Makalah Tentang UU ITE No

Makalah Tentang UU ITE No.11 Tahun 2008

NAMA

: Hadyan Harits

NIM

: 1111045100002

JURUSAN : Pidana Islam

DAFTAR ISI
 Pendahuluan
 Pembahasan
 Makna dibalik definisi Informasi Elektronik
 Informasi dan/atau Dokumen Elektronik bukan Bukti Tertulis
 Keadaan memaksa dalam Pasal 15 ayat 3 UU ITE
 Keamanan ITE vs Kejahatan ITE
 Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum
 Kasus mengenai Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE

 Perbuatan yang Dilarang pada penggunaan Handphone
 Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
 Hubungan UU ITE No.11 dengan HAM dan Tujuan Negara RI
 UU ITE dan kebebasan Pers
 Sembilan Peraturan Pemerintah dan Dua Lembaga yang baru untuk
UUITE
 Beberapa Hal yang Terlewat dan Perlu Persiapan Dari UUITE
 Kesimpulan

PENDAHULUAN
Perkembangan dunia internet pada saat ini telah mencapai suatu
tahap yang begitu cepat, sehingga tidak mengherankan apabila di setiap
sudut kota banyak ditemukan termpat-tempat internet yang menyajikan
berbagai jasa pelayanan internet. Awalnya internet hanya digunakan secara
terbatas di dan antar-laboratorium penelitian teknologi di beberapa institusi
pendidikan dan lembaga penelitian saja, yang terlibat langsung dalam proyek
DARPA (Defence Advanced Research Projects Agency).
Internet telah menyebar luas ke seluruh dunia, mulai dari pemerintah,
sekolah,perguruan tinggi,sektor ekonomi,bidang kesehatan dsb. Sehingga
keberadaan internet pada masa sekarang telah banyak memberikan

memanfaat yang signifikan karena memberikan kemudahan-kemudahan
dalam mengaksesnya. Pengaksesan informasi,tukar-menukar data,proses
transaksi secara online semuanya hampir bisa dilakukan melalui internet.
Pada dasarnya semua kegiatan di dunia internet sangat bergantung kepada
pengguna dan penyedia layanan internet itu sendiri. Di sisi penyedia layanan
berusaha untuk memberikan sebuah servis untuk bagaimana bisa digunakan
oleh para pengguna internet. Di sisi user atau pengguna mereka berusaha
untuk memanfaatkan beberapa servis yang diberikan oleh penyedia untuk
memudahkan pekerjaan mereka tentunya yang berhubungan dengan
informasi,data maupun transaksi.

PEMBAHASAN
Indonesia telah memasuki sebuah tahapan baru dalam dunia
informasi dan komunikasi dalam hal ini adalah internet. Indonesia merupakan
salah satu negara berkembang di dunia yang telah memulai babakan baru
dalam tata cara pengaturan beberapa sistem komunikasi melalui media
internet yakni seperti informasi,pertukaran data,transaksi online dsb. Hal itu di
lakukan oleh Indonesia melalui pemerintah yang bekerjasama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat untuk membuat sebuah draft atau aturan dalam bidang
komunikasi yang tertuang dalam RUU ITE atau Undang-Undang Informasi

dan Transaksi Eletronik. Tepatnya pada tanggal 25 Maret telah disahkan
menjadi UU oleh DPR. Dalam kenyataannya UU tersebut tinggal menunggu
waktu untuk dapat diberlakukan. UU ini dimaksudkan untuk menjawab
permasalahan hukum yang seringkali dihadapi diantaranya dalam
penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik,
khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan
hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Hal tersebut adalah
sebuah langkah maju yang di tempuh oleh pemerintah dalam
penyelenggaraan layanan informasi secara online yang mencakup beberapa
aspek kriteria dalam penyampaian informasi. Dalam makalah ini di uraikan isi
dan maksud dari UU ITE dan selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Makna dibalik definisi Informasi Elektronik
Pasal 1 UU ITE mencantumkan diantaranya definisi Informasi Elektronik.
Berikut kutipannya :”Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic
mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”


Dari definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna diantaranya :
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2. Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan, suara, gambar.
3. Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami.
Jadi, informasi elektronik adalah data elektronik yang memiliki wujud dan arti.
Mengapa informasi elektronik tidak didefinisikan saja sebagai satu atau
sekumpulan data elektronik? Mengapa perlu pula dinyatakan wujudnya dan

memiliki arti?Informasi Elektronik yang tersimpan di dalam media
penyimpanan bersifat tersembunyi. Informasi Elektronik dapat dikenali dan
dibuktikan keberadaannya dari wujud dan arti dari Informasi Elektronik.
Sebagai contoh, si A mengaku kepada si B bahwa dia memiliki informasi
elektronik tersimpan di harddisk. Bagaimana si B percaya bahwa si A memiliki
informasi elektronik yang dimaksud? si A harus mampu menunjukkan
keberadaan informasi elektronik itu. Caranya? Informasi Elektronik itu harus
dapat diakses dan ditampilkan misalnya ke monitor komputer. Informasi
Elektronik yang tampil di monitor komputer tentu memiliki wujud, misalkan
berwujud tulisan. Dengan demikian, si B percaya dengan keberadaan
informasi elektronik yang dimaksud oleh si A dengan melihat wujud dari
informasi elektronik yang tampil di monitor komputer.Lalu, si B mencoba

untuk mengenali informasi elektronik dengan mencoba memahami arti dari
Informasi Elektronik yang dimaksudkan oleh si A? Untuk itu, si A harus
menjelaskan arti dari informasi elektronik yang dimaksudkan kepada si B.
Bagaimana jika si A tidak dapat menunjukkan informasi elektronik yang
dimaksud dan tidak mampu menjelaskan artinya? si B tidak mempercayai
informasi elektronik yang dimaksudkan oleh si A.
2. Informasi dan/atau Dokumen Elektronik bukan Bukti Tertulis.
Pasal 5
1 Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
2 Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat
bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
3 Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini.
4 Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a) surat
yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan
b) surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus

dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat
pembuat akta.
Berdasarkan Pasal 5 UU ITE, bisa ditarik kesimpulan bahwa :
1 Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti
yang baru dan sah
2 Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis seperti
pasal 1866 KUHPerdata. Hal ini telah ditegaskan pada Pasal 5 ayat 4
bagian a.
3 Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti
yang sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai ketentuan UU
ITE.
4 Hasil cetak informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik juga sah

apabila berasal dari sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
Dari hal di atas perdebatan selama ini diantara beberapa pengamat hukum,
praktisi hukum, akademisi bidang hukum tentang ”Apakah informasi elektronik
dapat dikategorikan sebagai akta otentik atau tulisan di bawah tangan?”
menjadi tidak tepat untuk diperdebatkan, karena akta otentik dan tulisan di
bawah tangan merupakan bukti tertulis, sedangkan Informasi dan/atau
dokumen elektronik bukan bukti tertulis. Pada berbagai diskusi lewat internet

menunjukkan pendapat yang berbeda. Salah satu pendapat mengatakan
bahwa hasil cetak yang dimaksudkan pasal 5 ayat 1 UU ITE merupakan bukti
tertulis. Hasil cetak merupakan perwujudan/penampakan dari informasi
dan/atau dokumen elektronik yang tersimpan secara elektronik misalnya
tersimpan di harddisk. Informasi yang tersimpan secara elektronik harus
dapat dibuktikan keberadaannya dengan cara menampilkannya ke monitor
komputer atau dicetak lewat printer tampil di kertas. Dengan demikian,
informasi elektronik itu dapat dilihat dengan kasat mata dan diketahui
keberadaannya. Jadi, hasil cetak merupakan bukti elektronik dalam wujud
tertulis.

3. Keadaan memaksa dalam Pasal 15 ayat 3 UU ITE.
Pasal 15 ayat 3 terkait dengan Pasal 15 ayat 2. Berikut ini isi ayat2 dan ayat
3:
ayat 2 :”Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap
Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya”.
ayat 3 :”Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku
dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan,
dan/atau kelalaian pihak
pengguna Sistem Elektronik”.

Dari Pasal 15 ayat 2 dan ayat 3 menunjukkan bahwa Penyelenggara
Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem
Elektroniknya kecuali terjadi keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau
kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Keadaan memaksa yang manakah dimaksud dalam Pasal 15 ayat 3?
Keadaan memaksa yang dialami oleh pengguna Sistem Elektronik. Berikut ini
satu cerita singkat untuk memperjelas keadaan memaksa yang dimaksud.
Si A sebagai pemilik kartu ATM dari Bank X. Suatu hari, si A ke Bank
X untuk mengambil sejumlah uang tunai menggunakan kartu ATM yang
dimilikinya. Saat berada di dalam bilik ATM, si A berada di bawah ancaman
seseorang.
Dalam keadaan memaksa, si A mentransfer sejumlah uang dari
rekening yang dimilikinya ke rekening yang ditunjuk oleh si pengancam. Dari
cerita ini, Bank X sebagai Sistem Elektronik tidak dapat dipersalahkan dan

tidak bertanggungjawab atas transfer uang yang terjadi.
4. Kejahatan dengan Virus Komputer.
Virus komputer dibuat oleh manusia dan disebarkan/diproduksi oleh mesin
komputer. Bila aparat penegak hukum mampu untuk menangkap si pembuat
virus dan membuktikan kejahatannya, maka pasal 32 ayat 1, pasal 33 dan

pasal 36 (mengakibatkan kerugian) dapat digunakan untuk menjerat si
pembuat virus. Tentunya, Hakim dalam memutuskan perkara perlu
mempertimbangkan tingkat gangguan/akibat yang timbul dari jenis virus yang
disebarkan. Virus dapat diklasifikasikan yaitu :
a. Tidak berbahaya.
Virus ini menyebabkan berkurangnya ruang disk untuk menyimpan data
sebagai
akibat dari perkembangbiakannya.
b. Agak berbahaya.
Virus ini menyebabkan ruang disk penuh dan mengurangi fungsi lainnya
seperti
kecepata proses.
c. Berbahaya.
Virus ini dapat mengakibatkan kerusakan atau gangguan yang parah
termasuk
kerusakan data dan sistem elektronik yang diselenggarakan.
Meskipun seseorang bukan sebagai pembuat virus, tetapi dia dapat
memanfaatkan virus komputer untuk merusak informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik milik orang lain. Jika memang ada unsur kesengajaan
untuk melakukan kejahatan seperti pada motif ini, maka terhadap si pelaku

dapat dijerat dengan pasal 32 ayat 1, Pasal 33 dan pasal 36 UU ITE.
Pada kasus lain, seseorang misalnya si A tanpa sengaja/tidak
mengetahui misalnya isi flash disk yang dimilikinya mengandung virus (sudah
dicek dengan program antivirus), lalu memakai flash disk itu di komputer milik
si B dan atas seizin si B lalu terjadi pengrusakan data oleh virus maka si A
tidak dapat dijerat dengan pasal 32 ayat 1, pasal 33 dan pasal 36 UU ITE.
Jadi, meskipun virus diproduksi oleh mesin komputer, tetapi ada orang di
balik penyebaran virus komputer, bisa sebagai pembuat virus atau penyebar
virus dengan sengaja untuk merugikan orang lain. Mesin komputer yang
memproduksi virus komputer hanya sebagai alat bantu untuk melaksanakan
pembuatan dan/atau penyebaran virus, bukan pelaku kejahatan.
5. Keamanan ITE vs Kejahatan ITEKeamanan ITE telah disinggung pada
beberapa pasal dalam UU ITE, berikut ini pasal-pasal yang dimaksudkan.
Pasal 12 ayat 1 :
Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban
memberikan
pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

Pasal 15 ayat 1 :
Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem

Elektroni
secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhada beroperasinya
Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
Dari kedua pasal itu, jelas UU ITE mengharuskan atau mewajibkan sistem
elektronik yang diselenggarakan termasuk penggunaan tanda tangan
elektronik berlangsung dengan aman.Kenyataan, masih banyak transaksi
elektronik yang berlangsung tidak menggunakan sistem elektronik yang
aman.
Oleh karena itu, ketika dalam suatu perkara di pengadilan yang terkait
pelanggaran berupa pengrusakan informasi dan/atau dokumen elektronik
serta sistem elektronik seperti tertuang dalam Pasal 30-33 dan Pasal 35,
maka Hakim harus mempertimbangkan dua sisi, yaitu:
1.Perbuatan si pelaku kejahatan yang mengakibatkan kerugian.
2.Keamanan Sistem Elektronik yang diselenggarakan.
Hakim dalam membuat Putusan Pidana dapat mengenakan denda dan/atau
hukuman penjara kepada si pelaku kejahatan dalam kadar yang mungkin
lebih ringan ketika perbuatan dari si pelaku kejahatan berlangsung pada
sistem elektronik yang lemah dari segi keamanan. Oleh karena itu, UU ITE
mendorong bagi para pelaku bisnis, atau siapa saja yang melakukan
transaksi elektronik untuk sungguh-sungguh memperhatikan persyaratan
minimun keamanan sistem elektronik yang diselenggarakan seperti termuat
dalam Pasal 16 yakni:
Pasal 16 ayat 1 :
Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap
PenyelenggaraSistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik
yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:
Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan
peraturan Perundang Undangan,melindungi ketersediaan, keutuhan,
keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi Elektronik dalam
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam
Penyelenggaraa Sistem Elektroniktersebut,Dilengkapi dengan prosedur atau
petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi.atau simbol yang dapat
dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan
Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan Memiliki mekanisme
yang
berkelanjutan
untuk
menjaga
kebaruan,
kejelasan,
dankebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
6. Tidak semua Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum yang sah.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki

asas diantaranya netral teknologi atau kebebasan memilih teknologi. Hal ini
termasuk memilih jenis tanda tangan elektronik yang dipergunakan untuk
menandatangani
suatu
informasi
elektronik
dan/atau
dokumen
elektronik.Asas netral teknologi dalam UU ITE perlu dipahami secara berhatihati, dan para pihak yang melakukan transaksi elektronik sepatutnya
menggunakan tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum yang sah seperti diatur dalam pasal 11 ayat 1 UU ITE.Tanda
Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah
selama memenuhi persyaratan sebagai berikut: Data pembuatan Tanda
Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses
penandatanganan Elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda
Tangan,Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi
setelah waktu penandatanganan dapat diketahui,Segala perubahan terhadap
Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan.
Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui,Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi
danTerdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah
memberikan persetujuan terhada Informasi Elektronik yang terkait.
Penulis ingin menyinggung isi Rencana Peraturan Pemerintah (RPP)
tentang Tanda Tangan Elektronik yang dapat di-download di situs cahyanaahmadjayadi.web.id atau situs lainnya. Pasal 1 memuat diantaranya :
”Tangan Tangan Elektronik adalah informasi elektronik yang dilekatkan,
memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi elektronik
lain yang dibuat oleh penandatangan untuk menunjukkan identitas dan
statusnya sebagai subyek hukum, termasuk dan tidak terbatas pada
penggunaan infrastruktur kunci publik (tanda tangan digital), biometrik,
kriptografi simetrik, termasuk di dalamnya tanda tangan dalam bentuk asli
yang diubah menjadi data elektronik”
Yang menjadi pertanyaan penting adalah : Apakah tanda tangan dalam
bentuk asli yang diubah menjadi data elektronik memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum yang sah?
Jika tanda tangan asli serta informasi yang ditanda tangani di atas kertas
diubah ke data elektronik dengan peralatan scanner, maka cara ini tidak
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah. Berikut penjelasannya:
Pertama:
Perlu dipahami dengan baik bahwa tanda tangan bertujuan untuk
menyatakan persetujuan atas informasi yang disepakati oleh para pihak yang
bertransaksi, dan mengidentifikasi siapa yang menandatangani.
Kedua:
Ada perbedaan tanda tangan dan informasi yang ditanda tangani antara di
atas kertas dan secara elektronik. Kertas menjadi perekat antara tanda
tangan dan informasi yang ditanda tangani, jika terjadi perubahan pada tanda

tangan atau informasi yang ditanda tangani maka perubahan itu mudah
dikenali misalnya adanya coretan. Secara elektronik, bisa saja seseorang
yang berniat jahat mengganti informasi elektronik yang telah ditanda tangani
oleh para pihak dengan informasi elektronik lain tetapi tanda tangan tidak
berubah. Celakanya, pada data elektronik perubahan ini mudah terjadi dan
tidak mudah dikenali. Oleh karena itu, tanda tangan elektronik harus
terasosiasi dengan informasi elektronik yang ditanda tangani seperti
dimaksudkan pada Pasal 1 UU ITE untuk definisi Tanda Tangan Elektronik.
”Tangan Tangan Elektronik adalah informasi elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan suatu informasi elektronik lain yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.”
Apa yang dimaksud terasosiasi? Menurut penulis, yang dimaksudkan
terasosiasi adalah informasi elektronik yang ingin ditanda tangani menjadi
data pembuatan tanda tangan elektronik. Dengan demikian, antara tanda
tangan elektronik dan informasi elektronik yang ditanda tangani menjadi erat
hubungannya seperti fungsi kertas. Keuntungannya adalah jika terjadi
perubahan informasi elektronik yang sudah ditanda tangani maka tentu tanda
tangan elektronik juga seharusnya berubah. Misalkan seseorang berniat jahat
melakukan perubahan informasi elektronik yang sudah ditanda tangani
dengan informasi elektronik yang lain tetapi tanda tangan elektronik tidak
berubah, maka hal ini mudah diketahui. Caranya? Coba buat tanda tangan
elektronik dari informasi elektronik yang telah berubah dan bandingkan
dengan tanda tangan elektronik yang ada, tentu hasilnya beda, dan ini
menunjukkan bahwa informasi elektronik yang ditanda tangani telah
mengalami perubahan.
Ketiga:
Jika kita simak pasal 11 ayat 1 bagian c dan d, mewajibkan adanya metode
untuk mengetahui segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang
terjadi setelah waktu penandatanganan dan mengetahui segala perubahan
terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik
tersebut setelah waktu penandatanganan. Perubahan itu dapat diketahui
hanya apabila informasi elektronik menjadi data pembuatan tanda tangan
elektronik.
Keempat:
Bagaimana dengan tanda tangan asli serta informasi yang ditanda tangani di
kertas diubah ke data elektronik dengan peralatan scanner, apakah memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah? Tentu tidak memiliki kekuatan
hukum dan akibat hukum yang sah, karena tanda tangan itu tidak dibuat
berdasarkan informasi yang disepakati atau dengan kata lain informasi yang
disepakati tidak menjadi data pembuatan tangan tangan, sehingga perubahan
tanda tangan elektronik dan/atau informasi elektronik setelah waktu
penandatanganan tidak dapat diketahui.
Jadi, tidak semua tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum yang sah.

7. Kasus mengenai Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE.
Selain memuat ketentuan mengenai penyelenggaraan sistem
elektronik untuk mendukung informasi dan transaksi elektronik, UU ITE juga
memuat pasal-pasal mengenai Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan
Pidana. Perbuatan yang Dilarang termuat pada pasal 27 – 37, sedangkan
Ketentuan Pidana pada pasal 45 – 52. Pidana dapat berupa pidana penjara
dan/atau denda.
Pada bagian ini, penulis menampilkan satu contoh kasus yang terkait dengan
perbuatan yang dilarang dalam UU ITE. Dengan contoh ini diharapkan para
pembaca dapat mengambil pelajaran penting dari pasal-pasal terkait
Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana.
Contoh kasus teknis:
”Si A adalah pemilik rental VCD berbagai macam film. Suatu hari, dia
mendapatkan kiriman satu VCD dari seseorang yang tidak dikenal. Isi VCD
berupa video singkat yang memuat permainan sex sepasang suami-isteri.
Dalam cerita ini, si suami isteri itu sengaja membuat video tersebut untuk
kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan, tapi entah bagaimana video
itu jatuh ke tangan orang lain (si A). Kemudian, si A meng-copy video itu ke
dalam beberapa VCD, lalu menyebarkan atau menjualnya. Pekerjaan Si A
tidak hanya menjual VCD, si A juga memiliki kegemaran untuk merekayasa
foto-foto artis menjadi tampak dalam pose bugil, malahan si A memiliki
website yang dirancangnya sendiri untuk menfasilitasi pemuatan video dan
gambar-gambar pornografi baik gambar asli atau gambar rekayasa”.
Dari kasus di atas, perbuatan si A dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam UU
ITE sebagai berikut:
Pertama:
Perbuatan si A dengan sengaja dan tanpa hak telah mendistribusikan
informasi elektronik dan dokumen elektronik berupa video singkat yang
melanggar kesusilaan. Untuk itu Pasal
27 ayat 1 akan menjerat si A.
Pasal 27 ayat 1 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan”.
Kedua:
Perbuatan si A melakukan manipulasi terhadap informasi elektronik berupa
foto artis untuk diubah menjadi foto dalam pose bugil. Tujuan dari manipulasi
ini adalah mencemarkan nama baik artis dan membuat foto hasil rekayasa
seolah-olah otentik/asli.
Untuk itu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 35 akan menjerat pula si A.
Pasal 27 ayat 3 :

”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik”.
Pasal 35 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolaholah data yang otentik”.
Ketiga:
Perbuatan si A mengakibatkan kerugian bagi suami isteri dan artis. Si suami
isteri membuat video itu untuk kepentingan pribadi bukan untuk
dipublikasikan. Si artis memiliki foto asli tidak dalam pose bugil, tapi karena
ulah si A, foto asli diubah menjadi foto rekayasa dalam pose bugil.Untuk itu
Pasal 36 akan menjerat pula si A.
Pasal 36 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain”.
Keempat
Perbuatan si A mengadakan perangkat lunak berupa website yang bertujuan
untuk menfasilitasi pendistribusian foto/gambar bersifat pornografi.
Untuk itu Pasal 34 ayat 1 bagian a akan menjerat pula si A.
Pasal 34 ayat 1 bagian a :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
memproduksi, menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor,
mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki perangkat keras atau
perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus dikembangkan
untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
sampai dengan Pasal 33”. Dari pasal-pasal yang dapat menjerat si A maka
ketentuan pidana yang terkait termuat pada pasal-pasal sebagai berikut:
Pasal 45 ayat 1 :
”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
Pasal 50 :
”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”

Pasal 51 ayat 1 :

”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”
Pasal 51 ayat 2 :
”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”
Contoh kasus nyata: Kasus Erick J Adriansyah
Waktu: November 2008.
Pekerjaan: Account Executive Equity di Bahana Securities di Jakarta (saat
kasus terjadi).
Media: e-mail terbatas, kemudian beredar di mailing-list.
Substansi: Informasi pasar (rumor) yang belum dikonfirmasi.
Motivasi: Informasi terbatas kepada klien.
Konten: “Market news stated that several lndo bank is having a liquidty
problem and fail to complete interbank transaction. These lndo banks include :
Bank Panin (PNBN), Bank Bukopin (BBKP), Bank Arta Graha (INPC): Bank
CIC (BCIC) dan Bank Victoria (BVIC). We will keep you updated’ (Berita
pasar mengabarkan bahwa beberapa bank di lndonesia mendapat masalah
likuiditas dan kegagalan dalam menyelesaikan transaksi antarbank. Bank
tersebut diantaranya : Bank Panin, Bank Bukopin, Bank Arta Graha, Bank
CIC, dan bank Victoria)“. Keterangan: diambil dari isi e-mail Erick.
Pelapor: Bank Indonesia dan Bank Artha Graha.
Hasil: Erick ditahan Unit V Cyber Crime Mabes Polri karena dianggap
melanggar.
UU ITE, Pasal 27 ayat 3dan Pasal 28 ayat 1 (penyebaran berita bohong
melalui sistem elektronik). Erick diskors dari perusahaannya dan
pemeriksaan kasus masih berjalan, saat artikel ini diposting.
8. Perbuatan yang Dilarang pada penggunaan Handphone.
Pasal 1 UU ITE menyebutkan diantaranya ”Transaksi Elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer,
jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya”. Ini berarti, Handphone
sebagai media elektronik lainnya juga termasuk dalam UU ITE. Handphone
digunakan untuk komunikasi dan penggunanya dari berbagai kalangan, dari
anak-anak sampai orang tua. Beberapa layanan yang tersedia diantaranya
SMS (Short Message Services) digunakan untuk menyampaikan pesan
singkat kepada seseorang untuk berbagai kepentingan.Kita masih ingat
begitu banyak kasus seputar penggunaan Handphone. Berikut ini beberapa
kasus yang berkaitan dengan layanan SMS dan MMS (Multi Media Services) :
1 Penyebaran gambar atau video (informasi elektronik) yang memuat
pelanggaran kesusilaan seperti penyebaran video porno dengan
sengaja ke kalangan pelajar yang berakibat merusak moral generasi

bangsa.
2 Pengiriman pesan yang memuat perjudian.
3 Pengiriman pesan yang memuat penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik seseorang seperti tuduhan perbuatan asusila tanpa bukti dengan
maksud untuk membunuh karakter kepribadian seseorang dan
mencemarkan nama baiknya yang dapat mengakibatkan gangguan
terhadap kehidupan keluarga dan pekerjaannya.
4 Pengiriman pesan yang memuat ancaman seperti ancaman untuk
meledakkan bom di suatu tempat.
5 Pengiriman pesan yang memuat berita bohong dan menyesatkan seperti
pesan yang bersifat menipu dengan memberitahukan kepada
seseorang bahwa dia telah memenangkan undian dari salah satu
perusahaan terkemuka di Jakarta dan meminta untuk mentransfer
sejumlah uang ke nomor rekening tertentu sebagai biaya pengiriman
hadiah.
6 Pengiriman pesan yang sifatnya menghasut suku atau penganut agama
tertentu dengan maksud menyebarkan kebencian atau permusuhan di
masyarakat.
7 Pengiriman pesan yang memuat ancaman kekerasan yang ditujukan secara
pribadi seperti mengancam untuk membunuh si penerima pesan.
Terhadap setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirim pesan atau
informasi elektronik seperti diuraikan di atas, maka orang itu akan dijerat
dengan pasal-pasal Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE, yaitu pasal 27
sampai pasal 29.
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar
kesusilaan. (terkait dgn kasus 1)
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian. (terkait dgn
kasus 2)
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik. (terkait dgn kasus 3)
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman.(terkait dgn kasus 4)

Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi
Elektronik. (terkait dgn kasus 5)
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA). (terkait dgn kasus 6)
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau
menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. (terkait dgn kasus 7)
UU ITE juga memuat ketentuan pidana, untuk pasal 27 sampai pasal 29
terkait dengan ketentuan pidana pada pasal 45.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Pasal 36 terkait dengan ketentuan pidana pasal 51 ayat 2
Pasal 51 ayat 2.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
9. Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dalam UU ITE hanya sebatas
untuk memberikan dukungan teknis yang terkait dengan pembuatan tanda
tangan elektronik. Peranan yang dimaksud diantaranya:
a. Menerbitkan Sertifikat Elektronik, tercantum pada Pasal 1
Pasal 1, diantaranya memuat:
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat
Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek
hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
b. Memastikan keterkaitan antara tanda tangan elektronik dengan pemiliknya
sebagai
subjek hukum yang bertanda tangan, hal ini terkait dengan pasal 1 di atas,
dan pasal
ayat 2
Pasal 13 ayat 2 :

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu
Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.
Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dalam UU ITE, Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik memiliki kemampuan untuk dapat memastikan
keterkaitan antara tanda tangan elektronik dengan informasi dan/atau
dokumen elektronik yang ditanda tangani, karena tanda tangan elektronik
terasosiasi dengan informasi elektronik yang ditanda tangani.
Pasal 1 diantaranya memuat :
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi
Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Ada
dua hal yang perlu dipahami dengan hati-hati sehubungan dengan peranan
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik, yaitu:
Pertama:
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik tidak memiliki tugas dan kewenangan
untuk memeriksa substansi informasi dan/atau dokumen elektronik yang
ditanda tangani oleh para pihak yang bertransaksi, apakah bertentangan
dengan peraturan yang ada. Tugas dari Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
hanya sebatas dukungan teknis terkait dengan pembuatan tanda tangan
elektronik.
Kedua:
Terkait dengan pasal 1, tanda tangan elektronik digunakan sebagai alat
verifikasi dan autentikasi. Verifikasi yang dimaksud tidak terkait dengan
substansi informasi elektronik yang ditandatangani. Tanda tangan elektronik
digunakan untuk menguji apakah informasi elektronik yang ditanda tangani
mengalami perubahan selama ditransmisikan. Jika mengalami perubahan
maka informasi elektronik itu dianggap tidak sah karena tidak dijamin
keutuhannya. Ketentuan ini terkait dengan pasal 6 UU ITE.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4)
yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli,
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin
keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan
suatu keadaan.
10. Hubungan UU ITE No.11 dengan HAM dan Tujuan Negara RI.
Berbagai diskusi dan pernyataan di Internet mempersoalkan tentang UU ITE
No. 11 Tahun 2008. Pendapat yang berbeda muncul, termasuk keinginan
beberapa kalangan agar UU No. 11 Tahun 2008 direvisi dengan berbagai
alasan dan pertimbangan.Pada bagian ini, penulis mengungkapkan beberapa

pemikiran yang dapat memberikan pencerahan bagi kita semua untuk
memandang UU ITE No. 11 Tahun 2008 secara komprehensif dari berbagai
sudut pandang dan memposisikan diri kita sebagai anak bangsa yang peduli
terhadap kemajuan bangsa Indonesia.
Pertama:
Pertanyaan: Apa tujuan dari Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik menurut UU ITE No. 11 Tahun 2008? Bagaimana kaitannya
dengan tujuan Negara RepublikIndonesia?: Tujuan dari Pemanfaatan
Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik menurut UU ITE No. 11 Tahun
2008 tercantum pada Pasal 4, yaitu:
1 Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat
informasi dunia;
2 Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
3 Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
4 Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk
memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung
jawab; dan
5 Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna
dan penyelenggara Teknologi Informasi.
Tujuan di atas sejalan dengan tujuan Negara Republik Indonesia
sebagaimana tercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945 diantaranya
“mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum”.
Hal ini menunjukkan bahwa dasar pembentukan UU ITE No. 11 tahun 2008
konsisten dengan tujuan Negara Republik Indonesia.
Kedua:
Pertanyaan: Apakah semua informasi elektronik dapat meningkatkan
kecerdasan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum?
Jawab : Tidak semua informasi elektronik dapat meningkatkan kecerdasan
kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Informasi elektronik
terbagi dalam dua kategori yaitu informasi elektronik yang berkualitas dan
informasi elektronik yang tidak berkualitas. Yang dapat meningkatkan
kecerdasan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum hanya
informasi elektronik yang berkualitas, yaitu informasi yang mendorong
pengembangan potensi bangsa di berbagai bidang kehidupan menuju bangsa
yang sejahtera dan cerdas, serta mampu bersaing dengan bangsa lain.
Ketiga:
Bagaimana dengan jenis Informasi Elektronik yang tidak berkualitas? Apa
contohnya? Jenis informasi elektronik yang tidak berkualitas dapat merusak
pencapaian tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan
kesejahteraan umum. Informasi elektronik yang tidak berkualitas bermuatan
negatif seperti pelanggaran kesusilaan, perjudian, menghina dan

mencemarkan nama baik seseorang, pemerasan dan/atau pengancaman,
berita bohong dan menyesatkan, menimbulkan rasa kebencian dan
permusuhan.
Keempat:
Bagaimana menggambarkan kebebasan mengakses informasi elektronik
yang tidak berkualitas dapat merusak pencapaian tujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat? Gambarannya
sederhana saja. Indonesia adalah negara yang gencar melakukan
pembangunan. Salah satu upaya pemerintah dalam melaksanakan
pembangunan adalah memperluas akses internet sampai ke pedesaan.
Tujuannya adalah bagaimana mendorong percepatan pembangunan di
pedesaan. Para petani dapat mempromosikan hasil pertanian lewat internet.
Murid sekolah dapat memperoleh banyak ilmu pengetahuan lewat
internet.Para pejabat pemerintah dapat mengawasi bawahannya dan
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat lewat pemanfaatan internet,
dan masih banyak manfaat lainnya.
Jadi, tujuan Pemerintah untuk memperluas akses informasi lewat internet
sampai ke pedesaan untuk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan
rakyat di pedesaan.
Meskipun demikian, tujuan itu dapat tidak tercapai apabila masyarakat
pedesaan dominan mengakses informasi elektronik yang tidak berkualitas.
Coba kita bayangkan, bagaimana jika sekelompok murid sekolah mengakses
situs porno atau bermain judi lewat internet, Apakah hal ini membuat
masyarakat pedesaan menjadi cerdas dan sejahtera? Apakah perbuatan
menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan berita bohong,
pemerasan, pengancaman, penghinaan, pencemaran nama baik termasuk
perbuatan mengarah pada peningkatan kecerdasan dan kesejahteraan
rakyat? Dengan akal sehat, kita dapat menjawab bahwa perbuatan itu tidak
mengarah pada peningkatan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
Kelima:
Bagaimana pembatasan akses informasi elektronik yang tidak berkualitas
dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008? Dalam UU ITE No. 11 thn 2008 pada
Pasal 27 dan 28 telah melarang setiap orang untuk menyebarkan informasi
elektronik yang tidak berkualitas, dan memberikan sanksi pidana penjara dan/
atau denda kepada setiap orang yang melanggar.
Pasal 27
1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan.
2 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan

perjudian.
3 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28
1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong
dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik.
2 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 45
1 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Keenam:
Pertanyaan: Apakah pasal 27 dan pasal 28 dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008
bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana diamanatkan
dalam UUD 1945?Justru Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE No. 11 thn 2008
mendorong penegakan HAM. Mari kita simak pasal 28F dalam UUD 1945
yang berbunyi:
“Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”Penulis
ingin mengajukan pertanyaan kepada pembaca untuk direnungkan.
Apakah informasi elektronik yang tidak berkualitas seperti bermuatan
pencemaran
nama
baik,
penghinaan,
pelanggaraan
kesusilaan,
pengancaman merupakan informasi elektronik yang dapat mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosial. Sementara kebebasan untuk mengakses
informasi elektronik yang berkualitas mendorong pengembangan pribadi dan
lingkungan sosial. Jadi Pasal 27 dan Pasal 28 sudah tepat dalam UU ITE No.

11 Tahun 2008 untuk memberantas informasi elektronik yang tidak
berkualitas agar masyarakat dapat lebih mengakses informasi elektronik yang
berkualitas untuk menunjang pengembangan pribadi dan lingkungan
sosialnya.
Ketujuh:
Pertanyaan: Apa argumentasi yang tepat bahwa informasi elektronik yang
tidak berkualitas dapat merusak pengembangan pribadi dan lingkungan
sosial? Argumentasinya cukup sederhana. Indonesia memiliki lingkungan
sosial yang kental dengan kultur ketimuran yaitu masyarakat agamis. Tidak
ada satu pun agama yang membolehkan seseorang untuk melakukan
perbuatan menyebarkan informasi yang bermuatan penghinaan, pencemaran
nama baik seseorang, pengancaman, pemerasan, fitnah, perjudian,
pornografi. Informasi elektronik yang tidak berkualitas merusak moral
generasi.
Kedelapan:
Pertanyaan: Bagaimana mengaitkan UU ITE, HAM, Jenis Informasi Elektronik
dan Tujuan Negara Republik Indonesia? Keterkaitannya berangkat dari tujuan
Negara R.I untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan
memajukan kesejahteraan umum.
1 UUD 1945 telah mengatur Hak Asasi Manusia (HAM) untuk memperoleh
dan menyebarkan informasi yang dapat mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosial. Akses informasi elektronik yang berkualitas
mengarah pada pengembangan pribadi, lingkungan sosial dan
pencapaian tujuan Negara R.I. Akses informasi elektronik yang tidak
berkualitas tidak mengarah pada pengembangan pribadi, lingkungan
sosial dan pencapaian tujuan Negara R.I.
2 UU ITE No. 11 tahun 2008 memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi
kemerdekaan berpendapat dan kebebasan untuk mengakses informasi
elektronik yang berkualitas dan melarang untuk mengakses informasi
elektronik yang tidak berkualitas.
Kesembilan:
Pertanyaan: Sudah banyak diskusi dan pernyataan yang menginginkan untuk
revisi UU ITE No. 11 Tahun 2008 terutama terkait dengan soal HAM tentang
kebebasan mengakses informasi, bagaimana dgn masalah ini? Pada
dasarnya keinginan untuk merevisi UU ITE No. 11 tahun 2008 merupakan
hak setiap orang. Tapi sayangnya, beberapa orang yang menginginkan revisi
terhadap UU ITE No. 11 tahun 2008 bersandar pada pemahaman yang
kurang baik tentang pencapaian tujuan Negara Republik Indonesia. Beberapa
pendapat mengatakan bahwa kebebasan untuk mengakses informasi sudah
dikebiri oleh UU ITE No. 11 tahun 2008 dan melanggar HAM.
UU ITE No. 11 Tahun 2008 justru memberikan kebebasan bagi siapa saja
untuk mengakses informasi elektronik tetapi untuk kategori informasi
elektronik yang berkualitas dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik

Indonesia. Penulis tidak sependapat dengan kebebasan tanpa kontrol karena
kita hidup dalam suatu negara yang memiliki tujuan. Kebebasan tanpa kontrol
menunjukkan suatu pemikiran yang tidak mengarah pada pencapaian tujuan.
Seseorang yang hidup dengan tujuan, dicirikan oleh kemampuan untuk
memilah dan memilih informasi yang sepatutnya diakses dalam rangka
pencapaian tujuan itu. UU ITE No. 11 Tahun 2008 sudah menampakkan
perilaku itu, melindungi informasi elektronik yang berkualitas dan melarang
informasi elektronik yang tidak berkualitas. Demikian pula, HAM dalam UUD
1945 yang berkaitan dengan kebebasan penyebaran dan pengaksesan
informasi memiliki kontrol berupa tujuan untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosial.
11. UU ITE dan kebebasan Pers.
Banyak protes dari kalangan Pers tentang keberadaan UU ITE Nomor 11
tahun 2008 terutama menyangkut pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2. Pasal
tersebut dipandang berpotensi mengancam kemerdekaan Pers, berita pers
dapat disalurkan melalui informasi elektronik (di dunia maya), terkait dengan
kasus korupsi, sengketa, politik yang dapat dinilai sebagai penyebaran
pencemaran nama baik, penghinaan, menimbulkan permusuhan atau
kebencian dalam masyarakat..
Pasal 27 ayat 3
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik.
Pasal 28 ayat 2
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA).
Pada bagian ini UU ITE No. 11 Tahun 2008 terutama Pasal 27 dan Pasal 28.
Kiranya melalui tulisan ini akan lebih memperjelas apa yang dikuatirkan oleh
kalangan Pers dalam penyampaian berita dalam bentuk informasi elektronik.
Dunia maya merupakan wadah komunikasi bagi siapa saja, termasuk bagi
Pers untuk menyebarkan informasi. Pers merupakan kalangan yang
berkepentingan untuk menyebarkan berita lewat internet karena sarana ini
merupakan cara yang cepat untuk menyampaikan informasi kepada
masyarakat dalam jangkauan yang lebih luas dan lebih murah.Persoalannya:
Apakah UU ITE No. 11 tahun 2008 pada Pasal 27 dan Pasal 28 berpotensi
membatasi kebebasan Pers dalam memberitakan suatu peristiwa dalam
bentuk informasi elektronik? Dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE No. 11
Tahun 2008 terdapat pernyataan ‘tanpa hak’.Pers memiliki hak untuk

mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik berupa Berita. Hak dari Pers sudah jelas
dinyatakan dan dilindungi dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999.
Pers berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak
bersalah. Pers berkewajiban pula untuk melayani hak jawab sebagai bentuk
koreksi dan kontrol dari masyarakat. Wartawan harus menaati kode etik
Jurnalistik.
Beberapa Pasal dalam Kode Etik Jurnalistik diantaranya :
1 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi,
serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
2 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
3 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan
suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak
merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau
cacat jasmani.
4 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita
yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada
pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
5 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara
proporsional.
Terkait dengan pendistribusian atau penyebaran informasi elektronik. Sesuai
amanat UU Pers No. 40 tahun 1999, maka Pers memiliki ‘hak’ untuk
mendistribusikan informasi, penulis berpendapat, termasuk informasi
elektronik. Jika timbul tuduhan bahwa berita dalam bentuk informasi
elektronik yang disampaikan oleh Pers mengandung unsur pencemaran
nama baik, penghinaan, menimbulkan permusuhan dan kebencian dalam
masyarakat, maka UU ITE No. 11 Tahun 2008 tidak dapat digunakan untuk
menjerat Pers, karena Pers memiliki hak untuk mendistribusikan informasi
elektronik, sementara Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE no. 11 Tahun 2008
mengacu pada 'tanpa hak'. Pers memiliki mekanisme sendiri untuk
menyelesaikan masalahnya. Dalam UU Pers No. 40 tahun 1999 secara jelas
diterangkan bahwa Pers memiliki kewajiban seperti menerima Hak Jawab dan
Hak Koreksi dari masyarakat. Pers juga memiliki kode etik jurnalistik,
wartawan tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul dan
berkewajiban untuk melakukan koreksi terhadap pemberitaan jika memang
dipandang tidak akurat/keliru. Jadi, UU ITE No. 11 tahun 2008 khususnya
Pasal 27, 28 tidak untuk kalangan Pers
12. Sembilan Peraturan Pemerintah dan Dua Lembaga yang baru untuk
UU ITE.
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang
telah disahkan pada bulan April 2008, pelaksanaannya masih menunggu

penerbitan 9 Peraturan Pemerintah dan pembentukan 2 (dua) lembaga yang
baru yakni Lembaga Sertifikasi Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik.
Peraturan Pemerintah tersebut terdiri dari :
1 Lembaga sertifikasi keandalan
2 Tanda tangan elektronik
3 Penyelenggaraan sertifikasi elektronik
4 Penyelenggaraan sistem elektronik
5 Penyelenggaraan transaksi elektronik
6 Penyelenggara agen elektronik
7 Pengelolaan nama domain
8 Tatacara intersepsi
9 Peran pemerintah
Selama proses pembentukan Peraturan Pemerintah untuk UU ITE,
Pemerintah perlu secara intensif mendengarkan berbagai masukan dari
masyarakat agar Peraturan Pemerintah tersebut dapat diterapkan dengan
efektif dan mendapatkan respon positif dari masyarakat. Demikian pula,
pelaksanaan