Nuklir - Repository UNIKOM

  

Nuklir

Oleh:

Yesi Marince, M.Si Konsep Detterence (pencegah)

   sebagai tindakan negara dalam mencapai tujuan keamanan nasional, dengan melakukan upaya pertahanan tanpa melibatkan Angkatan Bersenjata, tanpa peperangan.  tindakan negara dalam usaha mencegah agar pihak lawan

tidak menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuan dan

melindungi kepentingannya.

 “detterence” dihadapkan kepada sistem persenjataan nuklir

maka maksud utama dari “detterence” nuklir ini adalah untuk menciptakan perlindungan bagi kepentingan keamanan negara yang bersangkutan dengan mencegah pihak lain menggunakan senjata nuklir, mengancam untuk

menggunakan senjata nuklir, atau memperoleh keuntungan

diplomatik karena pada strategis yang dimilikinya.

  Tiga elemen pokok dalam “detterence” nuklir adalah :

 Adanya kekuatan senjata-senjata nuklir yang

dimiliki oleh pihak yang menjalankan

  “detterence”;

 Adanya tingkat kerusakan yang akan diderita

oleh pihak penyerang (yaitu pihak yang dicegah untuk tidak melakukan serangan);

  

 Adanya pertahanan pasif dan aktif dari pihak

yang dicegah, yang dapat digunakan untuk

menyerang atau memukul balik pihak pencegah.

  Beberapa Istilah dalam strategi nuklir :  Counter City Strategy : Strategi ini berdasarkan pemikiran, bahwa sasaran serangan adalah pusat kota dengan

perhitungan, bahwa menghancurkan pusat

kota tersebut sekaligus juga akan

menghancurkan jaringan ekonomi, industri

serta basis militer yang pada umumnya berada disekitar daerah perkotaan yang padat penduduknya.  Counter Force Strategy : Strategi ini pada dasarnya hanya diarahkan pada sasaran

militer lawan dengan pertimbangan, bahwa

kekuatan serang strategis lawan akan hancur.

  • Limited War Nuclear : Dengan perang nuklir terbatas dimaksudkan perang yang menggunakan senjata nuklir taktis (yaitu senjata nuklir yang mempunyai daya ledak rendah) untuk menghukum atau mencegah suatu agresi terbatas yang menggunakan kekuatan-kekuatan konvensional, yang bertujuan menambah kredibilitas “detterence” lawan.
  • Anti-Ballistic Missile (ABM) : Sistem pertahanan ini

    berdasarkan pemikiran, bahwa peluru-peluru kendali musuh akan dilumpuhkan sebelum peluru-

    peluru kendali tersebut mencapai sasaran yang

    telah ditunjukan dengan pencegatan di udara.

  Menurut Halperin (dalam Columbus, Theodore

  A. and James Hawolte, 1986, Introduction to International Relation : Power and Justice, Prentice Hall Inc, New Jersey).

  • Tujuan nasional, keinginan untuk

  menggunakan kekerasan, kesiapan untuk menerima kemungkinan pecahnya perang global, dan pertimbangan-pertimbangan politik domestik, telah membentuk parameter Morton H. kebijaksanaan nuklir (nuclear policy). ( Halperin, 1971. Defence Strategies of the Seventies, Boston : Little, Brown)

  Little, Brown (dalam Columbus, Theodore A. and James Hawolte, 1986, Introduction to International Relation : Power and Justice, Prentice Hall Inc, New Jersey).

  Menurut George F. Keenan, 1960. Russia and the West Lenin and Stalin, Boston :

  • Potensi Destruktif perang nuklir

  global sedemikian besar sehingga tidak ada tujuan politik

yang bisa menjustifikasinya

  

The McMillan Press.LTD

  

Menurut Barry Buzan, 1987. An

Introduction to Strategic Studies, London :

  • Ada perbedaan antara Proliferation Horizontal dan

  Proliferation Vertical. Horizontal Proliferation di artikan debagai penyebaran senjata nuklir kepada negara-negara yang belum memiliki senjata nuklir sebelumnya. Sedangkan, Proliferation Vertikal diartikan sebagai peningkatan jumlah dari senjata militer oleh negara-negara yang telah mempunyai nuklir

  Perjanjian Nonproliferasi Nuklir (Nuclear Non-Proliferation Treaty) yang

  • adalah suatu ditandatangi pada

   yang membatasi kepemilikan

  • Perjanjian ini diusulkan oleh Irlandia dan pertama kali ditandatangani oleh Finlandia. Pada tanggal 11 Mei 1995, di New York, lebih dari 170 negara sepakat untuk melanjutkan perjanjian ini tanpa

  

Negara-negara yang sampai saat ini masih terikat

dengan perjanjian ini ialah :

  1. Afghanistan 2. Albania 3. Algeria 4. Andorra 5. Angola 6.

  Antigua and Barbuda 7. Argentina 8. Armenia 9. Australia

  10. Austria 11. Azerbaijan

  12. The Bahamas 13. Bahrain 14. Bangladesh 15. Barbados 16. Belarus 17. Belgium 18. Belize 19. Benin 20. Bhutan 21. Bolivia 22. Bosnia and Herzegovina 23. Botswana 24. Brazil 25. Brunei 26. Bulgaria 27. Burkina Faso 28. Burundi 29.

  Cambodia 30. Cameroon 31. Canada 32. Cape Verde 33.

  Central African Republic 34. Chad 35. Chile 36. People's 1 Republic of China 37. Republic of China (Taiwan) 38.

  Colombia 39. Comoros 40. Democratic Republic of the Congo 41. Republic of the Congo 42. Costa Rica 43. Côte d'Ivoire 44. Croatia 45. Cuba 46. Cyprus 47. Czech Republic

  48. Denmark 49. Djibouti 50. Dominica 51. Dominican Republic 52. East Timor 53. Ecuador 54. Egypt 55. El Salvador 56. Equatorial Guinea 57. Eritrea 58. Estonia 59.

  Ethiopia 60. Fiji 61. Finland 62. France 63. Gabon 64. The Gambia 65. Georgia 66. Germany 67. Ghana

  

68. Greece 69. Grenada 70. Guatemala 71. Guinea 72. Guinea-Bissau 73.

Guyana 74. Haiti 75. Holy See (Vatican City) 76. Honduras 77. Hungary 78.

Iceland 79. Indonesia 80. Iran 81. Iraq 82. Ireland 83. Italy 84. Jamaica

  

85. Japan 86. Jordan 87. Kazakhstan 88. Kenya 89. Kiribati 90. North Korea

  

91. South Korea 92. Kuwait 93. Kyrgyzstan 94. Laos 95. Latvia 96. Lebanon

97. Lesotho 98. Liberia 99. Libya 100. Liechtenstein 101. Lithuania 102.

Luxembourg 103. Macedonia 104. Madagascar 105. Malawi 106. Malaysia

107. Maldives 108. Mali 109. Malta 110. Republic of the Marshall Islands

111. Mauritania 112. Mauritius 113. Mexico 114. Federated States of

Micronesia 115. Moldova 116. Monaco 117. Mongolia 118. Morocco 119.

Mozambique 120. Myanmar 121. Namibia 122. Nauru 123. Nepal 124.

Netherlands 125. New Zealand 126. Nicaragua 127. Niger 128. Nigeria 129.

Norway 130. Oman 131. Palau 132. Panama 133. Papua New Guinea 134.

Paraguay 135. Peru 136. Philippines 137. Poland 138. Portugal 139. Qatar

2

140. Romania 141. Russia 142. Rwanda 143. Saint Kitts and Nevis 144.

Saint Lucia 145. Saint Vincent and the Grenadines 146. Samoa 147. San

Marino 148. São Tomé and Príncipe 149. Saudi Arabia 150. Senegal 151.

3 Serbia and Montenegro 152. Seychelles 153. Sierra Leone 154. Singapore

155. Slovakia 156. Slovenia 157. Solomon Islands 158. Somalia 159. South

  

Africa 160. Spain 161. Sri Lanka 162. Sudan 163. Suriname 164. Swaziland

165. Sweden 166. Switzerland 167. Syria 168. Tajikistan 169. Tanzania 170.

Thailand 171. Togo 172. Tonga 173. Trinidad and Tobago 174. Tunisia 175.

Turkey 176. Turkmenistan 177. Tuvalu 178. Uganda 179. Ukraine 180.

United Arab Emirates 181. United Kingdom 182. United States 183.

Uruguay 184. Uzbekistan 185. Vanuatu 186. Venezuela 187. Vietnam 188.

4 Yemen 189. Zambia 190. Zimbabwe.

  

Catatan: 1. Republik China di

  Taiwan termasuk negara yang pertama menandatangani NPT, namun dikeluarkan dari PBB pada tahun 1971. Walaupun Taiwan tidak lagi tergabung dalam PBB, Pemerintah Taiwan menyatakan tetap akan ikut dalam perjanjian tersebut. 2. Sejak masih berbentuk Uni Soviet. 3. Sejak masih berbentuk Yugoslavia. 4. Sejak masih berbentuk Republik Arab Yaman dan Republik Demokrasi Rakyat Yaman.

  

Isi Perjanjian

  Perjanjian ini memiliki tiga pokok utama, yaitu nonproliferasi, perlucutan, dan hak untuk menggunakan teknologi nuklir untuk kepentingan damai..

1. Pokok Pertama: Non-Proliferasi

  Terdapat 5 negara yang diperbolehkan oleh NPT untuk memiliki senjata nuklir: Perancis (masuk tahun 1992)

  Republik Rakyat Tiongkok (1992) Uni Soviet (1968, kewajiban dan haknya diteruskan oleh Rusia)

  Britania Raya (1968) Amerika Serikat (1968)

  Hanya lima negara diatas yang memiliki senjata nuklir saat perjanjian ini mulai dibuka, dan juga termasuk lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Lima negara pemilik senjata nuklir (Nuclear Weapon States / NWS) ini setuju untuk tidak mentransfer teknologi senjata nuklir maupun hulu ledak nuklir ke negara lain, dan negara-negara non-NWS setuju untuk tidak meneliti atau mengembangkan senjata nuklir.

2. Pokok Kedua : Perlucutan

  

Pasal VI dan Pembukaan perjanjian menerangkan

bahwa negara-negara NWS berusaha mencapai

rencana untuk mengurangi dan membekukan

simpanan mereka. Pasal VI juga menyatakan “…

  

Perjanjian dalam perlucutan umum dan lengkap

di bawah kendali internasional yang tegas dan

efektif.” Dalam Pasal I, negara-negara pemilik

senjata nuklir (NWS) menyatakan untuk tidak

  

“membujuk negara non-Nuklir manapun untuk…

mendapatkan senjata nuklir.” Doktrin serangan

pre-emptive dan bentuk ancaman lainnya bisa

dianggap sebagai bujukan / godaan oleh negara-

negara non-NWS. Pasal X menyatakan bahwa

negara manapun dapat mundur dari perjanjian

jika mereka merasakan adanya “hal-hal aneh”,

contohnya ancaman, yang memaksa mereka

keluar

3. Pokok Ketiga : Hak untuk

  

menggunakan teknologi nuklir untuk

kepentingan damai.

  

Bagi beberapa negara, pokok ketiga

perjanjian ini, yang memperbolehkan

penambangan uranium dengan alasan

bahan bakar, merupakan sebuah

keuntungan. Namun perjanjian ini juga

memberikan hak pada setiap negara

untuk menggunakan tenaga nuklir

untuk kepentingan damai, dan karena

populernya pembangkit tenaga nuklir

yang menggunakan bahan bakar

uranium, maka perjanjian ini juga

menyatakan bahwa pengembangan

uranium maupun perdagangannya di pasar internasional diperbolehkan Badan Energi Atom Internasional (IAEA=International Atomic Energy Agencies) merupakan salah satu organisasi yang berada di bawah naungan PBB, yang diharapkan bisa memainkan peran dalam membantu menegakkan kestabilan dan keamanan internasional. Tanggung jawab utama

  IAEA ialah untuk membantu perlucutan senjata dunia dan pemusnahan senjata pembunuh massal, serta membantu negara-negara anggotanya dalam pemanfaatan teknologi nuklir tujuan damai. Pertanyaan yang timbul adalah sejauh mana IAEA bisa memenuhi tanggung jawabnya dan memenuhi harapan

  

Iran menggalang kekuatan Nuklirnya sebagai

rencana perdamaian dunia ataupun dapat

menjadi kekuatan negarannya ketika

negaranya terancam. “Adapun maksud

utama dari militer adalah menjadi instrument

dari perang dan dapat menjadi perlawanan

lain dari social politik. Bagaimanapun, militer

dapat menjalankan sebagai kekuataan

interest group dari pengaruh pertahanan dan

khususnya kebijakan luar negeri.

  

Ditambahkan pula, ini dapat membantu

memelihara keamanan domestic dan

stabilitas ketika mekanisme warganegara

tidak sanggup atau tidak merespon tindakan

khususnya dalam keadaan demikian

mengantikan pemerintahan sipil dengan

format aturan militer” (Andrew Heywood,

  Menurut John Baylis & Steve Smith dalam bukunya The Globalization of

  

World Politics (1999: 341):

Nuclear Reactor have been developed

for four main purpose:

to provide electricity for civil purpose;

for use as propulsion unit naval

vessels, especially sub-marines;

for materials testing and research or

experimental uses

to produce plutonium for military

explosive purpose.