HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING AKTIF NYERI PADA PENDERITA RHEUMATOID ARTHRITIS

  

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

STRATEGI KOPING AKTIF NYERI PADA

PENDERITA RHEUMATOID ARTHRITIS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Herdian Wahyuni

  

039114003

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2011

  ii

  iii

  

Especially Dedicated to :

Every drop of sweat, sacrifice, love, compassion, and life lessons

that my Family give..

and

All incredible persons that I have met

  

Thank  you 

Always  keep the faith  

in

   me

iv

  

MOTTO

The miracle in life is to find HOPE from hopelessness

and to be Alive

v

  vi

  

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI KOPING

AKTIF NYERI PADA PENDERITA RHEUMATOID ARTHRITIS

Herdian Wahyuni

  

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan

strategi koping aktif nyeri pada penderita rheumatoid arhtiris dengan pendekatan korelasional.

Subyek penelitian ini adalah 33 penderita rheumatoid arthritis diperoleh menggunakan teknik

purposive sampling. Hipotesis yang diteliti adalah ada hubungan positif antara dukungan sosial

dengan strategi koping aktif nyeri pada penderita rheumatoid arthritis. Alat ukur penelitian

menggunakan skala strategi koping aktif terdiri dari 21 item dengan reliabilitas (

  α) sebesar 0,933

dan skala dukungan sosial terdiri dari 31 item dengan reliabilitas ( α) sebesar 0,941. Analisis

korelasi Product-Moment Pearson digunakan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial

dengan strategi koping aktif nyeri dengan bantuan program SPSS for Windows versi 15.00. Hasil

analisis tersebut menunjukkan nilai korelasi antara dukungan sosial dan strategi koping aktif

sebesar 0,364 dengan koefisien signifikansi p = 0,019 (p < 0,05), yang berarti adanya hubungan

yang positif antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif pada penderita rheumatoid

arthritis.

  Kata Kunci : nyeri, rheumatoid arthritis, strategi koping aktif, dukungan sosial.

vii

  

The Relationship between Social Support and Active Pain Coping Strategies

in Rheumatoid Arthritis

Herdian Wahyuni

ABSTRACT

  This study aimed to know the relationship between social support and active coping

strategies of pain in patients with rheumatoid arthritis by correlation approach. The subjects were

33 patients with rheumatoid arthritis obtained using purposive sampling technique. The hypothesis

was there was a positive correlation between social support and active coping strategies. The data

was revealed by the scale active coping strategies consisted 21 items with reliability ( α) of 0,933 and the social support scale consisted 31 items with reliability ( α) of 0,941. Statistical analysis

Pearson Product-Moment was used to analyze the correlation between social support and active

pain coping strategies and with help by SPSS for Windows version 15.00. The result shown

correlation between social support and active coping strategies was 0,364 with coefficient of

significance p = 0,019 (p < 0.05) that means there was significant positive relationship between

social support with active coping strategies of pain in patients with rheumatoid arthritis.

  Keywords : pain, rheumatoid arthritis, active coping strategies, social support.

viii

  ix

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan, Bapa dan Bunda Maria yang senantiasa memberikan anugerah, kekuatan, pembelajaran dan kelancaran dalam penyusunan skripsi ini hingga dapat terselesaikan pada waktunya.

  Karya tulis ini merupakan proses pendewasaan dan pembelajaran hidup bagi penulis. Pada akhirnya, karya ini dapat terselesaikan dengan bimbingan, dukungan moril dan materiil yang luar biasa dari setiap pribadi dalam kehidupan penulis.

  Maka pada kesempatan yang istimewa ini, penulis dengan tulus ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga untuk semua pribadi yang berperan dalam penulisan skripsi hingga terselesaikan, yaitu kepada : 1.

  Ibu A. Tanti Arini S.Psi M.Si selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan dan dorongan semangat untuk melanjutkan penulisan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih telah bersedia menyisihkan waktu, perhatian, bimbingan dan semua masukan selama mendampingi saya dalam berproses.

2. Ibu Dra. Lusia Darmanastiti, MS dan Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani yang telah membantu saya membuat lebih baik dan lebih paham tentang skripsi ini.

  3. Kedua orangtua, Bapak Rawan Wahyudi dan Ibu Susianti. Terima kasih untuk semua doa, kasih sayang, semangat dan pengorbanan yang sangat berharga dalam hidup saya.

  

x

  4. Buntoro Wahyu Santoso, adik yang senantiasa memberi saran kritis dan praktis dalam penulisan skripsi ini maupun dalam kehidupan sehari-hari.

  Terima kasih.

  5. Simbah Sutimah yang senantiasa berdoa untuk menguatkan saya.

  6. Bu Lik Pertiwi Indriyani dan Bu Lik Anastasia Tri Hastuti, terima kasih untuk perhatian, semangat, saran dan bantuan tenaga yang diberikan sehingga saya bisa lancar menyelesaikan skripsi.

  7. Alm. Ik Hileria Yeniati ( Hoo Yek Ging ) dan Alm. Bu Lik Puruhita Latini, kedua pribadi yang senantiasa terkenang dalam hidup ini.

  8. Keluarga di Jakarta, Erick, Brigita, Budhe Nunung dan tante nDari, terima kasih untuk semua doa, harapan dan keyakinan yang senantiasa menyemangatkan.

  9. Cicik Anastasia Diana yang memberi semangat “Keep the Faith”, koko

  Benyamin yang membantu dalam teknis komputer dan juga Yakobus Maleo dengan “Smiling Face”nya. Thank you so much..

  10. Serka Ucok Sudarmono, kakak yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membantu saya dalam penelitian ini.

  11. Bapak Mulyanto dan Pakde Raharjo, terima kasih untuk dukungan moril dan pengalaman hidup.

  12. Om Sumarlan, pak Semidi dan pakde Ndung Broto untuk pengetahuan dan keyakinan untuk berjuang.

  13. DR. Dr. Nyoman Kertia Sp. PD – KR, Ibu Dra. Siti Rundasih Apt dan segenap staf Apotek Dharma Husada yang telah bersedia membantu

  

xi penelitian ini. Terima kasih untuk kerjasama, saran, penjelasan dan kemudahan yang telah diberikan selama saya melakukan penelitian.

  14. Dr. Indra Darmawan Sp. PD, untuk pengarahan, penjelasan dan berbagai kemudahan dalam penelitian.

  15. Agatha Dewan Ayu Budaya, Eka Dian Perwithasari dan Devita Marie

  Astriana Marthin yang senantiasa mendukung saran, pengetahuan, semangat

  dan keyakinan untuk lulus. Terima kasih telah rela direpotkan dengan ketidaktahuanku dalam segala hal terkait skripsi ini.

  16. Aprinta, Ria, Vicky, Toa, Ronald, Martin, Beny, Yoko, Qinoy dan teman- teman seperjuangan dalam menyelesaikan skripsi. Terima kasih atas semua bentuk dukungan yang diberikan.

  17. Keramahan dan kehangatan yang senantiasa membantu dalam segala urusan administrasi, kuliah dan skripsi di Fakultas Psikologi yaitu Bu Nanik, Mas

  Gandung, Pak Gie, Mas Muji dan Mas Doni.

  18. Bapak Rahmat, Mbak Ani, Bapak Taufik dan Bapak Soleh yang turut mendukung dalam pengetahuan tentang penelitian ini.

  19. Semua pengalaman hidup berharga, yang diberikan oleh para responden penelitian. Terima kasih atas kesediaan mengisi angket dan berbagi pengalaman kehidupan selama penelitian.

  Yogyakarta, 28 Januari 2011 Herdian Wahyuni

  

xii

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL………………………………………………… i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………... ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……………………………. iii HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………... iv HALAMAN MOTTO ………………………………………………. v HALAMAN PERNYATAAN……………………………………….. vi ABSTRAK…………………………………………………………... vii ABSTRACT…………………………………………………………. viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………... ix KATA PENGANTAR……………………………………………….. x DAFTAR ISI………………………………………………………… xiii DAFTAR TABEL…………………………………………………… xvi DAFTAR GAMBAR………………………………………………... xvii DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………... xviii BAB I. PENDAHULUAN.………………………………………….

  1 A. Latar Belakang……………………………………………….

  1 B.

  6 Rumusan Masalah…………………………………………… C. Tujuan Penelitian…………………………………………….

  7 D.

  7 Manfaat Penelitian…………………………………………..

  BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..………………………………….

  8 A. Rheumatoid Arthritis…………………….……………….….

  8 1.

  8 Pengertian Rheumatoid Arthritis …….………………….

  

xiii

  9 B. Nyeri.. ……..………………………………………………...

2. Gejala Klinis……………………….……………………

  11 2. Komponen dan Klasifikasi Nyeri.………………………..

  4. Faktor-faktor yang mempengaruhi……………………… 24 5.

  

xiv

  30 D. Subjek dan Teknik Sampling Penelitian..………………….. 33

  30 C. Definisi Operasional…….…………………………………..

  30 B. Identifikasi Variabel.………………………………………...

  30 A. Jenis Penelitian………………………………………………..

  E. Hubungan Dukungan Sosial dengan Strategi Koping Aktif Nyeri……………………………………….……………….. 26 F. Hipotesis Penelitian………………………………………… 28 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN…........................................

  Dukungan Sosial dalam Fungsi Adaptasi……………….. 25

  23

  12

  11 1. Pengertian Nyeri………………………………………….

  20 2. Sumber Dukungan Sosial…………..…………………….

  Pengertian Dukungan Sosial…….………………………..

  D. Dukungan Sosial……………………………………………... 20 1.

  3. Faktor-faktor yang mempengaruhi………………………. 18

  16 2. Bentuk Strategi Koping Aktif Nyeri…………………….. 17

  16 1. Pengertian Koping Aktif Nyeri….……………………….

  3. Dampak Nyeri pada penderita Rheumatoid Arthritis……. 14 C. Strategi Koping Aktif…..……………………………………

  21 3. Bentuk Dukungan Sosial……………………………..….

  E.

  34 Metode Pengumpulan Data....…………………………….....

  F. Pertanggungjawaban Alat Ukur..…………………………....

  38 1.

  38 Validitas dan Seleksi Item………………………………

  2. Reliabilitas………………………………………………. 39

  G. Metode Analisis Data…………………………………………

  39 1. Uji Asumsi…..…………………………………………….

  40 2. Uji Hipotesis….…………………………………………..

  40 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..………….

  42 A. Orientasi Kancah…………….………………………………

  42 B. Persiapan Penelitian ………………….……………………..

  43 C.

  45 Pelaksanaan Penelitian……………………………………….

  D. Hasil Seleksi Item…………………………………………… 47 E.

  Hasil Analisis Data..........…………………………………… 48 1. Deskripsi Data Penelitian………….…………………….

  48 2.

  49 Uji Asumsi………………………………………………

  3. Uji Hipotesis……………………………………………. 50

  F. Pembahasan……………………………………………….... 52 BAB V. PENUTUP………………..…..…………………………….

  55 A. Kesimpulan…………………………………………………... 55 B.

  55 Keterbatasan Penelitian……………………………………….

  C. Saran…………………………………………………………. 56 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………

  58 LAMPIRAN………………………………………………………….. 62

  

xv

  DAFTAR TABEL Tabel 1 Blue Print Skala Strategi Koping Aktif Nyeri........................

  35 Tabel 2 Blue Print Skala Dukungan Sosial…………………………..

  37 Tabel 3 Tabulasi Data Subjek……………………………………….

  45 Tabel 4 Distribusi Butir Skala Strategi Koping Aktif setelah Seleksi Item…………………………………………

  47 Tabel 5 Distribusi Butir Skala Dukungan Sosial setelah Seleksi Item…………………………………………

  48 Tabel 6 Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif………………………

  49 Tabel 7 Hasil Pengujian Korelasi Product Moment………………… 51

  xvi

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Alur Pemikiran Penelitian …………………………..

  29

  

xvii

  

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Skala Penelitian.....................................................................

  62 Lampiran B Tabulasi Data & Korelasi antar Item Skala..........................

  71 Lampiran C Tabulasi Data & Reliabilitas Hasil Seleksi Item..................

  83 Lampiran D Hasil Uji Normalitas & Linearitas.......................................

  91 Lampiran E Hasil Olah Data....................................................................

  95 Lampiran F Surat Izin Penelitian & Surat Keterangan Penelitian...........

  98

  

xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh manusia tercipta dari kerjasama organ-organ tubuh yang menakjubkan. Salah satunya adalah sendi sebagai anggota sistem gerak tubuh. Sendi mempunyai fungsi penting bagi tubuh yaitu berperan membantu tubuh

  manusia melakukan suatu gerakan dengan luwes dan leluasa. Namun bagi orang- orang yang menderita penyakit rheumatoid arthritis, gerakan yang mudah atau sederhana menjadi hal yang sulit dilakukan karena dapat menimbulkan rasa nyeri.

  Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit di mana persendian secara

  simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Clair, dkk., 2004). Nyeri yang dialami penderita dapat berupa rasa nyeri panas bersamaan timbulnya peradangan dan rasa nyeri pegal-pegal maupun tajam saat sendi digerakkan meski tanpa peradangan. Seseorang yang menderita rheumatoid

  

arthritis dapat mengalami gangguan nyeri selama hidupnya dengan intensitas

ringan hingga berat karena sifat nyeri penyakit ini termasuk kronis.

  Penderita yang mengalami rasa nyeri yang hebat disertai kekakuan sendi, membuatnya terbatasi dalam beraktivitas. Pengalaman nyeri yang terus menerus dialami penderita memicu persepsi bahwa nyeri bukan hanya sekedar gejala penyakitnya juga menimbulkan kecemasan dan ketakutan akan kondisi tubuhnya (Nezu dkk,2003). Kecemasan kondisi tubuh cenderung membuat penderita

  2 memandang nyeri sebagai beban berat dan dapat menjadi sangat berlebihan terhadap sensasi kondisi tubuhnya. Kondisi ini akan semakin membatasi kemampuan dan kemauan penderita dalam aktivitas gerak fisiknya. Aktivitas fisik yang semakin terbatas berdampak pada aktivitas fungsional seperti kemampuan bekerja dan berelasi sosial. Pengalaman nyeri ini membuat mereka rentan mengalami ketidakberdayaan (Keefe dkk, 2005) dan depresi (Covic, 2003). Menurut Parker & Wrigth dalam Nezu dkk., (2003) kondisi-kondisi emosional negatif bisa memicu terjadinya nyeri dan semakin memperpanjang penderitaan rasa nyeri.

  Rasa nyeri telah menjadi keluhan utama yang menyita perhatian dan stresor terbesar bagi penderita (Young,1992). Bahkan rasa nyeri dipandang sebagai kunci penentu persepsi sehat secara umum oleh penderita dan pada ahli kesehatan (Covic dkk.,2003). Penderita pun mengupayakan cara mengatasi tekanan nyeri dan meningkatkan kesehatan mereka. Upaya penanganan dapat melalui pengobatan medis dan secara psikologis.

  Pengobatan medis merupakan langkah awal dilakukan penderita untuk mengatasi nyeri ini melalui pengobatan medis. Meskipun telah banyak kemajuan dalam pengobatan medis namun rasa nyeri ini belum dapat benar-benar dihilangkan secara menyeluruh dan permanen (Keefe dkk., 2005). Bahkan untuk jangka panjang penggunaan berlebihan obat-obatan ini dapat menimbulkan efek samping yang buruk bagi kesehatan (Dirjen Kesehatan RI, 2000). Ketidakpastian perkembangan penyakit dan hasil pengobatan medis dapat semakin meningkatkan kecemasan penderita (Clair, dkk., 2004).

  3 Pengobatan medis belum dapat memberikan penyembuhan secara total dan penderita masih beresiko mengalami nyeri rematik kapan saja. Disamping menjalani pengobatan medis, penderita rheumatoid arthritis tetap harus menghadapi dan menangani nyeri beserta dampak emosional dalam keseharian sepanjang hidupnya. Upaya penderita untuk menyesuaikan diri dengan mengatasi masalah yang dihadapi disebut sebagai koping.

  Koping individu yang menderita nyeri merupakan usaha melalui cara penanganan yang membantu mengelola, mengurangi munculnya atau meringankan sensasi nyeri dan meningkatkan pemulihan kesejahteraan serta menjaga kesehatan diri hari demi hari (Zeidner & Endler, 1996). Penderita melakukan koping dalam pelaksanaan cara atau strategi–strategi baik pikiran maupun tindakan.

  Pelaksanaan strategi koping setiap individu terkait dengan karakteristik penyakit dan gejala penyakit yang diderita serta dipandang efektif terhadap kondisi tersebut (Zautra & Manne dalam Nezu dkk, 2003). Stresor penderita

  

rheumatoid arthritis adalah rasa nyeri yang bergantung pada kondisi fisik dan

  psikis berupa kognisi dan emosi pribadi (Melzack & Wall dalam Keefe dkk, 2005). Kondisi ini memerlukan kemampuan kontrol dalam diri untuk mengelola nyeri dan kondisi emosional penderita.

  Strategi koping aktif mengarah pada kecenderungan kontrol dalam diri yang dipakai penderita untuk menangani penyakit kronis, khususnya rasa nyeri pada penderita rheumatoid arthritis (Zeidner & Endler, 1996). Strategi koping aktif adalah strategi kognisi dan tindakan yang merefleksikan usaha penderita

  4 untuk tetap mampu menjalankan fungsinya dan tidak membiarkan rasa sakit itu mengontrol kehidupannnya meski dengan kondisi akibat penyakit.

  Berdasarkan penelitian pendahulu tentang strategi koping nyeri (Brown dkk, 1989; Covic dkk, 2003; vanLankveld dkk, 1994; Keefe dkk 2005) penderita yang melakukan strategi koping aktif memiliki tingkat rasa nyeri dan depresi lebih ringan. Penggunaan strategi koping aktif membuat penderita merasa berdaya untuk mengontrol dan mengurangi rasa nyerinya. Individu yang merasa dirinya berdaya cenderung memaknai stresor lebih dapat terloreransi dan mengupayakan penyelesaian masalah (Saltzman dkk, 2002).

  Perilaku koping tidak hanya upaya pribadi, hasil penilaian tuntutan dan tujuan tetapi tergantung juga pada penilaian sumber daya yang dimiliki (Hufboll dalam Zeidner & Endler, 1996). Orang-orang yang berada pada situasi stres mungkin akan meminta dan menerima bantuan dari orang-orang di sekitarnya untuk membantu mereka menghadapi situasi tersebut. Saat merasa nyeri terkadang penderita mengalami keterbatasan atau membatasi gerak sehingga membutuhkan bantuan dari orang-orang terdekatnya. Tekanan emosional dapat pula mendorong penderita meminta dukungan moril atau merasakan empati dari orang lain. Dukungan dari orang lain untuk membantu mereka menghadapi situasi tersebut disebut dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan sumber daya di luar individu yang dapat digunakan membantu mengatasi konflik tuntutan dan tujuan dalam diri invidu akibat stres.

  5 Dukungan sosial dapat berasal dari orang - orang di sekitar penderita yang terlibat dalam kehidupan dan mampu menjalin relasi bermakna bagi penderita.

  Bagi penderita rheumatoid arthritis, potensi dukungan dapat dirasakan dari pasangan (suami atau istri) dan keluarga, penderita yang mempunyai kondisi yang sama, dan paramedis yaitu dokter dan perawat (Logaraj, 2006).

  Bentuk dukungan sosial yang diterima penderita dapat berupa dukungan emosional, penghargaan, pendampingan dan informasi (Smet, 1994). Dukungan sosial yang diterima penderita dapat membuat mereka merasa berharga, didukung, dicintai, dan diterima. Kondisi ini dapat membantu penderita dalam penyesuaian terhadap kondisi fisik dan tekanan psikis akibat penyakit.

  Penelitan Druley & Townsend dalam Nezu dkk, (2003) menunjukkan jalinan interaksi antara penderita dan pasangan hidupnya yang positif dapat menurunkan gejala depresi yang dialami penderita. Interaksi dengan praktisi kesehatan seperti dokter atau perawat yang baik mendorong penderita memperoleh kontrol dalam penanganan gejala nyeri sehari-hari (Ryan dkk, 2003). Dukungan yang diterima dari orang-orang tersayang bagi penderita dalam pengalaman sakit yaitu dapat memprediksi nyeri berkurang, tekanan psikis dan sosial berkurang (Danoff-Burg & Revenson, 2005). Dengan berinteraksi, berkomunikasi, adanya penghargaan diri dan perhatian, maka akan mengurangi rasa nyeri akibat penyakit rheumatoid arthritis (Logaraj, 2006).

  Penelitian-penelitian yang hendak meneliti kemungkinan dukungan sosial membantu pelaksanaan strategi koping berdasar pada asumsi Toith (1985). Toith menyatakan dukungan sosial merupakan suatu sumber pembantu koping (coping

  6

  

assisstance ). Ketika menghadapi tekanan situasi kondisi, dukungan sosial

  mungkin membantu individu mengubah pemaknaan terhadap situasi kondisi tersebut, mengubah emosi dan sikap merespon stresor dan atau terhadap stresor itu sendiri. Nasehat dan petunjuk dari orang lain dapat merubah penilaian ancaman stresor dari kondisi sulit menjadi lebih teratasi; ditambah dukungan dari orang terdekat menyediakan bantuan dalam mengidentifikasi strategi koping yang adaptif dan pendampingan dalam pelaksanaan strategi tersebut (Burke dalam Nezu dkk, 2003). Dukungan sosial dapat mengurangi tekanan emosional, meningkatkan rasa berdaya dan motivasi untuk bertindak (Saltzman dkk, 2002).

  Individu dengan tekanan emosional yang ringan, memaknai stresor lebih dapat teratasi sehingga dirinya merasa berdaya untuk mentoleransi rasa nyeri, menekan perasaan-perasaan negatif dan mengupayakan pikiran dan tindakan untuk menghadapi masalah.

  Penelitian ini tertarik untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan strategi koping nyeri pada penderita rheumatoid arthritis. Asumsi peneliti bahwa ada kemungkinan semakin penderita merasakan dukungan sosial, ia semakin semakin sering menggunakan strategi koping aktif.

B. Rumusan Masalah

   Permasalahan dalam penelitian ini adalah :

  1. Apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan strategi koping aktif nyeri pada penderita penyakit rheumatoid arthritis?

  7 C.

   Tujuan Penelitian

  Berdasarkan pemikiran yang telah dikemukakan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk membuktikan asumsi-asumsi yang telah dibangun yaitu:

  1. Adanya hubungan antara dukungan sosial dan strategi koping aktif nyeri pada penderita rheumatoid arthritis.

D. Manfaat Penelitian

  Dari penelitian ini diharapkan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:

  1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan wacana mengenai strategi koping nyeri kronis, khususnya strategi koping aktif dan dukungan sosial pada penderita rheumatoid arthritis. Selain itu, penelitian diharapkan dapat bermanfaat memberikan tambahan kajian teori tentang hubungan dukungan sosial dan strategi koping aktif rasa nyeri pada penderita rheumatoid arthritis, mengingat selama ini strategi koping aktif belum banyak diteliti.

  2. Manfaat praktis Wacana strategi koping aktif nyeri, dukungan sosial pada penderita dan hubungannya diharapkan dapat menjadi masukan kepada penderita

  rheumatoid arthritis , masyarakat yang salah satu anggotanya mengalami

  penyakit ini maupun berbagai pihak yang berkecimpung dalam dunia kesehatan khususnya program penanganan untuk menghadapi nyeri secara psikis disamping pengobatan medis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rheumatoid Arthritis

1. Pengertian Rheumatoid Arthritis

  Penyakit rematik merupakan suatu kelompok penyakit yang mempengaruhi daerah persendian, bagian lunak yang mengelilingi sendi dan sistem jaringan ikat.

  Gejala khas dari penyakit rematik adalah pembengkakan pada sendi, kelemahan otot dan gangguan gerak sendi (Young, 1992).

  McCracken dalam Tamzuri (2007) mengatakan rheumatoid arthritis adalah penyakit meradang kronik dari jaringan ikat berbagai sendi tubuh, tepatnya peradangan pada membran sinovial yang mengelilingi dan melumasi sendi. Junaidi (2006) menambahkan peradangan terjadi karena adanya patogenesis autoimun berupa kelainan fungsional komplemen imun tubuh. Komplemen imun tubuh adalah komplemen yang merespon dan melindungi jaringan tubuh dari serangan substansi merugikan yang masuk ke tubuh seperti virus, bakteri atau mikroba lain. Pada penyakit rheumatoid arthritis, komplemen imun ini justru menyerang jaringan sendi tanpa sebab pasti (Mutschler, 1999). Sel darah putih sebagai agen sistem imun, menjelajah masuk ke dalam membran jaringan sendi dan menyebabkan peradangan. Peradangan ini menimbulkan rasa nyeri, pembengkakan, kekakuan dan hilangnya fungsi persendian (Clair, dkk., 2004).

  Rheumatoid Arthritis dapat menyerang segala lapisan kelompok umur, meski

  demikian penyakit ini sering ditemukan pada kelompok usia tengah baya dan menampakkan peningkatan populasi di kelompok lanjut usia. Rentang usai

  9 potensial terkena penyakit ini antara 25-50 tahun. Kaum wanita beresiko tiga kali lipat daripada kaum pria untuk terserang penyakit (Clair, dkk., 2004).

2. Gejala Klinis

  Menurut Arthritis Foundation dalam Talley dkk (1994) gejala-gejala klinis penyakit rheumatoid arthritis yaitu persendian hangat, empuk dan membengkak; persendian yang terinfeksi memiliki pola simetris, persendian yang sering terserang adalah sendi pergelangan tangan dan sendi jari-jari yang dekat dengan tangan, dapat menjalar ke leher, pundak, lengan, pinggul, lutut, engkel, dan kaki. Junaidi (2006) menambahkan peradangan sendi pada rheumatoid arthritis berpola simetrik artinya jika suatu sendi pada bagian kiri tubuh meradang kemungkinan besar sendi yang sama di bagian kanan tubuh akan meradang pula.

  Gejala-gejala lain sebagai manifestasi peradangan berupa nyeri seperti terbakar dan kaku sendi lebih dari 30 menit di pagi hari atau setelah beristirahat lama, nyeri sendi muncul secara tidak terduga, demam, hilangnya nafsu makan, penurunan berat badan, keletihan dan lemas tubuh sepanjang hari, rentang gerak berkurang dan terbentuknya benjolan (nodus) di jaringan bawah kulit (Mutschler, 1999; Junaidi, 2006). Young (1992) memaparkan keluhan – keluhan yang paling sering dilaporkan individu yang menderita rheumatoid arthritis adalah rasa nyeri, kekakuan dan kelemahan.

  10 Steinbracker (dalam Mutschler,1999) membagi tahapan sakit rheumatoid

  arthritis dalam 4 stadium yaitu :

  a. Stadium I, ditandai dengan pembengkakan simetrik persendian kecil seperti di jari tangan, jari kaki, tangan, kaki, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki; mengalami keterbatasan gerak yang menyebabkan nyeri dan kekakuan di pagi hari. Persendian yang sering terlibat adalah sendi ibu jari dan jari tengah.

  b. Stadium II, persendian besar mulai terlibat, penderita mengeluh merasakan nyeri sewaktu bergerak juga nyeri pada waktu istirahat. Jangka waktu kekakuan di pagi hari meningkat menjadi sekitar 3 jam. Fungsi persendian lambat laun menjadi terbatas.

  c. Stadium III terjadi pembengkakan persendian yang menonjol, deformasi persendian dengan pembengkokan poros, kekakuan sendi di pagi hari dapat bertahan sampai 5 jam dan keterbatasan fungsi sendi semakin terbatas.

  d. Stadium IV terjadi gejala-gejala lanjutan ankilosisi atau persendian menjadi kaku, kecacatan dan kebutuhan akan perawatan intensif.

  Penyakit rheumatoid arthritis atau biasa dikenal di masyarakat dengan istilah penyakit radang sendi dialami oleh banyak warga masyarakat. Masyarakat menganggap rheumatoid arthritis sebagai penyakit yang umumnya diderita oleh orang tua. Karakteristik penyakit ini adalah rasa nyeri sewaktu bergerak, kelemahan otot, hingga kekakuan sendi dengan perkembangan yang dapat semakin parah (Mutschler,1999).

  11 B.

   Nyeri

1. Pengertian Nyeri

  Menurut Asosiasi Nyeri Internasional dalam Tamzuri (2007) nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan baik secara aktual maupun potensial atau menggambarkan keadaan kerusakan tersebut. Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang timbul sebagai bentuk penderitaan akibat persepsi adanya kerusakan jaringan tubuh, ancaman dan fantasi luka ( Kozier dan Erb dalam Tamzuri, 2007 ).

  Sensasi nyeri menurut model Gate Control Theory merupakan pengalaman multidimensional, berproses dinamis dan otak mempunyai peran penting sebagai pengontrol (Melzack & Wall dalam Keefe dkk, 2005). Proses nyeri adalah proses dinamik dan otak mempunyai peran penting. Otak bagian tengah yang bertanggungjawab atas kognisi dan emosi dapat mempengaruhi sinyal nyeri dari ujung saraf bagian yang terluka ke otak. Pusat otak ini mengaktifkan sistem penurunan sensasi dengan menutup alur nyeri melalui semacam mekanisme buka tutup pintu berlokasi di tulang belakang. Jika gerbang terbuka maka sensasi akan semakin nyeri sebaliknya jika gerbang tertutup maka sensasi nyeri berkurang. Faktor psikis seperti kecemasan dan bosan dapat membuka gerbang sehingga meningkatkan sensasi nyeri sedangkan optimisme dan pengalihan pemikiran dapat menutup gerbang sehingga sensasi nyeri cenderung berkurang (Sarafino, 1990). Oleh sebab itu faktor psikis dapat pula mempengaruhi sensasi nyeri. Individu mengalami sensasi nyeri sebagai hasil evaluasi kerja sensori tubuh, pikiran dan

  12 perasaan emosional yang menyertai. Nyeri merupakan pengalaman subyektif dari penderita yang merasakan nyeri sehingga rasa nyeri dapat dikontrol atau dikendalikan oleh penderita (Clair, dkk., 2004).

  Berdasarkan pemahaman di atas, peneliti menyimpulkan bahwa nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dialami individu sebagai persepsi sensori adanya kerusakan jaringan tubuh.

2. Komponen dan Klasifikasi Nyeri

a. Komponen Nyeri

  Kozier dan Erb dalam Tamzuri (2007) memaparkan nyeri melibatkan 4 komponen yang saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain, yaitu :

  i.

  Sensori menggambarkan sesuatu yang mendasari kerusakan jaringan tubuh atau masalah kesehatan.

  ii.

  Afeksi, menggambarkan perasaan-perasaan negatif yang timbul akibat sensasi nyeri dan kerusakan jaringan tubuh. Contohnya perasaan tidak nyaman, penderitaan, perasaan terganggu dan ketakutan.

  iii.

  Kognisi, menggambarkan pemikiran evaluatif tentang masalah dan semua situasi terkait yang terjadi saat itu, dan juga harapan akan masa depan.

  iv.

  Perilaku, menggambarkan tindakan tampak sebagai ekspresi nyeri.

  13

b. Klasifikasi Nyeri

  Carpenito dalam Tamzuri (2007) mengklasifikasikan nyeri menjadi 2 tipe berdasarkan munculnya, durasi dan penyebab nyeri yaitu :

  i.

  Nyeri Akut Nyeri akut mengindikasikan adanya cedera atau penyakit pada tubuh.

  Karakteristik nyeri akut adalah area nyeri biasanya dapat diidentifikasi, rasa nyeri cepat berkurang atau hilang, sifatnya jelas atau nyata, dan mungkin sekali untuk hilang dengan sendirinya. Rentang nyeri akut dapat teratasi selama beberapa detik hingga kurang dari 6 bulan.

  ii.

  Nyeri Kronik Nyeri kronik umumnya timbul tidak teratur dan dapat menetap atau berkelanjutan selama lebih dari 6 bulan setelah fase penyembuhan dari suatu penyakit. Karakteristik nyeri ini tidak mudah diidentifikasi, intensitas nyeri sukar diturunkan, rasa nyeri bervariasi ringan hingga berat biasanya meningkat, dan kemungkinan kecil untuk sembuh atau hilang. Nyeri kronik dikategorikan menjadi (1) Nyeri kronik Maligna yang berhubungan dengan kanker, dan (2) Nyeri Kronik Non Maligna biasanya dikaitkan dengan nyeri akibat kerusakan jaringan atau yang telah mengalami penyembuhan seperti nyeri punggung belakang, ostheoarthritis, rheumatoid arthritis dan sakit kepala.

  14 3.

   Dampak Nyeri Kronis bagi Penderita Rheumatoid Arthritis

  Penyakit rheumatoid arthritis menimbulkan rasa sakit berupa nyeri kronis yang tidak menentu, bervariasi dari ringan hingga berat, menyebabkan ketidaknyamanan dalam diri penderita dan kemungkinan kecil untuk sembuh sehingga menjadi bagian hidup penderita. Young (1992) mengatakan di antara gejala-gejala tersebut intensitas dan durasi rasa nyeri yang timbul merupakan gejala paling mengganggu dan menyita perhatian bagi penderita.

  Persepsi individu merasakan nyeri bersifat personal sehingga menjadi pengalaman yang subyektif dan sulit berbagi dengan orang lain namun juga dapat dikendalikan orang individu tersebut (Clair, dkk., 2004). Rasa nyeri yang berkepanjangan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan, menyakitkan sehingga berakibat timbulnya gangguan emosi seperti kecemasan dan ketakutan akan kondisi tubuh (Nezu dkk,2003; Smit & Zautra, 2008). Rasa nyeri dapat membatasi aktivitas gerak fisik penderita dan melumpuhkan aktivitas fungsional seperti kemampuan bekerja dan berelasi sosial bila terjadi berkepanjangan atau kronis (vanLanveld dkk, 1994). Kecemasan penderita akan kondisi tubuh mereka dapat semakin meningkat dengan ketidakpastian perkembangan penyakit ataupun kekecewaan terhadap hasil pengobatan yang kadang tidak pasti dan terbatas (Clair, dkk., 2004). Rasa nyeri yang hebat disertai kekakuan sendi menyebabkan keterbatasan gerak fisik dalam aktivitas keseharian. Kondisi ini membuat mereka rentan mengalami ketidakberdayaan (Keefe dkk, 2005) dan depresi (Covic, 2003).

  Kondisi-kondisi emosional negatif ini bisa berdampak pemicu terjadinya nyeri dan semakin memperpanjang penderitaan rasa nyeri (Smit & Zautra, 2008).

  15 Kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi berpengaruh terhadap bias persepsi akan sinyal nyeri. Penderita menjadi sangat perhatian terhadap sensasi tubuh dan sinyal nyeri cenderung dipandang sebagai ancaman sehingga semakin meningkatkan pengalaman dan intensitas nyeri. Interpretasi nyeri yang berlebihan membuat penderita takut untuk melakukan aktivitas karena akan menimbulkan nyeri (Ballantyre & Fishman, 2010).

  Falvo dalam Radley (1994) menambahkan individu yang mengalami nyeri kronis memiliki kecenderungan untuk menampilkan gejala chronic pain syndrome.

  Individu ini sering mengalami perubahan perilaku seperti kecemasan atau depresi, menarik diri dari aktivitas keseharian, berlebihan dalam penggunaan obat-obatan dan keseringan dalam melakukan pelayanan kesehatan. Keterbatasan gerak fisik penderita secara tidak langsung merubah peran fungsional kehidupan sehari-hari dan tentunya membutuhkan tambahan dukungan dari orang lain untuk beraktivitas.

  Penderita harus menghadapi kondisi ini dengan berupaya melakukan tindakan

  • – tindakan yang bertujuan mengendalikan rasa nyeri, gangguan emosi yang menyertai dan meningkatkan kesehatan mereka sebagai bentuk penyesuaian terhadap kondisi penyakit (Zeidner, 1996).

  16 C.

   Koping Aktif Nyeri

1. Pengertian Koping Aktif terhadap Nyeri Kronik

  Menurut Asosiasi Psikologis Amerika (2004) koping adalah penggunaan strategi kognisi dan perilaku untuk mengelola tuntutan situasi yang dinilai membebani atau untuk mengurangi emosi negatif dan konflik yang ditimbulkan oleh stresor. Moss & Billing (dalam Pratiwi, 2007) mengatakan koping aktif terdiri dari strategi termasuk didalamnya usaha berupa perilaku yang menghadapi secara langsung dengan tantangan dan usaha untuk mengatasi penilaian individu terhadap suatu peristiwa. Dalam konteks model kekhususan penyakit dari Manne & Zautra (dalam Nezu dkk, 2003), perilaku individu melakukan koping terkait dengan karakteristik penyakit dan gejala penyakit yang diderita. Koping individu yang menderita nyeri berusaha melalui cara penanganan yang membantu mengurangi munculnya atau meringankan sensasi nyeri dan meningkatkan pemulihan kesejahteraan serta menjaga kesehatan diri hari demi hari (Zeidner & Endler, 1996)

  Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diungkapkan diatas, dapat disimpulkan bahwa koping aktif yaitu usaha individu yang melibatkan kognitif dan perilaku secara pro-aktif untuk mengelola nyeri dan tetap beraktivitas kehidupan sehari-hari.

  17 2.

   Bentuk Strategi Koping Aktif terhadap Nyeri

  Strategi koping nyeri merupakan cara pikiran dan tindakan yang berperan merubah persepsi derajat nyeri dan kemampuan penderita menangani atau mentoleransi nyeri dan melanjutkan aktivitas kesehariannya (Nezu dkk, 2003). Penderita yang mengkoping aktif, menggunakan strategi-strategi dimana mereka melibatkan diri untuk bertanggungjawab dalam menangani nyeri dan mengontrol nyeri tersebut (Covic dkk, 2003). Strategi-strategi koping terhadap nyeri yaitu: