BAB I PENDAHULUAN - PEMAKNAAN LIRIK LAGU “HILANG” OLEH BAND EFEK RUMAH KACA (Studi Semiotika Pemaknaan Lirik Lagu “Hilang” Karya Band Efek Rumah Kaca)

  Musik memiliki tata bahasa, ilmu kalimat dan retorik. Namun musik tidak sama dengan bahasa. Elemen “kata” pada bahasa adalah materi yang mempunyai makna tetap atau konkret, sedangkan “nada” pada musik bersifat absurd dan hanya bermakna ketika dia berda diantara nada – nada yang lainya. Fungsi yang dimiliki musik sangat besar dalam kehidupan manusia, musik bisa menjadi hiburan, pendidikan dan kesehatan, serta juga bagian dari kegiatan ritual keagamaan

  Musik sendiri menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia memiliki makna bunyi – bunyian yang ditata secara enak dan rapi. Dari definisi diatas dapat diketahui bahwa musik dapat menciptakan sebuah lagu. Sebuah lagu yang dinyanyikan biasanya terdiri dari tiga komponen yang saling melengkapi dan salin bergantung. Komponen tersebut antara lain paduan suara atau vokal, instrumen atau alat musik , serta yang terakhir adalah lirik lagunya. Vokal penyanyi adalah sebagai tubuh lirik lagu adalah jiwa atau nyawa sedangkan instrumen adalah penggambaran musik sendiri

  Musik merupakan hasil dari budaya manusia diantara banyak budaya manusia yang lain yang menarik, karena musik memegang peranan yang sangat banyak di berbagai bidang. Musik menjadi sarana pemenuhan kebutuhan manusia dalam hasrat mengenai seni dan berkreasi.

  Musik saat ini bisa menjadi suatu pesan melalui lirik lagu yang disampaikan penciptanya untuk mempengaruhi masyarakat. Karena lirik lagu seperti bahasa dapat menjadi media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar di masyarakat. Bisa juga lirik lagu mencerminkan isu – isu sosial yang terjadi saat ini.

  Lagu memiliki berbagai makna dan arti, salah satunya adalah proses kegiatan berkomunikasi, penyampaian jujur suatu rasa atau ide, pikiran (komunikator) dalam hal ini pencipta lagu kepada khalayak pendengar. Konsep pesan dalam sebuah lagu biasanya bermacam – macam , ada yang berupa ungkapan sedih, rasa bahagia, rasa kecewa, rasa kagum terhadap sesuatu hal atau orang, serta banyak juga yang merupakan penyampaian dorongan semangat atau motivasi.

  Lagu juga dapat dikatakan sebagai sebuah proses komunikasi yang mewakili seni karena terdapat informasi dan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan bahasa verbal. Selain itu lagu adalah sajak dan puisi yang didalamnya terkandung aturan bahasa, makna kiasan dan simbol – simbol.

  Lagu merupakan salah satu media untuk mengungkapkan, menyampaikan berbagai pengalaman atau pandangan sesuai pola pikir pencipta lagu, pola pikir tentang perasaan, isu – isu sosial yang sedang menjadi perdebatan umum. Sudut pandang pencipta lagu terhadap suatu permasalahan juga dapat mempengaruhi hasil lagu.

  Dalam sebuah lagu terdapat lirik dan instrumen yang membentuk sebuah struktur penyampaian pesan secara mudah diterima oleh khalayak, mayoritas seniman musik atau musisi menggunakan sebuah lagu sebagai sarana untuk menyampaikan pesan – pesan yang bertujuan mengubah pandangan dan pola pikir khalayak terhadap suatu fenomena – fenomena yang terjadi disekitar lingkungan atau didalam ruang lingkup.

  Lirik dalam sebuah lagu merupakan isi pesan yang sebenarnya dalam sebuah proses penyampaian pesan secara seni, pada dasarnya lirik merupakan sebuah pandangan, pola pikir terhadap suatau hal yang menimbulkan permasalahan bagi pencipta lagu.

  Mayoritas pencipta lagu dalam proses pembuatan sebuah lirik mrnggunakan tatanan bahasa atau kalimat yang sesuai dengan apa yang ingin mereka sampaikan, penggunaan kalimat atau pemilihan kata dalam sebuah lirik memiliki aturan – aturan tertentu, beberapa pencipta lagu menggunakan kode-kode bahasa atau menggunakan tatanan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

  Lirik lagu sebagaimana bahasa, dapat menjadi media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana sosialisasi dan pelestarian terhadapat suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, sebuah lirik lagu mulai diperdengarkan kepada khlayak, juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya sebuah pola pikir, nilai – nilai bahkan prasangka tertentu.

  Isu – isu sosial dan faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap untuk mengusung pesan – pesan moral yang sengaja di sampaikan melalui lagu. Kritikan dan sindiran terhadap fenomena – fenomena yang melanda masyarakat pun bisa di usung dalam sebuah lagu.

  Agus Dwiyanto (2011 : 45) menyebutkan bahwa konsep kepercayaan secara umum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu political trust (kepercayaan politik) dansocial trust (kepercayaan social).

  Dari perspektif politik, kepercayaan terjadi ketika warga menilai lembaga pemerintah dan para pemimpinnya dapat memenuhi janji, efisien, adil, dan jujur (Blind dalam Dwiyanto, 2007). Jika institusi pemerintah, pejabat public, dan kebijakan yang dibuatnya dinilai baik oleh warga maka warga akan memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap pemerintah. Mereka percaya bahwa pemerintah tidak akan berbuat buruk, melainkan akan selalu melakukan tindakan yang baik meskipun tidak diawasi. Kepercayaan public masayarakat terhadap pemerintah menggambarkan perasaan yang ada dalam masyarakat itu sendiri, sehingga jika tingkat kepercayaan tinggi menunjukkan bahwa masyarakat sedang dalam keadaan senang, nyaman, aman dan akhirnya akan mendukung kebijakan pemerintah. Lebih lanjut dijelaskan oleh Blind, bahwa jika institusi dan para pejabatnya mengambil pilihan kebijakan tertentu yang dinilai oleh warga sebagai pilihan benar maka masyarakat akan cenderung menaruh kepercayaannya. Namun jika respon terhadap keluhan masyarakat tidak cepat dan sesuai harapan, maka otomatis kepercayaan masayakat akan merosot. Tindakan pejabat meskipun tidak mewakili institusinya juga sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan. Hal tersebut terlihat jika pejabat yang bersangkutan melakkan tindakan yang tidak disukai oleh masyarakat atau melakukan perbuatan yang membuat masayarakat merasa tidak nyaman. Krisis kepercayaan terhadap pejabat tersebut mengakibatkan pula merosotnya kepercayaan terhadap institusi dimana pejabat tersebut menduduki jabatannya. http://biroorganisasi.jogjaprov.go.id/index.php/index.php?option=com_cont ent&view=article&id=148:kepercayaan-publik-terhadap-pemerintah

  Era pemerintahan di Indonesia secara umum terbagi menjadi tiga era, yaitu Era Orde Lama, Era Orde Baru dan Era Reformasi. Lahirnya Orde Baru dimulai dengan adanya Supersemar (Surat perintah 11 Maret 1966). Dengan Surat perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Jendral Soeharto mengatasi keadaan yang serba tidak menentu dan keadaan ini sangat tak terkendali. Setelah peristiwa G3OS/ PKI, negara Republik Indonesia dilanda instabilitas politik akibat tidak tegasnya keputusan keputusan yang diambil dalam perstiwa itu oleh dalam Kepemimpinan Presiden Soekarno dan terpecah belahnya berbagai partai politik menjadi sebuah kelompok- kelompok yang saling bersiteru antara Pro terhadap presiden dan kontra terhadap kebijakan presiden atau yang mendukung presiden dan yang menentang presiden, situasi ini semkian membahayakan persatuan bangsa indonesia. Melihat situasi konflik antara pendukung Orde Lama dengan Orde Baru semakin bertambah gawat DPR-GR berpendapat bahwa situasi konflik harus segera diselesaikan secara konstisional. Pada tanggal 3 Februari 1967 DPR- GR menyampaikan resolusi dan memorandum yang berisi anjuran kepada Ketua Presidium Kabinet Ampera agar diselenggarakan Sidang Istimewa MPRS. Pada tanggal 20 Februari 1967, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaannya kepada Soeharto untuk menggantikan dalam Pemerintahannya. Penyerahan kekuasaan dan Presiden Soekarno kepada Soeharto dikukuhkan di dalam Sidang Istimewa MPRS. MPRS dalam Ketetapannya No. XXXIIIIMPRS/1967 mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Dengan adanya Ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang merupakan sumber instabilitas politik telah berakhir secara konstitusional Sekalipun situasi konflik itu dapat tanggulangi tetapi kristalisasi orde baru belum selesai . Untuk menjadikan indonesia kembali normal dilakukan berbagai cara yang baik dan wajar sehingga mampu mempercepat dan mendorong pembangunan, hal ini yang pertama kali dilakukan dalam bidang politik untuk berlandaskan Pancasila UUD 1945. Telah bergantinya kekuasaan atau kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto Sebagai pemegang kekuasaan dalam Pemerintahan indonesia itu maka muncullah babak baru dalam sejarah orde baru. Pada hakikatnya , Orde Baru merupakan tatanan dalam kehidupan rakyat indonesia ,bangsa dan negara yang diletakkan sebagai mana mestinya dalam edeologi negara yaitu Pancasila dan kembali menyacu kepada UUD 1945 untuk perbaikan- perbaikan terhadap penyelewengan-penyelewengan yang telah terjadi pada masa lampau dan membangun kembali kekuatan bangsa indonesia dengan menumbuhkan kembali, mempercepat pembangunan-pembangunan bangsa

indonesia, serta mengembalikan bangsa indonesia ke jalan yang lurus yang terselewengkan dengan tuntunan yang dikenal sebagai Tri Tuntutan rakyat (Tritura). Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Pada hakikatnya tuntutan itu mengungkapkan Keinginan keinginan rakyat yang mendalam untuk melaksanakan kehidupan bernegara sesuai dengan aspirasi kehidupan dalam situasi yang kongkret.

  Pada akhir masa Orde Baru tepatnya pada tahun 1997 – 1998 terjadi peristiwa hilangnya beberapa aktivis yang menginginkan perubahan dalam pemerintahan di Indonesia. Orde Baru meski dikenal dengan peningkatan bidang ekonomi Indonesia namun Orde Baru juga dikenal karena kediktaktoran pemimpin masa itu yaitu Presiden ke 2 Indonesia Soeharto yang dengan tangan besi menjungkalkan para pesaing ataupun musuhnya.

  Dia akhir masa jabatannya terjadi penculikan sejumlah aktivis. Beberapa sumber menilai rezim pemerintahan saat itu bertanggung jawab atas kejadian penculikan ini.

  Peristiwa hilangnya aktivis mahasiswa, yang kemudian disebut sebagai insiden penghilangan dan penculikan paksa tersebut, terjadi pada masa pemilihan presiden Republik Indonesia periode 1998-2003. Pada masa itu, terdapat dua agenda politik besar yang sedang digelar di tanah air, yakni Pemilihan Umum 1997 dan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada bulan Maret 1998. Selama periode 1997/1998, KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) orang ditemukan meninggal (Leonardus Gilang), 9 orang dilepaskan penculiknya, dan 13 lainnya masih hilang hingga hari ini. dan penculikan itu terjadi saat masa kepemimpinan Jenderal tertinggi ABRI, Wiranto.

  Sembilan aktivis yang dilepaskan adalah: 1. Aan Rusdiyanto, hilang pada 13 Maret 1998. Ia diambil paksa saat berada di rumah susun Klender, Jakarta Timur.

  2. Andi Arief, hilang pada 28 Maret 1998. Ia diambil paksa di Lampung.

  3. Desmond Junaedi Mahesa, hilang pada 3 Februari 1998. Saat itu, ia terakhir terlihat di Salemba, Jakarta Pusat.

  4. Faisol Reza, hilang pada 12 Maret 1998. Ia dikejar dan ditangkap di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.

  5. Haryanto Taslam, hilang pada 8 Maret 1998. Ia dikejar saat mengendarai mobil dikejar dan ditangkap di pintu Taman Mini Indonesia Indah.

  6. Mugiyanto, hilang pada 13 Maret 1998. Ia diambil paksa di rumah susun Klender, Jakarta Timur.

  7. Nezar Patria, hilang pada 13 Maret 1998. Ia diambil paksa di rumah susun Klender, Jakarta Timur.

  8. Pius Lustrilanang, hilang pada 4 Februari 1998. Ia terakhir terlihat di RSCM, Jakarta Pusat.

  9. Rahaja Waluya Jati, hilang pada 12 Maret 1998. Ia dikejar dan ditangkap di RSCM, Jakarta Pusat.

  Ke-13 aktivis yang masih hilang dan belum kembali berasal dari berbagai organisasi, seperti Partai Rakyat Demokratik, PDI Pro Mega, Mega Bintang, dan mahasiswa.

  1. Dedy Umar Hamdun, hilang pada 29 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan.

  2. Herman Hendrawan, hilang pada 12 Maret 1998. Ia terakhir terlihat di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

  3. Hendra Hambali, hilang pada 14 Mei 1998. Ia terakhir terlihat di Glodok Plaza, Jakarta Pusat.

  4. Ismail, hilang pada 29 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan.

  5. M. Yusuf, hilang pada 7 Mei 1997. Ia terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan.

  7. Petrus Bima Anugrah, hilang pada 1 April 1998. Ia terakhir terlihat di Grogol, Jakarta Barat.

  8. Sony, hilang pada 26 April 1997. Ia terakhir terlihat di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

  9. Suyat, hilang pada 13 Februari 1998. Ia terakhir terlihat di Solo, Jawa Tengah.

  10. Ucok Munandar Siahaan, hilang pada 14 Mei 1998. Ia terakhir terlihat di Ciputat, Tangerang Selatan.

  11. Yani Afri, ia hilang pada 26 April 1997. Ia terakhir terlihat di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

  12. Yadin Muhidin, ia hilang pada 14 Mei 1998. Ia terakhir terlihat di Sunter Agung, Jakarta Utara.

  13. Wiji Thukul, hilang pada akhir 1998. Ia terakhir terlihat di Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur.

  Mugiyanto, Nezar Patria, Aan Rusdianto (korban yang dilepaskan) tinggal satu rumah di rusun Klender bersama Bimo Petrus (korban yang masih hilang). Faisol Reza, Rahardjo Walujo Djati (korban yang dilepaskan), dan Herman Hendrawan (korban yang masih hilang) diculik setelah ketiganya menghadiri konferensi pers KNPD di YLBHI pada 12 Maret 1998.

  Menurut laporan tim ad hoc Komisi Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat Penghilangan Orang Secara Paksa (PPOSP) periode 1997-1998, Tim Mawar adalah yang paling bertanggungjawab atas peristiwa penculikan puluhan aktivis ini. Tim Mawar merupakan sebuah tim yang dibentuk dibawah Grup IV Komando Pasukan Khusus (Kopassus) berdasar perintah langsung dan tertulis dari Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus Mayjen TNI Prabowo Subianto. Perintah tersebut diberikan kepada Komandan Grup

  42 Kopassus Kolonel Chairawan, yang selanjutnya dilanjutkan kepada Komandan Batalyon 42 Mayor Bambang Kristiono. Kebijakan dan praktik

  Purwoprandjono di mana penculikan tetap berlangsung. Dalam halaman 302 laporan tersebut, juga disebutkan bahwa berdasar waktu dibentuknya Tim Mawar, yaitu Juli 1997, dimungkinkan adanya tim lainnya atau personel yang telah dibentuk atau ditunjuk secara institusional oleh Kopassus.

  “Terjadinya penahanan baik sebelum dibentuknya Tim Mawar dan dalam dua kepemimpinan dari Mayjen TNI Prabowo kepada Mayjen TNI Muchdi Pr. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan penghilangan orang secara paksa atau penculikan merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan sebuah kebijakan secara institusional di bawah tanggungjawab Danjen Kopassus,” bunyi laporan tersebut. http://www.rappler.com/indonesia/104187-menolak- lupa-13-aktivis-1998-hilang

  Beberapa tahun setelah kejadian penculikan tersebut kelurga korban yang masih mempertanyakan proses hukum kasus ini setiap hari kamis melakukan aksi damai di depan gedung istana negara. Kegiatan yang disebut sebagai acara Kamisan ini selalu dihadiri anggota keluarga korban penculikan dengan mengenakan baju bewarna hitam. http://www.kontras.org/home/index.php?id=6103&module=berita

  Sebagaimana lagu menjadi media dalam proses komunikasi sebuah band Indonesia yang bernama Efek Rumah Kaca berinisiatif mengusung sebuah fenomena tentang kasus penculikan tersebut dalam sebuah lagu yang berjudul “Hilang”, lirik – lirik yang digunakan sengaja untuk menggambarkan perasaan keluarga korban kasus penculikan.

  Lagu “Hilang” ini terinspirasi dari peristiwa penghilangan secara paksa pada masa orde baru tahun 1997 sampai 1998, lagu ini terdapat di kompilasi album PEACE yang merupakan sebuah proyek dari Buffetlibre dan Amnesty International. Amnesty International dikenal sebagai organisasi yang membela kemanusiaan dan hak asasi manusia. album ini diisi oleh musisi-musisi dari 50 negara dan Indonesia pun ikut terlibat dengan 3 band berkualitas yaitu : Mocca (Bundle of Joy), Efek Rumah Kaca (Hilang), dan White Shoes and The Couples Company (Crosstown Traffic).

  Band Efek Rumah Kaca merupakan salah satu band yang berkarya lewat jalur indie. Efek Rumah Kaca mengeluarkan beberapa album yang juga menuai beberapa penghargaan seperti single mereka pada album Kamar Gelap yaitu “Cinta Melulu" ditahbis sebagai "Best Indonesian Song of 2008" oleh salahradio prestisius Indonesia. Juga ada “The Best Alternative” at Indonesia’s prestigious Anugerah Musik Indonesia Award 2008, “The Best Cutting Edge Band 2008” by MTV Indonesia, “Rookie Of The Year 2008” by Rolling Stone Indonesia, “Class Music Heroes 2008” oleh Class Mild, dan di akhir Desember tahun lalu, “Di Udara” dan “Cinta Melulu” berhasil masuk dalam “150 Lagu Indonesia Terbaik Sepanjang Masa versi Majalah Rolling Stone Indonesia".

  Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu studi semiotic yaitu mengenai pemaknaan lirik lagu dari Efek Rumah Kaca band yang berjudul “Hilang” dengan menggunakan metode semioktik Saussurre. Dalam metode saussurre, dikembangkan sebuah model relasi yang disebut signified, yaitu cara pengkombinasian tanda berdasarkan aturan main tertentu sehingga menghasilkan ungkapan bermakna sebagai hasil dari interpretasi data mengenai lirik lagu tersebut.

  1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah makna lirik lagu “Hilang” dari band Efek Rumah Kaca?

  1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui makna lirik lagu “Hilang” yang dipopulerkan oleh band Efek Rumah Kaca.

  1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Manfaat Teoritis Penilitan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah literature penelitian ilmu komunikasi khususnya pada kajian analisis system tanda komunikasi berupa lirik lagu dengan menggunakan pendekatan semiotik khususnya semiotik Saussurre.

  1.4.2 Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi khalayak pendengar lirik lagu serta dapat membantu dalam memahami makna yang terkandung dalam lagu yang berjudul “Hilang” yang di nyanyikan oleh Efek Rumah Kaca band.