SENYAWA BIOAKTIF PADA UMBI-UMBIAN LOKAL UNTUK PENURUNAN TEKANAN DARAH: KAJIAN PUSTAKA Bioactive Compounds on Local Tubers for Lowering Blood Pressure: A Review
SENYAWA BIOAKTIF PADA UMBI-UMBIAN LOKAL UNTUK PENURUNAN
TEKANAN DARAH: KAJIAN PUSTAKA
Bioactive Compounds on Local Tubers for Lowering Blood Pressure: A
Review
1*
1 Siti Fatimatul Mutmainah , Teti Estiasih
1) Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, FTP Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran, Malang 65145
- Penulis Korespondensi, Email:
ABSTRAK
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal (kronis) yang terjadi dalam jangka waktu yang lama. Saat ini telah banyak diciptakan obat-obatan sebagai upaya untuk mencegah morbiditas dan mortalitas hipertensi, seperti captopril dan enalapril sebagai ACEi (Angiotensin Converting Enzyme inhibitor) yang menghambat ACE yaitu enzim yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah. Penggunaan obat antihipertensi tersebut mahal dan memiliki efek samping yang beragam, seperti batuk kering dan mengganggu fungsi ginjal. Disisi lain, salah satu komoditas pangan yang terhitung cukup melimpah di Indonesia adalah umbi-umbian. Selain tingkat produktivitasnya yang tinggi, umbi-umbian mengandung senyawa bioaktif dioscorin dan fenol yang berperan sebagai senyawa antihipertensi. Dalam peranannya menurunkan tekanan darah, dioscorin menghambat ACE yang dapat mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II sedangkan fenol memperbaiki fungsi endotel pembuluh darah dan meningkatkan NO sebagai agen relaksasi pembuluh darah.
Kata Kunci: ACE, Dioscorin, Fenol, Hipertensi, Umbi-umbian
ABSTRACT
Hypertension is a public health problem that happens in both developed anddeveloping countries. Hypertension is an increase in blood pressure above normal
(chronically) in a long period of time. Currently a lot of drugs has been created in an attempt
to prevent morbidity and mortality of hypertension. However, those drugs are expensive and
have several side effects, such as dry cough and disrupt the function of kidney. On the other
hand, some of the food commodities which are quite abundant in Indonesia are tubers. In
spite of high productivity, tubers contain phenol and dioscorin bioactive compounds which
act as an antihypertensive compounds. In the role of lowering blood pressure, dioscorin
inhibits ACE which can transform angiotensin I into angiotensin II while phenol improves
vascular endothelial function and increase NO as a vasodilator agent.Keywords: ACE, Dioscorin, Phenol, Hypertension, Tubers
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal (kronis) yang terjadi dalam jangka waktu yang lama dan berlanjut pada organ seperti stroke, jantung koroner, dan lain-lain [1]. Di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sebanyak 36% orang dewasa menderita hipertensi dan penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya [2]. Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8% [3]. WHO memperkirakan pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi [2]
Saat ini telah banyak diciptakan obat-obatan sebagai upaya untuk mencegah morbiditas dan mortalitas hipertensi, seperti captopril dan enalapril sebagai ACEi (Angiotensin Converting Enzyme inhibitor) yang menghambat ACE yaitu enzim yang berperan dalam meningkatkan tekanan darah [4]. Namun, penggunaan obat antihipertensi mahal dan memiliki efek samping yang beragam., seperti batuk kering, pusing, sakit kepala, dan lemas [5]. Salah satu komoditas pangan yang terhitung cukup melimpah di Indonesia adalah umbi-umbian. Selain tingkat produktivitasnya yang tinggi, umbi-umbian memiliki senyawa bioaktif yang bermanfaat bagi tubuh, misalnya dioscorin dan fenol yang bermanfaat sebagai senyawa antihipertensi.
1. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah gejala peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada pemeriksaan berulang. Tekanan darah tersebut berlaku untuk usia di atas 18 tahun hingga 80 tahun, pada populasi lanjut usia di atas 80 tahun hipertensi didefinisikan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg [6]. Perubahan tekanan darah dibagi menjadi 5 kategori : normal, prahipertensi, hipertensi stadium 1, hipertensi stadium 2, dan hipertensi stadium 3.
Tabel 1. Kategori perubahan tekanan darah*
Kategori Tekanan darah sistol Tekanan darah diastol
Normal 120-129 80-84 Prahipertensi 130-139 85-89 Hipertensi stadium 1 140-159 90-99 Hipertensi stadium 2 160-179 100-109 Hipertensi stadium 3
≥ 180 ≥110 Sumber : *[7] Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua macam, hipertensi primer dimana penyebabnya masih belum diketahui dan hipertensi sekunder dimana penyebabnya merupakan komplikasi dari suatu penyakit lain seperti renovaskular, penyakit ginjal kronik, feokromositoma, dan hiperaldosteronisme [6]. Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain usia, keturunan, obesitas, stress, dan merokok [8]
2. Mekanisme Hipertensi
Mekanisme hipertensi terjadi melalui sistem RAAS (Renin Angiotensin Aldosteron
System). Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) merupakan sistem hormonal yang
memiliki peran dalam mengontrol sistem kardiovaskular, ginjal, kelenjar adrenal, dan regulasi tekanan darah. Pada sistem RAAS, ketika terjadi penurunan tekanan darah di dalam arteriola ginjal, melalui reseptor beta-1, akan menstimulasi sistem saraf simpatis yang akan memacu pelepasan renin dari ginjal. Renin merupakan suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal jika tekanan darah arteri mengalami penurunan sangat rendah. Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut angiotensinogen. Renin tersebut masuk ke dalam sirkulasi dan akan mengaktifkan molekul protein yang diproduksi oleh hati, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional dalam fungsi sirkulasi. Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I sepanjang waktu tersebut [9]
Dalam beberapa detik, angiotensin I akan pecah menjadi angiotensin II dengan bantuan enzim pengubah yang terdapat di endotelium pembuluh paru yang disebut dengan ACE (Angiotensin Converting Enzyme) sehingga angiotensin I berubah menjadi angiotensin
II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang kuat yang akan meningkatkan tahanan perifer. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah dan jaringan yang secara bersama-sama disebut angiotensinase. Selama angiotensin II berada dalam darah, angiotensin II akan meningkatkan tekanan darah dengan tiga cara, yaitu meningkatkan reabsorbsi natrium di ginjal dan mengurangi eksresi garam dan air dalam urin, menurunkan aliran darah dengan cara menyempitkan pembuluh arteriol dan vena, dan memacu sekresi aldosterone dari korteks adrenalin yang akan meningkatkan reabsorbsi natrium di ginjal [9].
3. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEi) Angiotensin Converting Enzyme (ACE) merupakan enzim yang berperan dalam
mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. ACE merupakan enzim yang mengandung Zinc yang mampu memecah dipeptida menjadi peptida [10]. ACE merupakan bagian dari RAAS, sistem yang mengatur regulasi tekanan darah dan keseimbangan air dan garam di dalam tubuh [11]. ACE yang dapat ditemui di pembuluh paru akan mengubah angiotensin I (peptida tidak aktif) menjadi angiotensin II (peptida yang sangat reaktif). ACE juga mengkatalis reaksi pemecahan bradikinin, agen relaksasi pembuluh darah yang sangat kuat [12]
ACE inhibitor (ACEi) atau penghambat ACE merupakan salah satu bentuk terapi farmakologis untuk mencegah morbiditas dan mortalitas hipertensi. ACEi adalah senyawa yang membantu mengontrol tekanan darah dan resiko gagal jantung, terutama dalam memperbaiki fungsi dan anatomi pembuluh darah arteri, memperbaiki fungsi endotel, meregresi tunika media, meregresi dan menstabilkan plak ateroklerosis. ACEi mencegah enzim untuk memproduksi angiotensin II yang dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah sehingga meningkatkan tekanan darah. ACEi juga dapat membantu merelaksasikan pembuluh darah [13]. Obat-obatan yang termasuk dalam ACE inhibitor tersebut bekerja dengan menghambat efek angiotensin II yang bersifat sebagai vasokonstriktor. Selain itu, ACE menyebabkan degradasi bradikinin menjadi peptida inaktif. Dengan demikian peranan ACEi pada pencegahan hipertensi yaitu meningkatkan kadar bradikinin yang memberikan konstribusi sebagai vasodilator pembuluh darah [14]. Vasodilatasi tersebut akan menurunkan tahanan pembuluh peripheral, preload, dan afterload pada jantung sehingga tekanan darah dapat diturunkan [13]
4. Umbi-umbian Umbi-umbian merupakan hasil tanaman sumber karbohidrat yang cukup penting.
Umbi-umbian merupakan bahan nabati yang diperoleh dari dalam tanah, yang dapat berupa penimbunan cadangan bahan makanan tanaman. Komponen zat gizi tertinggi pada umbi- umbian adalah karbohidrat [15]. Cadangan makanan yang tersimpan dalam umbi umumnya adalah dalam bentuk polisakarida, dengan sedikit campuran oligosakarida, dan monosakarida. Bentuk polisakarida yang paling umum adalah pati, yang merupakan polimer dari glukosa dalam bentuk amilosa (tidak bercabang) dan atau amilopektin (bercabang) [16]. Indonesia memiliki ragam umbi-umbian yang cukup banyak ditemui, seperti ubi kayu, ubi jalar, gembili, gadung, ubi kelapa, garut, kimpul, dan ganyong [15]
5. Dioscorin
Dioscorin merupakan senyawa bioaktif golongan protein yang memiliki sifat fungsional seperti antioksidan, scavenging agent terhadap oksigen aktif (mengikat oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi), menghambat akitivitas carbonic anhydrase, dan sebagai Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor sehingga dapat mencegah beberapa penyakit seperti kanker, diabetes, dan hipertensi [17]. Dioscorin dilaporkan memiliki berat molekul 32 kDa [18]. Dioscorin terdapat pada umbi-umbian keluarga
Dioscorea. Pada lendir gembili, dioscorin merupakan protein yang paling dominan. Kadar dioscorin mampu mencapai 90% dari total protein larut air terekstrak pada berbagai spesies
Dioscorea (Dioscorea batatas, Dioscorea alata, dan Dioscorea pseuojaponica) dengan
menggunakan metode immunostaining [19]. Dioscorin dapat diekstrak dari umbi-umbian dengan buffer alkali (buffer tris-HCl pH 8.3) dan dapat dimurnikan hingga 95% dengan
Chromatography menggunakan penukar anion lemah seperti DE-52 resin [20]
Dioscorin telah diketahui dapat menghambat enzim ACE pengubah angiotensin I yang dapat meningkatkan aliran darah ginjal baik secara in vitro dan secara in vivo. Penelitian secara in vitro dengan metode spektrofotometri menunjukkan dioscorin mampu menghambat ACE hingga mencapai 50% pada dosis 250 µg [21]. Dioscorin akan mengalami peningkatan aktivitas penghambatan ACE hingga 75% setelah mengalami hidrolisis oleh pepsin, sehingga dioscorin dan hidrolisatnya memiliki potensi untuk mengontrol hipertensi. Penelitian secara in vivo menunjukkan tepung umbi Dioscorea alata pada dosis 60 mg/kg mampu menurunkan tekanan darah tikus SHR (Spontaneously
Hypertensive Rats) 24 jam dari 190 mmHg menjadi 160 mmHg pada tekanan sistolik dan
dari 160 mmHg menjadi 130 mmHg pada tekanan diastolik [22]. Mekanisme dioscorin sebagai ACE inhibitor dengan cara menghambat aktivitas ACE dalam mengubah angiostensin II dari angiotensin I dengan cara mengikat sisi aktif ACE sehingga mencegah terjadinya vasokontriksi dan peningkatan tahanan perifer vascular ataupun mencegah terjadinya sekresi aldosteron [23]
6. Fenol
Senyawa fenolik merupakan metabolit sekunder tanaman dan memiliki fungsi fisiologis dan morfologis yang penting bagi tanaman. Fenol memiliki cincin aromatik yang membawa satu atau lebih gugus hidroksil dan strukturnya bervariasi mulai dari molekul fenolik sederhana hingga polimer kompleks. Dalam keadaan murni, senyawa fenol berupa zat padat yang tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi akan berubah menjadi gelap. Kelarutan fenol dalam air akan bertambah jika gugus hidroksil makin banyak [24]. Senyawa fenolik yang telah diketahui antara lain, fenol sederhana, lignin, antrakuinon, flavonoid, tannin, dan fenol propanoid [25]. Senyawa fenolik mempunyai peran biologis yang beraneka ragam, antara lain sebagai penarik untuk serangga penyerbuk, mempengaruhi pigmentasi tanaman, agensi pelindung terhadap sinar ultra-violet, dan antioksidan [24]
Senyawa fenol dalam peranannya menurunkan darah, yaitu memperbaiki fungsi endotel pembuluh darah melalui regulasi ekspresi eNOS (endotheilial Nitric Oxide Synthase)
- dan meningkatkan produksi NO (Nitric Oxide). Pada keadaan stress oksidatif, jumlah O di
2
- dalam darah akan meningkat. O merupakan vasokonstriktor yang kuat yang dapat
2 menyempitkan pembuluh darah dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan darah.
-
NO akan secara cepat berinteraksi dengan O untuk menentralisir dan menurunkan jumlah
2
- bioavailabilitas NO dengan cara mengaktifkan mekanisme eNOS (endotheilial Nitric Oxide
Synthase). Regulasi eNOS akan memproduksi NO yang bertindak sebagai vasodilator kuat
yang merelaksasikan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah [26]
SIMPULAN
Senyawa bioaktif yang ada pada umbi-umbian lokal yaitu dioscorin dan fenol memiliki fungsi sebagai senyawa antihipertensi. Dioscorin dan fenol sebagai senyawa antihipertensi ini diduga mampu berperan dalam menurunkan tekanan darah.
DAFTAR PUSTAKA
1) Guyton AC, Hall JE. 2001. Buku Ajar fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa : Irawati, dan Setiawan. EGC. Jakarta. 2) Widiyani, Rosmha. 2013. Penderita hipertensi Terus Meningkat..http://health. kompas.com/read/2013/04/05/1404008/Penderita.Hipertensi.Terus.Meningkat.Tanggal akses 1 Oktober 2014.
3) Harmilah, Ekwantini RD. 2014. Jus Seledri (Apium graveolens) Menurunkan Tekanan Darah Tikus Rattus Strain wistar dengan Hipertensi. Jurnal Teknologi Kesehatan Vol. 10 No.1 hlm 28-34.
4) Pandawinata, K. 1996. Pengendalian Hipertensi : Laporan Komisi Pakar WHO. ITB.
Bandung. 5) Kurniawati IT, Estiasih Teti. 2015. Efek Antihipertensi Senyawa Bioaktif Dioscorin Pada Umbi-Umbian KEluarga Dioscrea : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.
3 No 2 p. 402-406.
6) Weber MA, Schlffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG, Flack JM, Carter BL, Materson BJ. 2005. Clinical Pratice Guidelines for the Management of Hypertension in the Community. A Statement by the American Society of Hypertension and International Society of hypertension. Ash paper, The Journal of Clinical
Hypertension, Inc.
7) Mancia G, Backer GD, Dominiczak A, Fagard R, Germano G, Grassi G. 2007.
Guidelines for the Management of Arterial Hypertension. J. of Hypertension Vol 25 p.
1105-1187.
8) Rachman, F. 2011. Berbagai Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia (Studi Kasus di Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang). Universitas Diponegoro.
Semarang. 9) Hernawati. 2007. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron : Perannya Dalam Pengaturan Tekanan Darah dan Hipertensi. FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
10) Lima, DP. 1999. Synthesis of Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors: an Important Class of Antihypertensive Drugs. Campo Grande . Universidade Federal de Mato Grosso do Sul. J. Quimica Nova vol. 22(3) p:375-381.
11) US National Library of Medicine. 2013. Angiotensin Converting Enzyme. Tanggal akses 14 April 2015. 12) Fuchs S, Xiao HD, Hubert C, Michaud A, Campbell DJ. 2008. Angiotensin-Converting Enzyme C-Terminal Catalytic Domain is the Main Site of Angiotensin I Cleavage In Vivo.
Journal of The American Heart Association. Vol. 51 p.267-274.
13) BHS (British Hypertension Society). 2008. Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitors. British Hypertension Society. Drug Classes Final Copy Dec 2008. 14) Vercruysse LJ, Van Camp, Smagghe G. 2005. ACE inhibitory peptides derived from enzymatic hydrolistaes of animal muscle protein : a review. Journal Agric. Food Chem.
53 : 8106-811. 15) Zulaikah, Siti. 2002. Ilmu Bahan Makanan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta. 16) Saputro P S, Estiasih T. 2015. Pengaruh Polisakarida Larut Air (PLA) dan Serat Pangan Vol. 3 No 2 p.756-762.
17) Ko YH, Lin KW, Hsu JY Chu JJ. .2007.Dioscorin Protects Tight Junction Protein Expression in A549 Human Airway Epithelium Cells from Dust Mite Damage. Journal Microbial Immunol Infect. 2009;42: 457-463.
18) Liao YH, Wang CH, Tseng CY, Chen HL, Lin LL. 2004. Compositional and Conformational Analysis of Yam Proteins by Near Infrared Fourier Transform Raman Spectroscopy. Journal Agric. Food Chem 52 (26) pp 8190-8196.
19) Nagai T.,and Nagashima T. 2006. Functional Properties of Dioscorin a Soluble Viscous Protein From Japanese Yam (Dioscorea Opposita Thunb.) Tuber Mucilage Tororo.
Journal Food Science and Technology 61c : 792-798.
20) Liu YL, Chia CY, Liu YW, Hou WC. 2012. Biological Activities and Applications of Dioscorins, the Major Tuber Storage Proteins of Yam. Journal Tradit Complement Med 2012. 2(1):41-46.
21) Hsu F.H., Y.H. Lin, M.H. Lee, C.L. Lin, and W.C. Hou. 2002. Both Dioscorin, the Tuber Storage Protein of Yam (Dioscorea Alata Cv. Tainong No. 1), and Its Peptic
Hydrolysates Exhibited Angiotensin Converting Enzyme Inhibitory Activities. J.Agric.
Food Chem.50:6109-6113.
22) Liu YM, Lin KW. 2009. Antioxidative Ability, Dioscorin Stability, and the Quality of Yam Chips from Various Yam Species as Affected by Processing Method. J Food Sci.
74:C118-C125. 23) Skidgel, RA. 2008. ACE InhibitorsDepartment of Pharmaco logy.
Skidgel Lab Research. Chicago. Diakses pada 23 April 2015. 24) Winarsih. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Kanisius. Yogyakarta. 25)
Mar’atirrosyidah R., Estiasih T. Aktivitas Antioksidan Senyawa Bioaktif Umbi-Umbian Lokal Inferior : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 2 p. 594-601. 26) Jawi, I.M. Yasa, S.P.W. 2012. Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu Menurunkan Tekanan
Darah Tikus Putih Hipertensi yang Diiduksi Dengan NaCl. Jurnal Ilmiah Kedokteran Medicina Vol. 43 No. 2 :72-6.