Crude Palm Oil (CPO)

  

PERBANDINGAN SISTEM STANDAR MANAJEMEN PADA INDUSTRI

KELAPA SAWIT INDONESIA

Wawan Kurniawan

  

Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti

E-mail: w_kurniawan1121@yahoo.com

Abstrak

Makalah ini membahas berbagai sistem manajemen yang diperlukan pada industri kelapa sawit.

  

Selain ISO 9001, ISO 14001, HACCP dan ISO 22000, Standar Roundtable On Suistanable Palm Oil

(RSPO) juga standar industri minyak sawit secara lestari. Sementara Indonesian Sustainable Palm

Oil System (ISPO) adalah standar terbaru di bidang industri kelapa sawit. Tujuan Penulisan makalah

menganalisa pentingnya penerapan berbagai sistem standar manajemen pada industri kelapa sawit

Indonesia. Penerapan sistem manajemen mutu, keamanan pangan, lingkungan, standar Roundtable

On Suistanable Palm Oil (RSPO) dan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) pada industri

kelapa sawit Indonesia diharapkan meningkatkan daya saing terutama pada bidang lingkungan.

  

Kata kunci : Sistem Manajemen Mutu, Keamanan Pangan, Lingkungan Dan Standar Roundtable On

Suistanable Palm Oil (RSPO), Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO)

  Pendahuluan Dalam pengembangan industri kelapa sawit ternyata menimbulkan beberapa masalah.

  Masalah tersebut antara lain di perkebunan kelapa sawit dan pada proses pembuangan limbah. Perluasan perkebunan kelapa sawit yang sangat ekspansif ternyata membawa berbagai dampak positif dan negatif. Dari berbagai literatur dampat disimpulkan beberapa dampak negatif dari pengembangan kelapa sawit, antara lain: 1.

  Penggunaan lahan gambut untuk perkebunan lahan sawit yang salah, ternyata sangat besar pengaruhnya terhadap pemanasan global.

  2. Hutan alam menjadi sangat monokultur. Hutan alam yang seharusnya menjadi sumber penangkap carbon menjadi berkurang kemampuannya dalam menangkap carbon yang dapat mempengaruhi pemanasan global (Efek Rumah Kaca).

  3. Terganggunya Keseimbangan ekologis. Hilangnya berbagai flora dan fauna yang khas dan unik menyebabkan keseimbangan menjadi terganggu.

  4. Kebutuhan tanaman kelapa sawit yang sangat haus akan air tanah.

  Beberapa dampak negatif inilah yang antara lain menjadi alasan berbagai pihak yang menuding agroindustri kelapa sawit terutama pada saat pembukaan lahan baru sangat mempengaruhi pemanasan global.

  Manning dan Baines (2006) mengemukakan pentingnya suatu jaminan mutu dalam rantai pasok pangan. Salah satu aspek jaminan mutu dalam rantai pasok pangan adalah mempermudah penelusuran atau pelacakan produk pangan dari on-farm sampai ke konsumen. Pelacakan (traceability) produk dari konsumen ke lokasi produksi on-farm –nya harus dapat ditelusuri terutama dalam hal peningkatan mutu pang.

  Tujuan Penulisan makalah menganalisa pentingnya penerapan berbagai sistem standar manajemen pada industri kelapa sawit Indonesia

   Landasan Teori Crude Palm Oil (CPO)

  Produk utama tanaman kelapa sawit adalah minyak sawit (palm oil) dan minyak inti sawit (kernel oil) yang berasal dari pengolahan tandan buah segar (TBS). Minyak sawit diperoleh dari daging buah kelapa sawit bagian mesokarp, sedangkan minyak inti sawit diperoleh dari biji buah kelapa sawit. Minyak sawit diperoleh melalui proses ekstraksi dan proses pemurnian.

  Dalam kenyataannya, minyak sawit merupakan minyak yang cukup luas untuk dikonsumsi sebagai minyak pangan, terutama dalam bentuk minyak goreng, margarine, minyak hidrogenasi dan shortening. Secara umum, Naibaho (2006) mengelompokkan empat macam industri pengolahan yang menggunakan minyak dan inti sawit sebagai bahan baku, yaitu industri pangan, farmasi, sabun dan kosmetika, serta oleokimia.

  Peningkatan luas lahan kelapa sawit mengakibatkan peningkatan produksi CPO juga. Pada tahun 1994 produksi minyak sawit adalah 2,8 juta ton, pada tahun 1999 produksi telah mencapai 6 juta ton, dan tahun 2006 mencapai 15,1 juta ton. Produksi tersebut dihasilkan oleh perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan besar swasta. Pada tahun 2006, Indonesia memproduksi 15,9 juta ton CPO, dan 11,6 juta ton diantaranya diekspor. Pada tahun 2007, Indonesia menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia melampaui Malaysia yang sebelumnya selalu menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Kelapa sawit telah menjadi komoditas andalan sebagai sumber devisa negara non migas, penciptaan lapangan kerja dan pelestarian lingkungan hidup. Produksi minyak sawit (CPO) Indonesia akhir tahun 2007 sebesar 17 juta ton. Dengan luas lahan 4,9 juta Ha, dimana terjadi peningkatan rata-rata sebesar 9,6 % per tahun (Suryani, 2008).

  Sistem Manajemen Mutu ISO 9001: 2000

  Manfaat penerapan ISO 9001 : 2000 menurut Gaspersz (2001) adalah: (1) meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan mutu yang terorganisasi dan sistematik, (2) meningkatkan citra perusahaan serta daya saing dalam memasuki pasar global, (3) menghemat biaya dan mengurangi duplikasi audit sistem mutu oleh pelanggan karena dilaksanakan secara berkala, (4) membuka pasar baru karena nama perusahaan terd aftar pada lembaga registrasi terpercaya, (5) meningkatkan mutu dan produktivitas kerja manajemen melalui kerjasama dan komunikasi yang lebih baik, sistem pengendalian yang konsisten serta pengurangan dan pencegahan pemborosan, (6) meningkatkan kesadaran mutu perusahaan, dan (7) merubah kultur kerja karyawan menjadi kultur mutu.

  Menurut Gaspersz (2001), tahap-tahap penerapan SMM adalah (1) komitmen dari manajemen puncak, (2) membentuk panitia pengarah atau koordinator ISO, (3) mempelajari persyaratan SMM ISO 9001:2000, (4) melakukan pelatihan terhadap semua anggota organisasi, (5) memulai peninjauan ulang manajemen, (6) identifikasi kebijakan mutu, prosedur-prosedur yang dibutuhkan dalam dokumen tertulis, (7) implementasi SMM, (8) memulai audit sistem manajemen mutu dan (9) memilih register/lembaga sertifikasi mutu yang terpercaya.

  Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000

  ISO 14000 adalah standar sistem manajemen lingkungan untuk menjaga lingkungan, untuk menjaga kelestarian akibat dari suatu kegiatan perusahaan. Masalah-masalah yang menimbulkan lingkungan hidup (Rothery, 1996 dalam Nasution, 2005) adalah emisi udara, pembuangan limbah cair, penyediaan air minum dan pengolahan limbah rumah tangga, limbah, gangguan, kebisingan, bau, radiasi, fasilitas, tanaman dan kehidupan liar analisis dampak lingkungan, pengemasan, penggunaan bahan dan penggunaan energi. Berdasarkan masalah tersebut manjemen lingkungan sangat terkait dengan masalah penggunaan produk, pembuangan produk, kemananan proses/keselamatan masyarakat, dan kesehatan serta keselamatan karyawan.

  Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

  Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya spesifik yang mungkin timbul pada mata rantai produksi makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan menjamin keamanan makanan. Sistem HACCP merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi, menilai dan mengontrol bahaya, terutama digunakan oleh produsen pangan dalam menghasilkan produk sehat dan aman (Jouve, 2000).

  Menurut Thaheer (2005), hal paling mendasar dalam penerapan berbagai sistem manajemen adalah mencari kesamaan dari masing-masing sistem. Hal ini dapat ditinjau dari filosofi persyaratan standarnya. Pengertian titik kritis harus diinterpretasikan bukan semata untuk keamanan pangan, tetapi juga bagi penurunan mutu secara keseluruhan (dalam ISO seri 9000) atau keselamatan kerja (dalam SMK3) atau pencemaran berat lingkungan (dalam ISO seri 14000) atau kehalalan produk (dalam sistem sertifikasi halal).

  Sistem Manajemen Keamanan Pangan ISO 22000

  Menurut Thaheer (2005), persyaratan ISO 22000 bersifat generik dan ditekankan penerapannya pada semua organisasi yang merancang dan menerapkan system manajemen keamanan yang efektif, tidak tergantung pada jenis, ukuran, dan organisasi yang disediakan. Selanjutnya Thaheer (2005) mengemukakan bahwa organisasi yang bisa menerapkan satu atau beberapa tahap rantai pangan (misalnya produsen pakan, petani, produsen bahan tambahan makanan, produsen pangan, pengecer, layanan pangan, jasa sanitasi, transportasi, penyimpanan, dan jasa distribusi) serta organisai lain yang tidak secara langsung berada dalam rantai pangan (seperti pemasok peralatan, penyedia bahan pembersih, bahan kemasan, dan bahan lain yang bersentuhan dengan pangan). Oleh karena sistem ini meliputi seluruh rantai pangan maka sering dinamakan sebagai sistem yang mampu menelusuri (traceability) suatu produk sepanjang rantai pangan atau from farm to table.

  Standar Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)

  Berkembangnya industri kelapa sawit dituding sebagai salah satu penyebab rusaknya lingkungan dan hutan-hutan tropis serta hilangnya keanekaragaman hayati yang ada. Untuk mengatasi masalah tersebut, industri minyak sawit pengembangannya harus dilakukan secara lestari. Oleh karena itu harus disosialisasikan definisi mengenai pengertian lestari dalam produksi minyak sawit, kemudian diintroduksikan dan diadopsi standar tata kelola yang sesuai dengan definisi tersebut. Hal inilah yang melahirkan suatu konsep minyak sawit lestari oleh suatu badan yang disebut dengan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO). Sebagai produsen minyak sawit kedua terbesar di dunia, Indonesia harus siap menerapkan konsep minyak sawit lestari tersebut. Hal ini merupakan tantangan terbesar bagi industri minyak sawit Indonesia agar mampu bersaing dalam perdagangan minyak sawit dunia (Dja’far, 2005).

  Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO)

  Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) adalah suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkunganndar yang diterapkan dalam ISPO tidak jauh berbeda dengan standar yang telah ditetapkan dalam RSPO

  Analisa

  Permintaan sertifikasi mutu tidak hanya berfokus pada produk akhir saja, tetapi juga terhadap produk hulu yang menjadi bahan baku untuk produk pangan. Contohnya, permintaan Uni Eropa

  “European Food Safety Legislation yang menekankan tentang “food safety control in the palm oil chain mengenai sertifikasi Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP) bagi

  Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), dimana nantinya CPO tersebut akan diolah menjadi produk pangan (minyak goreng, margarine, dan lain-lain). Produk pangan yang berasal dari kelapa sawit perlu memperhatikan sistem keamanan di atas. Girsang (2007), dari penelitiannya menyimpulkan bahwa sistem keamanan pangan (HACCP) perlu diterapkan di Pabrik Kelapa Sawit mengingat sertifikasi HACCP sangat diperlukan untuk pemasaran ekspor minyak goreng di masa depan. Selain mengenai sertifikasi Hazard Analytical

  

Critical Control Point (HACCP), standarisasi sistem manajemen lingkungan ISO 14000 juga

menjadi kebutuhan yang penting bagi industri, termasuk Pabrik Kelapa Sawit (PPKS, 2006).

  Selain sertifikasi Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP), standarisasi sistem manajemen lingkungan ISO 14000 juga menjadi kebutuhan yang penting bagi industri, termasuk Pabrik Kelapa Sawit (PKS), karena ditemukan beberapa kasus penyimpangan dalam industri kelapa sawit, seperti pembukaan lahan sering kali dilakukan dengan cara tebang habis dan land

  

clearing dengan cara pembakaran demi efesiensi biaya dan waktu, kerakusan unsur hara dan air

  tanaman monokultur seperti sawit, dimana dalam satu hari satu batang pohon sawit dapat menyerap 12 liter air, pencemaran yang diakibatkan oleh asap hasil dari pembukaan lahan dengan cara pembakaran dan pembuangan limbah, merupakan cara-cara perkebunan yang meracuni makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama (4 Mei 2008).

  Penerapan sistem manajemen mutu ISO 9000, lingkungan (ISO 14000) dan keamanan pangan (HACCP) merupakan sistem yang saling terkait. Dalam ruang lingkup agroindustri, Gumbira- Sa’id (2006) mengemukakan bahwa ketiga sistem tersebut sebagai Manajemen Mutu Paripurna. Hal ini didukung oleh Pahan (2006) dan Sutriandi et al. (2006) yang mengemukakan pentingnya penerapan ketiga sistem manajemen tersebut dalam suatu industri kelapa sawit. Pada industri kelapa sawit tidak cukup hanya manajemen mutu saja tetapi karena produk pertanian menyangkut keamanan produk untuk dikonsumsi sekaligus dalam proses dari mulai pembukaan lahan, pembibitan, proses penanaman, proses produksi harus ramah lingkungan. Oleh karena itu sertifikasi mutu untuk produk agroindustri termasuk kelapa sawit harus memperhatikan ketiga sistem tersebut sebagai satu kesatuan. ISO 2200 merupakan sistem standar pangan yag terkaiat dengan industri pangan dalam hal ini kelapa sawit.

  Permasalahan yang muncul pada pembangunan industri kelapa sawit seperti masalah sengketa tanah perkebunan kelapa sawit, masalah kerusakan lingkungan akibat pembukaan hutan untuk perkebunan kelapa sawit hingga isu pengaruhnya terhadap pemanasan global sangat mempengruhi citra industri kelapa sawit. Untuk menjawab berbagai permasalahan tersebut,

  

stakeholder kelapa sawit internasional telah sepakat membentuk asosiasi nirlaba yakni Rountable

on Sustainable Palm Oil (RSPO). Organisasi ini bertujuan untuk mengimplementasikan standar

  global untuk minyak sawit berkelanjutan. Standar RSPO tersebut meliputi delapan prinsip dan 39 kriteria. Delapan prinsip tersebut adalah komitmen terhadap transparansi, mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku, komitmen terhadap kelayakan ekonomi dan keuangan jangka panjang, pengunaan praktek terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik. Selain itu tanggungjawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dan keanekaragaman hayati, tanggungjawab kepada pekerja, individu dan komunitas dari kebun dan pabrik, pengembangan perkebunan baru secara bertanggungjawab, dan komitmen terhadap perbaikan terus menerus pada wilayah utama aktivitas.

  Standar yang diterapkan dalam ISPO tidak jauh berbeda dengan standar yang telah ditetapkan dalam RSPO, jika RSPO bersifat tidak wajib bagi perusahaan sawit, yang tidak wajib diikuti perkebunan dan petani sawit Indonesia, namun menjadi acuan bagi ekspor-impor sawit dunia. ISPO tetap mengacu kepada RSPO namun menyesuaikan dengan keadaan geografis di Indonesia dan ISPO oleh pemerintah bersifat wajib. Peraturan ini diharapkan menjadi jawaban atas keraguan pasar dunia atas produk kelapa sawit Indonesia bahwa produk kelapa sawit Indonesia juga memperhatikan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan hidup sebagaimana dapat dilihat dalam Prinsip dan Kriteria ISPO Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan.

  Kesimpulan

  Industri kelapa sawit yang menerapkan berbagai sistem manajemen akan lebih mudah dalam meningkatkan daya saing di pasar, baik dalam maupun pasar luar negeri.

DAFTAR PUSTAKA

  Badan Standarisasi Nasional. 2006. Standar Mutu Minyak Sawit/CPO Berdasarkan SNI 01-2901- 2006. Dja’far, Ratnawti N. dan M. Akmal A.. 2005. Pedoman Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) Tentang Prinsip dan Kriteria Sustainable Palm Oil Pada Industri Kelapa Sawit. Jurnal Vol.13.No 2 tahun 2005.

  Gumbira- Sa’id,E. 2006. Globalisasi Dan Tantangan Peningkatan Daya Saing Industri Pangan Dan

  Pertanian Melalui Kinerja Mutu. Materi Kuliah Manajemen Kualitas Lanjut pada Program S3 Program Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

  S.A.Chadd. 2006. Quality assurance models in the food supply chain. British Food Journal. Volume: 108 Issue: 2 Page: 91 – 104.

  Mohammad, M 2003. Strategies And Critical Success Factors For Integrated Management

Systems Implementation. 35th International Conference on Computers and Industrial Engineering.

Khatri, Y and R. Collins. 2007. Impact and status of HACCP in the Australian meat industry. British Food Journal. Bradford: 2007. Vol. 109, Iss. 5; pg. 343 , ISSN: 0007070 Marimin. 2004. Teknik Dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT Grasindo, Jakarta.Nasution, M.N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu. Ghalia Indonesia. Bogor. Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta PPKS, 2006. Pengenalan Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Bahan Training Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kepala Sawit (PPKS). Sparling, D. 2001. Mugo Farms: HACCP, ISO 9000 and ISO 14000. International Food and Agribusiness Management Review. 4(2001) 67- 79 Suprihartini, R. 2004. Rancangbangun Sistem Produksi Dalam Agroindustri Teh Indonesia. [Disertasi]. Program Teknologi Industri Pertanian. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Suryani, A. 2008. Proses Produksi Minyak Goreng. Pelatihan ISO 22000. Hotel Mirah Bogor.

  Sutriandi, R. 2006. Oil Palm, Two Faces Of Coin, An Endless Road Towards Sustainability. International Oil Palm Conference. Bali International Convention Centre Nusa Dua- Bali, Indonesia. IOPRI.

  Sutriandi, R. 2005. Perencanaan Wilayah Berbasis Kelapa Sawit, Visi, Misi, dan Tantangan Menuju Pembangunan Berkelanjutan. .Jurnal Vol 13 No. 1 tahun 2005 Thaheer, H. 2005. Rekayasa Model Pendugaan Cepat Resiko Keamanan Pangan Pada Agroindustri Ikan. [Disertasi]. Program Teknologi Industri Pertanian Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Yager, R.R. 1993. Non-Numeric Multi-Criteria Multi Person Decision Making. Kluwer Academic Publisher, New York 4 Mei 2008].