bulan sesudah tanggal
pelaporan. Contohnya Pemerintah daerah XYZ meminjam uang kepada
Pemerintah Pusat sebesar Rp20 miliar pada tanggal 1 Oktober 2005.
Pinjaman tersebut dibayar mulai tahun 2006 sampai 2015 (selama 10
Tahun). Pemda XYZ akan melaporkan Bagian Lancar Utang kepada
Pemerintah Pusat sebesar yang akan dibayar pada tahun 2006 yaitu Rp2
miliar.
b. Utang Bunga

Utang bunga merupakan utang yang timbul pada akhir periode pelaporan
sehubungan dengan adanya bunga terutang akibat dari adanya pinjaman
yang diambil pemerintah.
c. Utang PFK
Utang PFK merupakan utang yang timbul akibat pemerintah kurang
menyetor kepada pihak lain atas pungutan Penerimaan Perhitungan Pihak
Ketiga (PFK) yang dilakukannya. Dengan kata lain Utang PFK adalah
Penerimaan PFK dikurangi Pengeluaran PFK. Sebagai contoh, Pemerintah
daerah ABC melakukan pemotongan dari gaji untuk iuran Tabungan
Asuransi Pensiun (Taspen) Rp10 juta selama tahun 2005. Tetapi
Pemerintah daerah tersebut baru menyetor ke rekening PT Taspen
sebesar Rp8 juta selama tahun 2005. Utang PFK yang dilaporkan adalah
sebesar Rp2 juta. Perkiraan pasangan (balancing account) Kewajiban
Jangka Pendek (kecuali Utang PFK) dalam neraca adalah Dana yang Harus
Disediakan untuk pembayaran Utang Jangka Pendek, yang dapat
digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
 Debet Kredit
 Kewajiban Jangka Pendek
 Bagian Lancar Utang Jangka Pendek Rp XXX
 Utang Bunga Rp XXX
 Utang Jangka Pendek Lainnya Rp XXX
 Ekuitas Dana Lancar

*Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek *
* Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek
disajikan di Neraca sebagai pengurang Ekuitas Dana Lancar.
Apabila terdapat pungutan PFK yang belum disetor berarti saldo uang
tersebut masih berada di Kas Daerah. Oleh karena itu, perkiraan pasangan
(balancing account) Utang PFK dalam neraca adalah Kas di Kas Daerah, yang
dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
 Debet Kredit
 Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek
 Kas di Kas Daerah Rp XXX Utang PFK Rp XXX

Khusus pada SKPD terdapat akun Uang Muka dari BUD sebagai akun lawan
dari Kas Di bendahara Pengeluaran, dan Akun Pendapatan yang

ditangguhkan sebagai akun lawan dari Kas di Bendahara penerimaan.
Penyajian Kewajiban Jangka Pendek dalam neraca adalah:
 Kewajiban Jangka Pendek
 Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Rp XXX
 Utang Bunga Rp XXX
 Utang PFK Rp XXX
 Utang Jangka Pendek Lainnya Rp XXX
 Total Kewajiban Jangka Pendek Rp XXX
 Informasi lebih rinci mengenai jenis dari kewajiban jangka pendek dapat

diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
2. Kewajiban Jangka Panjang
Suatu kewajiban diklasifkasikan sebagai kewajiban jangka panjang jika
diharapkan dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Suatu
entitas pelaporan tetap mengklasifkasikan kewajiban jangka panjangnya,
meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan untuk diselesaikan dalam
waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan jika:
1. jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan;
2. entitas bermaksud mendanai kembali (refnance) kewajiban tersebut atas
dasar jangka panjang; dan
3. maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan
kembali (refnancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap
pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui.
Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun berikutnya
mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refnancing) atau digulirkan (roll
over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan tidak akan
segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian dipertimbangkan
untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang dan
diklasifkasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di
mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam
kasus tidak adanya persetujuan pendanaan kembali), pendanaan kembali ini
tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan kewajiban ini
diklasifkasikan sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas
perjanjian pendanaan kembali sebelum persetujuan laporan keuangan
membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal pelaporan adalah
jangka panjang. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan
tertentu (covenant) yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi
kewajiban jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu
yang terkait dengan posisi keuangan peminjam dilanggar. Dalam keadaan

demikian, kewajiban dapat diklasifkasikan sebagai kewajiban jangka panjang
hanya jika:
1. pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan
sebagai konsekuensi adanya pelanggaran, dan
2. tidak mungkin terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua belas)
bulan setelah tanggal pelaporan.
Kewajiban jangka panjang dapat diklasifkasikan sebagai berikut:
a. Utang Dalam Negeri-Sektor Perbankan
Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah melakukan
pinjaman kepada perbankan dalam negeri

b. Utang Dalam Negeri- Obligasi
Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah melakukan
penarikan dana dari masyarakat melalui pengeluaran surat utang/obligasi.

c. Utang Luar Negeri
Merupakan utang jangka panjang yang timbul akibat pemerintah melakukan
pinjaman kepada negara/lembaga asing. Penarikan pinjaman luar negeri ini
dapat dilakukan melalui penerbitan obligasi yang diperuntukkan bagi pihak
asing.

d. Utang Jangka Panjang Lainnya
Merupakan utang jangka panjang yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
Utang Dalam Negeri- sektor Perbankan, Utang Dalam Negeri-Obligasi, Utang
Luar Negeri. Misalnya Utang Kepada Pemerintah Pusat/Daerah Otonom
Lainnya.
Perkiraan pasangan (balancing account) Kewajiban Jangka Panjang dalam
neraca adalah Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka
Panjang, yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Debet Kredit
Kewajiban Jangka Panjang
Utang Dalam Negeri-Perbankan Rp XXX
Utang Dalam Negeri-Obligasi Rp XXX
Utang Luar Negeri Rp XXX
Utang Jangka Panjang Lainnya Rp XXX

Ekuitas Dana Investasi
*Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang *
* Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang
disajikan di Neraca sebagai pengurang Ekuitas Dana Investasi.
Penyajian Kewajiban Jangka Panjang di neraca adalah:
 Kewajiban Jangka Panjang
 Utang Dalam Negeri-Perbankan Rp XXX
 Utang Dalam Negeri-Obligasi Rp XXX
 Utang Luar Negeri Rp XXX
 Utang Jangka Panjang Lainnya Rp XXX
 Total Kewajiban Jangka Panjang Rp XXX

Informasi lebih rinci mengenai jenis dari masing-masing kewajiban jangka
panjang dapat diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Akuntansi
kewajiban lebih rinci diatur dalam PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban.
2.8 Standar Akuntansi Ekuitas Dana
Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara
aset dan kewajiban pemerintah. Ekuitas Dana diklasifkasikan menjadi Ekuitas
Dana Lancar, Ekuitas Dana Investasi, dan Ekuitas Dana Cadangan.
1. Ekuitas Dana Lancar
Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dan kewajiban jangka
pendek. Ekuitas Dana Lancar terdiri dari:

1. Sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA), yang merupakan akun
pasangan yang menampung kas dan setara kas serta investasi
jangka pendek.

2. Pendapatan yang Ditangguhkan, yang merupakan akun pasangan
untuk menampung Kas di Bendahara Penerimaan.

3. Cadangan Piutang, yang merupakan akun pasangan yang
dimaksudkan untuk menampung piutang lancar.

4. Cadangan Persediaan, yang merupakan akun pasangan dari
persediaan.

5. Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek,
merupakan akun pasangan dari kewajiban jangka pendek lainnya.

Penyajian Ekuitas Dana Lancar di neraca adalah:

1. Ekuitas Dana Lancar

2. SiLPA Rp XXX

3. Pendapatan yang Ditangguhkan Rp XXX

4. Cadangan Piutang Rp XXX

5. Cadangan Persediaan Rp XXX

6. Dana yang Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek Rp
XXX

7. Total Ekuitas Dana Lancar Rp XXX

o

Ekuitas Dana Investasi

Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah yang tertanam
dalam investasi jangka panjang, aset tetap, dan aset lainnya, dikurangi dengan
kewajiban jangka panjang. Ekuitas Dana Investasi terdiri dari:

Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang, yang merupakan akun pasangan
dari Investasi Jangka Panjang. Diinvestasikan dalam Aset Tetap merupakan akun
pasangan dari Aset Tetap, Diinvestasikan dalam Aset Lainnya, yang merupakan
akun pasangan Aset Lainnya. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran
Utang Jangka Panjang (contra account), yang merupakan akun pasangan dari
seluruh Utang Jangka Panjang.
Penyajian Ekuitas Dana Investasi di neraca adalah:
1. Ekuitas Dana Investasi
2. Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang Rp XXX
3. Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp XXX
4. Diinvestasikan dalam Aset Lainnya Rp XXX
5. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka
Panjang
6. Rp XXX
7. Total Ekuitas Dana Lancar Rp XXX

o

Ekuitas Dana Cadangan

Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah yang dicadangkan
untuk tujuan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penyajian
Ekuitas Dana Investasi dalam neraca adalah:

1. Ekuitas Dana Cadangan
2. Ekuitas Dana Cadangan Rp XXX
3. Total Ekuitas Dana Cadangan Rp XXX
2.9 Standar Akuntansi Pendapatan
Dalam dunia bisnis, pendapatan diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan perusahaan
dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi; biasanya diperoleh dari hasil
penjualan barang ataupun jasa yang berhubungan dengan kegiatan utama
perusahaan, untuk mempertahankan diri dan pertumbuhan. Seluruh kegiatan
perusahaan yang menimbulkan pendapatan secara keseluruhan disebur earning
process. Secara garis besar earning process menimbulkan dua akibat yaitu
pengaruh positif atau pendapatan dan keuntungan dan pengaruh negatif atau
beban dan kerugian. The activity of earning process creates two efect, possitive
stream (revenues and gains) and negative stream (expenses and loses). Selisih

dari keduanya nantinya menjadi laba atau income dan rugi atau less.
Untuk pemerintah, termasuk hasil pendapatan kotor dari pajak penghasilan pada
perusahaan dan individu, cukai, bea cukai, pajak lainnya, penjualan barang dan
jasa, dividen dan bunga. Sedangkan pendapatan daerah berasal dari Pendapatan
Asli Daerah, Pendapatan Transfer, dan Pendapatan Lain-lain yang Sah.
1. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan pajak yang dihasilkan dari daerah itu sendiri,
terdiri dari: - Pendapatan Pajak Daerah - Pendapatan Retribusi Daerah - Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan - Lain-lain PAD
2. Pendapatan Transfer
Pendapatan Transfer merupakan pendapatan yang berasal dari entitas pelaporan
lain, seperti Pemerintah Pusat atau daerah otonom lain dalam rangka
perimbangan keuangan. Transfer dari Pemerintah Pusat terdiri dari Dana
Perimbangan sesuai dengan UU No. 33/2004 dan transfer lainnya sebagaimana
diatur dalam UU Otonomi Khusus bagi Papua dan Nanggroe Aceh Darussalam,
atau dalam UU APBN. Transfer dari Daerah Otonom lainnya antara lain seperti
Bagi Hasil dari Pemerintah Provinsi ke Kabupaten/Kota untuk Pajak Bahan Bakar,
Pajak Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan
Pajak Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
3. Pendapatan Lain-lain yang sah
Pendapatan lain-lain yang sah adalah pendapatan lainnya selain yang
disebutkan di atas, yang diperkenankan menurut peraturan perundangundangan, misalnya hibah dan dana darurat. Pendapatan diakui pada saat kas
diterima pada rekening Kas Umum Daerah. Seperti diuraikan di atas bahwa
penerimaan pendapatan dapat dilakukan melalui bendahara penerimaan atau
langsung disetor ke kas daerah. Apabila pendapatan lansung disetor ke kas
daerah, maka SKPD akan mengakui adanya realisasi pendapatan dan penurunan
Utang kepada BUD. Oleh karena itu, transaksi ini dicatat dengan mendebet
Utang kepada BUD dan mengkredit Pendapatan. Apabila pendapatan disetor
melalui bendahara penerimaan, maka SKPD akan mendebet Kas di Bendahara
Penerimaan dan mengkredit Pendapatan yang Ditangguhkan. Pendapatan yang
Ditangguhkan mencerminkan adanya kewajiban bagi SKPD untuk menyetorkan
pendapatan tersebut ke rekening Kas Umum Daerah. Oleh karena itu,
Pendapatan yang Ditangguhkan merupakan utang SKPD kepada BUD. Apabila
pendapatan tersebut disetorkan, maka SKPD mendebet Utang kepada BUD dan
mengkredit Pendapatan. Selanjutnya dilakukan jurnal balik atas penerimaan kas
yang semula ditampung dalam akun Pendapatan yang Ditangguhkan. Jurnal
balik dilakukan dengan mendebet Pendapatan yang Ditangguhkan dan
mengkredit Kas di Bendahara Penerimaan. BUD tidak melakukan pencatatan

pada saat kas diterima oleh bendahara penerimaan. BUD melakukan pencatatan
pada saat kas telah disetorkan dan diterima pada rekening Kas Umum Daerah,
dengan mendebet Kas di Kas Daerah dan mengkredit pendapatan sesuai dengan
jenisnya. Pada tanggal pelaporan perlu dilakukan rekonsiliasi pendapatan antara
SKPD dan BUD. Dokumen sumber untuk pengakuan pendapatan antara lain
berupa surat tanda setoran, nota kredit, dan bukti penerimaan lainnya yang
dianggap sah. Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu
dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya
(setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Terhadap pendapatan yang
berasal dari penjualan aset tetap/lainnya perlu ada jurnal pendamping untuk
mengakui penurunan aset yang bersangkutan pada SKPD. Jurnal pendamping ini
sering disebut Jurnal Korolari. Apabila terdapat pengembalian pendapatan maka
harus dianalisis terlebih dahulu sifat pengembalian tersebut. Pengembalian yang
sifatnya normal dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan pada
periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai
pengurang pendapatan. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang
(non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode
penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada
periode yang sama. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang
(non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode
penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada
periode yang sama. Pengembalian pendapatan yang diterima tahun lalu pada
umumnya dibayar oleh BUD maka transaksi ini tidak dibukukan oleh SKPD.
Transaksi tersebut mengurangi ekuitas dana. Pengembalian tersebut dicatat oleh
BUD dengan mendebet SILPA dan mengkredit Kas di Kas Daerah.

2.10 Standar Akuntansi Belanja
Berdasarkan Basis Kas sebagaimana diatur dalam PSAP No. 2, belanja diakui
pada saat terjadinya pengeluaran dari rekening Kas Umum Negara/Kas Umum
Daerah. Khusus pengeluaran melalui Bendahara Pengeluaran pengakuannya
terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh
unit yang menjalankan fungsi perbendaharaan (SKPKD).
Dengan demikian, untuk pembayaran langsung kepada pihak ketiga/vendor
pengakuan belanjanya dilakukan pada saat uang dikeluarkan, yaitu pada saat
diterbitkannya Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2D LS). Sedangkan
untuk pembayaran dengan dana kas kecil, pada saat diterbitkannya SP2D untuk
pemberian uang persediaan kepada Bendahara Pengeluaran (SP2D UP) ataupun
untuk penambahan uang persediaan (SP2D TU) belum diakui sebagai belanja.
Pengeluaran tersebut merupakan transaksi transito yang belum membebani
anggaran. Pengakuan belanja baru dilakukan setelah pengeluaran yang
dilakukan dipertanggungjawabkan olah Bendahara Pengeluaran dan telah
diverifkasi serta disetujui oleh pejabat yang berwenang, ditandai dengan

diberikannya pengganti uang persediaan dengan diterbitkannya SP2D GU.
Belanja diklasifkasikan menurut organisasi, fungsi, dan ekonomi. Klasifkasi
belanja menurut organisasi artinya anggaran dialokasikan ke organisasi sesuai
dengan struktur organisasi pemerintah daerah yang bersangkutan. Klasifkasi
menurut organisasi ini tidak disajikan di lembar muka laporan keuangan,
melainkan disajikan di Catatan atas Laporan Keuangan.

1. Klasifikasi Fungsi
Klasifkasi belanja menurut fungsi pemerintahan adalah sebagai berikut: Pelayanan Umum - Pertahanan - Ketertiban dan Keamanan - Ekonomi Lingkungan Hidup - Perumahan dan Fasilitas Umum - Kesehatan - Pariwisata dan
Budaya - Agama - Pendidikan - Perlindungan Sosial Klasifkasi fungsi ini diisi
sesuai dengan urusan (afair) pemerintahan. Dengan demikian, klasifkasi fungsi
ini perlu dilihat hubungannya dengan program dan kegiatan suatu entitas atau
satuan kerja. Klasifkasi fungsi ini disajikan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan. Berdasarkan UU No. 17/2003 fungsi Pertahanan hanya berlaku untuk
Pemerintah Pusat.
2. Belanja Operasi, Belanja Modal, dan Belanja Tak Terduga
Berdasarkan karakternya belanja dikelompokkan menjadi Belanja Operasi,
Belanja Modal, dan Belanja Tak Terduga. Belanja Operasi adala