WALIKOTA TANJUNGPINANG PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

  

WALIKOTA TANJUNGPINANG

PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG

NOMOR 32 TAHUN 2013

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TANJUNGPINANG,

Menimbang

  : bahwa untuk melaksanakan ketentuan BAB VII Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Retribusi Perizinan Tertentu, perlu ditetapkan Peraturan Walikota tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Retribusi Izin Usaha Perikanan;

  Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Rebublik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Rebublik Indonesia Nomor 3214);

  2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);

  3. Undang-Undang Nomor

  8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821);

  4. Undang-Undang Nomor

  5 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Tanjungpinang (Lembaran NegaraRebublik Indonesia Tahun 2001 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

  5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286)

  6. Undang-Undang Nomor

  1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

  7. Undang-Undang Nomor

  15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

  8. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073);

  9. Undang-Undang Nomor

  32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor

  32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

  10. Undang-Undang Nomor

  33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran

  11. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

  12. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4230);

  13. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4241);

  14. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

  15. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585);

  16. Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl;

  17. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1982 tentang Pengembangan Budidaya Laut di Indonesia;

  18. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung;

  19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan

  20. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap;

  21. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2009 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah;

  22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);

  23. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.45/MEN/2000 tentang Perizinan Usaha Perikanan;

  24. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.10/MEN/2003 tentang Perizinan Usaha Penangkapan Ikan;

  25. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.02/MEN/2004 tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan Ikan;

  26. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap;

  27. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 26/Permen-Kp/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.30/Men/212 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia;

  28. Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Tanjungpinang (Lembaran Daerah Kota Tanjungpinang Tahun 2008 Nomor 10);

  29. Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Retribusi Perizinan Tertentu (Lembaran Daerah Kota Tanjungpinang Tahun 2012 Nomor 7);

  

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PETUNJUK TEKNIS

PELAKSANAAN RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN.

  

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah atau disebut Kota adalah Kota Tanjungpinang.

  2. Pemerintah Daerah atau disebut Pemerintah Kota adalah Pemerintah Kota Tanjungpinang.

  3. Walikota adalah Walikota Tanjungpinang.

  4. Pejabat adalah Pegawai yang diberikan tugas tertentu di bidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tanjungpinang.

  6. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Tanjungpinang.

  7. Dinas KPPKE yang selanjutnya disebut Dinas Kelautan Perikanan Pertanian Kehutanan dan Energi Kota Tanjungpinang.

  8. Kepala Dinas KPPKE yang selanjutnya disebut Kepala Dinas Kelautan Perikanan, Pertanian, Kehutanan dan Energi Kota Tanjungpinang.

  9. Kas Daerah adalah kas daerah Kota Tanjungpinang atau badan yang diserahi wewenang dan tanggungjawab sebagai pemegang kas Kota Tanjungpinang.

  10. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

  11. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut Retribusi adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Kota untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

  12. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Kota dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

  13. Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah pembayaran atas pemberian izin usaha perikanan yang diterbitkan oleh Walikota atau pejabat yang ditunjuk.

  14. Wilayah pengelolaan kelautan dan perikanan adalah wilayah perairan laut yang diukur sampai dengan batas 4 (empat) mil dari garis pantai termasuk sungai, danau, waduk, tasik, rawa dan genangan air lainnya (perairan umum).

  15. Kelautan dan perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan sumber daya laut.

  16. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada dalam lingkungan perairan.

  17. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

  18. Pengelolaan kelautan dan perikanan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya kelautan dan perikanan dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan dibidang kelautan dan perikanan yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktifitas sumberdaya kelautan dan perikanan dan tujuan yang telah disepakati.

  19. Pengendalian kelautan dan perikanan adalah suatu kegiatan dan/atau perlakuan yang terencana dan berkelanjutan untuk menjamin kelestarian sumberdaya kelautan dan perikanan.

  20. Pengawasan adalah suatu kegiatan dan/atau perlakuan yang dapat menjaga segala usaha pengelolaan sumberdaya berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  21. Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan dan/atau badan untuk menangkap atau membudidayakan ikan, kegiatan menyimpan, mendinginkan, mengolah dan mengawetkan termasuk kegiatan wisata pemancingan untuk tujuan komersial.

  22. Perusahaan perikanan adalah perusahaan yang melakukan usaha kegiatan perikanan yang dilakukan oleh badan di Wilayah Kota Tanjungpinang.

  23. Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan, dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya.

  24. Pembudidayaan ikan adalah usaha kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan atau membiakkan atau memanen hasilnya dengan alat atau cara apapun untuk tujuan komersial.

  25. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

  26. Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan.

  27. Kapal perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan.

  28. Kapal penangkap Ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap ikan, termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan.

  29. Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk mengangkut ikan, termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan.

  30. Perahu adalah alat apung yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/ekplorasi perikanan dengan tidak menggunakan motor penggerak.

  31. Pengujian fisik kapal atau pengujian kapal perikanan adalah segala kegiatan penilikan atau pengukuran terhadap besaran, jenis, tipe dan mesin kapal termasuk peralatan bantu dan alat penangkapan ikan yang akan digunakan untuk usaha perikanan.

  32. Rumpon adalah suatu alat bantu penangkap ikan yang ditempatkan pada koordinat tertentu secara menetap di perairan laut.

  33. Perluasan Usaha Perikanan adalah penambahan jumlah kapal atau penambahan jenis kegiatan usaha yang berkaitan dan belum tercantum dalam Surat Izin Usaha Perikanan.

  34. Surat Izin Usaha Perikanan yang selanjutnya disingkat SIUP adalah izin tertulis yang harus dimiliki oleh perorangan atau perusahaan perikanan untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut.

  35. Surat Pembudidayaan Ikan yang selanjutnya disingkat SPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki oleh pembudidaya ikan untuk melakukan usaha pembudidayaan ikan.

  36. Surat Izin Penangkapan Ikan yang selanjutnya disingkat SIPI adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal perikanan berbendera Indonesia untuk melakukan usaha penangkapan ikan yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari SIUP.

  37. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan yang selanjutnya disingka t SIKPI adalah surat izin yang harus dimiliki setiap Kapal Perikanan berbendera Indonesia untuk melakukan pengangkutan ikan.

  38. Surat Izin Budi Daya Ikan yang selanjutnya disingkat SIBI adalah surat izin yang harus dimiliki oleh setiap usaha pembudidayaan ikan berupa kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/ atau membiakkan ikan dan memanen hasilnya.

  39. Pungutan Kelautan dan Perikanan adalah pungutan yang dikenakan kepada perorangan atau badan hukum yang melakukan usaha kelautan dan perikanan di wilayah pengelolaan kelautan dan perikanan Kota.

  40. Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan Retribusi Daerah.

  41. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong retribusi tertentu.

  42. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Kota.

  43. Surat Setoran Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SSRD adalah bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan mengunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Walikota.

  44. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.

  45. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya tidak terutang.

  46. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.

  47. Pemungutan adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari penghimpunan data objek dan subjek retribusi, penentuan besarnya retribusi yang terutang sampai kegiatan penagihan retribusi kepada Wajib Retribusi serta pengawasan penyetorannya.

  48. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan peru ndang- undangan di bidang retribusi daerah.

  

BAB II

NAMA, OBJEK, SUBJEK DAN WAJIB PAJAK

Pasal 2

Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian izin kepada orang pribadi atau badan.

  (1) Objek retribusi adalah pemberian izin usaha perikanan kepada orang pribadi atau badan yang terdiri atas: a. Izin Usaha Perikanan tangkap, meliputi:

  1. SIUP;dan

  2. SIPI

  b. Izin Usaha Pembudidayaan Ikan, meliputi:

  1. SIUP; dan

  2. Surat Izin Budidaya Ikan (SIBI)

  c. Izin Usaha Pengangkutan Ikan adalah SIUP; dan d. Izin usaha Pengumpul Ikan adalah SIUP.

  (2) Tidak termasuk objek retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

  a. bidang penangkapan ikan: 1. kapal perikanan milik perusahaan negara atau daerah; dan 2. kapal perikanan yang melakukan kegiatan dalam rangka tugas-tugas perikanan, melaksanakan latihan penangkapan, penelitian, survei dan eksplorasi, eksploitasi khusus untuk menunjang pembangunan kelautan dan perikanan daerah.

  b. bidang pembudidayaan ikan: usaha pembudidayaan ikan, meliputi: 1. pembenihan dengan areal lahan tidak lebih dari 0,75 (nol koma tujuh puluh lima) hektar; 2. pembesaran di kolam air tenang dengan areal tidak lebih dari 2 (dua) hektar; 3. pembesaran di keramba jaring apung tidak lebih dari 4 (empat) unit dengan ketentuan 1 (satu) unit = 4 x ( 7 x 7 x 2,5 m³); dan 4. pembesaran di keramba tidak lebih dari 50 (lima puluh) unit dengan ketentuan 1 (satu) unit = 4 x 2 x 2,5 m³.

Pasal 4 Subjek retribusi Izin Usaha Perikanan adalah orang pribadi atau badan yang

Pasal 5 Wajib Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah orang pribadi atau badan yang

  menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Izin Usaha Perikanan.

  

BAB III

PERIZINAN

Bagian Kesatu

Pelaksanaan Perizinan

Pasal 6

  (1) Setiap orang pribadi atau badan yang akan melakukan usaha perikanan harus mendapatkan izin dari Walikota atau pejabat yang ditunjuk. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam bentuk:

  a. SIUP dan SIPI untuk penangkapan ikan;

  b. SIUP dan SIKPI untuk pengangkutan ikan; dan c. SIUP dan SIBI untuk budidaya ikan.

  (3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak boleh dipindahtangankan. (4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan kepada pemohon izin setelah melunasi retribusi.

  

Bagian Kedua

Persyaratan dan Tata Cara Perizinan

  (1) Untuk memiliki Surat izin Usaha Perikanan (SIUP) bagi pemohon baru, setiap orang atau badan harus melampirkan: a. foto copy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pemilik kapal atau perusahaan, dengan menunjukkan hasilnya; b. pas photo pemohon ukuran 4x3, 3 (tiga) lembar dengan latar belakang biru; c. foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemilik kapal atau penanggung jawab perusahaan, dengan menunjukkan aslinya; d. foto copy akta pendirian perusahaan dengan menunjukkan aslinya (bagi e. surat ketarangan domisili usaha;

  f. spicement tanda tangan pemilik kapal;

  g. pemeriksaaan fisik kapal dari petugas Dinas Keluatan Perikanan Pertanian Kehutanan dan Energi Kota; dan

  h. surat pernyataan bermaterai cukup dari pemilik kapal atau penanggung jawab perusahaan yang menyatakan: 1. kesediaan mematuhi dan melaksanakan semua ketentuan peraturan perundang-undangan;

  2. kapal yang digunakan tidak tercantum dalam daftar kapal yang melakukan penangkapan ikan secara tidak sah, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported, and unregulated fishing); dan 3. kebenaran data dan informasi yang disampaikan.

  (2) Dalam hal SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di atas telah berakhir, pemohon dapat mengajukan perpanjangan SIUP paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku SIUP; dan

  (3) Persyaratan permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku juga ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

  (1) Untuk memiliki Surat izin Penangkapan Ikan (SIPI) bagi pemohon baru, setiap orang atau badan harus mengajukan permohonan dengan melampirkan:

  a. foto copy SIUP;

  b. pas kecil penangkapan ikan (diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota);

  c. sertifikasi kelaikan dan pengawasan kapal penangkap ikan;

  d. pemeriksaan fisik kapal dari petugas Dinas Kelautan Perikanan Pertanian Kehutanan dan Energi Kota;

  e. spesifikasi teknis alat penangkapan ikan yang digunakan;

  f. data kapal;

  g. rencana target spesies penangkapan ikan;

  h. surat pernyataan bermaterai cukup dari pemilik kapal atau penanggung jawab perusahaan yang menyatakan:

  1. kesanggupan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya; 2. kapal yang digunakan tidak tercantum dalam daftar kapal yang melakukan penangkapan ikan secara tidak sah, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported, and unregulated fishing); dan 3. kebenaran data dan informasi yang disampaikan.

  (2) Untuk persyaratan pendaftaran ulang SIPI dapat diajukan 3 (tiga) bulan sebelum masa berakhir, dengan melampirkan: b. fotocopy SIPI yang masih berlaku;

  c. pas kecil penangkapan ikan (diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota;

  d. pemeriksaan fisik kapal dari petugas Dinas Kelautan Perikanan Pertanian Kehutanan dan Energi Kota;

  e. surat pernyataan bermaterai cukup dari pemilik kapal atau penanggung jawab perusahaan yang menyatakan: 1. kesediaan mematuhi dan melaksanakan semua ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. kapal yang digunakan tidak tercantum dalam daftar kapal yang melakukan penangkapan ikan secara tidak sah, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported, and unregulated fishing); dan 3. kebenaran data dan informasi yang disampaikan.

  (1) Untuk memiliki Surat izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) bagi pemohon baru, setiap orang atau badan harus mengajukan permohonan dengan melampirkan;

  a. foto copy SIUP;

  b. pas kecil penangkapan ikan (diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota);

  c. data kapal;

  d. pemeriksaan fisik kapal dari petugas Dinas Kelautan Perikanan Pertanian e. surat pernyataan bermaterai cukup dari pemilik kapal atau penanggung jawab perusahaan yang menyatakan: 1. kesanggupan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya; 2. kapal yang digunakan tidak tercantum dalam daftar kapal yang melakukan penangkapan ikan secara tidak sah, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported, and unregulated fishing); dan 3. kebenaran data dan informasi yang disampaikan. sebelum masa berakhir, dengan melampirkan:

  a. foto copy SIUP;

  b. fotocopy SIKPI yang masih berlaku;

  c. pas kecil penangkapan ikan (diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kota);

  d. pemeriksaan fisik kapal dari petugas Dinas Kelautan Perikanan Pertanian Kehutanan dan Energi Kota;

  e. surat pernyataan bermaterai cukup dari pemilik kapal atau penaggung jawab perusahaan yang menyatakan: 1. kesediaan mematuhi dan melaksanakan semua ketentuan peraturan perundang-undangan;

  2. kapal yang digunakan tidak tercantum dalam daftar kapal yang melakukan penangkapan ikan secara tidak sah, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported, and unregulated fishing); dan 3. kebenaran data dan informasi yang disampaikan.

  

Bagian Ketiga

Jangka Waktu Berlakunya Izin

  (1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku untuk:

  a. SIUP penangkap ikan berlaku selama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu yang sama.

  b. SIUP pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan dan pengumpul ikan berlaku selama perusahaan masih melakukan kegiatan usaha; c. SIPI berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu yang sama; d. SIKPI berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu yang sama; e. SIBI berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu yang sama. (2) Pemegang SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, setiap tahun wajib melaporkan perkembangan usaha.

  a, dievaluasi setiap 2 (dua) tahun atau apabila kesediaan daya dukung sumber daya ikan dalam kondisi kritis.

  

Bagian Keempat

Kewajiban Dan Larangan

Pasal 11

  (1) Pemegang izin diwajibkan:

  a. melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam SIUP, SIKPI, SIPI, SIBI;

  b. mengajukan permohonan perubahan atau penggantian SIUP, SIPI, SIKPI dan SIBI dalam hal hilang atau rusak, atau akan diadakan perubahan data yang tercantum dalam SIUP, SIPI, SIKPI dan SIBI;

  c. membawa surat izin yang disahkan oleh Dinas pada setiap waktu penangkapan ikan, untuk diperlihatkan apabila sewaktu-waktu diadakan pemeriksaan; d. mentaati semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  (2) Pemegang izin dilarang:

  a. melakukan usaha lain yang tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan;

  b. menggunakan bahan dan alat tangkap yang dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

  

Bagian Kelima

Pencabutan Izin

Pasal 12

  (1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), dicabut apabila orang a. tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam izin;

  b. menggunakan dokumen palsu;

  c. khusus SIUP tidak melaksanakan kegiatan usaha selama 2 (dua) tahun dan SIPI 1 (satu) tahun sejak izin dikeluarkan;atau d. tidak melaksanakan perpanjangan selama 1 (satu) tahun. (2) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberitahukan secara tertulis kepada pemegang izin dengan disertai alasan pencabutan serta didahului dengan peringatan secara patut kepada pemegang izin. (3) Dalam hal izin dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), maka dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya pemberitahuan pencabutan, pemegang izin wajib menghentikan semua kegiatan usahanya.

  

Bagian Keenam

Jalur Penangkapan Ikan

Pasal 13 (1) Jalur penangkapan ikan ditetapkan 4 (empat) mil dari surut air terendah.

  (2) Kapal perikanan yang dilarang beroperasi adalah:

  a. kapal perikanan yang menggunakan mesin dan lebih dari GT 10; dan b. semua jaring trawl, jaring purseine, jaring pukat atau sejenisnya.

  

Bagian Ketujuh

Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa dan Prinsip

  

Pasal 14

Tingkat penggunaan jasa pemberian izin usaha perikanan diukur berdasarkan jenis usaha perikanan dan jenis kapal.

Pasal 15

Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif Retribusi

  didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian Izin Usaha Perikanan.

  

Bagian Kedelapan

Penanggung Retribusi

Pasal 16 Yang bertanggung jawab atas pembayaran retribusi adalah orang atau Badan

  yang mendapat izin usaha perikanan:

  a. pemilik perorangan ialah orang yang bersangkutan, kuasanya atau ahli warisnya; dan b. pemilik yang merupakan Badan ialah pengurus atau kuasanya.

  

BAB IV

WILAYAH PEMUNGUTAN, MASA RETRIBUSI DAN

RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 17

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Kota.

Pasal 18

Masa Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah jangka waktu selama 1 (satu) Tahun.

Pasal 19

Retribusi terutang dalam masa retribusi terjadi pada saat diberikannya SKRD.

BAB V

PENETAPAN RETRIBUSI

Pasal 20

  (1) Walikota atau pejabat yang ditunjuk menetapkan pokok retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang sejenis. (2) Apabila SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak atau kurang bayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKRD diterima, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STRD. (3) Sebelum menerbitkan SKRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terlebih dahulu harus diterbitkan NPWPRD.

  (4) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa karcis, kupon atau kartu langganan, bill, atau sejenisnya yang diperporasi oleh Dinas yang menanganinya. (5) Bentuk, isi SKRD, dan NPWPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

  

BAB VI

Pasal 21 (1) Pembayaran Retribusi harus dilakukan sekaligus atau lunas.

  (2) Pembayaran lunas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan secara bertahap. (3) Pembayaran Retribusi dilakukan ke kas daerah melalui Bank atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam

  SKRD, STRD. (4) Apabila pembayaran retribusi dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan Retribusi harus disetor ke kas daerah paling lama 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota. (5) Dalam hal penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran dilakukan pada hari berikutnya.

  (6) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menggunakan SKRD, STRD.

  (1) Setiap pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. (2) Bentuk, jenis, isi, tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

  

Pasal 23

(1)

  Pembayaran dan penyetoran retribusi harus dilakukan dengan menggunakan SSRD atau sarana administrasi lain yang dipersamakan.

  

(2) SSRD atau sarana administrasi lain yang dipersamakan sebagaimana

  dimaksud pada ayat (1), berfungsi sebagai bukti pembayaran retribusi apabila telah disahkan oleh Bendahara Penerimaan atau pihak lain yang berwenang setelah mendapatkan validasi.

  (3)

  Apabila pembayaran retribusi dilakukan melalui loket atau petugas yang ditunjuk, maka harus segera disetor ke kas daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  

(4) Bukti pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan

  menggunakan formulir yang mekanisme pembayarannya melalui Bank atau tempat pembayaran yang ditunjuk dengan SSRD.

  

(5) Bentuk dan isi SSRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum

  dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

  

BAB VII

TATA CARA PENAGIHAN

Pasal 24

  (1) Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar ditagih dengan menggunakan STRD. (2) Penagihan retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh petugas dengan terlebih dahulu menyerahkan surat pemberitahuan. (3) Surat teguran/surat peringatan sebagai tindak lanjut pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. (4) Dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/ surat peringatan, wajib retribusi harus melunasi retribusi yang terutang. (5) Surat teguran/surat peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. (6) Bentuk dan isi Surat Teguran/Peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat

  (1) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

  

Pasal 25

  (1) Apabila jumlah retribusi yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam surat teguran/surat peringatan jumlah retribusi yang harus dibayar ditagih dengan surat paksa. (2) Pejabat menerbitkan surat paksa dengan segera dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal surat teguran/ surat peringatan.

  

Pasal 26

Apabila retribusi yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24

  jam sesudah tanggal pemberitahuan surat paksa, pejabat segera menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.

  

Pasal 27

Setelah dilaksanakan penyitaan dan wajib retribusi belum juga melunasi utang

  retribusinya, setelah lewat waktu 14 hari (empat belas hari) sejak tanggal pelaksanaan surat perintah penyitaan, pejabat mengajukan permintaan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Lelang Negara.

  

Pasal 28

Setelah Kantor Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat

  pelaksanaan lelang, juru sita retribusi memberitahukan dengan segera secara tertulis kepada wajib retribusi.

  

Pasal 29

Bentuk, jenis dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan

  retribusi tercantum dalam lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.

  

BAB VIII

TATA CARA PENGURANGAN, KERINGANAN DAN

PEMBEBASAN RETRIBUSI

Pasal 30

  (1) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan keringanan dan/atau pembebasan pokok retribusi dan/atau sanksinya kepada pejabat yang ditunjuk oleh Walikota secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. pengurangan dan/atau angsuran atas pokok retribusi dan/atau sanksinya. (3) Permohonan angsuran atas pokok retribusi dan/atau sanksinya diberikan paling lama 6 (enam) bulan. (4) Angsuran pembayaran retribusi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3), dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga 2 %

  (dua persen ) perbulan dari jumlah retribusi yang belum dan/atau belum kurang dibayar. (5) Pejabat yang ditunjuk oleh Walikota berdasarkan permohonan wajib retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memberikan keringanan dan/atau pembebasan pokok retribusi dan/atau sanksinya. (6) Pemberian keringanan dan pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diberikan dengan melihat kemampuan wajib retribusi.

  

BAB IX

TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN DAN PENGURANGAN

KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 31

  (1) Walikota karena jabatan atau atas permohonan wajib retribusi dapat:

  a. membetulkan SKRD atau STRD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan retribusi daerah;

  b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan retribusi yang tidak benar;

  c. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga denda dan kenaikan retribusi yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib retribusi atau bukan karena kesalahannya; d. permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKRD, STRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan secara tertulis oleh wajib retribusi kepada Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SKRD atau STRD dengan memberikan alasan yang benar dan jelas; e. Walikota atau pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterima, sudah harus memberikan keputusan;

  f. apabila setelah waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Walikota atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan.

  (2) Walikota dapat menunjuk pejabat untuk memberikan keputusan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

  

BAB X

TATA CARA PENYELESAIAN KEBERATAN DAN BANDING

Pasal 32

  (1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada pejabat yang ditunjuk oleh Walikota atas SKRD yang diterbitkan dengan alasan yang benar dan jelas. (2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disampaikan secara tertulis dalam bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKRD, STRD diterima oleh wajib retribusi, kecuali apabila wajib retribusi dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya termasuk didalamnya bencana alam, kebakaran.

  (3) Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, harus memberikan keputusan.

  (4) Apabila setelah lewat waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. (5) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menunda kewajiban membayar retribusi yang terutang.

  (1) Wajib retribusi dapat mengajukan banding kepada badan penyelesaian keputusan keberatan.

  (2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak menunda kewajiban membayar retribusi.

  

Pasal 34

Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 atau

  banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dikabulkan sebagian atau seluruhnya, ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

  

BAB XI

TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI

Pasal 35

  (1) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi kepada pejabat yang ditunjuk oleh Walikota secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya:

  a. nama dan alamat wajib retribusi;

  b. masa retribusi;

  c. besarnya kelebihan pembayaran retribusi; dan d. alasan yang jelas dan benar.

  (2) Setelah dilakukan verifikasi, pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada

  (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilampaui, pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

  (4) Apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi dimaksud. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB dengan menerbitkan Surat

  Perintah Membayar Kelebihan Retribusi (SPMKR). (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB, Walikota atau pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi.

Pasal 36 Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi

  lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.

  

BAB XII

KEDALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 37

  (1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutang retribusi, kecuali jika wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

  (2) Kedaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tertangguh apabila: a. diterbitkan surat teguran dan surat paksa; dan

  b. ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

  (3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut. (4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Kota.

  (5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.

  

BAB XIII

TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI

YANG KEDALUWARSA

Pasal 38

  (1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kedaluwarsa, dapat dihapuskan. (2) Keputusan penghapusan piutang Retribusi Daerah pada ayat (1) ditetapkan oleh Walikota.

  

BAB XIV

INSENTIF PEMUNGUTAN

Pasal 39

  (1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu. (2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (3) Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Walikota.

  

BAB XV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Tanjungpinang. Ditetapkan di Tanjungpinang

  pada tanggal 30 Desember 2013

WALIKOTA TANJUNGPINANG,

  ttd

LIS DARMANSYAH

  Diundangkan di Tanjungpinang pada tanggal 30 Desember 2013

  Plt. SEKRETARIS DAERAH KOTA TANJUNGPINANG ttd SYAFRIAL EVI, MS Pembina Utama Muda NIP.19561229 198503 1 006 BERITA DAERAH KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2013 NOMOR 32

Dokumen yang terkait

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

0 0 19

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG , Menimbang : a. bahwa sumber daya ikan sebag ai kekayaan bangsa Indonesia

0 0 25

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG USAHA PARIWISATA KOTA TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

0 3 27

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DAN KELURAHAN KOTA TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

0 0 11

PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG IZIN GANGGUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

0 0 19

1 PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG

0 0 83

PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN DAN PEMBAYARAN INSENTIF SERTA TARGET PENERIMAAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH KOTA TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

0 0 12

PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 29 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

0 0 16

PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 30 TAHUN2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

0 0 19

PERATURAN WALIKOTA TANJUNGPINANG NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

0 0 16