Mar Atun Muflikhati BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Motivasi

a. Pengertian motivasi

  Menurut Mc. Donal dalam Sardiman (2007:73) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Selanjutnya motivasi menurut Uno (2007:3) adalah dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya. Sedangkan menurut Sardiman (2007:75) motivasi adalah serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseoang mau dan ingin melakukan sesuatu.

  Sehubungan dengan pengertian-pengertian di atas hakikat motivasi menurut Suprijono (2009:163) adalah dorongan internal dan eksternal pada peserta didik yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan perilaku. Motivasi belajar adalah proses yang memberi semangat belajar, arah, dan kegigihan perilaku. Artinya, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.

  Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan dari dalam maupun luar diri seseorang untuk melakukan suatu perubahan dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Biasanya motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang akan bertahan lebih lama dari pada motivasi yang berasal dari luar diri seseorang karena merupakan kehendak sendiri tanpa adanya paksaan.

b. Ciri-ciri Motivasi

  Menurut Sardiman (2007:83), motiivasi yang ada pada diri setiap manusia itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai) 2) Ulet menghadapi kesulitan (tak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang dicapainnya). 3) Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah, untuk orang dewasa (misalnya untuk masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan, pembrantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindakan criminal, amoral dan sebagainnya).

  4) Lebih senang bekerja mandiri. 5) Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).

  6) Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).

  7) Tidak mudah melepas hal yang diyakini itu 8) Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

c. Jenis Motivasi

  Menurut Sardiman (2007:89) salah satu jenis motivasi yang dimiliki siswa adalah motivasi interinsik dan motivasi eksterinsik.

  1) Motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Misalnya seseorang yang senang membaca buku tanpa ada yang menyuruh atau mendorong karena menyukai kegiatan membaca dan menyukai apa yang dibacanya. Siswa yang memiliki motivasi intrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang ahli dalam bidang studi tertentu. Motivasi ini muncul dari kesadaran diri sendiri dengan tujuan secara esensial bukan sekedar simbol dan seremonial. 2) Motivasi eksterinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfunsinya karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya seseorang yang belajara karena ingin mendapat hadiah atau pujian. Jadi seseorang itu belajar karena adanya sesuatu yang diinginkan bukan dari dalam dirinya.

d. Bentuk-bentuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan sekolah

  Menurut Sardiman (2007: 92) ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan sekolah antara lain yaitu: 1) Memberi angka Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya.

  Banyak siswa belajar, yang utama justru untuk mencapai angka atau nilai yang baik. Sehingga siswa biasanya yang dikejar adalah nilai ulangan atau nilai-nilai pada raport angkanya baik-baik. Angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi yang sangat kuat.

  Tetapi ada juga, bahkan banyak siswa bekerja atau belajar hanya ingin mengejar nilai untuk naik kelas saja. Ini menunjukan motivasi yang dimilikinya kurang berbobot bila dibandingkan dengan siswa- siswa yang menginginkan angka yang baik.

  2) Hadiah Hadiah juga dapat dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidak selalu demikian. Karena hadiah bukan merupakan suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut. Sebagai contoh hadiah yang diberikan untuk gambar yang terbaik mungkin tidak menarik bagi seseorang yang tidak memiliki bakat menggambar.

  3) Saingan/kompetisi Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Memang unsur persaingan ini banyak dimanfaatkan di dalam dunia industri atau perdagangan, tetapi juga sangat baik digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar siswa.

  4) Ego-involvement Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri, adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya.

  5) Memberi ulangan Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui kalau akan ada ulangan. Oleh karena itu, memberi ulangan ini juga merupakan sarana motivasi. Tetapi yang harus diingat oleh guru, adalah jangan terlalu sering (misalnya setiap hari) karena akan membosankan dan bersifat rutinis dalam hal ini guru harus juga terbuka, maksudnya kalau akan ulangan harus diberitahukan kepada siswanya.

  6) Mengetahui hasil Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan menorong siswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri siswa untuk terus belajar, dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.

  7) Pujian Apabila ada siswa yang sukses berhasil menyelesaikan tugas dengan baik perlu diberika pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri. 8) Hukuman

  Hukuman sebagai reinforcement yang negative tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. Oleh karena itu guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman.

  9) Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.

  10) Minat Motivasi sangat erat hubungannya dengan minat, motivasi muncul karena adanya kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan alat motivasi yang pokok. 11) Tujuan yang diakui

  Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupkan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.

2. Prestasi belajar

a. Hakekat belajar

  Belajar menurut Hamalik (2001:28) adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Slameto (2010:2) belajar diartikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Selanjutnya menurut Winkel (1996:53) belajar dirumuskan sabagai suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan nilai- sikap.

  Beberapa pakar pendidikan mendefinisikan belajar sebagai berikut (Suprijino, 2009:2)

  1) Gagne Belajar adalah disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas. Perubahan disposisi tersebut bukan diperoleh langsung dari proses pertumbuhan seseorang secara alamiah. 2) Traves Belajar adalah proses menghasilkan penyesuain tingkah laku.

  3) Cronbach Belajar adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.

  4) Harold Spears Belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertetu.

  5) Geoch Belajar adalah perubahan perdormance sebagai hasil latihan.

  6) Morgan Belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan belajar merupakan suatu proses yang dialami seseorang yang menimbulkan perubahan dalam diri seseorang itu yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungan dan berlangsung secara konstan yang bersifat permanen. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan ke arah yang positif, jika seseorang mengatakan ia mencoba meminum-minuman keras dalam rangka belajar hal itu bukan termasuk dengan belajar karena tindakan itu bersifat negatif.

  Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar menurut Slameto (2010:3) antara lain:

  1) Perubahan terjadi secara sadar Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah. Jadi perubahan tingkah laku yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar, karena orang yang bersangkutan tidak menyadari akan perubahan itu.

  2) Perubahan dalam belajar bersifat positif kontinu dan fungsional Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Misalnya jika seorang anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak dapat menulis menjadi dapat menulis.

  Perubahan ini berlangsung terus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna. Ia dapat menuis indah, dapat menulis dengan pulpen, dapat menulis dengan kapur dan sebagainya. Di samping itu dengan kecakapan menulis yang telah dimilikinya ia dapat memperoleh kecakapan-kecakapan lainnya misalnya dapat menulis surat, menyalin catatan-catatan, mengerjakan soal-soal dan sebagainya.

  3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Dalam perbuatan belajar, perubahan senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.

  Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya perubahan tingkah laku karena usaha orang yang bersangkutan. Misalnya perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendirinya karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar. 4) Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

  Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis, dan sebagainya, tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar, tidak akan hialang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang kalau terus dipergunakan atau dilatih

  5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik, sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dengan belajar mengetik, atau tingkat kecakapan mana yang akan dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah kepada tingkah laku yang telah ditetapkannya.

  6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.

b. Pengertian Prestasi

  Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004:138) prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar sebaik-baiknya. Faktor internal terdiri dari faktor jasmaniah yang bersifat bawaan, faktor psikologis baik, faktor kematangan fisik maupun psikis, dan faktor lingkungan spiritual atau keamanan. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari faktor sosial seperti lingkungan keluarga, faktor budaya seperti adat istiadat dan faktor lingkungan fisik seperti lingkungan belajar.

  Selanjutnya menurut Winkel (1996:482) prestasi belajar yang diberikan oleh siswa, berdasarkan kemampuan internal yang diperolehnya sesuai dengan tujuan instruksional, menampakan hasil belajar. Dari tepat atau tidak tepatnya prestasi belajar maka akan nampak, apakah hasil belajar akan tercapai atau belum tercapai. Maka dalam rangka evaluasi produk, siswa selalu dituntut untuk memberikan prestasi-prestasi tertentu yang akan menampakan hasil belajar secara nyata dan relevan bagi tujuan instraksional.

  Sedangkan menurut Arifin (2009:12) prestasi belajar merupakan suatu masalah yang bersifat perenial dalam sejarah kehidupan manusia, karena sepanjang rentang kehidupannya manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestasi belajar (achievement) semakin terasa penting untuk dibahas, karena mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain sabagai: indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik, lambang pemuasan hasrat ingin tahu, bahan informasi dalam inovasi pendidikan, indikator intern dan ekstern dari suatu institusi pendidikan dan indikator daya serap (kecerdasan peserta didik).

  Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang dicapai sesorang setelah melalui proses belajar dalam kurun waktu tertentu. Prestasi belajar menjadi ukuran akan keberhasilan dari proses belajar yang dilakukan oleh pembelajar.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

  Menurut Ahmadi dan Supriono (2004:130) prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor internal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.

  1) Faktor internal

  a) Faktor jasmaniah (fisiologis) baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, struktur tubuh, dan sebagainya. b) Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh yang terdiri atas:  Faktor intelektif  Faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat.  Faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang telah dimiliki.

   Faktor non intelektif, yaitu unsure-unsur kepribadian tertentu seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, penyesuaian diri.

  c) Faktor kematangan fisik maupun psikis. 2) Faktor internal

  a) Faktor sosial yang terdiri atas: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, lingkungan kelompok.

  b) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian.

  c) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim.

  d) Faktor lingkungan spiritual atau keamanan.

3. IPA SD

a. Pengertian ilmu pengetahuan alam

  Ilmu pengetahuan alam menurut Wahyana dalam Trianto (2010:136) adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

  Perkembangan tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

  Sedangkan menurut Aly dan Rahma (1998:18) IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu melakukan observasi ekperimenasi, penyimpulan, penyusunan teori, ekperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait- mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Selanjutnya menurut H.W Flower dalam Trianto (2010:136) IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasakan terutama atas pengamatan dan deduksi.

  Menurut Sulistyorini (2007:9) pada hakikatnya IPA dipandang dari segi produk, proses dan dari segi pengembangan sikap. Artinya, belajar

  IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk), dan dimensi pengembangan sikap ilmiah yang semuanya itu saling terkait satu sama lain.

  1) IPA sebagai Produk Merupakan akumulasi hasil upaya para perintis IPA terdahulu dan umumnya telah tersusun secara lengkap dan sistematis dalam bentuk buku teks 2) IPA sebagai Proses

  Yang dimaksud dengan proses disini adalah proses mendapatkan

  IPA. IPA disusun dan diperoleh melalui metode ilmiah, jadi yang dimaksud prsoses IPA tidak lain adalah metode ilmiah.

  3) IPA sebagai pemupukan sikap Sikap yang dimaksud adalah sikap ilmiah yang meliputi ingin tahu, ingin mendapatkan ssesuatu yang baru, kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas, kedisiplinan diri. Sikap ilmiah ini dikembangkan ketika siswa melakukan diskusi, percobaan, simulasi, atau kegiatan dilapangan.

  Dapat disimpulkan bahwa IPA adalah pengetahuan yang disusun secara teoritis dan sistematis yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan yang didasarkan hasil pengamatan dan deduksi melalui cara- cara ilmiah. Cara-cara ilmah yang dilakukan mulai dari tahap identifikasi masalah sampai dengan penarikan kesimpulan. Sikap ilmiah juga sangat berpengaruh dalam penyusunan pengetauan IPA ini. Sikap ilmiah yang harus dimiliki antara lain jujur, rasa ingin tahu, terbuka, dan lain sebagainya. b. Fungsi IPA Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi Depdiknas dalam Trianto (2010:18) adalah sebagai berikut:

  1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 2) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.

  3) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan tenologi.

  4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi.

  c. Materi penyesuaian diri makhluk hidup terhadap lingkungannya Standar Kompetesnsi: Mengidentifikasikan makhluk hidup menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

  Kompetensi Dasar : 3. 1 Mengidentifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup.

  3. 2 Mengidentifikasi penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup. Menurut Yatim (1987:41) Penyesuaian diri dengan lingkungan disebut dengan adaptasi. Lingkungan memiliki sifat yang selalu berubah.

  Ada yang berubah secara berkala (perubahan siang-malam, pasang surut, dan sebagainya), ada yang tidak berkala (gempa, letusan gunung, sesar/terban, topan, sedimentasi). Karena itu adaptasi bersifat dinamik, sesuai dengan dinamika lingkungan.

  Menurut Irwan (2003:58) adaptasi dapat dikatakan merupakan kemampuan individu untuk mengatasi keadaan lingkungan dan menggunakan sumber-sumber alam lebih banyak untuk mempertahankan hidupnya dalam relung yang diduduki. Ini berarti setiap organisme mempunyai sifat adaptasi untuk hidup pada berbagai macam keadaan lingkungan. Jadi adaptasi adalah kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.

  Menurut Soemarwoto (2001:45) makhluk hidup dalam batas tertentu mempunyai kelenturan. Kelenturan ini memungkinkan makhluk hidup untuk meyesuaikan diri dengan lingkungannya. Penyesuaian diri itu secara umum disebut adaptasi. Kemampuan adaptasi mempunyai nilai untuk kelangsungan hidup. Makin besar kemampuan adaptasi, makin besar kementakan kelangsungan hidup suatu jenis. Dengan kemampuan adaptasi yang besar, suatu jenis dapat menempati habitat yang beraneka.

  Menurut Yatim (1987:41) adapatasi ada yang bersifat morfologis dan bersifat fisiologis.

  1) Adaptasi morfologis ialah penyesuaian bentuk tubuh seperti bentuk jari untuk memegang, mencengkeram, mencakar atau memanjat; selaput kulit antara jari untuk berenang; pertumbuhan bulu tebal di daerah dingin dan jarang di daerah tropis; mata sipit dan terlindung banyak bulu pada daerah yang banyak angin dan dingin. 2) Adaptasi fisiologis adalah adaptasi fungsi-fungsi alat tubuh seperti paru hewan darat yang banyak manyelam (paus, duyung, lumba- lumba) berkemampuan menyimpan udara banyak-banyak dan darahnya juga mampu menyimpan oksigen berlipat ganda dari pada darah hewan darat lainnya.

4. Pembelajaran Kooperatif tipe NHT

a. Pengertian pembelajaran kooperatif (cooperative learning)

  Menurut Slavin (2008:4-8) pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok- kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari mata pelajaran. Dalam kelas kooperatif para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan beragumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Kelompok dalam pembelajaran kooperatif beranggotakan empat sampai 6 orang dengan anggota kelompok yang hiterogen.

  Sedangkan menurut Solihatin dan Raharjo (2007:4) pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota sekompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota kelompok.

  Selanjutnya menurut Isjoni (2010:11) pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konsruktivis. Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

  Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu bentuk pembelajaran dimana siswa dikelompokan dalam kelompok-kelompok kecil dimana anggotanya hiterogen untuk menyelesaikan suatu masalah bersama. Masalah yang diperoleh merupakan tanggung jawab bersama maka dari itu harus dipecahkan secara bersama-sama. Dengan kehiterogenan anggota kelompok diharapkan anggota yang sudah dapat memahami akan menjelaskan kepada anggota yang belum paham dan saling membatun satu sama lain.

  Terdapat enam pendekatan atau tipe yang seharusnya merupakan bagian dari kumpulan bagi guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif menurut Trianto (2009:67-83) yaitu:

  1) STAD Merupakan salah satu pembelajaran kooperatif yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan sejumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara hiterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

  2) Jigsaw Dalam teknik ini, siswa dibagi dalam beberapa kelompok (5-6 orang) lalu diberi materi yang sudah dibagi dalam sub bab. Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya, anggota dari kelompok lain yang sudah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikannya, selah berdiskusi kembali kekelompok semula dan mengajar teman-temannya. 3) Investigasi kelompok

  Merupakan pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit diterpakan. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. 4) Think Pair Share

  Think Pair Shere atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

  5) Numbered Head Together Numbered head together atau penomoran berpikir bersama merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memepengaruhi pola pikir siswa dan sebagai alternative terhadap struktur kelas tradisional.

  6) Teams Game Tournament (TGT) Model pembelajaran kooperatif tipe teams game tournament atau pertandingan permainan tim, pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.

b. Unsur-unsur pembelajaran kooperatif

  Menurut Laungdren dalam Isjoni (2010:13) unsur-unsur yang terdapat dalam pembelajaran kooperatif antara lain: 1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.

  2) Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. 3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka mempunyai tujuan yang sama.

  4) Para siswa membagi tugas dan tanggung jawab di antara anggota kelompok.

  5) Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang ikut berpengaruh dalam kelompok.

  6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.

  7) Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang akan ditangani dalam kelompok kooperatif.

c. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

  Menurut Trianto (2010:66) terdapat enam langkah utama atau tahapan didalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah tersebut ditunjukan pada tabel dibawah ini 2.1:

Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

  Fase Tingkah laku Guru Fase -1 Guru menyampaiakan semua tujuan Menyampaikan tujuan dan pembelajaran yang ingin dicapai pada memotivasi siswa pelajaran tersebut dan memotivasi siswabelajar Fase-2 Guru menyajikan informasi kepada

  Menyajikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Fase-3 Guru menjelakan kepada siswa

Mengorganisasikan siswa ke dalam bagaimana caranya membentuk

kelompok kooperatif kelompok belajar dan membatu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Fase-4 Guru membimbing kelompok-

  

Membimbing kelompok bekerja dan kelompok belajar pada saat mereka

belajar mengerjakan tugas mereka Fase-5 Guru mengevaluasi hasil belajar Evaluasi tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk Memberikan penghargaan menghargai baik upaya maupun hasil belajar invidu dan kelompok

d. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

  NHT atau penomoran berpikir bersama menurut Trianto (2010:82) adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternative terhadap struktur kelas tradisional. NHT pertama kali dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Kemudian menurut Lie (2010 : 59) NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Tekni ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

  Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sintaks NHT menurut Trianto (2010:82) sebagai berikut:

  1) Fase 1: Penomoran Dalam fase ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 samapai 5

  2) Fase 2: Mengajukan pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. Misalnya, “ berapakah jumlah gigi orang dewasa?” atau berbentuk arahan, misalnya “Pastikan setiap orang mengetahui 5 buah ibu kota provinsi yang terletak di pulau Sumatera.”

  3) Fase 3: Berpikir bersama Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan menyakinkan tiap anggota dalam timnya menhgetahui jawaban tim. 4) Fase 4: Menjawab

  Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannnya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi enam langkah oleh Ibrahim dalam Herdian (2009) sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Enam langkah tersebut adalah sebagai berikut :

  1) Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. 2) Pembentukan kelompok

  Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. 3) Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan

  Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru. 4) Diskusi masalah

  Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. 5) Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

  Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

  6) Memberi kesimpulan Guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

  Pedoman penilaian hasil belajar aspek kognitif dan penghargaan kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT masih mengacu pada pedoman penilaian dalam STAD, sebab sampai saat ini belum ada pedoman penilaian yang secara khusus untuk NHT. Penghargaan atas keberhaasilan kelompok dapat dilakukan dengan melakukan tahap-tahap sebagai berikut :

  1) Menghitung skor individu Untuk memberikan skor perkebangan individu dihitung seperti pada

tabel 2.2 (Slavin, 2010:159):

  Tebel 2.2. Perhitungan skor perkembangan Nilai Tes Skor perkembangan

  Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 poin 10 - 1 poin di bawah skor awal 10 poin Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 poin Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 poin Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor 30 poin awal)

  2) Menghitung skor kelompok Skor kelompok ini dihitung dengan membuat rata-rata skor perkembangan anggota kelompok, yaitu dengan menjumlah semua skor perkembangan yang diperoleh anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Sesuai dengan skor perkembangan kelompok, diperoleh katagori perkembangan skor seperti tercantum pada tabel 2.3 (Trianto, 2010:72) berikut ini:

Tabel 2.3 Tingakat Penghargaan Kelompok

  Rata-rata Tim predikat

  • 0 ≤ x ≤ 5 5 ≤ x ≤ 15 Tim baik 15 ≤ x ≤ 25 Tim hebat 25 ≤ x ≤ 30 Tim super

  3) Pemberian hadiah dan pengakuan skor kelompok Setelah masing-masing kelompok memperoleh predikat, guru memberi hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan predikatnya.

B. Penelitian yang relevan

  Berbagai judul dan hasil penelitian tindakan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT:

  1. Menurut Isna Arfianti (2011) dengan skripsinya yang berjudul peningkatan minat dan prestasi belajar IPA materi gaya melalui model pembelajaran koopeatif tipe NHT di kelas IV SD Negeri 2 Bojong sari Banyumas terbukti dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri 2 Bojongsari. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada siklus I diperoleh rata-rata minat belajar siswa sebesar 2,46 dengan kriteria minat belajar cukup dan rata-rata prestasi belajar siswa sebesar 65,93 dengan ketuntasan belajar 76,74%. Pada siklus II diperoleh rata-rata minat belajar sebesar 74,88 dengan ketuntasan belajar 88,63%.

  2. Menurut Budiarti (2011) dengan skripsinya yang berjudul peningkatan motivasi dan prestasi belajar IPA materi gaya dan gerak melalui cooperative learning tipe NHT bagi siswa kelas VI SD Negeri 1 Serayularangan, terbukti dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPA siswa kelas VI SD Negeri 1 Serayularangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa siklus I skor rata-rata motivasi belajar siswa 43,91 dengan criteria motivasi belajar tinggi dengan ketuntasan belajar 69,57%. Pada siklus II skor rata-rata motivasi belajar siswa 50,96 dengan criteria motivasi belajar tinggi dengan ketuntasan belajar 91,30%.

C. Kerangka berpikir

  Berdasarkan pada masih rendahnya motivasi dan prestasi belajar IPA pada materi penyesuaian makhluk hidup dengan lingkungan dikelas V SD Negeri 1 Penaruban yang disebabkan karena guru masih menjadi pusat pembelajaran. Pemecahan masalah yang dipilih adalah memperbaiki model pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini diharapkan dapatmeningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPA khususnya materi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan di kelas V SD Negeri 1 Penaruban Kecamatan Bukateja Kebupaten Purbalingga. Kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka berpikir

  Kondisi

  Awal

  Guru: belum menggunakan model NHT

  Siswa: Prestasi belajar siswa IPA materi penyesuaian diri makhluk hidup dengan lingkungan

  Tindakan Dalam pembelajaran guru menggunakan model pembelajaran

  Kooperatif tipe NHT Siklus I dalam pembelajaraan menggunakan model pembelajaran

  Kooperatif tipe NHT

  Siklus II dalam pembelajaraan menggunakan model pembelajaran

  Kooperatif tipe NHT

  Kondisi Akhir

  Diduga melalui model pembelajaran Kooperatif tipe NHT mampu meningkatkan prestasi belajar IPA Meteri penyesuaian diri makhluk hidup dengan lingkungan di kelsa V SD N 1

  Penaruban Tahun 2011-2012

D. Hipotesis tindakan

  Dengan memperhatikan kerangka pemikiran di atas, maka hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : “Melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT pada materi penyusuaian diri makhluk hidup dengan lingkungan, dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar IPA siswa Kelas V SD Negeri 1 Penaruban”.