View of POLA PENGOBATAN PENDERITA SCHISTOSOMIASIS (PENYAKIT DEMAM KEONG) DI DESA KADUWAA KECAMATAN LORE UTARA KABUPATEN POSO PROPINSI SULAWESI TENGAH
POLA PENGOBATAN PENDERITA SCHISTOSOMIASIS (PENYAKIT DEMAM
KEONG) DI DESA KADUWAA KECAMATAN LORE UTARA KABUPATEN POSO
PROPINSI SULAWESI TENGAH
Joni Tandi
Program Studi S1 Farmasi, STIFA Pelita Mas Palu
Corresponding author ema
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian Pola Pengobatan Penderita Schistosomiasis (Penyakit Demam Keong) di Desa
Kaduwaa Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Propinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk
menanggulangi penyakit schistosomiasis ditinjau dari kerasionalan pengobatan untuk menanggulangi penyakit
schistosomiasis dan untuk mengetahui perbedaan pola pengobatan penderita schistosomiasis di Kaduwa dan
Napu keseluruhan, berdasarkan persentase penggunaan obat. Data diolah dan dideskripsikan terlebih dahulu
kemudian dianalisis dengan uji chi kuadrat. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pola
pengobatan penderita schistosomiasis di Kaduwaa dan Napu keseluruhan. Petunjuk teknis Pengobatan Penderita
Schistosomiasis (Penyakit demam Keong), penggunaan obat praziquantel menurut petunjuk teknis yaitu
60mg/Kg BB diminum dua kali setiap 4-6 jam sehari, dan terhadap efek samping telah digunakan paracetamol
dan CTM.Kata kunci : Praziquantel, pola pengobatan, chi square analisis
Submitted on: 8 November 2017 Accepted on: 1 Desember 2017
DOI
PENDAHULUAN Farmasi adalah ilmu yang
Pertumbuhan ekonomi yang terus mempelajari cara membuat, mencampur, berkembang pesat pada dewasa ini meracik formulasi obat, identifikasi, mengakiibatkan berbagai dampak positif kombinasi, analisis dan pada masyarakat. Penigkatan dalam bidang standarisasi/pembakuan obat serta ksesehatan dan sarana kesehatan yang pengobatan. Hal ini termasuk pula sifat- harus senantiasa didukung dan sifat obat dan distribusinya serta diperhatikan. Puskesmas adalah salah satu penggunaannya yang aman. Ilmu resep yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan. adalah ilmu yang mempelajari tentang cara Sarana ini berfungsi dalam kegiatan penyediaan obat-obatan menjadi bentuk pelayanan kesehatan pada masyarakat. tertentu (meracik) hingga siap digunakan Pelayanan ini meliputi, memberikan sebagai oabt. Obat berperan sangat penting penyuluhan kepada masyarakat tentang dalam ilmu kesehatan. Penanganan dan gizi, memberi masukkan dan klasifikasi pencegahan berbagai macam penyait tidak untuk studi kelayakan pada masyarakat dapat dilepaskan dari tindakan terapi luas tentag keluarga, dan pengobatan. dengan obat atau farmakoterapi. Berbagai Pengobatan meliputi, elayani penyakit pilihan obat saat ini tersedia, sehingga infeksi maupun penyakit menular dan diperlukan pertimbangan-pertimbangan berbagai penyakit lainnya seperti penyakit yang cermat dalam memilih obat untuk parasit. suatu penyakit. Sediaan ini harus selalu Jurnal Sains dan Kesehatan. 2018. Vol 1. No 9.
456 p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082 Jurnal Sains dan Kesehatan. 2018. Vol 1. No 9. p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
457
digunakan secara benar agar memberikan manfaat klinik yang optimal.
Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk memberantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Kebanyakan obat cacing efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Antelmintik yaitu obat yang bertujuan untuk membasmi atau membunuh cacing.
Masalah penggunaan obat yang tidak rasional masih cukup menonjol di beberapa pusat pelayanan kesehatan. Hal ini berakibat pada pemborosan biaya, ketidakrasionalan penggunaan obat juga meningkatkan resiko terjadinya efek samping. Efek lainnya adalah brupa ketergantungan pasien terhadap pemberian yang selanjutnya secara luas akan meningkatkan resiko terjadinya resistensi. Penyebab lainnya akibat penggunaan antibiotik yang tidak tepat pada penduduk. Efek negatif penggunaan obat yang tidak rasional sangat beragam dan bervariasi tergantungdari jenis ketidakrasionalan penggunaannya.masalah ini dapat saja hanya dialami oleh pasien (efek sampig dan biaya yang mahal) maupun oleh penduduk yang lebih luas (resistensi kuman terhadap antibiotik tertentu) dan mutu pelayanan pengobatan secara umum.
Upaya mengatasi masalah penggunaan obat yang tidak rasional diperlukan. Perbaikan ini meliputi baik ditingkat provider yaitu pembuat resep (consumen) hingga sistem kebijakan obat nasional. Masih kurang tertatanya sistem informasi pengobatan dari tenaga kesehatan ke pasien menjadi salah satu masalah dalam proses terapi. Di satu sisi salah satu alasan tenaga kesehatan mengapa tidak rasional akibat tekanan dan permintaan pasien terhadap obat tertentu
(misalnya penggunaan injeksi). Sementara itu di pihak pasien sebenarnya tidak pernah ada terhadap setiap proses pengobatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Schistosomiasis atau disebut juga penyakit demam keong merupakan penyakit parasit yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus schistosoma. Schistosoma japonicum dianggap cacing yang paling berbahaya dibandingkan schistosoma yang lain, karena jumlah telur yang dihasilkan paling banyak. Gejala yang ditimbulkan yaitu dmam, kulit tampak bengkak, gatal yang menyeluruh, gangguan perut kembung dll.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka perlu mengadakan penelitian mengenai pola penggunaan obat schistosomiasis di desa Kaduwaa yang terekam datanya di Puskesmas Wuasa, dan laboratorium schistosomiasis. (i) bagaimanakah pola pengobatan schistosomiasis ditinjau dari kerasionalan pengobatan untuk menanggulangi penyakit schistosomiasis. Termasuk obat untuk mengobati gejala-gejala sampingan pada penggunaan obat anti schistosoma
japonicum.
(ii) apakah ada perbedaan pola pengobatan penderita schistosomiasis di Kaduwaa dan Napu keseluruhan.
Dalam penelitian ini agar diketahui kerasionalan terapi dan kesesuaian dengan standar pelayanan medik yang berlaku di Puskesmas Wuasa kecamatan Lore Utara kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas Wuasa dan masyarakat serta lingkungan sekitar desa Kaduwaa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Data yang digunakan dalam penelitian berupa data sekunder tentang Jurnal Sains dan Kesehatan. 2018. Vol 1. No 9. p-ISSN: 2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
458
jumlah penderita shistosomiasisdan data restrospektif dengan penelusuran dokumen catatan rekam medik penggunaan obat penderita schistosomiasis. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif sedangkan bagian pola pengobatan di desa Kaduwaa terhadap pola pengobatan di Napu dinyatakan dalam statistik chi kuadrat (chi square). Hasil persentase penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel dan diagram untuk mengetahui gambaran obat pada penderita schistosomiasis di desa Kaduwaa kecamatan Lore Utara kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah.
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien di Napu yang menderita penyakit Schistosomiasis yang tercatat di Laboratorium Schistosomiasis dan Puskesmas Wuasa.
Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah ata rekam medik pasien yang menderita penyakit schistosomiasis yang tercatat di desa Kaduwaa.
Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Wuasa Laboratorium Schistosomiasis di desa Kaduwaa kecamatan Lore Utara kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah.
Izin Penelitian
Penelitian diawali dengan perizinan dari kampus Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Pelita Mas Palu (STIFA-PM) melalui bagian penelitian dan persetujuan diberika oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso dan Puskesmas Wuasa, serta penanggung jawab Laboratorium Schistosomiasis Wuasa kecamatan Lore Utara kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah.
Prosedur Penelitian
Penelitian dimulai dari pencatatan penderita schistosomiasis Wuasa kecamatan Lore Utara kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah. Pencatatan diambil dari dokumen rekam medik sejumlah 7 pasien meliputi diagnosa penyakit schistosomiasis, jenis kelamin, umur, dan catatan penggunaan obat. Setelah pencatatan dokumen rekam medik selanjutnya dilakukan wawancara dengan petugas yang terkait dilakukan untuk memperoleh informasi tambahan mengenai penyakit pasien. Selanjutnya data ditabulasi dan dilakukan analisis data lalu membahas dan menyimpulkan hasil penelitian.
Analisis Data
Berdasarkan data yang diperoleh, dilakukan :
1. Pengelompokkan data pasien berdasarkan jenis kelamin, umur, dan data pengobatan. (Dapat dilihat pada tabel 3) 2. Analisis rasionalitas penggunaan obat penderita schistosomiasis meliputi ketepatan dosi, ketepatan cara penggunaan obat di desa Kaduwaa Kecamatan Lore Utara kabupaten Poso Provinsi Sulawesi tengah tahun 2011.
(Dapat dilihat pada tabel 4) 3. Analisis data dengan menggunakan chi kuadrat (chi square) untuk melihat ada tidaknya perbedaan penggunaan obat di desa Kaduwaa dan Napu keseluruhan. Jurnal Sains dan Kesehatan. 2018. Vol 1. No 9.
2303-0267, e-ISSN: 2407-6082 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tabel 1. Tabel Jumlah pemakaian Obat Pada Saat Pengobatan Massal di Napu dan di Kaduwaa tahun 2011
0 Pasien b. Ketepatan Frekuensi
1
7
7 Pasien
0 Pasien Ketepatan cara pemakaian obat : a.
Ketepatan Dosis
2
4
1
7
7 Pasien
2
2
4
1
7
7 Pasien
0 Pasien c. Ketepatan Lama Pemberian
2
4
1
7
7 Pasien
4
Ketepatan Obat
No Nama Desa Jumlah yang harus diobati Jumlah yang diobati
1 Laki-laki
Jumlah Pemakaian Obat Praziquantel (Kaplet) Paracetamol
(Tablet) Klorfeniramin Maleat (CTM) (Tablet)
1 Kaduwaa 587 520 3.120 300 300
2 Napu 15.397 12.585 77.436 6.325 5.375
Tabel 2. Tabel Persentase Penggunaan Obat Schistosomiasis di Napu dan di Desa KaduwaaNo JENIS OBAT RATA-RATA DESA DI NAPU (%) DESA KADUWAA
(%)
1 Persentase Praziquantel 83,50 88,58
2 Persentase Paracetamol 5,58 6,40
3 Persentase CTM 4,74 6,40
Sumber : Puskesmas Wuasa dan Laboratorium Schistosomiasis
Tabel 3. Pengelompokkan Data Pasien Schistosomiasis Berdasarkan Jenis KelaminNo Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
3 Pasien 42,86 %
Bertelur
Stadium Kronis Tepat Tidak tepat2 Perempuan
4 Pasien 57,14 % Jumlah
7 Pasien 100 % Tabel 4. Pengelompokkan Data Pasien Berdasarkan Usia
No Usia Jumlah Persentase 1 5-15 Tahun
2 Pasien 28,58 % 2 16-26 Tahun
1 Pasien 14,28 % 3 27-37 Tahun
2 Pasien 28,58 % 4 38-48 Tahun
1 Pasien 14,28 % 5 49-59 Tahun
1 Pasien 14,28 %
Sumber : Puskesmas Wuasa dan Rekam Medik Laboratorium Schistosomiasis Wuasa Tahun 2011
Tabel 5. Hasil Analisi Rasionalitas Penggunaan Obat Oleh Pasien SchistosomiasisRasionalitas Penggunaan Obat
Gejala Klinis
Jumlah PsienRawat Jalan Stadium Invasti
Stadium
0 Pasien Jurnal Sains dan Kesehatan. 2018. Vol 1. No 9.
2303-0267, e-ISSN: 2407-6082 PEMBAHASAN
Penelitian pola pengobatan penderita Schistosomiasis dan rekam medik Puskesmas Wuasa tahun 2013. Bedasarkan data sekunder yang dikumpulkan, diperoleh bahwa seluruh penduduk di desa Kaduwaa yang harus diobati berjumlah 587 penduduk, karena dilakukan pengobatan massal. Sedangkan yang diobati hanya berjumlah 520 penduduk. Hal ini disebabkan karena pada saat pengobatan massal dilakukan sebagian penduduk tidak diobati karena alasan-alasan tertentu misalnya hamil, tekanan darah terlalu tinggi dan alasan lain. Sehingga hanya 88,58% penduduk didesa Kaduwaa yang diobati. Dalam pengobatan tersebut penderita diberi tambahan obat Paracetamol dan CTM berdasarkan efek samping yang muncul, antara lain panas dan alergi.
Berdasarkan data sekunder pada tabel 1 jumlah pemakaian obat pada penderita Schistosomiasis di Napu dan di desa Kaduwaa Tahun 20011, kondisi tersebut sama seperti desa-desa lainnya di Napu secara keseluruhan dimana jumlah total penduduk yang harus diobati adalah 15.071 penduduk, sedangkan yang diobati hanya sebanyak 12.585 penduduk. Hal ini berarti hanya 83,50% penduduk yang diobati di Napu pada umumnya. Jumlah obat Praziquantel yang diberikan di desa Kaduwaa adalah 3.120 tablet, sedangkan di Napu keseluruhan adalah 77.436 tablet. Demikian juga pada obat Paracetamol di desa Kaduwaa hanya diberikan 300 tablet, sedangkan di Napu keseluruhan adalah 6.352 tablet, Begitu juga dengan obat CTM di desa Kaduwaa hanya diberikan sebanyak 300 tablet, sedangkan di Napu keseluruhan adalah 5.375 tablet.
Berdasarkan data sekunder yang terlihat pada tabel 2 persentase penggunaan obat Schistosomiasis di Napu dan di desa Kaduwaa adalah persentase obat Praziquantel adalah 83,50% sedangkan di desa Kaduwaa 88,58%, persentase obat Paracetamol di Napu adalah 5,58%, sedangkan di desa Kaduwaa adalah 6,40%, persentase CTM di Napu adalah 4,74% sedangkan di deesa Kaduwaa persentase CTM adalah 6,40%.
Hasil identifikasi data yang dilakukan di Laboratorium Schistosomiasis Wuasa Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2013, dengan subjek penelitian yaitu schistosomiasis tahun 2011 diperoleh data bahwa jumlah pasien yang terdiagnosa menderita schistosomiasis berjumlah 7 pasien. Pencatatan data tersebut diambil dari dokumen rekam medik pada pasien yang meliputi diagnosa penyakit schistosomiasis, jenis kelamin, umur pasien, catatan penggunaan obat dalam bentuk formulir pengobatan penderita penyakit schistosomiasis data diperoleh terebut kemudian dikelompokkan dalam beberapa bagian sesuai dengan karakteristik pasien yang meliputi jenis kelamin, umur pasien, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Selain itu menganalisis rasionalitas penggunaan obat pasien schistosomiasis meliputi ketepatan obat, ketepatan cara penggunaan obat (ketepatan dosis, ketepatan frekuensi, pemberian dan ketepatan lama pemberian) dan ketepatan penderita.
Berdasarkan identifikasi data yang telah dilakukan di Laboratorium Schistosomiasis Wuasa diperoleh data bahwa jumlah penderita schistosomiasis sebanyak 7 orang dengan jumlah pederita laki-laki 3 orang dan perempuan 4 orang. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa jumlah persentase pasien schistosomiasis terbanyak berdasarkan Jurnal Sains dan Kesehatan. 2018. Vol 1. No 9.
2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
4,
/ 4, dan umur 48 tahun dengan berat badan 35 Kg dosis I Praziquantel 1
3
/
4
dan dosis II 1
3
/
4. Dan usia 28 tahun dengan
berat badan 45 Kg dosis I Praziquantel 2
1
/
dosis II 2
dan dosis II 3
1
/
4,
dengan jarak waktu 4-6 jam dalam sehari. Obat efek samping diberikan Paracetamol, CTM dan Vitamin B6. Untuk pemakaian 3 hari. Pada stadium kronis yaitu sakit perut, disentri dilatasi pembuluh darah abdomen, ikterus, udema, asites, hematemesis, anemia dan emasiasis. Usia 32 tahun dengan berat badan 70 Kg dosis I 3
1
/
2 dan dosis II 3
1
/
2 dengan jarak
waktu 4-6 jam dalam sehari. Obat efek samping yang diberikan yaitu Paracetamol, Vitamin B6, CTM dan Oralit, diberikan selama
3
4
jenis kelamin yaitu perempuan 57,14% dan laki-laki 42,86% dapat dilihat pada tabel 3.
3
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah penderita schistosomiasis terbanyak pada kelompok usia 5-15 tahun sebanyak 2 pasien (28,58%), 27-37 tahun sebanyak 2 pasien (28,58%), dan kelompok terendah usia 16- 26 tahun sebanyak 1 pasien (14,28%), 38- 48 tahun sebanyak 1 pasien (14,28%) dan 49-59 tahun sebanyak 1 pasien (14,28%). Dapat dilihat pada tabel 4.
Dari hasil analisis rasionaltas penggunaan oabt oleh pasien penderita schistosomiasis dapat dilihat pada tabel 5, bahwa pada gejala klinis stadium invasi yaitu kelainan kulit dapat berupa eritema yang disertai perasaan gatal dan gatal ditempat serkaia masuk, gejala pertama timbul beberapa jam setelah infeksi, selanjutnya dapat terjadi alergi yang dapat timbul oleh adanya hasil metabolik schistosomula atau cacing dewasa dan dapat disertai demam, lemah, melaise, anoreksia, mual, muntah, sakit kepala dan nyeri tubuh, sakit perut karena diare (Pinardi Hadijaya, hal. 78). Pasien dengan usia yang berbeda, berumur 12 tahun dengan berat badan 30 Kg dosis 1 Praziquantel diberikan 1
1
/
2 , dosis kedua 1
1
/
2 diminum sehari dengan jarak waktu 4-6
jam. Dan usia yang kedua yaitu umur 15 tahun dengan berat badan 35 Kg dengan dosis 1 Praziquantel 1
3
/ 4, dosis kedua 1
/
/
4 dengan jarak waktu 4-6 jam.
Obat efek samping yang diberikan yaitu Paracetamol dengan dosis 500 mg untuk dewasa dan untuk anak 12 tahun diberikan dosis 240-360 mg. CTM 4 mg dan Oralit, dengan jumlah obat untuk 3 hari pemakaian. Pada stadium bertelur yaitu stadium klinik kedua dimulai dengan perletakan telur pertama didalam darah dan dikeluarkannya telur melalui mukosa.
Keluhan yang terjadi pada stadium ini adalah demam, melaise, berat badan menurun. Pada stadium ini terdapat pasien dengan usia 26 tahun berat badan 65 Kg dengan dosis I Praziquantel 3
1
/
4 dan dosis
II 3
1/
4
. Usia 35 tahun dengan berat badan
70 Kg dengan dosis Praziquantel 3
3
3 hari pemakaian. Dengan pengertian bahwa pola pengobatan penderita schistosomiasis sudah rasional dilakukan didesa Kaduwaa dan desa-desa di Napu secara keseluruhan, karena sudah mengikuti aturan petunjuk teknis yang ada, yang dikeluarkan oleh Sub Direktorat Filariasis dan Schistosomiasis Direktorat P2B2 Ditjen PPM dan PLP Departemen Kesehatan RI. Pengobatan penyakit schistosomiasis di desa Kaduwaa menggunakan obat Praziquantel. Praziquantel bekerja dengan cara mengobati semua bentuk schistosomiasis dan infeksi cestoda seperti sisticercosis. Permeabilitas membran sel terhadap kalsium meningkat. Menyebabkan parasit mengalami kontraktur dan paralisis. Praziquantel mudah diabsorbsi pada pemberian oral dantersebar sampai ke cairan serebospinal. Kadar yang tinggi
- – Isokulnolin, obat ini merupakan antelmintik berspektrum lebar efektif terhadap cestoda dan trematoda pada hewan dan manusia, Praziquantel berbentuk kristal tidak berwarna dan rasanya pahit. (Syarif et al 1927).
Jurnal Sains dan Kesehatan. 2018. Vol 1. No 9.
2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
dapat dijumpai dalam empedu. Obat dimetabolisme secara oksidatif dengan sempurna menyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit tidak aktif dan dikeluarkan melalui urin dan empedu (Mycek.mary J.2012)
Pengobatan schistosomiasis pada dasarnya adalah mengurangi dan mencegah ksakitan dan mengurangi sumber penular. Sebelum ditemukan obat yang efektif, bebagai jenis obat telah dipakai untuk mengurangi penderita schistosomiasis misalnya hycanthone, niridazole, amocante dan sebagainya. Obat-obat tersebut tidak efektif dan beberapa sangat toksik. Pada saat ini obat yang dipakai adalah Praziquantel (Sudomo M. 2008)
Praziquantel sangat efektif terhadap semua bentuk schistosomiasis, baik dalam fase akut kronik maupun yang sudah mengalami spelenomegali atau bahkan yang mengalami komplikasi lain. Obat tersebut sangat manjur dan efek samping ringandan hanya diperlukan I dosis yaitu 60mg/KgBB yang dibagi dua dan diminum dalam tenggang waktu 4-6 jam (Tjay, tan Hon dan Rivaldy Kirana 2007). Praziquantel merupakan derivat Pirazino
Berdasarkan analisis penelitian didapat analisis data untuk pola pengobatan schistosomiasis dengan memberikan obat Praziquantel yaitu pengobatan dilakukan dengan cara memberikan obat kepada pasien sesuai dosis yang sudah ditentukan sesuai dengan berat badan. Sasaran penduduk yang diberi pengobatan adalah penduduk yang positif telur cacing schistosoma (penderita), penderita yang gejala klinis positif dangan tinja positif pada pemeriksaan sebelumnya, anggota keluarga yang positif telur cacing schistosoma.
Disamping obat khusus Praziquantel disediakan juga obat umum untuk mengatasi reaksi samping yang mungkin timbul biasanya sakit kepala, pusing, mual, sakit perut, gatal-gatal/kelainan pada kulit. (petunjuk teknis pegobatan schistosomiasis). Obat umum yang digunakan untuk mengatsi reaksi samping adalah Paracetamol, CTM dan Vitamin B6. Paracetamol yang bekerja sebagai metabolit fanasatin dengan efek antipiretik, efek analgesik Paracetamol dan fanasetin dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang dijaga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Paracetamol diabsorbsi cepat dan sempurna sampai saluran cerna.
CTM adalah turunan akilamin yang merupakan antihistamin dengan indeks terapi cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang efektif rendah (Siswandono, 1995). Mekanisme kerja CTM adalah menghambat efek histamin pada pembuluh darah bronkis dan bermacam-macam efek polos, selain itu klorfeniramin maleat dapat merangsang walapun menghambat susunan saraf pusat (Tjay,2002,Siswandono 1995). Klorfeniramin maleat memberikan efek samping walaupun juga bersifat serius dan kadang-kadang hilang bila pengobatan diteruskan. Efek samping yang sring terjadi adalah sedatif, gangguan saluran cerna, mulut kering. Kontraindikasi dari klorfeniramin maleat ini menimbulkan aktivitas antikolinergik yang dapat memperburuk asma bronkial, retensi urin, glukoma, klorfeniramin memiliki interaksi
DAFTAR PUSTAKA [1].
Farmakologi-antelmintik diakses tanggal 09 september 2012. [3].
Purwanto hadjasaputra dkk., 2002. Data Obat Indonesia. Penerbit grafidia Medi Press. Jakarta
Terapi, Edisi 5. Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta [9]. Gunawan Gan.S. 2007. Farmakologi Dan
Departemen Kesehatan RI. 1989. Petunjuk Teknis Pemberantasan Schistosomiasis (penyakit demam keong). Jakarta [8]. Soedarto,. 1992., Helmintologi Kedokteran.
Sulawesi tengah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta [7]. SubDirektorat Filariasis dan Schistosomiasis Direktorat P2B2 DitJen PPM PLP
Diakses 15 september 2012 [6]. Hadidjaja Pinardi. 1985. Schistosomiasis di
Anonim., 2011. Makalah-Parisitologi- Trematode-darah-dan-jaringan-jaringan.
H., 1990. Habitat Siput Oncomelania hupensis lindoensis, Sebagai Salah Satu Sasaran Dalam Usaha Pengendalian Penyakit Schistosomiasis Di Sulawesi Tengah Disertai PSL IPB Bogor. [5].
Lumeno
[4].
Viridiana N.N. 2010. Laporan akhir. Peran Serta Masyarakat Dalam Pencegahan dan Pengobatan Schistosomiasis di dataran Tinggi Napu, Kabupaten Poso. Sulawesi tengah. Balai Litbang P2B2 Donggala.
David.,2011.
Jurnal Sains dan Kesehatan. 2018. Vol 1. No 9.
F., 2005. Metodologi Penelitian dan Tehnik Penyusun Skripsi. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta, Cetakan Pertama Jakarta, 2006. [2].
Abdurrahmat
3. Pola pengobatan dilapangan sudah mengikuti peraturan petunjuk teknis yang ada, yang dikeluarkan oleh Sub Direktorat Filariasis dan Schistosomiasis Direktorat P2B2 Ditjen dan PLP Departemen Kesehatan RI, kemudian penggunaan formulir pencatatan/pelaporan yang belum maksimal.
(4,74%) dan CTM 5.375 tablet (6,40%).
2. Pola pengobatan schistosomiasis yang ada di desa Kaduwaa sama seperti pola pengobatan schistosomiasis di Napu pada umunya, dimana jumlah penderita yang diobati di desa Kaduwaa 520 penduduk, dengan jumlah obat Praziquantel 3.120 tablet (88,58%), Paracetamol 300 tablet (6,4%), dan CTM 300 tablet (6,4%), sedangkan Napu keseluruhan yaitu jumlah penderita yang diobati sebanyak 12.585 penduduk, dengan jumlah obat Praziquantel 77.436 tablet (83,50%), Paracetamol 6.352 tablet
1. Obat-obat yang digunakan penderita schistosomiasis di desa Kaduwaa Kecamatan Lore Utara Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah yaitu Praziquantel, Paracetamol, CTM dan Vitamin B6.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh :
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian lapangan yang telah dilakukan mengenai informasi lisan tentang pola pengobatan schstosomiasis masa lalu adalah perawatan dari penderita dirawat di rumah masing- masing. Pada masing-masing desa dicatat dalam satu daftar penderita schistosomiasis dalam bentuk formulir (tabel formulir terlampir). Penderita schistosomiasis an bukan dalam bentuk baku status pasien seperti yang terjadi di rumah sakit pada umumya. Sehingga saat ini masih banyak kekurangan dalam perawatan dan cara mengatasi penderita penyakit schistosomiasis yang berada di daerah lembah Napu dan Lindu. Akibatnya masih banyak yang mengalami penyakit schistosomiasis.
alkohol, depresan saraf pusat, anti kolinergik (IONI,2001, Tjay,2002).
- – Universitas Kedokteran. Gaya Baru. Jakarta [10].
2303-0267, e-ISSN: 2407-6082
[11].
[18]. Mycek, mary J. Dkk., 2001. Farmakologi Miting T.I. Laporan Akhir Tahun 1998 s/d Ulasan Bergambar Edisi 2. Widya Medika. 2005 Bidang Pelayanan Kesehatan Health
Jakarta Care Management Spesialist. P.T Ardes [12].
Perdana Konsultan. Ikatan sarjana farmasi Indonesia., 2008.
Informasi Spesialite Obat Indonesia Volume [19].
Anif, Mohamad., 204. Penggolongan Obat 43. PT. Sejahtera Lestari Farma. berdasarkan Khasiat dan penggunaan. [13].
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Ilahude, D. Herry. H. 1998. Parasitologi
Kedokteran. Fakultas Kedokteran 12-13 Universitas Indonesia. Jakarta [20].
Tandi, Joni., 2011. Panduan Penyusun dan [14].
Penulisan Skripsi. STIFA PM Palu. Palu Tjay Hoan tan, dkk.,2007. Obat-obat Penting Khasiat, penggunaan, dan Efek-efek [21].
Syamsuni., 2007. Ilmu resep. Penerbit Buku Sampingnya. Edisi ke Enam. PT. Elex media Kedokteran. Jakarta Komputindo. Jakarta [22].
Putu., 2010. 7 Kriteria Upaya Pengobatan [15].
Rasional di Puskesmas. Diakses Tanggal 10 Nurwidayati A. 2007. Koleksi Referensi maret 2013
Schistosomiasis Di dataran Tinggi Lindu Kabupaten Donggala Sulawesi tengah [23].
Conover, W.J. 1980. Practical Non Tahun 2007. Balai Litbang P2B2 Donggala Parametric Statistics 2 ed, Texas Tech
[16]. Obat Nasional University, John Wiley and Sons. New York
Infomatorium Indonesia., 2000, Departemen Kesehatan Chichester Brisbane Toronto. 189 Republik Indonesia Direktorat Jendral [24].Murray.R. Spiegel. 1961. Theory and Pengawasan Obat dan makanan. 2000. Problems of Statistics, Schaum publishing. Sagung seto. CO. New York. 201 [17]. Tandi, Joni.,2011. Buku Penuntun Mata Kuliah Farmasi Klinik 1. Sekolah Tinggi
Ilmu Farmasi dan pengetahuan Alam Pelita Mas Palu Jurnal Sains dan Kesehatan. 2018. Vol 1. No 9.
2303-0267, e-ISSN: 2407-6082