Sistem Tanam Padi Kontinyu di Lahan Rawa Lebak Continuous Rice Planting System Was on the paddy Fields Swamp

  

Sistem Tanam Padi Kontinyu di Lahan Rawa Lebak

Continuous Rice Planting System Was on the paddy Fields Swamp

  1*)

  2

  3 M. Umar Harun , E. Saleh , C. Irsan

  1 Jurusan Budidaya Pertanian, Fak. Pertanian Universitas Sriwijaya

  2 Jurusan Teknologi Pertanian, Fak. Pertanian Universitas Sriwijaya

  3

  • )

  Jurusan HPT, Fak. Pertanian Universitas Sriwijaya Penulis untuk korespondensi: Tel./Faks. +62711580059/+62711580059

  • )

  Email: mumarharun@yahoo.com

  

ABSTRACT

  Rice cultivation in freshwater swamp rice field usually done once a year (IP100) with grain yield that is between 3 to 4 tons GKP / ha. One of the problems of implementing the cultivation of rice twice a year is the management of water and manpower allocation. To anticipate obstacles in the field then made five small paddy fields (A, B, C, D and D) with a small area of 2000m2 each of one hectare of rice field trials. A rice field were first planted rice Ciherang and continued planting in plot B for 2 weeks and every two weeks later planted rice for later plot so no planting from April to June 2014. Rice cultivation using fertilizers Phonska as much as 200 kg / ha. Rice harvest is done from July to September 2014 Generally from five plots, showing of 90-110 cm plant height, number of tillers ranged 19-24 stems, number of productive tillers about 18-22 stems, weigth of straw

  2

  between 610- 700 g/m and the weight of dry grain harvest between 325-410 g / m 2. Rice plots A and B were harvested later July and August can still be done ratun rice cultivation which will harvest in november 2014 Rice cultivation continuously (continuous) land- based small by two farmers was found to increase the yield of rice plants, reducing yield loss, and reduce the cost of planting and harvesting, as well as able to increase cropping index IP (150) swamp freshwater swamp.

  Key words: freshwater swamp, paddy cropping index, paddy planting system

ABSTRAK

  Budidaya tanaman padi di lahan sawah rawa lebak biasanya dilakukan sekali setahun (IP100) dengan hasil gabah yang relatif rendah yaitu antara 3 sampai 4 ton GKP/ha. Salah satu kendala untuk melaksanakan budidaya padi menjadi dua kali dalam setahun adalah pengaturan air dan alokasi tenaga kerja. Untuk mensiasati kedua kendala tersebut maka dilakukan pembentukan lima petak sawah (A,B,C,D dan D) dengan luas masing-masing

  2

  kecil 2000m dari satu hektar sawah. Petak sawah A yang pertama ditanam padi ciherang dan dilanjutkan 2 minggu berikutnya B, dan setiap dua minggu ditanam padi untuk petak selanjutnya sehingga ada penanaman dari bulan april sampai juni 2014. Budidaya padi dengan menggunakan pupuk NPK phonska sebanyak 200 kg/ha. Panen padi dilakukan dari juli sampai september 2014. Secara umum dari lima petak padi tersebut mempunyai tinggi antara 90-110 cm, jumlah anakan berkisar 19-24 batang, jumlah anakan produktif

  2

  sekitar 18-22 batang, bobot gabah kering berkisar 610-700 g/m dan bobot GKP antara

  2

  325-410 g/m . Petak padi A dan B yang dipanen juli dan agustus selanjutnya masih dapat dilakukan budidaya padi ratun yang akan panen pada nopember 2014. Budidaya padi secara berkesinambungan (kontinyu) berbasis lahan kecil oleh dua orang petani ternyata dapat meningkatkan hasil tanaman padi, menekan kehilangan hasil, dan menekan biaya penanaman dan panen, serta mampu meningkatkan IP (150) padi sawah rawa lebak.

  Kata kunci: indek pertanaman padi, sawah rawa lebak, sistim tanam padi

PENDAHULUAN

  Rawa lebak sebagai lahan basah telah banyak digunakan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit. Alih fungsi lahan di rawa lebak menjadi areal perkebunan yang berdekatan dengan sawah rawa lebak secara tidak langsung telah merubah pola penggenangan air (tinggi dan lama), dan pola penggenangan air juga secara tidak langsung dipengaruhi oleh perubahan iklim sehingga budidaya padi di lahan rawa lebak menghadapi berbagai persoalan teknis . Secara umum lama air yang menggenangi rawa lebak yang cocok untuk budidaya padi semakin singkat yaitu sekitar dua bulan. Sementara, waktu air surut untuk cocok penanaman bibit padi relatif lebih lama. Oleh sebab itu, petani sering melakukan pemindahan bibit sampai tiga kali sebelum ditanam di sawah sebab tinggi muka air relatif dalam, dan selanjutnya bibit yang ditanam banyak berumur tua. Keberadaan air di rawa lebak yang relatif singkat dan sulit diprediksi menyebabkan banyak padi yang mengalami kekurangan air dari rendah sampai berat (FAO, 1995). Umur bibit padi yang tua dan disertai dengan adanya keterbatasan air akan menurunkan jumlah anakan produktif yang selanjutnya akan menurunkan produksi padi. Penurunan produksi padi dari areal rawa lebak sumsel tentu akan mengganggu pencapaian suplai beras sumsel.

  Sumatera selatan telah menjadi provinsi urutan keenam nasional dalam menghasilkan beras sehingga beras yang dihasilkan telah banyak dikirim ke berbagai provinsi di tanah air. Luas padi sawah sumsel pada tahun 2012 sekitar 443.199 ha dan dengan adanya intensifikasi pertanaman maka areal tanam padi sawah sumsel dapat mencapai 800.615 ha. Lahan sawah rawa lebak yang telah dipergunakan untuk budidaya padi di sumsel sekitar 304.563 ha atau sekitar 38% dari lahan padi sumsel. Berdasarkan kontribusi luas lahan sawah rawa lebak maka rawa lebak menjadi penting dan strategis dalam menghasilkan beras untuk sumsel. Berdasarkan data dari Dispertahort sumsel (2013) ternyata lahan rawa lebak yang ditanami padi satu kali setahun (96%), dua kali dalam setahun (2,6%), dan tiga kali setahun (1,4%). Sejalan dengan pertambahan konsumsi beras nasional dan target yang ditetapkan Pemerintah terhadap sumsel untuk menghasilkan 3.986.294 ton GKG pada tahun 2014 bukanlah hal yang mudah untuk direalisasikan dan perlu disertai dengan berbagai upaya seperti melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) padi. IP 100 menjadi IP 200 di lahan sawah rawa lebak telah dilakukan oleh petani terutama padi-palawija dan hanya sedikit padi-padi. Salah satu kendala dalam menerapkan IP 200 padi-padi di lahan rawa lebak adalah pengaturan tata air dan pengaturan tenaga kerja petani. Mensiasati pola penggenangan air yang sulit dikendalikan maka pengaturan petak kecil menjadi alternatif di lahan sawah rawa lebak. Melalui pembuatan petak yang berbasis level muka air diharapkan mampu mempertahankan air untuk budidaya padi. Lahan yang relatif mudah kering ditanam padi terlebih dahulu dan selanjutnya diikuti petak lain secara berurutan sehingga semua petak dapat ditanam padi dengan bibit muda (anjuran). Sistem budidaya padi yang penanamannya bergilir sesuai tinggi muka air (kontinyu) pada suatu luas petak minimal satu hektar dengan panen yang berlanjut serta dapat tercipta IP 200 disebut sistem tanam padi kontinyu. Model sistem penanaman padi di rawa lebak seperti ini belum ada sehingga pengujian demplot padi perlu dilaksanakan yang diharapkan dapat memberikan hasil yang relatif baik dibandingkan sistem tanam padi secara langsung yang dengan luas satu hektar. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang penampilan pertumbuhan dan hasil padi dalam sistem petak kecil yang penanamannya dilakukan secara berlanjut interval 14 hari, dan mencari sistem tanam untuk dilaksanakan budidaya padi-padi di lahan rawa lebak.

BAHAN DAN METODE

  Penelitian ini merupakan action research yang menggunakan lahan satu hektar sebagai demplot yang terletak di desa Pemulutan dalam, kecamatan Pemulutan, kabupaten Ogan Ilir, Sumsel. Demplot dipersiapkan untuk budidaya padi sejak bulan Januari 2014 dan berakhir November 2014. Lahan sawah yang digunakan tergolong rawa lebak pematang dan belum mempunyai petakan kecil.

  Kegiatan pertama sekitar adalah membersihkan semua gulma dan semak belukar yang tumbuh di areal demplot dengan cara manual dan menumpuk semua seresah organik

  2

  tersebut sedemikian rupa sehingga menjadi petakan dengan ukuran sekitar 2000 m (50 m x 20 m + 50 m x 20 m) dan di lokasi demplot dibuat 5 petakan. Petak A mempunyai tinggi muka air paling dangkal dibandingkan petak lainnya, dan petak yang makin dalam airnya adalah petak E. Penentuan petak yang akan ditanam terlebih dahulu didasarkan tinggi muka air terhadap tanah sawah. Pada januari 2014 ternyata tinggi muka air sekitar 60 cm pada petak A dan petak E lebih dari 120 cm. Pada minggu kedua maret 2014, kegiatan pembuatan persemaian mulai di lakukan pada pematang sawah yang tidak tergenang dengan cara menaburkan benih ciherang (sertikat) sebanyak 8 kg dan kegiatan penyemaian padi terus dilakukan setiap 14 hari agar semua petak dapat ditanami dengan bibit padi yang muda. Penanaman bibit padi dilakukan sesuai dengan ketinggian muka air rawa, dan untuk petak A (minggu pertama april), petak B (minggu ketiga april), petak C (minggu pertama mei), petak D (minggu ketiga mei), dan petak E (minggu pertama juni). Pemupukan yang

  • 1

  digunakan adalah NPK phonska dengan dosis 200 kg.ha . Penggunaan pestisida secara terbatas telah digunakan terutama untuk padi yang ditanam pada petak D dan E sebab hama yang muncul berupa kepinding tanah.

  Penelitian ini mengamati berbagai parameter penting agronomis yaitu tinggi tanaman, jumlah anakan dan jumlah anakan produktif per rumpun, dan bobot jerami dan gabah kering panen (GKP) meter per segi. Jumlah plot sampling dari setiap petak sawah sebanyak 3 plot dengan ukuran satu meter per segi. Data yang terkumpul selanjutnya diolah untuk diperbandingkan nilainya antar petak-petak sawah yang telah dibuat.

  

HASIL

  Umur panen padi ciherang di rawa lebak relatif lebih cepat antara 5 sampai 7 hari dari ciherang di sawah irigasi teknis belitang yaitu 105 hari. Perbedaan waktu tanam padi tentu akan menyebabkan perbedaan waktu panen, dan pada lima petak sawah yang digunakan sebagai demplot waktu panen terjadi pada bulan juli, agustus dan september. Secara umum pada bulan juli kondisi air di sawah masih tergenang sampai 10 cm, dan pada agustus air sudah bergantung dari pasang air sungai ogan yang terjadi tidak setiap hari sehingga tanah sawah terendam hanya beberapa jam, dan pada september ternyata air pasang sungai hanya beberapa kali menggenangi sawah, dan selanjutnya penggenangan dengan menggunakan pompa.

  Petak A dan Petak B yang dipanen pada bulan Juli minggu pertama dan ketiga selanjutnya dilakukan budidaya padi ratun, dan diharapkan pada oktober dapat dilakukan pemanen. Penampilan pertumbuhan dan hasil padi ciherang dari berbagai petak menunjukan nilai yang bervariasi dan ternyata waktu penanaman pertama yaitu april (petak A dan B) mempunyai tinggi tanaman yang lebih rendah dibandingkan saat tanam bulan mei dan juni tetapi mempunyai anakan dan anakan produktif yang lebih banyak. Selain itu, penanaman padi padi bulan april menghasilkan bobot GKP dan jerami yang lebih besar dibandingkan tanam dua bulan selanjutnya (Tabel 1). Jika semua angka dari setiap parameternya untuk semua petak tanam padi direratakan maka diperoleh rerata umum dari penanaman padi secara kontinyu dari bulan april sampai mei. Berdasarkan fakta tersebut, penanaman padi ciherang di sawah rawa lebak saat bulan april akan menghasilkan pertumbuhan dan hasil yang lebih tinggi dibandingkan bulan mei dan juni.

  Tabel 1. Penampilan pertumbuhan dan hasil tanaman padi ciherang pada berbagai petak tanam. tinggi Anakan per anakan bobot bobot

  Waktu tanam Petak tanaman rumpun produktif gabah jerami

  2

  2

  (cm) (batang) (batang) (g/m ) (g/m ) A

  90

  19 18 366 680 april B 110

  24 22 410 700 rerata 100 21,5 20 388 690

  C 100

  20 18 380 656 mei D 105

  22 16 274 621 rerata 102,5 21 17 327 638,5

  E juni 100

  20 14 325 610 Rerata umum 101 21 17,6 351 653,4

  Secara umum pelaksanaan panen dari sawah lebak yang ditanam sistem kontinyu menunjukan persentase anakan produktif sekitar 84% dan jerami/gabah sekitar 54%. Selanjutnya, persentase anakan produktif dari padi yang ditanam pada bulan april relatif lebih besar dibandingkan bulan mei dan juni, dan ratio gabah-jerami juga lebih besar (Tabel 2). Kurang konsistennya hubungan antara persentase anakan produktif dengan ratio ratio gabah-jerami terjadi di dalam penelitian ini lebih diakibatkan waktu tanam yang berbeda sehingga panen menjadi berbeda waktu. Tabel 2. Persentase anakan produktif dan ratio jerami-gabah padi ciherang pada berbagai petak tanam. persentase

  Petak ratio gabah/jerami (%) anakan produktif (%)

  A 94,74 53,82 B 91,67 58,57 rerata 93,205 56,195 C 90 57,93

  D 72,73 44,12 rerata 81,365 51,025 E 70 53,28

  Rerata umum 83,828 53,544

  

PEMBAHASAN

  Perbedaan waktu tanam padi di sawah lahan rawa lebak berdampak terhadap tinggi- rendah genangan air yang diperoleh padi, dan untuk petak sawah yang ditanam padi pada bulan april minggu pertama menghasilkan perbedaan penampilan tanaman padi yang ditanam pada minggu ketiga. Perbedaan waktu tanam dua minggu antar petak pada bulan april ternyata menyebabkan lama genangan air yang tidak sama, dan untuk petak A mengalami penggenangan air sampai panen padi, dan untuk petak B ternyata genangan air sampai fase pengisian padi. Selanjutnya, waktu tanam padi di sawah rawa lebak yang berbeda bulan menyebabkan lama genangan air di sawah juga berbeda, dan untuk tanam padi pada bulan juni ternyata air genangan sampai fase anakan produktif. Perbedaan waktu tanam dengan umur bibit yang sesuai dengan rekomendasi ternyata belum dapat memperbaiki kondisi kecukupan air dalam satu siklus hidup padi di lahan rawa lebak. Air sangat berperan dalam menciptakan kondisi lumpur sehingga proses absorbsi air dan hara oleh akar padi dapat berjalan optimal. Pola penggenangan air yang tidak sama terutama lama waktu basah dan kering permukaan tanah sawah dapat berakibat seperti pengaruh prequensi pemberian air terhadap padi. Kurang air di lahan sawah menyebabkan daun padi banyak yang menggulung dan akan menurunkan laju fotosintesis padi yang selanjutnya menurunkan akumulasi fotosintat dan hasil padi (Sulistyono, 2012). Perbedaan lama air yang berkecukupan di lahan sawah akan menghasilkan penampilan pertumbuhan dan hasil padi yang menjadi berbeda, dan dalam banyak kasus tanaman padi rawa lebak pematang yang ditanam pada bulan mei dan juni mengalami tidak cukup air sehingga tanah sawah menjadi kering. Kekurangan air yang lama pada padi dapat memperlambat pembungaan, pengisian gabah dan juga hasil tanaman (Fischer and Fukai. 2003).

  Secara umum penampilan pertumbuhan dan hasil tanaman padi yang ditanam secara kontinyu dari bulan april sampai juni menunjukan tinggi tanaman yang tergolong baik dengan anakan produktif tergolong sedang, dan produksi gabah yang relatif baik. Hal tersebut diduga akibat kecupukan hara yang diberikan dan adanya air sampai fase anakan produktif (petak E). Kecukupan hara N, P, dan K yang diberikan terhadap padi akan mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman dan sekaligus menekan dampak kekeringan air yang ringan pada fase generatif tanaman terutama petak E.

  Persentase anakan produktif padi ciherang di lahan sawah rawa lebak dengan sistem tanam kontinyu ternyata dapat mencapai 84% dan untuk padi yang ditanam pada bulan april dapat mencapai 93%. Anakan produktif yang cukup tinggi dari petak A diduga padi berkecukupan air dan hara sehingga pembentukan bunga dari setiap batang dapat berjalan optimal. Keterbatasan air di sawah dapat menurunkan jumlah anakan produktif padi. Jumlah anakan produktif padi akan mempengaruhi bobot gabah per rumpun padi dan juga jumlah gabah (Kumar et al, 2006). Bobot gabah per meter ternyata kurang konsisten dengan hubungan waktu tanam dan genangan air terutama petak B. Penampilan padi pada petak B ternyata lebih tinggi, dan jumlah anakan dan anakan produktif yang lebih banyak dibandingkan petak lainnya. Kondisi ini diduga sebagai akibat tanaman padi di petak B tergenang sampai fase pengisian bulir dan selanjutnya tanah tidak tergenang air tetapi air masih cukup sampai panen. Ketersediaan air pada petak B agak mirip dengan sistem padi SRI. Menu(2010), kondisi penggenangan air yang seperti tersebut dapat membantu optimalnya proses akulasi fotosintat sehingga jumlah gabah berisi lebih banyak yang selanjutnya dapat meningkatkan bobot gabah padi.

  Budidaya tanaman padi di lahan sawah rawa lebak pematang dengan membuat petak lahan berbasis tinggi muka air sebaiknya mulai dilaksanakan oleh petani agar terjadi optimalisasi pengelolaan air dan distribusi tenaga kerja, dan lahan sawah tersebut berpeluang untuk dilakukan budidaya ratun seluas 0,4 ha sehingga luas panen padi dapat mendekati IP 150.

  

KESIMPULAN

  Penampilan pertumbuhan dan hasil tanaman padi ciherang yang ditanam di lahan rawa lebak dangkal dengan sistem tanam kontinyu di petak kecil yang berbasis optimalisasi air dan tenaga kerja ternyata dapat menghasilkan produksi padi yang relatif baik, menekan ongkos tenaga kerja dan memberikan peluang untuk mencapai IP 150.

UCAPAN TERIMA KASIH

  Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak pengelolaan dana BOPTN DIKTI tahun anggaran 2014, dan petani mitra di desa Pelabuhan Dalam, Kecamatan Pemulutan, Ogan Ilir.

  

DAFTAR PUSTAKA

Dispertahort. 2013. Strategi pencapaian target produksi padi sumsel. Palembang.

  FAO. 1995. Factors affecting wetland rice production and the classification of wetlands for agricultural production. FAO Document Repository Fischer, K.S. and S. Fukai. 2003. How rice responds to drought. InK. S. Fischer, R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments.

  International Rice Research Institute. Los Banos. p. 32-36. Kumar, R., A.K. Sarawgi, C. Ramos, S.T. Amarante, A.M. Ismail, and L.J. Wade. 2006.

  Partitioning of dry matter during drought stress in rainfed lowland rice. Field Crop Research 98: 1-11. 2010. Effects on rice plant morphology and physiology of water and associated management practices of the system of rice intensification and their implications for crop performance: 13-24.

Dokumen yang terkait

Kecepatan Difusi Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi Speed Integrated Plant Management Technology Diffusion Rice Field In The Province Jambi

0 0 9

Peluang Dan Kendala Pengembangan Pertanian Pada Agroekosistem Rawa Lebak : Kasus Desa Kota Daro II di Kecamatan Rantau Panjang Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan Agricultural Development Opportunities And Obstacles in Swamp Lebak agroecosystems : Case K

0 0 10

Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan terhadap Paparan Pestisida di Kawasan Pertanian Environmental Health Risk Analysis to Pesticides Exposure in Agricultural Area

0 3 6

Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Besar (Capsicum annuum L.) di Tanah Gambut yang Diberi Pupuk Kandang Kotoran Sapi Plant Growth and Yield of Hot Pepper ( Capsicum annuum L. ) in Marked Peat Soil Cow Manure

0 0 8

Pola Serapan Hara dan Produksi Kedelai Dengan Budidaya Jenuh Air di Lahan Rawa Pasang Surut Nutrient Uptake and Production of Soybean under Saturated Soil Culture on Tidal Swamps

0 0 8

Kelimpahan dan Keanekaragaman Spesies Serangga Predator Selama Satu Musim Tanam Padi Ratun di Sawah Pasang Surut Abundance and Species Diversity of Predatory Insects at a Season of Ratooning Rice on Tidal Lowland

0 0 7

Keragaan Adopsi Teknologi padaPelaksanaan M-KRPL di Tiga Lokasi Kota Prabumulih Technology Adoption on M-KRPL Implementation in three location Prabumulih city

0 0 8

Keefektivan Pupuk Hayati ‘Biotara’ terhadap Produktivitas Tanaman Padi di Lahan Rawa Sulfat Masam The Effectiveness of Biofertilizer ‘Biotara’ on Rice Plant Productivity in Acid Sulphate Soil of Swampland

0 0 10

Teknologi Pengolahan, Manfaat, dan Kendala Penggunaan Kompos Jerami Padi Processing Technology, Benefits, and Constraints Use Paddy Straw Compost

0 0 7

Pengendalian Tikus dan Walang Sangit di Padi Organik Sawah Lebak Control of Rats and Bugs at Paddy Organic on Swamp Land

0 0 9