CUCI TANGAN SEBELUM MAKAN MENURUNKAN RISIKO KEJADIAN HEPATITIS AKUT KLINIS

CUCI TANGAN SEBELUM MAKAN MENURUNKAN RISIKO KEJADIAN
HEPATITIS AKUT KLINIS
Umar ~irdous'
WASHING HANDS BEFORE MEAL DECREASE RISK OF CLINICAL ACUTE
HEPA TITIS
Abstract. In the area of Hepatitis A outbreak, washing hand before handling food is very
important, because most of the cases do not wash their hand before breakfast, lunch or dinner
and they eat without spoon. This study is to find out relation between washing hand before
handling food with clinical acute hepatitis cases in the area of Hepatitis A outbreak. This
study used a case control design, analysing secondary data of Hepatitis A outbreak
investigationfrom November 2001 to January 2002. Thepopulation is a the community which
living in Calincing housing in Cogreg Village, Parung sub district of Bogor, aged between 15
to 55 years old. Sixty cases and 120 controls have been analysed. Result of this study found
that there is a signijlcant relation @=O.000) between washing hand before handling food with
clinical acute hepatitis case, OR=3.442 (95% CI : 1.638 - 7.235). Education is a confounding
variable to this relation.
Key words: washing hand, clinical Acute Hepatitis

PENDAHULUAN
Di Indonesia, penyakit infeksi masih
menduduki urutan utama dalam 10 besar

penyakit ('I.Diantara sekian banyak penyakit infeksi di negara kita salah satunya
ialah hepatitis. Hepatitis terjadi akibat adanya peradangan sel-sel hati yang dikenal
dengan nama hepatosit oleh karena masuknya mikroorganisme seperti virus, jamur, bakteri parasit (2). Diantara hepatitis
karena infeksi mikroorganisme tersebut,
yang sering dijumpai di hasyarakat adalah
hepatitis virus (3). Menurut jenis virus penyebabnya hepatitis ini dibedakan menjadi hepatitis A, By C, D, E dan G serta TT
(4). Hepatitis ini dapat berlangsung akut dan
dapat pula menjadi kronis. Diantara penyakit hepatitis yang hanya dapat menjadi akut
dan tidak dapat menjadi kronis adalah penyakit hepatitis A dan hepatitis E (').
'Puslitbang Pemberantasan Penyakit, Badan Litbangkes.

Perkiraan jumlah penderita penyakit
hepatitis A di berbagai penjiru dunia tiap
tahunnya adalah sebagai berikut : Amerika
Utara 28.000 kasus per tahun, Amerika
Tengah dan Selatan 162.000 kasus pertahun, Eropa 278.000 per tahun, Afrika dan
Timur Tengah 251.000 per tahun, Asia
676.000 per tahun Oceania 4000 per tahun.
Sehingga total di dunia ini terdapat
1.399.000 kasus tiap tahun ( 6 ) .

Indonesia diperkirakan mempunyai
angka prevalensi hepatitis A yang tinggi.
Keadaan seroprevalensi di beberapa tempat
di Indonesia sangat bervariasi seperti misalnya di Papua mencapai 100% pada populasi umur 5 tahun, sedangkan di Bandung, Jawa Barat, mencapai hampir 60%,
Jakarta 40%, Makasar, Sulawesi Selatan,
30% '4'.

Bul. Penel. Kesehatan, Vol. 33, No. 3, 2005: 121-13 1

Sedangkan berdasarkan data dari Rumah Sakit di Indonesia hepatitis A merupakan bahagian terbesar dari seluruh kasus
hepatitis akut yang dirawat di Rumah Sakit
di Indonesia yaitu berkisar 39,6%-68,3%,
disusul hepatitis non A non B sekitar
15,5%-46,4% dan terakhir hepatitis B
sekitar 6,4%-25 % (7).
Penyakit hepatitis A sering menimbulkan epidemi, outbreak ataupun kejadian
luar biasa (KLB) di dunia. Di Eropa dari
tahun 1820 sampai dengan 1892 terjadi
lebih dari 50 epidemi; sebagian besar epidemi hepatitis A. Kejadian luar biasa
hepatitis A juga terjadi di Sanghai, Cina

pada tahun 1988 yang menyerang lebih
dari 300.000 penduduk.
Di Bondowoso, Lamongan dan Jombang, Jawa Timur pada tahun 1998 telah
terjadi KLB hepatitis A dengan attack rate
3,2%. Pada KLB yang telah terjadi pada
umumnya penularan virus terjadi mklalui
makanantminuman yang telah terkontaminasi (8).

masih kurang baiknya perilaku kebersihan
penduduk setempat seperti cuci tangan
sebelum makan, sanitasi yang kurang
memadai seperti banyak semak yang tidak
terurus, selokan mampet, banyak mas jalan
yang becek dan keadaan WC yang kurang
memadai. Faktor-faktor itu diduga sebagai
faktor yang berhubungan dengan KLB tersebut.
Praktek cuci tangan sebelum makan
di daerah ini menjadi sangat penting dan
sangat perlu diperhatikan mengingat kebanyakan penduduk setempat mempunyai
kebiasaan makan dengan menggunakan

tangan sebagaimana penduduk di desadesa di daerah tersebut umumnya. Dan kebanyakan dari mereka tidak melakukan
cuci tangan terlebih dahulu sebelum makan. Sehingga keadaan ini menyebabkan
kesempatan untuk terinfeksi virus hepatitis
A sangat besar, mengingat cara enyebaran
penyakit ini bersifat oro-fecal ( 4 7.
BAHAN DAN METODA

Peningkatan jumlah kasus hepatitis
akut klinis yang diduga hepatitis virus A
terjadi di Cogreg kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Peningkatan jumlah kasus ini
terjadi pada tahun 2001 yaitu pada bulan
Agustus 200 1 sampai dengan Januari 2002
(8 kali lipat). Jumlah kasus 61 hepatitis
akut klinis; 12 kasus di antaranya dapat
menunjukkan keterangan yang diperoleh
dari Rumah Sakit tempat kasus dirawatl
laboratorium bahwa yang bersangkutan didiagnosis hepatitis A (9'.

Desain penelitian studi ini bersifat
analitik dengan pendekatan rancangan

kasus kontrol. Data merupakan data sekunder yang telah diambil pada akhir
bulan Nopember 2001 sampai dengan
awal Januari 2002, yaitu pada waktu
dilakukan investigasi KLB hepatitis A di
wilayah RIV 08 desa Cogreg keca-matan
Parung kabupaten Bogor, Jawa Barat
oleh tim dari FETP FKM UI ang-katan
2000 di mana penulis termasuk anggota
tim tersebut.

Sehubungan dengan itu kemudian dilakukan investigasi KLB oleh pihak Dinas
Kesehatan Dati I1 kabupaten Bogor dan
Tim KLB dari mahasiswa FETP FKM UI.
Hasil investigasi menyebutkan telah terjadi KLB hepatitis A dan telah dapat diidentifikasi faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan KLB tadi antara lain

Populasi dalam penelitian adalah
semua penduduk yang menempati perumahan Calincing, RW 08, Cogreg Kecamatan Parung Kabupaten Bogor yang
berumur 15-55 tahun bertempat tinggal
di perumahan Calincing, wilayah RW 08
desa Cogreg Kecamatan Parung Kabupaten Bogor Jawa Barat pada bulan


Cuci Tangan Sebelu Makan.. . .. .......(Firdous)

Agustus tahun 2001 sampai dengan
Januari tahun 2002. Kasus adalah orang
yang memiliki gejala sebagaimana kriteria hepatitis akut klinis yaitu panasl
demam, mual, rasa penuh di perut, sclera
mata kuning, kencing seperti teh. Usia
15-55 tahun pada saat investigasi berada
di daerah KLB.
Kontrol adalah orang yang tidak
memiliki gejala panasldemam, rasa penuh di perut, muall muntah, sclera mata
kuning, kencing seperti teh, bertempat
tinggal dekat dengan kasus (tetangga),
pada saat investigasi KLB berada di
lokasi KLB tersebut.

Bila indeks multivariat > 10% maka multivar tersebut merupakan konfonding ( I 2 ) .
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui besar pengaruh beberapa faktor secara simultan terhadap variabe1 dependen dalam model matematis.
Variabel yang diikutkan dalam analisis

multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p < 0,25 dalam analisis bivariat. Langkah-langkah analisis adalah
sebagai berikut: memasukkan variabel
terpilih (p < 0,25) ke dalam model, penilaian interaksi (menghitung Likelyhood Ratio), dan penilaian konfonding
(12)

Kriteria inklusi, responden berusia
15-55 tahun. Responden adalah orang
yang tinggal di daerah tersebut pada
bulan Agustus 200 1-2002.
Kasus diambil dari populasi yang
memenuhi krieria kasus dan krjteria
inklusi. Sedangkan populasi yang memenuhi kriteria kontrol dan kiteria inklusi dijadikan sebagai kontrol.
Untuk menguji hipotesis Software Computer dengan program SPSS.
Analisis statistik yang digunakan adalah
analisis bivariat stratifikasi dan multivariat. Analisis bivariat bertujuan untuk
melihat hubungan antara masing-masing
variabel independen terhadap variabel
dependen dengan cara menghitung odd
ratio(0R) ("I. Sedangkan stratifikasi dilakukan untuk mendeteksi apakah terdapat interaksi dan atau konfonding apa
tidak. Interaksi dideteksi dengan cara uji

homogenitas. Apabila nilai hasil uji homogenitas > 3,85 berarti p < 0,05, maka
terdapat interaksi. Sedangkan multivariat dihitung berdasarkan index konfonding dengan rumus
Indeks multivariat

OR adjusted- OR Crude
...................... x 100%
OR Crude

=

HASIL

Hubungan Praktek Cuci Tangan
Dengan Hepatitis Akut Klinis
Dalam penelitian ini cuci tangan
merupakan variabel independen utama.
Penilaian terhadap praktek cuci tangan
didasarkan atas 2 kategori yaitu kategori: baik dan buruk. Kategori baik bila
melakukan cuci tangan sebelum makan,
kategori buruk jika kadang-kadang melakukan cuci tangan atau tidak melakukan cuci tangan sebelum makan. Pada

analisis bivariat responden yang mempunyai kebiasaan praktek cuci tangan
buruk pada daerah KLB tersebut mempunyai peluang untuk sakit hepatitis akut klinis sebesar 3,850 kali dibanding
reponden mempunyai kebiasaan cuci tangan dengan baik sebelum makan (OR
=3,850), (95% CI : 2.003-7,401). Informasi selengkapnya dapat dilihat pada
Tabel 1.
Hasil analisis bivariat hubungan
umur dengan kejadian hepatitis akut
klinis menunjukkan responden di daerah
tersebut yang berusia 13-30 tahun mempunyai peluang sakit hepatitis akut klinis

Bul. Penel. Kcsehatarl. Vol .i3 , N o .

;.

2005: 12 I - 17 I

sebesar 1,222 kali untuk terserang hepatitis akut klinis dibandingkan kelompok
umur lain (OR=1,222), (95% CI : 0,6572,273). Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel I .


biasaall BAB di WC, WC milik sendiri
dan W ' responden bersih. Jika keadaan
WC' tidak sebagaimana kriteria tersebut,
maka keadaan WC tcrmasuk kritcria
beresiko.

Berdasarkan hasil' analisis bivariat
hubungan jenis kelamin dengan kejadian
hepatitis akut klinis diketahui bahwa
responden yang berjenis kelamin lakilaki mempunyai peluang sakit hepatitis
akut kliilis sebesar 1,680 kali dibanding
responden yang berjenis kelamin perempuan (OR
1,680), (95% CI: 0,913,29 1). Hasil selengkapnya bisa dilihat
di Tabel 1.

Responden yang keadaan WC nya
berisiko, mempunyai peluang sakit hepatitis akut klinis sebesar 10,06 kali bila
dibanding responden yang keadaan WC
nya tidak beresiko (OR = 10,6), (95'1/0 CI
; 4,666-21,687 ). Infor~nasi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel I .


-

Sedangkan hasil analisis bivariat
hubungan pendidikan dengan kejadian
hepatitis akut klinis mcnunjukkan bahwa responden yang berpendidikan rendah mempunyai peluang untuk mengalami sakit hepatitis akut klinis sebesar
2,307 kali dibandingkan responden
yang pendidikannya lebih tinggi (OR =
2,307), (95% CI:.209-4,403). Hasil selengkapnya dapat dibaca pada Tabel 1.
Dari hasil analisis bivariat hubungan pekerjaan dengan kejadian hepatitis akut klinis dapat diketahui bahwa
responden yang bekerja mempunyai
peluang untuk mengalami sakit hepatitis
klinis akut sebesar 3,012 kali dibandingkan orang yang tidak bekerja (OR=
3,012), (95% CI : 1,303-6,962). Hasil
selengkapnya dapat dilihat Tabel 1.
Untuk hubungan keadaan WC
dengan kejadian hepatitis akut klinis
memperlihatkan penilaian keadaan WC
responden meliputi tiga aspek yaitu
tempat tempat di mana responden buang
air besar (BAB), kepemilikan WC dan
kebersihan WC.
Kriteria keadaan WC termasuk tidak beresiko, jika ketiga aspek tersebut
baik artinya responden mempunyai ke-

Dari hasil analisis bivariat huburigan tempat biasa makan di luar
dengan kejadian hepatitis akut klinis
seperti Slang ditunjukkan dalam Tabel 1
diketahui bahwa responden mempu-uyai
kebiasaan makan di luar yang berisiko
(jajan kaki lima, warung) mem-punyai
peluang sakit hepatitis akut klinis
sebesar 5,782 kali (OR=5,782) dibandingkan dengan responden yang mempunyai kebiasaan makan di luar yang
tidak beresiko (Kantin, restoran) (95%
CI ; 2,147-1 5,569). Hasil selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil analisis stratifikasi menunjukkan bahwa bahwa variabel pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, tempat
biasa makan di luar dan keadaan WC
n ~ e n ~ p u n y ainteraksi
i
dengan variabel
i~talna cuci tangan sebeluin makan
dengan kata lain seinua variabel covariat
merupakan mod$jier cfyect, dan selliua
variabel covariat bukan merupakan konfonder bagi variabel utama .
Analisis multivariat ditujukan untuk mengestimasi hubungan praktek cuci
tangan dengan mengontrol variabel covariat dan variabel interaksi secara bcrsanlaan
Ilari analisis bivariat yang telah dilakukan dapat diketahui ada beberapa
variabel yang dapat menjadi kandidat

Cuci Tangan Sebelu Makan.. ..... . . ...(Firdous)

dalam analisa multivariat. Menurut
Lemeshow, pemilihan kandidat untuk
masuk ke model multivariat berdasarkan uji logistik regresi bivariat dengan
nilai P < 0,25 ( I 3 ) . Ketentuan nilai P kurang dari 0,25 ini dimaksudkan agar
memberi peluang kepada variabel independen dan yang mungkin secara bersama-sama dapat memunculkan hubungan yang bermakna dengan variabel dependen.
Variabel yang menjadi kandidat
multivariat adalah cuci tangan sebagai
variabel utama dan keadaan WC, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan dan
kebiasaan makan di luar sebagai variable
covariat.
Selanjutnya variabel yang dipertimbangkan untuk dipilih dan masuk kedalam analisa lebih lanjut adalah cuci
tangan, pendidikan, pekerjaan, jenis
kelamin, keadaan WC dan tempat biasa
makan di luar. Hasil analisa regresi
logistik model penuh variabel variable
tersebut yaitu: cuci tangan, keadaan
WC, pekerjaan dan tempat biasa makan
di luar.

Uji interaksi dilakukan antara variabel utama praktek cuci tangan sebelum makan dengan variabel covariat,
dimulai dari variabel covariat yang
mempunyai nilai p terbesar, bila menunjukkan hubungan bermakna maka variabe1 interaksi tetap ikut dalam analisis.
Hasil uji interaksi antara variabel
utama dengan variabel covariat (praktek
cuci tangan sebelum makan * jenis kelamin, praktek cuci tangan sebelum makan * tempat makan di luar, praktek cuci tangan sebelum makan * pendidikan,
praktek cuci tangan sebelum makan *
pekerjaan, praktek cuci tangan sebelum
makan * keadaan WC, menunjukkan
semua nilai G < 3.84 dan ini berarti nilai
p>0,05. Hal ini berarti bahwa tidak satu
pun variabel covariat yang berinteraksi
dengan variabel utama praktek cuci
tangan sebelum makan dalam hubungannya dengan kejadian sakit hepatitis akut
klinis

Setelah mengetahui hasil uji interaksi langkah berikutnya adalah melakukan uji konfounding antara variabel covariat dengan variabel utama dalam
hubungannya dengan sakit hepatitis akut
Ada 2 variabel yang tidak signiklinis dimulai dari variabel covariat
fikan (P

Dokumen yang terkait

KEJADIAN CHIKUNGUNYA DI KELURAHAN KARANGSARI DAN PANJER, KECAMATAN KEBUMEN, KABUPATEN KEBUMEN

0 0 6

INDEKS MASSA TUBUH IBU PRA HAMIL SEBAGAI FAKTOR RISIKO PERTAMBAHAN BERAT BADAN IBU HAMIL DI KELURAHAN KEBON KELAPA DAN CIWARINGIN, KECAMATAN BOGOR TENGAH, KOTA BOGOR

0 0 11

POLA KEJADIAN DAN DETERMINAN BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI INDONESIA TAHUN 2013 (Pattern of Occurrence and Determinants of Baby with Low Birth Weight in Indonesia 2013)

0 1 10

PENGARUH KEJADIAN MALARIA TERHADAP HILANGNYA HARI PRODUKTIF MASYARAKAT DI INDONESIA (Malaria Influences Productive Day Loss to Indonesian People)

0 0 9

HUBUNGAN RIWAYAT ANTE NATAL CARE (ANC) DAN TINGKAT KONSUMSI FE (ZAT BESI) DENGAN KEJADIAN KEK IBU HAMIL DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DAN DI DAERAH ISTIMEWA JOGJAKARTA (ANALISIS LANJUT DATA RISET KESEHATAN DASAR 2013) The Relationship of antenatal Care

0 0 8

PENGARUH KESEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE BERDASARKAN MODEL GENERALIZED POISSON REGRESSION DI JAWA BARAT (ANALISIS LANJUT RISKESDAS TAHUN 2013) (Housing Environment Health Effects on the Incidence Rate of Dengue Haemo

0 0 9

FENOMENA SIDANG UMUR TERHADAP KEJADIAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR) DI DESA SIDENGOK, KECAMATAN PEJAWARAN, KABUPATEN BANJARNEGARA Age Session in Court Phenomena Associated with Low Birth Weight Infants in Sidengok Village, Pejawaran Sub District, Banja

0 0 8

ETIOLOGI MIKRIBIOLOGIS PENYAKIT DIARE AKUT

0 0 9

BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBANGUNAN SARANA PENYEDIAAN AIR BERSIH, KHUSUSNYA SUMUR POMPA TANGAN DANGKAL

0 0 6

FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEMATIAN BAYI DI DAERAH PEDESAAN NANGGUNG DAN RUMPLN, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

0 0 16